Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri
Presiden Megawati Soekarno Putri mengawali tugasnya sebagai presiden kelima Republik Indonesia dengan membentuk Kabinet Gotong Royong. Tugas Presiden Megawati di awal pemerintahannya terutama uapaya untuk memberantas KKN terbilang berat. Untuk menyelesaikan berbagai kasus KKN, pemerintahan Presiden Megawati membentuk Komisi Tindak Pidana Korupsi setelah keluarnya UU RI No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN. a. Reformasi Bidang Hukum dan Pemerintahan Pada masa pemerintahan Presiden Megawati, MPR kembali melakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada tanggal 10 November 2001. Amandemen tersebut meliputi penegasan Indonesia sebagai Negara hokum dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Amandemen ini memberikan kekuatan bagi penegak hukum untuk menembus birokrasi yang selama ini disalahgunakan untuk mencegah penyelidikan terhadap tersangka kejahatan terlebih jika sebuah kasus menimpa pejabat pemerintah yang tengah berkuasa. Upaya ini untuk melanjutkan cita-cita reformasi di bidang hukum adalah pencanangan pembentukan Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya tanggal 17 Agustus 2003. Selain beberapa amandemen terkait masalh hokum dan pemerintahan, pemerintah Presiden Megawati juga berupaya melanjutkan upaya reformasi di bidang pers yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Pers dan Undang-undang Penyiaran. b. Reformasi Bidang Ekonomi Selain upaya pemerintah untuk memperbaiki sektor ekonomi, MPR berhasil mengeluarkan keputusan yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi di masa reformasi yaitu Tap MPR PI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004, arah kebijakan penyelenggaraan Negara harus dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) lima tahun yang ditetapkan oleh presiden bersama DPR.Namun berbagai pencapaian di bidang ekonomi pemerintahan Presiden Megawati mulai menunjukkan penurunan pada kedua pemerintahannya. Pada pertengahan tahun 2002-2003 nilai tukar rupiah yang sempat menguat hingga Rp 8.500,- per dolar kemudian melemah seiring menurunnya kinerja pemeintah. c. Masalah Disintegrasi dan Kedaulantan Wilayah Pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia merupakan salah satu pekerjaan rumah pemerintahan Presiden Megawati. Tidak meratanya pembangunan dan tidak adilnya pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah menjadi masalh yang berujung pada keinginan untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Indonesia terutama beberapa provinsi yang kaya akan sumber daya alam tetapi hanya mendapatkan sedikit dari sumber daya alam mereka. Dua provinsi yang rentan melepaskan diri adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua. Untuk meredam keinginan melepaskan diri kedua provinsi tersebut, Presiden Megawat melakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan disintegrasi dan memperbaiki persentase pembagian dasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah di kedua provinsi tersebut. Berdasarkan UU No. 1b/2001 dan UU No. 21/2001 baik provinsi NAD dan Papua akan menerima 70% dari hasil pertambangan minyak bumi dan gas alam. Upaya presiden Megawati untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI juga diuji saat pemerintahan berusaha untuk menyelesaikan sengketa status Pulau Sipadan dan Ligitan dan pemerintah Malaysia. Kedua Negara sepakat untuk membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional di Den Haag. d. Desentralisasi Politik dan Keuangan Terkait hubungan pemerintah pusat dan daerah, pemerintah Presiden Megawati berupaya untuk melanjutkan kebijakan otonomi daerah yang telah dirintis sejak tahun 1999 seiring dengan dikeluarkannya UU No. 2 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat- daerah. Upaya desentralisasi politik dan keuangan ini sejalan dengan struktur pemerintahan di masa mendatang dimana masing-masing daerah akan diberi wewenang lebih besar untuk mengelola hasil-hasil sumber daya alam dan potensi ekonomi yang mereka miliki. Pada masa pemerintahan orde Baru, para pejabat yang bertugas di daerah umumnya adalah pejabat yan ditunjuk oleh pemerintah pusat dan memerintah sesuai keinginan pemerintah pusat. Pemerintah mengeluarkan UU No. 12 tahun 2003 mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Penervitan undang-undang ini diikuti dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD serta UU No. 23 tahun 2003 mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden. Untuk melengkapi berbagai perangkat hokum mengenai otonomi daerah yang sudah ada, pemerintah Presiden Megawati di tahun terakhir masa pemerintahannya mengeluarkan UU No. 32 tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah yang memuat antara lain kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, konsep otonomo dan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan. e. Upaya Pemberantasan KKN Belum maksimalnya penanganan kasus-kasus yang disebabkan karena kurangnya jumlah dan kualitas aparat penegak hukum sehingga proses hukum terhadap beberapa kasus berjalan sangat lambat dan berimbas pada belum adanya pembuktian dari kasus-kasus yang ditangani. Namun keseriusan pemerintah untuk memerangi tindak pidana korupsi tercermin dari dikeluarnya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU N0. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana korupsi (Tipikor). Pengeluaran produk hokum tentang Tipikor diikiuti dengan dikeluarkannya berbagai produk hokum lain seperti UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 22 tahun 2002 tentang Grasi, UU No 30 tahun 2002 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), PP No. 41 tahun 2002 tentang Kenaikan Jabatan dan Pangkat Hakim, Inpres No. 2 Tahun 2002 tentang Penambangan Pasir Laut dan Inpres No. 8 tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegan Saham. f. Pelaksana Pemilu 2004 Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama dimana untuk pertama kalinya masyarakat pemilik hak suara dapat memilih wakil rakyat mereka di tingkat pusat dan daerah secara langsung dan diikuti dengan pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden. Pemilu legislatif 2004 yang diselenggarakan pada tanggal 5 April 2004 diikuti oleh 24 partai politik. KPU meloloskan lima pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dianggap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan KPU No. 36 tahun 2004 untuk mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden : a) Nomor urut 1 : H. Wiranto, S.H. dan Ir. H. Salahuddin Wahid (calon dari partai Golkar). b) Nomor urut 2 : Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi (calon dari PDI-P). c) Nomor urut 3 : Prof. Dr. H.M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudohusodo (calon dari PAN). d) Nomor urut 4 : H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla (calon dari Partai Demokrat). e) Nomor urut 5 : Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M. Sc. (calon dari PPP). Pemilu presiden yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 belum menghasilkan satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang menpadatkan suara lebih dari 50% sehingga pemilu presiden diselenggarakan dalam dua putaran. Dalam pemilu presiden putaran kedua yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, pasangan H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla memungguli pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi.