Anda di halaman 1dari 19

Case Report Session

SELULITIS PRESEPTAL

Disusun Oleh:

Resti Yomelia 1110312126


Dwi Novilolita 1110312130

Preseptor :

dr. Weni Helvinda, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016
BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Selulitis preseptal merupakan suatu inflamasi dan infeksi pada kelopak mata (termasuk

jaringan lunak periorbita), septum anterior orbital, yang dikategorikan sebagai eritema dan

edema akut pada kelopak mata.1

Selulitis preseptal umumnya merupakan penyakit pada anak-anak, dengan 80% anak

dibawah 10 tahun dan sebagian besarnya dibawah 5 tahun.2

Pasien dengan selulitis orbita dapat menunjukkan gejala bengkak pada kelopak mata,

nyeri pada mata, merah, hingga demam sehingga dibutuhkan terapi yang adekuat dalam

pengobatan ini karena ditakutkan terjadinya komplikasi berupa meningitis.

1.2. Batasan Masalah

CSR ini dibatasi pada pembahasan definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis, diagnosis,

pemeriksaan penunjang, terapi, komplikasi dan prognosis dari selulitis preseptal.

1.3. Tujuan Penulisan

CSR ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai definisi, klasifikasi, etiologi,

patogenesis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, terapi, komplikasi dan prognosis dari selulitis

preseptal.

1.4. Metode Penulisan

Metode yang dipakai dalam penulisan CSR ini berupa laporan kasus, diskusi dan

tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur, termasuk buku teks dan artikel

ilmiah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Selulitis preseptal merupakan suatu inflamasi dan infeksi pada kelopak mata (termasuk

jaringan lunak periorbita), septum anterior orbital, yang dikategorikan sebagai eritema dan

edema akut pada kelopak mata.1

Infeksi ini sering terjadi dan tidak separah apabila dibandingkan dengan selulitis orbita

(yang dikenal sebagai selulitis postseptal). Hal ini bisa disebabkan akibat penyebaran dari infeksi

saluran nafas bagian atas, infeksi mata luar, atau trauma kelopak mata.1

Pada selulitis preseptal, jaringan lunak anterior hingga septum orbita terkena, dan struktur

posterior orbita hingga septum tidak terinfeksi namun bisa terinfeksi akibat dari infeksi sekunder

yang disebabkan abses subperiosteal dan abses orbita. Pada kasus yang lebih parah, hal ini bisa

menyebabkan thrombosis sinus kavernosus atau meningitis. Pasien dengan edema periorbita,

eritem, dan peningkatan hiperemis local tanpa proptosis, oftalmoplegi, dan perburukan

penglihatan, dapat diperkirakan sebagai selulitis preseptal.1

2.2 Epidemiologi

Berdasarkan National Center for Disease Statistics, pada tahun 1995, terdapat 5000

pasien di Amerika Serikat memiliki diagnosis inflamasi pada kelopak mata. Selulitis preseptal
umumnya merupakan penyakit pada anak-anak, dengan 80% anak dibawah 10 tahun dan

sebagian besarnya dibawah 5 tahun.2

2.3 Etiologi

Selulitis preseptal dapat disebabkan oleh inokulasi yang diikuti oleh trauma atau infeksi

pada kulit, penyebaran dari infeksi pada sinus, saluran nafas bagian atas, dan infeksi lainnya

yang menyebar melalui darah. Termasuk gigitan serangga atau kalazion yang diikuti infeksi pada

kelopak mata.3

Lebih dari dua pertiga kasus selulitis, dilaporkan berhubungan dengan infeksi saluran

nafas bagian atas, dimana setengahnya dari sinusitis. Mikroorganisme penyebab tersering adalah

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stretococcus species, dan anaerob yang

dikenal sebagai penyebab umum pada infeksi saluran nafas bagian atas dan infeksi kelopak mata

eksternal.3

Streptococcus pneumonia dominan infeksi terjadi akibat perkembangan dari sinusitis,

dimana Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes sering disebabkan oleh trauma local.

