Gangguan Proses Makanan PDF
Gangguan Proses Makanan PDF
“Ayoo adik….., makan sayur yaa biar kuat kayak popeye! Tapi, tetap saja si adik menutup
mulut bila kandungan dalam suapannya berisi sayur. Peristiwa seperti ini banyak dialami oleh
pengasuh dan orang tua dalam proses pemberian makanan. Tentu saja hal ini cukup mengkawatirkan
si ibu karena sayur adalah salah satu sumber vitamin dan mineral yang sangat baik. Akhirnya divonis
bahwa anak tersebut memang tidak suka sayur. Fenomena anak tidak suka makan sayur adalah
masalah klasik yang sejak lama belum terungkap secara benar. Keadaan seperti ini menimbulkan
berbagai opini dan pendapat spekulasi yang tidak sepenuhnya benar. Bila pendapat anak tidak suka
sayur terus dipertahankan, tentunya tidak upaya lain untuk memperbaikinya. Benarkah anak tidak
suka sayur?
Keadaan anak yang tidak mau makan sayur harus diamati secara teliti dan cermat. Pengalaman
klinis di Picky Eaters Clinic Jakarta didapatkan sekitar 30% anak yang mengalami gangguan proses
makan di mulut. Gangguan ini akan mengakibatkan gangguan mengunyah dan menelan. Tampilan
klinis yang terjadi adalah mengalami kesulitan dalam makan bahan makanan yang berserat atau
bertekstur kasar seperti sayur atau daging sapi (empal). Analisa kejadian ini berkembang bahwa
apakah anak memang “tidak mau” makan sayur atau memang “tidak bisa” makan sayur.
Tumbuh dan berkembangnya anak yang optimal tergantung dari beberapa hal, diantaranya
adalah pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas sesuai dengan kebutuhan. Dalam masa
tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat
dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan salah
satunya karena gangguan proses makan di mulut. Orang tua harus mencermati, apakah memang
anaknya mempunyai gangguan tersebut.
Tabel 1. Penyakit akibat kekurangan vitamin dengan gejala dan tanda klinis :
Tabel 2. Penyakit akibat kekurangan mineral dan elektrolit dengan gejala dan tanda klinis:
Nama penyakit Kekurangan/ Gejala dan tanda klinis
Defisiensi
1 Anemia Defisiensi Besi Zat besi pucat, lemah, rewel
2 Defisiensi Seng Seng Mudah terserang penyakit, pertumbuhan
lambat, nafsu makan berkurang, dermatitis
3 Defisiensi tembaga tembaga Pertumbuhan otak terganggu, rambut jarana
dan mudah patah, kerusakan pembuluh
darah nadi, kelainan tulang
4 Hipokalemi kalium Lemah otot, gangguan jantung
5 Defisiensi klor klor Rasa lemah, cengeng
6 Defisiensi Fluor Fluor Resiko karies dentis (kerusakan gigi)
7 Defisiensi krom krom Pertumbuhan kurang, sindroma like diabetes
melitus
8 Hipomagnesemia magnesium Defisiensi hormon paratiroid
9 Defisiensi Fosfor Fosfor Nafsu makan menurun, lemas
10 Defisiensi Iodium Iodium Pembesaran kelenjar gondok, gangguan
fungsI mental, perkembangan fisik
PENANGANAN GANGGUAN PROSES MAKAN DI MULUT
.
Gangguan pencernaan kronis pada penderita tampaknya sebagai penyebab paling penting dalam
gangguan proses makan di mulut. Gangguan saluran cerna kronis yang terjadi adalah karena
imaturitas saluran cerna, alergi makanan, intoleransi makanan, penyakit coeliac dan gangguan reaksi
simpang makanan lainnya. Sebagian besar kelainan reaksi simpang makanan tersebut terjadi karena
adanya jenis makanan yang mengganggu saluran cerna anak sehingga menimbulkan kesulitan
makan. Berkaitan dengan hal ini tampaknya pendekatan diet merupakan penatalaksanaan yang
dapat dilakukan..
