Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun-tahun terakhir ini penilaian persediaan mendapat perhatian
lebih besar karena laju inflasi yang tinggi. Pemilihan prinsip atau metode
penilaian persediaan mempunyai suatu pengaruh penting pada pendapatan yang
dilaporkan dan posisi keuangan perusahaan tertentu. Oleh karena persediaan
biasanya merupakan harta lancar yang terpenting, maka metode penilaian
persediaan merupakan suatu faktor yang penting dalam menetapkan hasil operasi
dan kondisi keuangan.
Salah satu tujuan dari akuntansi persediaan, termasuk penilaian persediaan
adalah untuk menetapkan penghasilan yang wajar dengan membebankan biaya
yang bersangkutan terhadap penghasilan perusahaan. Dalam proses penjualan dan
pembelian dapat dilihat bahwa persediaan merupakan nilai yang tersisa setelah
jumlah biaya telah dibebankan terhadap penjualan atau sebagai jumlah biaya yang
tersisa untuk dibebankan terhadap penjualan di masa yang akan datang.
Tujuan dari penilaian persediaan adalah untuk menyajikan secara wajar
posisi keuangan perusahaan sebagai suatu going concern dan bukan sebagai
perusahaan yang sedang menuju pembubaran atau dalam kondisi likuidasi.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalh ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian persediaan?
2. Bagaimana klasifikasi persediaan?
3. Apa fungsi dan jenis-jenis persediaan?
4. Bagaimanakah konsep persediaan?
5. Apa biaya-biaya yang harus dimasukan dalam persediaan?
6. Bagaimana sistem pencatatan persediaan?
7. Bagaimana metode dalam penentuan nilai persediaan?
8. Bagaiamana penilaian persediaan dengan sistem perpetual?

1
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian persediaan.
2. Untuk mengetahui klasifikasi persediaan.
3. Untuk mengetahui fungsi dan jenis-jenis persediaan.
4. Untuk mengetahui konsep persediaan.
5. Untuk mengetahui biaya-biaya yang harus dimasukan dalam persediaan.
6. Untuk mengetahui sistem pencatatan persediaan.
7. Untuk mengetahui metode dalam penentuan nilai persediaan.
8. Untuk mengetahui penilaian persediaan dengan sistem perpetual.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Persediaan
Persediaan (inventory) adalah meliputi semua barang yang dimiliki
perusahaan pada saat tertentu, dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsi dalam
siklus operasi normal perusahaan. Aktiva lain yang dimiliki perusahaan, tetapi
tidak untuk dijual atau dikonsumsi tidak termasuk dalam klasifikasi persediaan.
Persediaan merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup
penting dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan
industri (manufaktur), apalagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi,
hampir 50% dana perusahaan akan tertanam dalam persediaan yaitu untuk
membeli bahan-bahan bangunan.
Persediaan yang diperoleh perusahaan langsung dijual kembali tanpa
mengalami proses produksi selanjutnya disebut persediaan barang dagang.
Perusahaan menggunakan system inventory stock karena perputaran pesediaannya
cukup tinggi dan beragam untuk mengantisipasi penjualan supaya tidak terjadi
kekurangan persediaan.
Berdasarkan pengertian di atas maka perusahaan jasa tidak memiliki
persediaan, perusahaan dagang hanya memiliki persediaan barang dagang sedang
perusahaan industri memiliki 3 jenis persediaan yaitu persediaan bahan baku,
persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi (siap untuk dijual).
Dalam laporan keuangan, persediaan merupakan hal yang sangat penting karena
baik laporan rugi/laba maupun Neraca tidak akan dapat disusun tanpa mengetahui
nilai persediaan. Kesalahan dalam penilaian persediaan akan langsung berakibat
kesalahan dalam laporan rugi/laba maupun neraca.