Haemophylus influenzae B jarang, namun biasanya terjadi diikuti oleh penyebaran bakteri dai

focus primer seperti otitis media atau pneumonia.4

Penurunan fungsi imun merupakan efek samping dari penggunaan antibiotic dan diabetes

mellitus, dimana dapat meningkatkan infeksi jamur, seperti aspergilosis atau mucormikosis.
Tabel 2.1 Faktor Risiko Umum Pada Selulitis Preseptal

Faktor Risiko Persentase (%)

Konjungtivitis 74,1
Infeksi Saluran Nafas Bagian Atas 34,7
Lesi fokal pada wajah atau dekat mata 25,2
Sinusitis 24,5
Infeksi gigi atau karies gigi 19,4
Trauma 10,8
Alergi 3,6
Hordeolum 3,6
Lain-lain 6,5

Penyebab selulitis preseptal dapat dikategorikan sebagai berikut:5,6

 Eksogen (trauma, post operasi)


 Endogen (bacteremia)
 Perpanjangan struktur periorbital (sinus paranasal, infeksi gigi, intracranial)
 Intraorbital (endoftalmitis, dakrioadenitis)
Trauma local kulit Infeksi lokal Infeksi jauh

Selulitis preseptal

Infeksi Tidak infeksi

Selulitis preseptal non


Selulitis preseptal Dermatoblefaritis dan
supuratif
supuratif post trauma selulits preseptal

Gambar 2.1 Patofisiologi Selulitis Preseptal

2.4 Diagnosis7,8

Pasien dengan selulitis orbita dapat menunjukkan gejala bengkak pada kelopak mata,

nyeri pada mata, merah, hingga demam. Refleks pupil, ketajaman visus, dan motilitas ocular

tidak terganggu, namun nyeri pada saat pergerakan bola mata. Infeksi fokal pada sinus juga

menunjukkan gejala discharge pada hidung.

Khas pada anak-anak yang disebabkan oleh Haemophylus influenza memiliki riwayat

infeksi saluran nafas bagian atas dengan gejala berupa demam tinggi, iritabilitas, dan koriza.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis.

Pemeriksaan ultrasonografi orbita dapat membantu dalam mendiagnosis peradangan

orbita meskipun memerlukan pengamatan dan peralatan khusus. CT Scan dapat menggambarkan

tingkat keterlibatan orbita. Pada selulitis preseptal, yang ditemukan pada CT Scan adalah:
 Pembengkakan kelopak mata dan jaringan lunak preseptal yang berdekatan.
 Ada atau tidaknya inflamasi orbita (ini cukup sulit untuk membedakan selulitis preseptal

dan selulitis orbita)

2.5 Diagnosis Banding9

Ada beberapa diagnosis banding pada selulitis preseptal, sebagai berikut:

1. Rhabdoyosarcoma
2. Retinoblastoma
3. Orbital pseudotumor (inflamasi orbita idiopatik)
4. Perioculartinea
5. Selulitis orbita
6. Konjungtivitis
7. Dacryoadenitis
8. Hordeolum

2.6 Terapi

Anak dibawah 1 tahun harus follow up ke rumah sakit, kemungkinan akibat dari infeksi

saluran nafas bagian atas atau sinusitis. Pemberian terapi inisial antibiotic epirik untuk menutupi

flora disana. Pasien rawat jalan, diberikan pemberian sefalosporin generasi pertama.,

amoksisilin, atau seftriakson. Jika pengobatan selama 48-72 jam tidak ada respon, diberikan

terapi secara intravena. Untuk anak-anak, diberikan terapi intravena dan observasi. Untuk itu

juga diberikan sefalosporin generasi kedua atau ketiga, sefalosporin, atau penisilin. Jika kuman

penyebab anaerob disertai S. aureus, diberikan klindamisin ditambah sefalosporin. Terapi harus

diberikan selama 14 hari pada pengobatan oral. 10

2.7 Komplikasi

Meningitis merupakan komplikasi terpenting terutama pada anak-anak yang terinfeksi

selulitis preseptal akibat H. influenza, merupakan infeksi sekunder dari bacteremia.10


BAB III

ILUSTRASI KASUS

Nama : Nn. S

Umur : 63 tahun
Negeri Asal : Padang

Anamnesis

Keluhan Utama :

Mata kanan nyeri dan bengkak sejak ± 5 HARI sebelum masuk RS, sebelumnya pasien sering

menggaruk mata kanannya yang gatal akibat terkena air laut di dekat rumahnya.

Riwayat Penyakit Sekarang :

• Mata kanan nyeri dan bengkak sejak ± 5 hari sebelum masuk RS, sebelumnya pasien
sering menggaruk mata kanannya yang gatal akibat terkena air laut di dekat rumahnya.

• Pasien berobat ke spesialis mata 2 hari sebelum masuk RS dan diberi obat kosop ed 4x1
OD, Lfx ed tiap jam OD, ciprofloxacin 2x500 mg dan anti nyeri.

• 1 jam sebelum masuk RS, bengkak pada kelopak mata pecah dan mengeluarkan nanah.