Penelitian yang dilakukan di Picky Eater Clinic Jakarta, dengan melakukan pendekatan diet pada
218 anak dengan kesulitan makan. Pendeketan diet adalah dengan cara penghindaran makanan
yang berpotensi mengakibatkan reaksi simpang makanan. Setelah dilakukan penghindaran makanan
selama 3 minggu, tampak perbaikan kesulitan makan sejumlah 78% pada minggu pertama, 92%
pada minggu ke dua dan 96% pada minggu ketiga. Gangguan saluran cerna juga tampak membaik
sekitar 84% dan 94% penderita antara minggu pertama dan ketiga. Tetapi perbaikan gangguan
mengunyah dan menelan hanya bisa diperbaiki sekitar 30%. Pendekatan diet mungkin dapat
digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis gangguan saluran cerna yang ada, tanpa harus
menggunakan pemeriksaan laboratorium yang mahal dan invasif.m Perbaikkan yang terjadi pada
gangguan kesulitan makan, gangguan saluran cerna tersebut ternyata juga diikuti oleh perbaikkan
pada gangguan perilaku yang menyertai seperti gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan
emosi dan sebagainya.
Penanganan dalam segi neuromotorik dapat melalui pencapaian tingkat kesadaran yang
optimal dengan stimulasi sistem multisensoris, stimulasi kontrol gerak oral dan refleks menelan,
teknik khusus untuk posisi yang baik. Penggunaan sikat gigi listrik kadang membantu msnstimulasi
sensoris otot di daerah mulut. Tindakan yang tampaknya dapat membantu adalah melatih koordinasi
gerakan otot mulut adalah dengan membiasakan minum dengan memakai sedotan, latihan senam
gerakan otot mulut, latihan meniup balon atau harmonika.
Selain mengatasi penyebab kesulitan makan sesuai dengan penyebab, harus ditunjang
dengan cara pemberian makan yang sesuai untuk anak. Pemberian makanan yang berserat seperti
sayur kangkung, bayam, atau sawi harus disajikan dalam bentuk yang lebih halus. Misalnya, harus
diblender atau dipotong kecil dan halus. Pilihan lain dicari alternatif sayur yang mudah dikunyah
seperti wortel atau kentang. Demikian juga dengan pemberian makanan daging sapi atau empal
harus berupa bakso, perkedel atau daging yang tidak berserat. Bila kesulitan dalam makan nasi
sebaiknya dibuat nasi yang lebih lembek atau kalau perlu bubur.
Kemampuan mengunyah dan menelan pada anak biasanya akan membaik pada usia tertentu
terutama usia 5 hingga 7 tahun. Tetapi kemampuan tersebut tidak akan membaik sempurna hingga
usia dewasa. Gangguan proses makan di mulut ini juga tampak pada orang dewasa, yaitu perilaku
makan yang cepat seakan tanpa dikunyah. Gangguan proses makan di mulut ini bisa terjadi hilang
timbul. Kadang suatu ketika anak bisa makan nasi keras tetapi saat yang lain harus diblender lagi.
Hal ini sering tergantung pada keadaan gangguan saluran cerna. Keadaan tersebut terjadi saat timbul
penyakit infeksi (panas, batuk, diare), timbul reaksi alergi makanan dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Firmansyah.Aspek. Gastroenterology problem makan pada bayi dan anak. Pediatric Nutrition Update, 2003.
2. Berg, Frances., ed. Afraid to Eat: Children and Teens in Weight Crisis. Hettinger, ND: Healthy Weight Institute, 402 S.
14th St., Hettinger, ND 58639, 1996.
3. Hirschmann, Jane R., CSW, and Zaphiropoulos, Lela, CSW. Preventing Childhood Eating Problems: A Practical,
Positive Approach to Raising Children Free of Food & Weight Conflicts Carlsbad, CA: Gürze Books, 1993
4. Kubersky, Rachel. Everything You Need to Know about Eating Disorders New York: Rosen Publishing Group, 1992.
5. Levine, Michael, PhD, and Hill, Laura, PhD. A 5-Day Lesson Plan on Eating Disorders: Grades 7-12 Tulsa, OK: NEDO,
1996.
6. Maine, Margo, PhD. Father Hunger: Fathers, Daughters, & Food Carlsbad, CA: Gürze Books, 1991.
7. Judarwanto Widodo, Kesulitan makan pada penderita alergi dengan gastroenteropati Atopi. (tidak dipublikasikan).
8. Soepardi Soedibyo, Sri Nasar. Feeding problem from nutrition perspective.Pediatric nutrition update,2003.
9. Bryant-Waugh R., Lask B. Eating Disorders in Children. Journal of Child Psychology and Psychiatry and Allied
Disciplines 36 (3), 191-202, 1995
10. Costa M, Brookes SJ. The enteric nervous system. Am J Gastroenterol 1994;89:S29-137.
11. Goyal RK, Hirano I. The enteric nervous system. N Engl J Med 1996;334:1106-1115.