B. Klasifikasi Persediaan
Klasifikasi persediaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut PSAK No.14 (2007)
Istilah persediaan dalam akuntansi ditujukan untuk menyatakan suatu
jumlah aktiva berwujud yang memenuhi kriteria (PSAK: Pernyataan Standar

3
Akuntansi Keuangan Indonesia No. 14) yang menyatakan bahwa persediaan
adalah aktiva:
a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal.
b. Dalam proses produksi dan atau perjalanan.
c. Dalam bentuk bahan (atau perlengkapan) untuk digunakan dalam proses
produksi.
2. Menurut jenis perusahaan
Persediaan barang diklasifikasikan sesuai dengan jenis usaha
perusahaan tersebut. Dalam perusahaan perdagangan persediaan barang
merupakan aktiva dalam bentuk siap dijual kembali dan yang paling aktif
dalam operasi usahanya. Sedangkan dalam perusahaan pabrikasi atau
manufaktur, persediaan barang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Terdapatnya
klasifikasi persediaan yang berbeda antara perusahaan perdagangan dengan
perusahaan manufaktur adalah karena fungsi dua perusahaan itu memang
berbeda.
Fungsi perusahaan perdagangan adalah menjual barang yang
diperolehnya dalam bentuk sudah jadi. Dengan kata lain, tidak ada proses
pengolahan seandainya terjadi pengolahan maka pengolahan tersebut terbatas
pada pembungkusan atau pemberian kemasan agar barang lebih menarik
selera konsumen. Sedangkan fungsi perusahaan manufaktur adalah mengolah
bahan mentah menjadi produk selesai.

C. Fungsi dan Jenis-Jenis Persediaan


1. Jenis-Jenis Persediaan
Persediaan dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang
tersebut di dalam urutan pengerjaan produk, yaitu (Assauri, 1998):
a. Persediaan bahan baku (raw material stock)
Merupakan persediaan dari barang-barang yang dibutuhkan
untuk proses produksi. Barang ini bisa diperoleh dari sumber-sumber
alam, atau dibeli dari supplier yang menghasilkan barang tersebut.

4
b. Persediaan bagian produk (purchased parts)
Merupakan persediaan barang-barang yang terdiri dari parts
yang diterima dari perusahaan lain, yang secara langsung diassembling
dengan parts lain tanpa melalui proses produksi.
c. Persediaan bahan-bahan pembantu (supplies stock)
Merupakan persediaan barang-barang yang diperlukan dalam
proses produksi untuk membantu kelancaran produksi, tetapi tidak
merupakan bagian dari barang jadi.
d. Persediaan barang setengah jadi (work in process)
Merupakan barang-barang yang belum berupa barang jadi,
akan tetapi masih diproses lebih lanjut sehingga menjadi barang jadi.
e. Persediaan barang jadi (finished good)
Merupakan barang-barang yang selesai diproses atau diolah
dalam pabrik dan siap untuk disalurkan kepada distributor, pengecer
atau langsung dijual ke pelanggan.
2. Fungsi-Fungsi Persediaan
Setiap perusahaan perlu mengadakan persediaan untuk menjamin
kelangsungan hidup usahanya. Untuk mengadakan persediaan, dibutuhkan
sejumlah uang yang diinvestasikan dalam persediaan tersebut. Oleh karena
itu, setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah
persediaan optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran
kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat dengan biaya yang
serendah-rendahnya.
Untuk mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimum,
maka diperlukan suatu sistem pengawasan persediaan. Tujuan dari
pengawasan persediaan menurut Assauri, 1998 adalah sebagai berikut:
a. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan yang mengakibatkan
terhentinya kegiatan produksi.
b. Menjaga agar pembentukan persediaan tidak terlalu besar atau berlebih,
sehingga biaya yang timbul oleh persediaan tidak terlalu besar.

5
c. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena
mengakibatkan meningkatnya biaya pemesanan.
Efesiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena
berbagai fungsi penting persediaan. Pertama, harus diingat bahwa
persediaan adalah sekumpulan produk fisikal pada berbagai tahap proses
transformasi dari bahan mentah ke barang dalam proses, dan kemudian
barang jadi.
Fungsi-fungsi dari persediaan antara lain sebagai berikut:
a. Fungsi decoupling
Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-
operasi perusahaan internal dan eksternal mempunyai kebebasan.
Persediaan decouples ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi
langganan tanpa terganggu supplier.
Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan
sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan
waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan agar
departemen-departemen dan proses-proses individual perusahaan
terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk
memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para langganan.
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan
konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut
fluctuation stock.
b. Fungsi economic lot sizing
Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat
memproduksi dan membeli sumber daya-sumber daya dalam kuantitas
yang dapat mengurangi biaya per unit. Persediaan lot size ini perlu
mempertimbangkan penghematan dalam hal pembelian, biaya
pengangkutan per unit lebih murah karena perusahaan melakukan
pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan
biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa
gedung, investasi, resiko dan sebagainya).