• Riwayat flu dan bersin di pagi hari tidak ada

• Riwayat sakit gigi sebelumnya tidak ada

• Nyeri pada wajah tidak ada

• Riwayat telinga berisi cairan tidak ada

• Riwayat digigit serangga tidak ada

• Riwayat Diabetes Mellitus Tidak ada

• Riwayat Hipertensi tidak ada

Status Oftalmikus

Status Oftalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 5/5 5/5
Visus dengan koreksi - -
Refleks Fundus + +
Silia / Supersilia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Madarosis (-) Madarosis (-)
Poliosis (-) Poliosis (-)
Palpebra Edem (+), Hiperemis (+), ekskoriasi Edem (-), Hiperemis (-) ekskoriasi
(+) (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (+) Folikel (-) Hiperemis (-) Folikel (-) Papil (-)
Papil (-)
Aparat Lakrimal Pus (+) Dalam batas normal
Konjungtiva Fornics Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbii Hiperemis (+) Hiperemis (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Kamera Okuli Anterior Cukup dalam Cukup dalam
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, Reflek cahaya + /+ Bulat, Reflek cahaya + /+
d = 3mm d = 3mm
Lensa Bening Bening
Korpus Vitreum Jernih Jernih
Fundus: -Papil Optikus c/d: 0,3-0,4, bulat, batas tegas c/d: 0,3-0,4, bulat, batas tegas
-Retina Pendarahan (-), eksudat (-) Pendarahan (-), eksudat (-)
-Makula Reflek fovea (+) Reflek fovea (+)
-aa / vv retina 2:3 2:3
Tekanan Bulbus Okuli N (palpasi) N (palpasi)
Posisi Bulbus Okuli Ortho Ortho
Gerakan Bulbus Okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Foto pasien
Diagnosa :

Selulitis Praseptal OD

Terapi :

Cefoperazone 2 x 1 gram IV

LFX ed 6x1 OD

Nonflamin 3 x 1
Follow up 1

Status Oftalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 5/5 5/5
Visus dengan koreksi - -
Refleks Fundus + +
Silia / Supersilia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Madarosis (-) Madarosis (-)
Poliosis (-) Poliosis (-)
Palpebra Edem (+), ekskoriasi (+), Edem (-)
krusta (+) ekskoriasi (-)
Krusta (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (-) Folikel (-) Hiperemis (-) Folikel (-)
Papil (-) Papil (-)
Konjungtiva Fornics Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbii Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Kamera Okuli Anterior Cukup dalam Cukup dalam
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, Reflek cahaya + /+ Bulat, Reflek cahaya + /+
d = 3mm d = 3mm
Lensa Bening Bening
Korpus Vitreum Jernih Jernih
Fundus: -Papil Optikus c/d: 0,3-0,4, bulat, batas c/d: 0,3-0,4, bulat, batas
tegas tegas
-Retina Pendarahan (-), eksudat (-) Pendarahan (-), eksudat (-)
-Makula Reflek fovea (+) Reflek fovea (+)
-aa / vv retina 2:3 2:3
Tekanan Bulbus Okuli N (palpasi) N (palpasi)
Posisi Bulbus Okuli Ortho Ortho
Gerakan Bulbus Okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Foto Pasien

Terapi :

Cefoperazone 2 x 1 gram IV

LFX ed 6x1 OD

Nonflamin 3 x 1
Follow up 2

Status Oftalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 5/5 5/5
Visus dengan koreksi - -
Refleks Fundus + +
Silia / Supersilia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Madarosis (-) Madarosis (-)
Poliosis (-) Poliosis (-)
Palpebra Edem (+), ekskoriasi (+) ekskoriasi (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (-) Folikel (-) Hiperemis (-) Folikel (-)
Papil (-) Papil (-)
Konjungtiva Fornics Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbii Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Kamera Okuli Anterior Cukup dalam Cukup dalam
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, Reflek cahaya + /+ Bulat, Reflek cahaya + /+
d = 3mm d = 3mm
Lensa Bening Bening
Korpus Vitreum Jernih Jernih
Fundus: -Papil
c/d: 0,3-0,4, bulat, batas tegas c/d: 0,3-0,4, bulat, batas tegas
Optikus
-Retina Pendarahan (-), eksudat (-) Pendarahan (-), eksudat (-)
-Makula Reflek fovea (+) Reflek fovea (+)
-aa / vv retina 2:3 2:3
Tekanan Bulbus Okuli N (palpasi) N (palpasi)
Posisi Bulbus Okuli Ortho Ortho
Gerakan Bulbus Okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Foto Pasien
Terapi :

