Anda di halaman 1dari 3

3.

Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri


Presiden Megawati Soekarno Putri mengawali tugasnya sebagai presiden kelima
Republik Indonesia dengan membentuk Kabinet Gotong Royong. Tugas Presiden Megawati
di awal pemerintahannya terutama uapaya untuk memberantas KKN terbilang berat. Untuk
menyelesaikan berbagai kasus KKN, pemerintahan Presiden Megawati membentuk Komisi
Tindak Pidana Korupsi setelah keluarnya UU RI No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan
Negara yang bersih dan bebas KKN.
a. Reformasi Bidang Hukum dan Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Presiden Megawati, MPR kembali melakukan amandemen
terhadap UUD 1945 pada tanggal 10 November 2001. Amandemen tersebut meliputi
penegasan Indonesia sebagai Negara hokum dan kedaulatan berada di tangan rakyat.
Amandemen ini memberikan kekuatan bagi penegak hukum untuk menembus birokrasi yang
selama ini disalahgunakan untuk mencegah penyelidikan terhadap tersangka kejahatan
terlebih jika sebuah kasus menimpa pejabat pemerintah yang tengah berkuasa. Upaya ini
untuk melanjutkan cita-cita reformasi di bidang hukum adalah pencanangan pembentukan
Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya tanggal 17 Agustus 2003. Selain beberapa
amandemen terkait masalh hokum dan pemerintahan, pemerintah Presiden Megawati juga
berupaya melanjutkan upaya reformasi di bidang pers yang ditandai dengan dikeluarkannya
Undang-undang Pers dan Undang-undang Penyiaran.
b. Reformasi Bidang Ekonomi
Selain upaya pemerintah untuk memperbaiki sektor ekonomi, MPR berhasil
mengeluarkan keputusan yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi di
masa reformasi yaitu Tap MPR PI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara 1999-2004, arah kebijakan penyelenggaraan Negara harus dituangkan dalam Program
Pembangunan Nasional (Propenas) lima tahun yang ditetapkan oleh presiden bersama
DPR.Namun berbagai pencapaian di bidang ekonomi pemerintahan Presiden Megawati mulai
menunjukkan penurunan pada kedua pemerintahannya. Pada pertengahan tahun 2002-2003
nilai tukar rupiah yang sempat menguat hingga Rp 8.500,- per dolar kemudian melemah
seiring menurunnya kinerja pemeintah.
c. Masalah Disintegrasi dan Kedaulantan Wilayah
Pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia merupakan salah satu pekerjaan
rumah pemerintahan Presiden Megawati. Tidak meratanya pembangunan dan tidak adilnya
pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah menjadi masalh yang
berujung pada keinginan untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Indonesia terutama
beberapa provinsi yang kaya akan sumber daya alam tetapi hanya mendapatkan sedikit dari
sumber daya alam mereka. Dua provinsi yang rentan melepaskan diri adalah provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua. Untuk meredam keinginan melepaskan diri
kedua provinsi tersebut, Presiden Megawat melakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan
permasalahan disintegrasi dan memperbaiki persentase pembagian dasil sumber daya alam
antara pemerintah pusat dan daerah di kedua provinsi tersebut. Berdasarkan UU No. 1b/2001
dan UU No. 21/2001 baik provinsi NAD dan Papua akan menerima 70% dari hasil
pertambangan minyak bumi dan gas alam.
Upaya presiden Megawati untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI juga diuji saat
pemerintahan berusaha untuk menyelesaikan sengketa status Pulau Sipadan dan Ligitan dan
pemerintah Malaysia. Kedua Negara sepakat untuk membawa kasus ini ke Mahkamah
Internasional di Den Haag.
d. Desentralisasi Politik dan Keuangan
Terkait hubungan pemerintah pusat dan daerah, pemerintah Presiden Megawati
berupaya untuk melanjutkan kebijakan otonomi daerah yang telah dirintis sejak tahun 1999
seiring dengan dikeluarkannya UU No. 2 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat-
daerah. Upaya desentralisasi politik dan keuangan ini sejalan dengan struktur pemerintahan di
masa mendatang dimana masing-masing daerah akan diberi wewenang lebih besar untuk
mengelola hasil-hasil sumber daya alam dan potensi ekonomi yang mereka miliki. Pada masa
pemerintahan orde Baru, para pejabat yang bertugas di daerah umumnya adalah pejabat yan
ditunjuk oleh pemerintah pusat dan memerintah sesuai keinginan pemerintah pusat.
Pemerintah mengeluarkan UU No. 12 tahun 2003 mengenai pemilihan umum anggota DPR,
DPD dan DPRD. Penervitan undang-undang ini diikuti dengan dikeluarkannya UU No. 22
tahun 2003 tentang susunan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD serta UU No. 23 tahun
2003 mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden. Untuk melengkapi berbagai
perangkat hokum mengenai otonomi daerah yang sudah ada, pemerintah Presiden Megawati
di tahun terakhir masa pemerintahannya mengeluarkan UU No. 32 tahun 2004 mengenai
pemerintahan daerah yang memuat antara lain kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah,
konsep otonomo dan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan.
e. Upaya Pemberantasan KKN
Belum maksimalnya penanganan kasus-kasus yang disebabkan karena kurangnya
jumlah dan kualitas aparat penegak hukum sehingga proses hukum terhadap beberapa kasus
berjalan sangat lambat dan berimbas pada belum adanya pembuktian dari kasus-kasus yang
ditangani. Namun keseriusan pemerintah untuk memerangi tindak pidana korupsi tercermin
dari dikeluarnya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU N0. 31 tahun 1999
tentang Tindak Pidana korupsi (Tipikor). Pengeluaran produk hokum tentang Tipikor diikiuti
dengan dikeluarkannya berbagai produk hokum lain seperti UU No 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang, UU No. 22 tahun 2002 tentang Grasi, UU No 30 tahun 2002 tentang
Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), PP No. 41 tahun 2002 tentang
Kenaikan Jabatan dan Pangkat Hakim, Inpres No. 2 Tahun 2002 tentang Penambangan Pasir
Laut dan Inpres No. 8 tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum Kepada
Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur
yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegan
Saham.
f. Pelaksana Pemilu 2004
Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama dimana untuk pertama kalinya
masyarakat pemilik hak suara dapat memilih wakil rakyat mereka di tingkat pusat dan daerah
secara langsung dan diikuti dengan pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil
presiden. Pemilu legislatif 2004 yang diselenggarakan pada tanggal 5 April 2004 diikuti oleh
24 partai politik. KPU meloloskan lima pasangan calon presiden dan wakil presiden yang
dianggap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan KPU No. 36
tahun 2004 untuk mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden :
a) Nomor urut 1 : H. Wiranto, S.H. dan Ir. H. Salahuddin Wahid (calon dari partai
Golkar).
b) Nomor urut 2 : Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi (calon
dari PDI-P).
c) Nomor urut 3 : Prof. Dr. H.M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudohusodo (calon
dari PAN).
d) Nomor urut 4 : H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla
(calon dari Partai Demokrat).
e) Nomor urut 5 : Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M. Sc. (calon dari PPP).
Pemilu presiden yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 belum menghasilkan
satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang menpadatkan suara lebih dari
50% sehingga pemilu presiden diselenggarakan dalam dua putaran. Dalam pemilu presiden
putaran kedua yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, pasangan H. Susilo
Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla memungguli pasangan Hj. Megawati
Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi.

Anda mungkin juga menyukai