6
c. Fungsi antisipasi
Sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa
lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat
mengadakan persediaan musiman.
Disamping itu, perusahaan juga sering menghadapi
ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang
selama periode permintaan kembali, sehingga memerlukan kuantitas
persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman. Pada
kenyataannya, persediaan pengaman merupakan pelengkap fungsi
decoupling yang telah diuraikan diatas. Persediaan antisipasi ini penting
agar kelancaran proses produksi tidak terganggu.

D. Konsep Persediaan
1. Historical Cost
Dalam metode historical cost ini persediaan diukur berdasarkan
pada pembayaran yang dilakukan dimasa lalu atau harus dilakukan
dimasa yang akan datang untuk memperoleh barang atau jasa. Oleh
karena itu kalau pembayarannya dilakukan dimasa yang akan datang
harga persediaan harus didiskontokan untuk mendapatkan present cost.
Menurut konsep ini biaya produksi terdiri dari Biaya langsung:
material, tenaga langsung dan BOP, sedangkan avail atau tenaga kerja
idle dapat diperhitungkan sebagai COGS, tergantung kebijakan
manajemen.
adapun keuntungan konsep ini adalah sebagai berikut:
a. Inventory bahan baku dan barang dagangan mencerminkan harga
yang sebenarnya.
b. Dalam kondisi harga tidak pasti konsep ini merupakan alternative
yang layak daripada net realizable values sebagai alat prediksi.
c. Nilai persediaan tidak dipengaruhi oleh bias kebijakan manajemen.

7
d. Penilaian dengan cost memungkinkan pertanggung jawaban
mengenai kas dan sumber lain untuk memperoleh persediaan (cross
evidence).
Adapun kelemahan konsep ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk persediaan barang yang cepat usang dan nilai tambah atas
barang tidak dapat disesuaikan harganya.
b. Bila terdapat harga yang berbeda susah untuk diperbandingkan.
c. Banyaknya unsur joint cost dan metode alokasi sehingga menyulitkan
penilaian persediaan.
d. Matching antara revenue dengan cost masa lalu kurang tepat.
2. Current Replacement Cost
Konsep ini adalah untuk mengurangi kelemahan dari konsep
historical cost, banyak penulis dan komite prinsip akuntansi menyarankan
menggunakan konsep CRC untuk mengukur persediaan. Dengan
pertimbangan:
a. CRC memungkinkan untuk matching antara current input value
dengan current revenue atas hasil current operation.
b. CRC memungkinkan identifikasi dari holding gains dan loss.
c. CRC merupakan current value dari persediaan.
d. CRC memungkinkan pelaporan current operation profit dapat
digunakan sebagai prediksi arus kas dikemudian hari.
3. Net Realizable Values Dikurangi Normal Markup
Dalam konsep ini persediaan dinilai dengan konsep realizable
values dikurangi dengan gross profit margin yang normal, sehingga nilai
persediaan merupakan nilai perolehannya menurut konsep realizable.
4. Comwil
Penilaian dengan konsep comwil sebenarnya tidak konsisten, dan
bukanlah penilaian inventory dengan dasar yang logis menurut teori
akuntansi, tetapi lebih menekankan pada unsur conservatism. Menurut
AICPA konsep comwil merupakan metode eclectical yang mencerminkan
nilai keluaran dalam hal-hal tertentu dan nilai masukan pada kesempatan

8
yang lain. Pengertian market disini bisa cost dan bisa replacement mana
yang lebih rendah, sedangkan menurut AICPA bulletin no. 43 juga, bahwa
market ini dibatasi nilai tertinggi (ceiling) dan terendah (floor) adalah
batas untuk net realizable values, sehingga comwil memungkinkan
penilaian yang sangat subyektif.
5. Standard cost
Current standard mencerminkan biaya produksi dibawah kondisi
harga dan teknologi yang sekarang dan formula ditetapkan setelah melalui
perhitungan standard efisiensi yang diinginkan sehingga menyerupai
replacement cost. Menurut AICPA bulletin no. 43 : “Standard cost dapat
diterima apabila di-adjust secara berkala agar mencerminkan kondisi
sekarang sehingga pada tanggal neraca standard cost secara layak
merupakan approximate costs berdasarkan salah satu cara penilaian yang
diakui.

E. Biaya-Biaya yang Harus Dimasukan dalam Persediaan


Salah satu masalah paling penting dalam menangani persediaan
berhubungan dengan berapa jumlah persediaan yang harus yang dicatat dalam
akun. Pembelian (akuisisi) persediaan, seperti aktiva lain, umumnya di
perhitungkan atas dasar biaya.
1. Biaya produk
Product cost adalah biaya yang melekat pada persediaan dan dicatat
dalam akun persediaan. Biaya-biaya ini berhubungan langsung dengan
transfer barang kelokasi bisnis pembeli dan pengubahan barang tersebut ke
kondisi yang siap di jual. Beban seperti itu mencakup ongkos pengangkutan
barang yang di beli, biaya pembelian langsun lainnya, dan biaya tenaga kerja
serta produksi lain nya yang dikeluarkan dalam memproses barang ketika
dijual. Namun karna adanya kesulitan prak tis dalam mengalokasikan biaya
dan beban, maka tidak dimasukkan dalam penilaian persediaan.

9
2. Biaya periode
Beban penjualan (selling expenses) dan, dalam kondisi yang biasa,
beban umum serta adminstrasi tidak dianggap berhubungan langsung dengan
akuisisi atau produk si brang dan, karenanya, tidak dianggap sebagai bagian
dari persediaan. Biaya semacam itu disebut dengan biaya periode secara
konseptual, beban ini merupakan biaya dari produk eperti halnya harga beli
awal dan ongkos pengangkutan. Biaya bunga yang berhubungan dengan
penyiapan persediaan agar siap dijual biasanya di bebankan pada saat
dikeluarkan. Arguman penting untuk pendekatan ini adalah bahwa biaya
bunga merupakan biaya pembiayaan.
3. Biaya manufaktur
Seperti telah dibahas sebelumnya, sebuah bisnis yang membuat
barang mengunakan persediaan- bahan baku,barang dalam proses, barang
jadi. Brang dalam proses dan brang jadi meliputi bahan, tenaga kerja
langsung, da biaya overhead manufaktur. Biaya overhead manufaktur
meliputi bahan tidak langsung,tenaga kerja tidak langsung da pos-pos seperti
penyusutan , pajak,asuransi, pemanas, dan listrik yang dibutuhkan dalam
proses manufaktur.

F. Sistem Pencatatan Persediaan


Untuk dapat menetapkan nilai persediaan pada akhir periode dan
menetapkan biaya persediaan selama satu periode, sistem persediaan yang
digunakan adalah:
1. Sistem periodik (physical)
Sistem periodik yaitu pada setiap akhir periode dilakukan perhitungan
secara phisik untuk menentukan jumlah persediaan akhir. Perhitungan tersebut
meliputi pengukuran dan penimbangan barangbarang yang ada pada akhir
suatu periode untuk kemudian dikalikan dengan suatu tingkat harga/biaya.
Perusahaan yang menerapkan sistem periodik umumnya memiliki
karakteristik persediaan yang beraneka ragam namun nilainya relatif kecil.
Sebagai ilustrasi adalah kios majalah di sebuah pusat perkantoran dan