Cefoperazone 2 x 1 gram IV

LFX ed 6x1 OD

Nonflamin 3 x 1
Follow up 3

Status Oftalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 5/5 5/5
Visus dengan koreksi - -
Refleks Fundus + +
Silia / Supersilia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Madarosis (-) Madarosis (-)
Poliosis (-) Poliosis (-)
Palpebra Edem (+), ekskoriasi (+) ekskoriasi (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (-) Folikel (-) Hiperemis (-) Folikel (-)
Papil (-) Papil (-)
Konjungtiva Fornics Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbii Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Kamera Okuli Anterior Cukup dalam Cukup dalam
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, Reflek cahaya + /+ Bulat, Reflek cahaya + /+
d = 3mm d = 3mm
Lensa Bening Bening
Korpus Vitreum Jernih Jernih
Fundus: -Papil
c/d: 0,3-0,4, bulat, batas tegas c/d: 0,3-0,4, bulat, batas tegas
Optikus
-Retina Pendarahan (-), eksudat (-) Pendarahan (-), eksudat (-)
-Makula Reflek fovea (+) Reflek fovea (+)
-aa / vv retina 2:3 2:3
Tekanan Bulbus Okuli N (palpasi) N (palpasi)
Posisi Bulbus Okuli Ortho Ortho
Gerakan Bulbus Okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Foto Pasien
Terapi :

Cefoperazone 2 x 1 gram IV

LFX ed 6x1 OD

Nonflamin 3 x 1
BAB IV

DISKUSI

Telah dilaporkan kasus seorang pasien perempuan berumur 63 tahun yang dirawat di

bangsal mata RSUP. Dr .M.Djamil Padang sejak tanggal 8 Juni 2016 dengan diagnosis kerja

Selulitis Praseptal OD.

Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik mata dan pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesis didapatkan bahwa mata kanan pasien nyeri dan bengkak setelah

digaruk akibat gatal terkena air laut. Pasien tinggal di tepi laut dan mengatakan bahwa air laut

pasang dan membasahi beberapa peralatan rumahnya. Mata pasien kemudian gatal dan setelah

pasein menggaruk mata kanannya, mata kanan pasien semakin membengkak dan semakin hari

bertambah besar dan bernanah. Dari pemeriksaan fisik mata kanan didapatkan visus 5/5, reflek

fundus positif, palpebra mata kanan inferior edem dan hiperemis, konjuntiva mata kanan

hiperemis. Pada aparat lakrimal mata kanan juga ditemukan adanya pus.

Terapi yang diberikan kepada pasien adalah Cefoperazone 2 x 1 gram IV sebagai

antibiotik dan diharapakan memberikan efek sistemik. Kemudian LFX® ed 6x1 OD, LFX®

merupakan pengobatan topikal dan mengandung Levofloxacin yang memiliki efek bakterisisd

terutama pada bakteri gram negatif dan golongan Staphylococci, dan juga diberikan Nonflamin®

3 x 1. Nonflamin® mengandung Tinoridini HCl yaitu golongan non steroid sebagai antti

inflamasi dan analgetik.


DAFTAR PUSTAKA

1. Fida, Monica, Kocinaj alma, Abazi Flora, Arjeta Grezda. Preseptal Cellulitis. Common

Eye Infection. Intech. 2013. Pg: 107-22.


2. Kwitko, Geoffrey M, Preseptal Cellulitis. Medscape.
3. Oxford LE, McClay J. Complications of Acute Sinusitis in Children. Otolaryngol Head

Neck Surg. 2005; 133 pg: 31-37


4. Ambati BK, Ambati J, Azar N, et al, Periorbital and orbital cellulitis before and After the

advent of Haemophilusinfluenzae type B vaccination. Ophtalmology. 2000; 107 pg: 176


5. Chaudhry IA, Shamsi FA, Elzaridi E, Al-Rashed W, Al-Amri A, Arat YO. Inpatient

Preseptal Cellulitis; experience from a tertiary eye care centre. Br J Ophthalmol. 2008;

92(10) ; 1337-41
6. Babar TF, Zaman M, Khan MN, Khan MD, Risk Factor of Preseptal and Orbital

Cellulitis. J Coll Physicians Sur Pak. Jan 2009; 19 (1): pg: 39-42
7. 7. Sobol SE, Marchand J, Tewfik TL, Manoukian JJ, Schloss MD, Orbital Complication

of Sinusitis in Children. J Otolaryngol. 2002; 31 pg: 131-36


8. Goldberg F, Berne AS, Oski FA. Differentiation of Orbital Cellulitis from PReseptal

Cellulitis by Computed Tomography. Pediatrics. 1978; 62; 1000-1005.


9. Finger Basak SA, Berk DR, Lueder GT, Bayliss SJ. Common features of perioculartinea.

Arch Ophthalmol. 2001; 129 (3); 306-9


10. Carlisle RT, Fredrick GT. Preseptal and Orbital Cellulitis. Clinical Review Article. 2006

pg; 15-20.

Anda mungkin juga menyukai