Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan antara vitamin B12, asam folat,
dan kadar homosistein dengan faktor risiko kardiovaskular pada subjek yang
menderita PJK. Pasien dengan CKD, disfungsi hepar, penyakit endokrin (kecuali DM),
penyakit reumatologik, infeksi kronik, dan yang diberikan terapi vitamin dieksklusi
dari studi ini.
Defisiensi B12 dikatakan apabila kadar dalam darah < 200 pg/ml dan defisiensi
folat jika < 3 ng/ml, serta hiperhomosisteinemia jika > 2,02 mg/L.
Tiga ratus pasien dengan penyakit kardiovaskular (216 laki-laki dan 84 wanita;
berusia 25-92 tahun) diteliti. Persentase defisiensi vitamin B12 dan asam folat pada
subjek tersebut masing-masing adalah 86,7% dan 2,7%. Subjek dengan
hiperhomosisteinemia adalah sebanyak 95,3%.
SHINTA
Subjek dengan DM dan/atau HT memiliki kadar vitamin B12 yang rendah secara
signifikan. Konsentrasi vitamin B12 serum berbanding terbalik dengan penanda
inflamasi dan sebanding dengan sensitivitas insulin. Kadar vitamin B12 rendah pada
pasien dengan dislipidemia,. Kadar vitamin B12 berbanding terbalik dengan kadar
trigliserida dan VLDL, serta sebanding dengan kadar HDL. Tidak ada hubungan
antara kolesterol totdal dan kolesterol LDL dengan kadar vitamin B12 serum.
Subjek dengan DM dan/atau HT memilik kadar Hcy yang tinggi secara signifikan.
Subjek dengan dislipidemia juga mempunyai kadar Hcy yang tinggi. Kadar Hcy yang
tinggi sebanding dengan peningkatan insulin, resistensi insulin, IL-6, dan hsCRP.
Kadar Hcy sebanding juga dengan TG dan VLDL, tapi berbanding terbalik dengan
HDL. Tidak ada hubungan antara kadar Hcy dengan kolesterol total dan kolesterol
LDL. Subjek dengan hiperhomosisteinemia umumnya mengalami resistensi insulin
dan penurunan fungsi sel beta. Kadar asam folat tidak berbeda dan tidak menunjukkan
hubungan apapun dengan faktor risiko kardiovaskular.
Peningkatan kadar Hcy plasma berhubungan dengan onset baru PJK, kejadian
kardiovaskular berulang, perluasan kerusakan miokardium, dan mortalitas pada pasien
PJK. Peningkatan kadar Hcy juga berhubungan dengan penebalan tunika intima dan
tingkat keparahan PJK pada pasien keturunan Jepang.
Penelitian ini mengevaluasi hubungan antara kadar Hcy dan penanda nutrisi yang
berhubungan (vitamin B12 dan asam folat) dengan faktor risiko PJK pada 300 orang
dengan PJK. Sebagian besar pasien mengalami defisiensi vitamin B12 (86,7%),
namun hanya sedikit yang mengalami defisiensi asam folat (2,7%). Studi lain dari
India juga melaporkan tingginya prevalensi defisiensi vitamin B12 (87%). Prevalensi
defisiensi vitamin B12 bervariasi antara 1,5% - 26,6% pada negara lain. Perbedaan
prevalensi tersebut bisa terjadi karena perbedaan cut-off points untuk defisiensi
vitamin B12 dan intake vitamin B12 karena perbedaan pola diet.
Hiperhomosisteinemia terjadi pada 95,3% pasien dalam studi ini.
Telah diketahui sebelumnya bahwa konsentrasi vitamin B12 plasma yang tidak
adekuat merupakan faktor yang berkontribusi dalam kurang lebih 2/3 kasus
hiperhomosisteinemia dan kadar vitamin B12 yang rendah berkontribusi sebanyak
28% terhadap risiko hiperhomosisteinemia.
SHINTA
Kadar Hcy lebih tinggi pada subjek dengan abnormalitas kadar lipid, yaitu HDL
yang lebih rendah dan kadar TG yang lebih tinggi. Akumulasi Hcy menyebabkan
sintesis dan akumulasi S-adenosyl-L-homocysteine, yang merupakan inhibitor
S-adenosyl-L-methionine-dependent methyltransferase dan bertanggungjawab untuk
metilasi asam nukleat, protein, dan lipid. Hal ini akan menyebabkan hipometilasi
beberapa enzim dan akumulasi lipid di hati bersamaan dengan peningkatan kadar
triasilgliserol.
Kadar vitamin B12 berbanding terbalik dengan resistensi insulin dan kadar
insulin pada studi ini. Suplementasi vitamin B12 memperbaiki resistensi insulin dan
disfungsi endotel, bersamaan dengan menurunkan kadar Hcy pada pasien dengan
sindrom metabolik, sehingga hal ini menunjukkan bahwa vitamin B12 memiliki
beberapa efek menguntungkan pada faktor risiko penyakit kardiovaskular. Namun,
studi kohort tidak menunjukkan cukup bukti bahwa defisiensi vitamin B12
meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Meta-analisis dari
beberapa studi dengan suplementasi asam folat dan vitamin B12 juga gagal
membuktikan adanya penurunan kejadian PJK.
Kadar Hcy yang meningkat sebanding dengan insulin dan resistensi insulin, serta
IL-6 dan kadar hsCRP.
Pada studi ini, didapatkan bahwa kadar Hcy berbanding terbalik dengan kadar
vitamin B12 plasma (r= -0,285 dan p < 0,001). Hcy juga berbanding terbalik dengan
kadar asam folat (r= -0,3 sampai -0,37) dan vitamin B12 serum (r= -0,2 sampai -0,22)
pada studi lain. Pada studi ini tidak ditemukan adanya hubungan kadar Hcy dengan
kadar asam folat. Asam folat bekerja secara tidak langsung melalui vitamin B12
sebagai donor metil untuk homosistein. Oleh karena itu, hubungan antara folat serum
dan homosistein terbukti pada studi dengan populasi dengan asupan vitamin B12 yang
cukup. Pada populasi kami, asupan yang tinggi asam folat dengan sedikitnya
persentase populasi dengan defisiensi asam folat serta tingginya persentase populasi
dengan defisiensi vitamin B12 dapat menutupi adanya hubungan antara kadar folat
serum dengan homosistein.
Dalam studi ini terdapat beberapa keterbatasan. Pertama, studi ini tidak
membandingkan dengan kelompok kontrol. Kedua, tidak ada data follow-up jangka
panjang. Ketiga, studi ini tidak memasukkan data diet pada responden.
SHINTA