10
pertokoan yang menjual berbagai jenis majalah, koran, alat tulis, aksesoris
handphone, dan gantungan kunci.
Jenis persediaan beraneka ragam namun nilainya relatif kecil sehingga
tidaklah efisien jika harus mencatat setiap transaksi yang nilainya kecil namun
frekuensi transaksi tinggi. Meskipun demikian sebenarnya pada saat ini alasan
tersebut dapat diabaikan dengan adanya teknologi komputer yang
meMudahkan pencatatan transaksi dengan frekuensi tinggi, misalnya seperti
di toko retail.
2. Sistem permanen (perpetual)
Sistem permanen yaitu melakukan pembukuan atas persediaan secara
terus menerus yaitu dengan membukukan setiap transaksi persediaan baik
pembelian maupun penjualan. Sistem perpetual ini seringkali digunakan
dalam hal persediaan memiliki nilai yang tinggi untuk mengetahui posisi
persediaan pada suatu waktu sehingga perusahaan dapat mengatur pemesanan
kembali persediaan pada saat mencapai jumlah tertentu. Misalnya persediaan
alat rumah tangga elektronik (mesin cuci, kulkas, microwave).
Perbedaan penggunaan kedua metode adalah pada akun yang digunakan
untuk mencatat pembelian persediaan. Pada system pencatatan periodik pembelian
persediaan dicatat dengan mendebit akun pembelian sehingga pada kahir periode
akan dilakukan penyesuaian untuk mencatat harga pokok barang yang dijual dan
melaporkan nilai persediaan pada akhir periode.

G. Metode dalam Penentuan Nilai Persediaan


1. Metode FIFO (First In First Out)
Dalam metode ini, barang yang pertama kali masuk dianggap
dijual terlebih dahulu. Jadi harga barang yang masih tersisa di persediaan
kita adalah barang-barang yang terakhir dibeli oleh kita.
2. Metode LIFO (Last In First Out)
Metode ini merupakan kebalikan dari metode yang pertama
disebutkan diatas. Jadi barang yang pertama kali dijual justu adalah

11
barang yang terakhir kali dibeli. Dan barang yang masih ada di persediaan
kita adalah barang-barang yang pertama kali kita beli.
3. Metode Rata-rata (Average Method)
Nilai persediaan barang yang ada di unit usaha kita dihitung
berdasarkan harga rata-rata pembelian. Dalam metode ini terdapat dua
cara penghitungan yang berbeda, yaitu:
a. Rata-rata sederhana
Nilai rata-rata ditentukan dari rata-rata harga beli barang
secara global.
b. Rata-rata tertimbang, niali rata-rata per unit.
4. Metode Idetifikasi Khusus
Dalam metode ini penilaian barang sesuai dengan nilai masing-
masing jenis barang yang ada. Jadi dalam metode ini setiap barang
haruslah jelas darimana asal-usulnya serta harga yang diperoleh ketika
pembelian barang tersebut.

H. Penilaian Persediaan dengan Sistem Perpetual


Dalam sistem perpetual setiap terjadi mutasi persediaan dicatat dalam
akun persediaan. Metode penilaian persediaan digunakan pada saat terjadi
transaksi penjualan, dengan membuat Kartu Persediaan Barang secara lengkap
yang memuat kuantitas, harga satuan, jumlah harga baik untuk lajur masuk,
keluar, maupun sisa. Kartu persediaan tersebut sebagai buku pembantu untuk tiap
macam barang digunakan atau yang dijual. Sehingga apabila perusahaan memiliki
15 jenis barang, maka harus membuat Kartu Persediaan barang sebanyak 15.
Metode penilaian persediaan dalam pencatatan secara perpetual sebagai
berikut:
a. Metode rata-rata bergerak (moving average)
Dalam metode ini, harga beli ratarata dihitung setiap terjadi transaksi
pembelian. Harga pokok penjualan per satuan didasarkan pada harga ratarata
pada saat terjadi transaksi penjualan.

12
b. Metode FIFO
Metode ini beranggapan barang yang ada paling awal dianggap dijual
paling awal juga. Perbedaanya adalah dalam metode perpetual perhitungan
harga pokok dilakukan pada saat terjadi penjualan.
c. Metode LIFO
Pada metode ini barang yang terakhir dibeli dianggap dijual lebih
dahulu. Harga pokok dihitung pada saat terjadi penjualan.

