Pada praktikum kali ini membahas tentang Penetapan Bobot Jenis, pH dan Kadar Abu
dari Ektrak Biji Buah Limus (Mangifera foetida L). Pada praktikum pertama membahas tentang
penetapan bobot jenis yang bertujuan untuk mengetahui bobot jenis dan untuk mengetahui atau
menentukan kemurnian dari suatu zat atau ekstrak biji limus. Pada penentuan bobot jenis ekstrak
digunakan piknometer yang merupakan bejana kaca dengan volume tertentu dan biasa digunakan
untuk menentukan kerapatan suatu cairan. Kerapatan suatu cairan didapatkan dari kerapatan air
yang ditentukan menggunakan rumus , dimana ⍴ adalah kerapatan (gr/mL), m adalah massa dari
air dan v adalah volume dari air itu sendiri. Piknometer kosong setelah ditimbang dahulu yaitu
beratnya adalah 11,033 gram. Lalu diisi dengan air hingga penuh dan ditimbang lagi, berat yang
diperoleh ialah 21,118 gram, sehingga masa dari air adalah 10,085 gram. Jadi, setelah kerapatan
air ditentukan, maka piknometer dikosongkan dan diisi kembali dengan ekstrak kental dari
ektrak biji limus dan ditimbang lagi. Berat yang diperoleh ialah 20 gram, maka massa dari
ekstrak adalah 8,967 gram. Sehingga kerapatan dari ekstrak kental ini sendiri dapat ditentukan
seperti rumus diatas Karena kerapatan dari air dan ekstrak kental telah ditentukan maka bobot
jenis dari ekstrak kental pun dapat ditentukan. Bobot jenis ialah perbandingan antara kerapatan
suatu zat (ekstrak kental) dengan kerapatan air pada suhu tertentu, untuk bidang farmasi,
biasanya 25°/25°.
Kemudian pada pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman atau basa
yang dimiliki ekstrak biji limus. Pengujian dilakukan menggunakan indikator pp. Sebelumnya
dengan ektrak dari biji limus, karena pada saat pembuatan ektrak biji limus menggunakan pelarut
etanol, didapatkan asil pH 6 yang berarti dalam suasana asam. Sedangkan pada pengecekan pH
dari ektrak biji limus didapatkan hasil 5 yang berarti sama dalam suasana asam.
Praktikum selanjutnya yaitu membahas mengenai kadar abu yang bertujuan untuk
menetapkan kadar abu dari ekstrak biji limus. Kadar abu merupakan campuran dari komponen
anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan. Bahan-bahan organik dalam proses
pembakaran akan terbakar tetapi komponen-komponen anorganiknya tidak. Penetapan kadar abu
ini merupakan salah satu parameter non spesifik yang harus dilakukan dalam simplisia atau
ekstrak. Penentuan kadar abu total ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya
suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai
gizi bahan. Penetapan kadar abu ini tidak hanya dilakukan penetapan kadar abu total saja
melainkan kadar abu tidak larut asam dan kadar abu larut air.
Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam yang sebagian
adalah garam-garam logam berat silika. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi nantinya dapat
menunjukan adanya kontaminasi residu mineral atau bahan yang tidak dapat larut asam pada
suatu produk. Metode yang digunakan adalah metode kering dengan menggunakan oven dan
tanur. Prinsip dengan oven pengeringan adalah bahwa air yang terkandung dalam sektrak biji
limus akan mengauap bila dipanaskan pada suhu 105°C pada waktu tertentu. Krus yang
digunakan untuk mengabukan sampel, terlebih dahulu dikonstankan dengan tujuan agar tidak
terdapat kadar air yang berada didalam krus yang akan mempengaruhi hasil penimbangan.
Kemudian dimasukan ektrak biji limus kedalam krus konstan dan di oven pada suhu 105 °C
selama 30 menit. Hal itu dimaksudkan untuk menghilangkan kadar air yang ada didalam
simplisia sehingga dapat mempercepat proses pengabuan menggunakan tanur. Setelah konstan,
kemudian masukan kedalam tanur selama 6 jam dengan tahapan suhu mulai dari 400° C, 500° C
dan 600° C. Yang harus diperhatikan dalam menanur adalah krus yang berisi sampel harus
ditutup. Hal itu karena untuk mempercepat proses pengabuan, karena tekanan dan suhu diluar
dan didalam sistem yang berbeda. Kemudian hasil tanur disimpan didesikator, fungsi
penyimpanan di desikator adalah untuk menjaga suhu dan tekanan diluar dan didalam sistem
yang berbeda sehingga jika krus langsung ditimbang tanpa didesikator ditakutkan krus akan
mudah pecah. Krus dan sampel ditimbang sampai berat konstan. Penetapan kadar abu tidak larut
asam dilakukan dengan melanjutkan hasil abu penetapan abu total dengan cara dilarutkan dengan
asam klorida (HCl) encer yang kemudian disaring dengan kertas saring whratman. Kertas saring
yang telah kering dengan dianginkan disuhu ruang dimasukan ke dalam krus yang konstan dan di
oven pada suhu 105°C. Selanjutnya dilakukan tanur sebagaimana pada langkah penetapan kadar
abu total.
Untuk penetapaan kadar abu larut air dilakukan dengan menetapkan kadar abu tidak larut
air yaitu dengan memperlakukan hasil penetapan kadar abu total yang dilarutkan dengan air,
kemudian dimasukan ke dalam oven dan tanur. Dan ditimbang hingga konstan. Berdasarkan
pengamatan kadar abu total yang dilakukan pada krus 1 dan 2 diperoleh kadarnya sebanyak
30,15 % dan 18,91%. Kadar abu larut air diperoleh 4,01 % sedangkan kadar abu tidak larut asam
sebanyak 0,03 %. abu Tetapi untuk penetapan kadar abu larut air hasil tersebut tidak memenuhi
syarat dalam literatur yang menyatakan bahan kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 1,1 %.
KESIMPULAN
1. Pada penetapan bobot jenis didapatkan hasil dari ektrak biji limus bobot jenis ektrak adalah
0,8.
2. Pada pengukuran pH dengan pelarut etanol yaitu 6 yang berada dalam suasana asam,
sedangkan pada pengujian pH dari ekstrak biji limus adalah 5 dimana berada pada suasana
asam.
3. Pada penetapan kadar abu total yang dimiliki ektrak biji lumus adalah 30,15 % dan 18,91%,
dimana kadar abu tidak larut asamnya yaitu 4,01 %, sedangkan kadar abu larut airnya adalah
0,03%.