13
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Persediaan (inventory) adalah meliputi semua barang yang dimiliki
perusahaan pada saat tertentu, dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsi dalam
siklus operasi normal perusahaan. Klasifikasi persediaan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu menurut PSAK No.14 (2007) istilah persediaan dalam akuntansi
ditujukan untuk menyatakan suatu jumlah aktiva berwujud yang memenuhi
kriteria (PSAK: Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia No. 14) yang
menyatakan bahwa persediaan adalah aktiva tersedia untuk dijual dalam kegiatan
usaha normal, dalam proses produksi dan atau perjalanan, dan dalam bentuk
bahan (atau perlengkapan) untuk digunakan dalam proses produksi. Menurut
jenis perusahaan Persediaan barang diklasifikasikan sesuai dengan jenis usaha
perusahaan tersebut. Dalam perusahaan perdagangan persediaan barang
merupakan aktiva dalam bentuk siap dijual kembali dan yang paling aktif dalam
operasi usahanya.
Persediaan dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut
di dalam urutan pengerjaan produk, yaitu a). Persediaan bahan baku (raw material
stock), b). Persediaan bagian produk (purchased parts), c). Persediaan bahan-
bahan pembantu (supplies stock), d). Persediaan barang setengah jadi (work in
process), dan e). Persediaan barang jadi (finished good). Fungsi-fungsi dari
persediaan antara lain sebagai fungsi decoupling, fungsi economic lot sizing dan
fungsi antisipasi.
Sistem persediaan yang digunakan adalah a). Sistem periodik (physical)
yaitu pada setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara phisik untuk
menentukan jumlah persediaan akhir. Perhitungan tersebut meliputi pengukuran
dan penimbangan barang-barang yang ada pada akhir suatu periode untuk
kemudian dikalikan dengan suatu tingkat harga/biaya. b). Sistem permanen
(perpetual) yaitu melakukan pembukuan atas persediaan secara terus menerus
yaitu dengan membukukan setiap transaksi persediaan baik pembelian maupun

14
penjualan. Sistem perpetual ini seringkali digunakan dalam hal persediaan
memiliki nilai yang tinggi untuk mengetahui posisi persediaan pada suatu waktu
sehingga perusahaan dapat mengatur pemesanan kembali persediaan pada saat
mencapai jumlah tertentu.
Metode dalam penentuan nilai persediaan ada 4 yaitu Metode FIFO (first
in first out), Metode LIFO (last in first out), metode rata-rata (average method)
dan metode idetifikasi khusus. Sistem penilaian persediaan yaitu penilaian
persediaan dengan sistem fisik (pereodik) dan penilaian persediaan dengan sistem
perpetual.

B. Saran
Dalam menentukan nilai persediaan suatu perusahaan harus
memperhatikan beberapa metode sistem agar tidak mengalami kesalahan seperti
yang telah dijelaskan dalam makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aminudin, Prinsip-Prinsip Riset Operasi, Erlangga, 2005.

Dimyati. Tjutju, Operations Research Model-model Pengambilan Keputusan,


Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2003.

Eddy Herjanto, 2003. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Kedua Grasindo.
Jakarta.

Handoko, Dasar-dasar Manajemen Produksi Dan Operasi. BPFE, Yogyakarta,


1997.

Hamdy Taha, Operation Research An Introduction, Edisi 4, Macmillan, New


York.

Heizer. J & Render B, 2004. Operations Management, Seventh Edition (IE)


Prentice Hall. USA.

Gitosudarmo, 2002. Manajemen Operasi. BPFE-Yogyakarta.

Munjiati Munawaraoh, dkk,. 2004. Manajemen Operasi. Unit Penerbiatan


Fakultas Ekonomi. (UPFE-UMY) Yogyakarta.

Richard Bronson, Theory and Problem of Operation Research, McGraw-Hill,


Singapore.

Subagyo Pangestu, Marwan Asri, dan T. Hani Handoko. Dasar-Dasar Operation


Research, Yogyakarta: PT. BPFE-Yogyakarta, 2000.

Yulian Zamit, Manajemen Kuantitatif, BPFE, Yogyakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai