UNIVERSITAS INDONESIA
Hasanul Arifien
0303020392
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
ii
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di :
Tanggal :
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
ii
KATA PENGANTAR
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
iii
Penulis.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
iv
ABSTRAK
ABSTRACT
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
v
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan i
Kata Pengantar ii
Abstrak iv
Daftar isi v
BAB I Pendahuluan 1
I. Pendahuluan 1
V. Manfaat Penelitian 3
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
vi
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
1
I. PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
2
Salah satu teknik yang berkembang saat ini adalah metode inversi
seismik dimana metode ini membantu peningkatan rasio keberhasilan
dalam pemboran di daerah yang dianggap prospek berdasarkan hasil
interpretasi data seismik. Konversi wiggle seismik menjadi impedansi
akustik (IA) menghasilkan tampilan yang lebih komprehensif dan lebih
mudah dipahami oleh ahli geofisika, geologi, maupun perminyakan.
Seismik mempunyai kelemahan bahwa informasi seismik ditutupi oleh
bentuk gelombang yang merupakan pembawa informasi geologi,
kesulitannya adalah bentuk gelombang yang berubah terhadap waktu dan
juga kedalaman sehingga membutuhkan usaha yang lebih untuk
memisahkan informasi geologi dengan gelombang sinyal pembawa
informasi tersebut.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
3
karena keakuratan yang diperoleh dari hasil inversi juga tingkat resolusi
vertikalnya yang semakin bagus yang dibantu oleh data sumur.
V. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
4
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
5
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
Di dalam kerangka tektonik mega, pulau Jawa adalah sebagian kecil dari
lempeng asia di bagian selatan, deretan gunung yang terletak di tengah pulau dan
memanjang arah barat-timur mewakili busur magma yang sejajar dengan jalur penekukan
aktif yang terletak di Samudra Indonesia.
Pulau jawa merupakan bagian benua yang masih dalam proses penurunan dari
busur luar di samudra Indonesia dan cekungan muka daratan di lepas pantai utara Jawa.
Secara geologi cekungan tersier Jawa bukanlah suatu cekungan yang berdiri sendiri, akan
tetapi merupakan bagian dari cekungan yang lebih rumit meliputi daerah seluruh lau
Jawa, bagian selatan Kalimantan dan bagian selatan Sumatra.
Terdapat lima bagian unit struktur pulau Jawa, dari utara ke Selatan yaitu:
1. Paparan Seribu, dicirikan oleh lapisan Tersier setebal kurang dari 700m.
2. Jalur Engsel Jawa Utara, secara fisiografis terdiri dari deretan aluvial pantai,
ketebelan sedimen Tersiernya mulai dari beberapa ratus meter sampai lebih
kurang 4500m.
3. Palung Bogor, secara fisiografi dicirikan oleh daerah gunung api, lapisan
sedimen flysch dengan ketebalan mencapai 8000m.
4. Daerah geser pegunungan porous, merupakan daerah sempit di tepi selatan
palung Bogor yang dicirikan dengan gangguan tektonik kuat.
5. Lereng selatan, meliputi daerah sepanjang pantai selatan yang dicirikan
lapisan-lapisan miring secara umum ke selatan (menurut Koesoemadinata,
1980)
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
6
dari sub cekungan Ciputat, pasir putih dan Jatibarang. Ketiga sub-cekungan tersebut
berkembang diantara tinggian-tinggian Tangerang, Rengasdengklok dan Pamanukan.
Cekungan Jawa Barat Utara terletak dibagian barat daya pulau Jawa dan meluas ke lepas
pantai Laut Jawa. Cekungan ini meliputi daerah seluas kurang lebih 40.000
kilometerpersegi, dimana 25.000 kilometerpersegi dari cekungan tersebut terletak dilepas
pantai. Secara tektonik batas bagian utara cekungan tersebut adalah dangkalan Sunda
(Sunda Shelf), sedangkan dibagian selatan dibatasi oleh Palung Bogor (Bogor Through)
dan komplek busur vulkanik Jawa. Cekungan Jawa barat utara dipisahkan dari cekungan
Sunda ke arah barat oleh paparan seribu dan dari timur laut cekungan Jawa ke arah timur
oleh busur karimun Jawa. Selama Paleogen daerah tersrebut dibagi oleh blok-blok sesar
dan perkembangan horst dan graben yang secara umum berarah utara-selatan
(Patmosukismo dan Yahya, 1974)
Sedimentasi pada cekungan tersbut berlangsung sejak Eosen bawah sampai
Oligosen atas di dalam lingkungan kontinental sampai lingkuangan fluviatil. Kegiatan
vulkanisme sangat aktif dimana tuff dan materi-materi vulkanik klastik mengisi graben-
graben utama. Pada saat aktivitas vulkanik berkurang, selama Oligosen atas, cekungan air
tawar makin berkembang dan meluas disekitar graben. Transgresi laut pertama kali
dimulai dari tenggara dan lingkungan pengendapannya akhirnya mengarah ke lingkungan
paralis dan batas laut (marginal marine Environment) (Sujanto danSumantri, 1977).
Pada Miosen bawah dengan kondisi air hangat dan bersih (warm and clean
water) terjadi lingkungan pengendapan neritic dalam dengan meluasnya pengendapan
karbonat yang berasosiasi dengan sembulan terumbu (build up reef). Ke arah selatan
terletak Palung Bogor dengan lingkungan dominasi laut dalam dengan pengendapn jenis
Flysch (Sujanto dan sumantri, 1977). Selama Miosen tengah, lingkungan pengendapan
menjadi agak dalam sehingga berkembang pengendapan yang bersifat lempungan dan
karbonatan. Hal ini kadang-kadang diselingi dengan perkembangan lapisan tipis karbonat
yang berasosiasi dengan perkembangan terumbu tiang secara tiba-tiba.pada saat itu,
bagian utara cekungan relatif dangkal karena adanya perkembangan beting-beting lepas
pantai (Scheidecker dan Taiclet, 1976). Walaupun demikian terjadi lagi perkembangan
karbonat pada akhir miosen tengah sampai Miosen atas, dan banyak terumbu-terumbu
terbentuk pada masa itu. Sekali lagi paparan karbonat itu tenggelam dan tertutup oleh
pengendapan materi lempungan laut sampai Pliosen atas. Pada akhir Miosen
pengangkatan tektonik bagian sumbu pulau Jawa menyebabkan suatu fase regresif yang
besar dimana tertutup laut dengan materi klastik benua.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
7
Gambar 2.1 Lapangan minyak dan Gas basin Jawa Barat (Noble, 1997)
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
8
Vulkanisme baik zaman dahulu atau sekarang pada umumnya memberi celah kepada
karbonat air dangkal untuk berkembang walaupun disisi lain studi lebih dalam terhadap
hubungan sedimentasi karbonat dengan aktivitas vulkanik terhitung jarang. Sudah tradisi
bahwa sedimen klastik dengan butiran yang halus mempunyai efek yang lebih tinggi
kepada produksi karbonat namun ternyata studi akhir-akhir ini tidak menunjukkan selalu
seperti itu (lokier, 1999; wilson, 2000)
Perkembangan reef di dekat pulau dalam lingkungan vulkanik tidak hanya dipengaruhi
oleh efek vulkanik saja namun juga oleh erosi yang terjadi secara cepat akibat
perkembangan gunung vulkanik itu sendiri. Melapisi diri dari piroklastik dan erosi
merupakan hal yang penting karena reef tidak berkembang secara cepat, perkembangan
reef tergantung kepada frekuensi erupsi. Pengendapan bagian karbonat yang tebal dapat
terjadi selama periode vulkanik. Periode aktifitas vulkanik dapat dilihat dari erupsinya,
penggumpalan tubuh vulkanik, erosi yang besar-besaran yang tidak baik untuk
perkembangan reef yang berkesinambungan dan tebal. Sistem pengendapan yang kedua
adalah bagian belakang dari busur .
Terdapat dua tren pengendapan karbonat di pulau jawa yang diketahui : (1) tren utara ,
termasuk didalamnya karbonat cepu-surabaya-madura, jawa tengah bagian utara dan area
ciputat-jatibarang dan (2) tren selatan yang termasuk didalamnya adalah karbonat
Gunung kidul-banyumas-bayah-sukabumi. Dari setting tektonik dan pengaruh
vulkaniknya, dua tren ini punya karakter yang berbeda. Tren utara secara dominan
berkembang jauh dari wilayah vulkanik sedangkan tren selatan berkembang di daerah
yang sama dengan wilayah vulkanik atau setidaknya sangat dekat dengan wilayah
vulkanik.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
9
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
10
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
11
pasiran, barrier bar, dan aktifitas tidal. Sedangkan horizon kedua disebandingkan dengan
batu gamping Pre Parigi. Unit ini menutupi anggota bawah denga ketebalan mencapai
1600 meter. Anggota ini diendapkan pada lingkungan terbuka , paparan air dangkal
dengan kedalaman yang beragam. Umur batuan berkisar dari Miosen bawah hingga
Miosen tengah.
II.3.2.4 Formasi Parigi
Formasi ini tersusun dari batu gamping koral yang berfosil, porous bertekstur
grainstone, packstone , wackstone , kapur, dolomit dan napal. Teurmbu dan sembulan-
sembulan karbonat lainnya berkembang pada formasi ini. Formasi parigi secara selaras
menutupi formasi Cibulakan dan mempunyai keragaman ketebalan mulai dari 300 meter
hingga 450 meter dimana sembulan berkembang,
Formasi ini diendapkan dengan lingkungan paparan dengan kemungkinan ke
arah terumbu barrier dan berasosiasi dengan lagoon.
II.3.2.5 Formasi Cisubuh
Formasi ini tersusun dari batu gamping, lunak, berwarna hijau abu-abu muda
kecoklatan dengan sisipan batupasir tipis dan batugamping. Makin ke atas formasi ini
makin bersifat pasiran dengan perkambangan lapisan batubara setempat. Secara
keseluruhan menutupi formasi Parigi dan mempunyai lingkungan pengendapan laut
dangkal secara bertahap beralih ke litoral. Formasi ini memperlihatkan regresi terakhir
cekungan Jawa Barat utara dengan umur formasi pada Miosen atas hingga Pleistosen.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
12
BAB III
INVERSI SEISMIK
Ada dua gelombang yang dapat dikenal (lihat gambar 2.1), yang datang paling
awal disebut gelombang kompresi atau gelombang primer yang biasa disebut sebagai
gelombang P. Gelombang ini akan bergerak searah dengan arah perambatan
gelombangnya. Berikutnya terdapat gelombang yang bergetar pada arah tegak lurus
terhadap arah rambatnya yang biasa disebut gelombang S (Aki dan Richard,1980).
a
b
Gambar 3.1. Bentuk arah getaran partikel gelombang seismik relatif terhadap arah
rambatnya untuk : (a) Gelombang P (b) Gelombang S (Abdullah, 2007)
Jika dinamit sebagai sumber diledakan pada permukaan suatu benda yang
memiliki sifat homogen dan isotropik, gelombang elastik akan merambat ke segala arah
dalam bentuk setengah membola. Energi akan tersalurkan dalam bentuk deformasi elastik
dari batuan. Dalam hal ini juga secara fisis energi dikatakan merambat dalam suatu jejak
sinar (ray). Jejak sinar ini akan memotong tegak lurus muka gelombang (wavefront )(lihat
gambar 3.2).
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
13
- sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.
- hasil bagi sinus sudut datang dengan sinus sudut bias merupakan bilangan tetap dan
disebut indeks bias
sin i V1
= (3.1)
sin r V2
Gambar 3.2. Sebuah dinamit diledakkan pada titik P, sehingga muka gelombang pada
gelombang permukaan berbentuk lingkaran, sedang pada gelombang badan
berbentuk setengah membola. Jejak sinar tegak lurus dengan muka
gelombang (Abdullah, 2007)
Di mana i adalah sudut datang dan r adalah sudut bias. Jika ada 4 lapisan di
bawah permukaan, Hukum Snellius lebih praktis jika dituliskan sebagai persamaan (3.2).
Lihat gambar (3.3.b).
Di mana p adalah konstanta tetap untuk jejak sinar yang merambat dari lapisan
satu ke lapisan selanjutnya sejauh bidang batas lapisan sejajar dan setiap lapisan bersifat
homogen dan isotropik. Jika jejak sinar ada yang lain, ini akan memiliki nilai p yang
berbeda pula.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
14
a
b
Gambar 3.3. (a) Hukum Snellius untuk dua lapisan (b) empat lapisan
(Abdullah, 2007)
Delineasi bersifat mengumpulkan dan memilah data yang akan digunakan sesuai
dengan derajat hasil karakterisasi. Deskripsi ialah memberikan informasi ataupun
menjabarkan informasi yang berkaitan dengan reservoir, seperti Akustik Impedansi,
densitas, tebal lapisan HC, permeabilitas dll. Dan monitoring merupakan pengamatan
perubahan parameter dalam bagian deskripsi yang terjadi selama proses produksi. Dengan
menggunakan metode inversi, penulis berusaha untuk memberikan informasi penyebaran
AI dan porositas di reservoir penelitian.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
15
isi dan tekanan yang dialami oleh batuan tersebut. Dan kontras kecepatan atau densitas ini
biasanya pada batas lapisan geologi utama. Kontras inilah yang merefleksikan sinyal
seismik yang memiliki keuntungan utama untuk memetakan bawah tanah walau disisi
lain sinyal seismik membawa komponen lain yang berkaitan erat dengan tipe batuan,
porositas serta dalam kondisi tertentu isi fluida dalam batuan. Baik seismik maupun data
log sonik mengandung informasi yang serupa namun dalam bentuk yang berbeda. Tras
seismik mengukur amplitudo refleksi sedangkan sonik mengukur kecepatan batuan secara
langsung.
W(t) :Wavelet
N(t) : Noise
Tras seismik dan data log sonik dihubungkan oleh apa yang disebut dengan
koefisien refleksi. Koefisien refleksi dapat ditulis secara matematis sebagai:
( ρ i +1Vi +1 − ρ iVi )
KR = (3.4)
( ρ i +1Vi +1 + ρ iVi )
Nilai dari KR ini selalu diantara -1 dan +1 dan biasanya bernilai kecil, model
yang sederhana ini mengabaikan multipel. Koefieisen Refleksi menunjukkan nilai kontras
AI bawah permukaan bumi. Tras seismik dibentuk dari hasil konvolusi wavelet sumber
gelombang yang bertemu dengan koefisien refleksi bumi ditambah dengan noise.
Setidaknya beberapa informasi data log bisa diambil dari tras seismik dengan membalik
cara yang digunakan untuk membuat model tras seismik sintetik dari data log.
Impedansi Akustik sendiri merupakan salah satu parameter batuan yang khas.
Impedansi Akustik adalah hasil perkalian antara densitas dengan kecepatan gelombang
longitudinal pada lapisan itu, dalam arti lain nilai ini merupakan pemcerminan seperti
apakah kualitas, kuantitas, variasi konten dari lapisan batuan tersebut. Impedansi Akustik
tidak seperti nilai Amplitudo reflektif pada tras seismik yang merupakan rasio atau
perbandingan antar lapisan, namun nilai dari lapisan itu sendiri. Itu sebabnya kalangan
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
16
interpreter lebih menyukai tampilan data AI karena lebih jelas untuk perlapisannya. Nilai
AI yang berbeda di tiap lapisan ini lah yang terekam oleh tras seismik dalam Koefisien
Refleksi. Secara matematis AI dapat ditulis :
AI = Z = ρ x Vp (3.6)
Vp = Kecepatan longitudinal
Nilai AI yang berbeda di tiap lapisan ini lah yang terekam oleh tras seismik
dalam Koefisien Refleksi, berikut hubungannya :
Kontribusi densitas dalam nilai AI seringnya kecil dan sangat sering merupakan
persamaan garis lurus dari kecepatan, jadi bukanlah hal yang tidak umum penghitungan
AI hanya diambil dari nilai kecepatannya saja. Karena itulah persamaan diatas menjadi
lebih sederhana:
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan nilai kecepatan lapisan
batuan yang tentu saja mempengaruhi nilai batuan. Faktor tekanan dan densitas
mempunyai hubungan linear terhadap kecepatan , semakin tinggi nilai densitas semakin
tinggi nilai kecepatan batuan. Dengan faktor porositas justru mempunyai hubungan
terbalik, semakin kecil porositas lapisan batuan itu, semakin tinggi nilai kecepatan lapisan
tersebut. Dan juga ada beberapa faktor lain yang mempunyai hubungan yang unik, seperti
saturasi gas yang saat saturasi gas dimulai dari nol akan menjatuhkan nilai kecepatan
namun dengan cepat nilai saturasi gas bertambah nilai kecepatan juga ikut bertambah.
Ada dua cara dalam pemodelan geofiska, yaitu forward modeling (pemodelan ke
depan) dan inverse modeling (pemodelan ke belakang). Pemodelan ke depan adalah
memprediksi respon geofisika dari model bumi, sedangkan pemodelan ke belakang
adalah memprediksi model bumi dari respon geofisika yang didapat, dan Seismik inversi
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
17
adalah pemodelan ke belakang dengan input adalah tras seismik yang telah
didekonvolusikan dan menghasilkan output AI.
(3.10)
(3.11)
(3.12)
(3.13)
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
18
(3.14)
(3.15)
(3.16)
Dalam arti kata lain, nilai impedansi antara satu lapisan dengan lapisan yang
lain memiliki hubungan yang sangat bergantung, metode ini tentu saja mengasumsikan
dengan menggunakan metode yang paling sederhana, mengabaikan noise yang ada dalam
tras. Kelemahan metode inversi rekursif ini adalah :
2. Frekuensi data masih sama dengan frekuensi input awal, tidak adanya
data frekuensi rendah membuat hasil inversi ini sama saja dengan
permodelan ke depan
Model ini mencoba menutupi metode rekursif yang sangat menebak-nebak nilai
impedansi lapisan, salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan tebakan impedansi
nya adalah dengan membatasi tebakan tersebut, dibuatlah sebuah model geologi awal
sebagai acuan dan batasan tebakan nilai impedansi. Prinsip metode ini adalah membuat
model geologi dan membandingkan dengan data riil (Russel, 1999). Metode ini
memasukkan data frekuensi rendah dan tinggi yang hilang dengan cara mengkorelasikan
data seismik dengan respon seismik dari model geologi, karena itulah secara teori metode
ini data frekuensi dengan cakupan yang luas.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
19
Menghitung
eror
M = M 0 + ΔM
Error tidak
cukup F ( M ) − F ( M 0 ) = A.ΔM
kecil
ya
Solusi akhir
Gambar 3.4 Alur proses metode GLI
1. Membuat blok model awal impedansi dari log impedansi dengan ukuran
yang seragam.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
20
Gambar 3.14. Log impedansi (a) dan model awal impedansi dengan ukuran
blok yang seragam (b)
Gambar 3.15. Trace sintetik hasil konvolusi blok model dengan wavelet
Secara matematisi metode GLI bermula dari persamaan deret Taylor seperti di bawah ini
(Cooke dan Schneider, 1983),
∂F ( M )
F (M ) = F (M 0 ) + M =M0 ΔM (3.17)
∂M
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
21
∂F ( M 0 )
= Jacobian =A
∂M
ΔF = F ( M ) − F ( M 0 )
= A.ΔM (3.18)
ΔM = A−1.ΔF (3.19)
Dengan ΔM = M − M 0 ,
sampai didapat nilai ΔF ( M ) sesuai dengan yang kita tentukan. Biasanya nilainya sangat
kecil atau sama dengan 0 sesuai dengan keinginan untuk menyamakan antara data
pengamatan dengan data model (respon model). Bila sudah optimum nilai ΔF ( M ) ,
maka kita bisa dapatkan nilai M atau parameter model.
N
T (i) − ∑ r ( j )W (i − τ ( j ) + 1) + n(i ) (3.21)
j =1
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
22
Dimana :
N
M (i ) − ∑ r 0( j )W (i − τ ( j ) + 1) (3.22)
j =1
Dan error e(i) atau selisih antara jejak seismik T(i) dan M(i) dihitung oleh :
r (i ) = ro(i ) + Δr (i ) (3.24)
Maka untuk memperoleh Δr(i) dilakukan dengan cara menimalkan jumlah error
atau selisih menggunakan fungsi obyektif :
Nsampel
⎡ N ⎤
J= ∑ ⎢e(i ) − ∑ Δr ( j )W (i − τ ( j ) + 1⎥ (3.24)
i ⎣ j ⎦
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
23
Data sumur merupakan data yang berfungi sebagai kontrol dari input data
seismik, kelebihan dari data well logging adalah keakuratan alat untuk mengukur
beberapa parameter secara vertikal, artinya keakuratan pengukuran parameter elastik
batuan dengan well logging lebih akurat. Namuan disisi lain well logging mempunyai
kelemahan yaitu kurang baik dalam penyebaran lateral, ini dikarenakan metode
pengambilan datanya. Dan untuk itulah data seismik dan data sumur dikolaborasikan.
Walau parameter yang dicari adalah sama namun dua metode yang berbeda ini
diharapkan menutupi kelemahan dari masing-masing tipe data tersebut. Log adalah suatu
grafik terhadap kedalaman atau waktu dari satu set data yang menunjukkan parameter
yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur. Kurva log memberikan
informasi yang cukup tentang sifat-sifat batuan dan fluida yang terkandung. Berikut
adalah beberapa jenis data log.
Biasanya unsur U, Th, dan K merupakan kandungan alami dari mineral lempung
atau serpih. Oleh karena itu fungsi utama log ini untuk mencari tipe lapisan mana yang
permeabel dan tidak permeabel. Umumnya batu pasir, batu gamping dan dolomite
memiliki isotop radioaktif lebih kecil daripada lempung. Namun tidak semua nilai GR
yang tinggi berasosiasi dengan batuan lempung, dengan melakukan overlay dengan data
log yang lain, litologi batuan akan lebih akurat ditentukan.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
24
Log ini mengukur secara tidak langsung nilai porositas lapisan batuan. Cara
bekerjanya adalah dengan memancarkan pertikel proton batuan. Partikel yang
ditembakkan ini akan bertumbukan dengan atom-atom batuan dan yang diharapkan
bertumbukan adalah dengan atom H. Atom H secara fisis memiliki massa atom yang
serupa dengan proton. Pertikel yang telah kehilangan energi tadi akan dipantulkan
kembali dan diterima oleh detektor. Jumlah atom hidrogen yang dihitung dianggap
berbanding lurus dengan banyaknya pori batuan. Dengan demikikan lapisan yang banyak
kandungan atom H nya maka makin banyak kandungan fluida yang terjebak dalam
lapisan itu.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
25
BAB IV
Secara umum prosedur kerja penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan utama :
mempersiapkan data, memilih horizon , menganalisis data sumur, menentukan estimasi
wavelet, well-seismic tie, membangun model dan menampilkan hasil inversi
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
26
Data seismik yang digunakan adalah data HGL 90-20, HGL 90-05 , 82-06, 82-08
dan 82-02 yang telah dilakukan proses hingga PSTM. Well-seismic tie dan picking
horizon dilakukan untuk setiap penampang seismik dengan masing-masing database.
Horizon z-14 yang digunakan sebagai zona interest. Sebelum dilakukan picking horizon
terlebih dahulu dilakukan well-seismik tie, sehingga data seismik yang terhadap waktu
bisa disamakan dengan data sumur yang terhadap kedalaman. Berikut dilakukan well-tie
seismic dan menghasilkan korelasi sebesar 0.797
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
27
Gambar 4.4 Estimasi wavelet penampang 90-05 phase 40 derajat panjang gelombang
200ms
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
28
Data seismik dengan panjang gelombang 50-300 ft jika muncul satu layar di data
seismik, maka bisa terjadi pada data sumur mempunyai tiga hingga empat layar tipis.
Kegunaan utama dari menelusuri horizon adalah bukan untuk memisahkan lapisan-
lapisan tipis, namun menyediakan info kontinuitas, attribut Instananous phase
mempunyai fungsi salah satunya untuk melihat kemenerusan struktur, sehingga dapat
digunakan untuk membantu picking horizon dan juga melihat adanya kemungkinan fault-
fault yang ada.
Hasil crossplot antara P-impedance dengan Gamma Ray menunjukkan bahwa cut off
berada di point 55 G API.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
29
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
30
Gambar 4.10 Well-seismic tie penampang 90-20 dan sumur HGL-1 dengan nilai korelasi
0.659
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
31
Mendapatkan nilai well-seismik tie dengan nilai korelasi 0.695 dengan ekstraksi
esrtimasi wavelet dari data seismik, pada saat melakukan tiying data sumur terhadap data
seismik diusahakan menghindari proses stretch dan squeeze berlebihan demi menjaga
orisinalitas data
Gambar 4.12 well-seismik tie Sumur HGL-1 dan penampang 82-06 dengan nilai korelasi
0.695
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
32
Gambar 4.13 Estimasi Wavelet untuk penampang 82-06 fasa 5 derajat panjang
gelombang 100ms
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
33
Gambar 4.16 Well-Seismic tie Sumur HGL-1 Untuk Penampang 82-08 dengan korelasi
0.66
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
34
Gambar 4.17 Estimasi Wavelet untuk Penampang 82-08 fasa 5 derajat panjang
gelombang 180ms
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
35
Gambar 4.19 Data sumur HGL 1 (SP, GR, NPHI, RHOB dan Resistivity)
Dari hasil interpretasi geologi dengan data sumur diperkirakan di atas dan bawah
lapisan ini kecenderungan nilai Gamma Ray yang tinggi mengisyaratkan bahwa daerah
ini terkandung lempung yang cukup tinggi lalu terdapat lapisan yang mempunyai nilai
Gamma Ray rendah dan juga diikuti oleh perubahan nilai SP dan terdapat overlay antara
Density dan NPHI mengindikasikan diperkirakan terkandung HC dalam struktur yang
berupa sembulan (buildup) dan akan dilihat penyebarannya secara lateral melalui
tampilan AI setelah proses inversi dilalui.
Dalam proses inversi model based kali ini, penulis menggunakan metode soft-
constraint yang memiliki beberapa parameter penting, seperti :
• Constraint model,
Nilai ini mempunyai batasan nilai dari 0-1 , merupakan pembatas
seberapa jauh model yang sudah dibuat mempengaruhi hasil
inversi, model dibangun sebagai pembatas dan data tambahan
komponen frekuensi rendah dan dengan nilai constraint model ini
mempengaruhi seberapa baik tebakan impedansi hasil inversinya.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
36
• Iterasi
• Prewhitening
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
37
meningkat namun waktu yang dibutuhkan pun dalam proses inversi juga
meningkat
IV.3 Hasil
Line 82-08 menggunakan soft constraint 0.35 sebagai hasil terbaik saat inversi
dibandingkan dengan nilai paramter yang lain.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
38
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
39
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
40
tampilan hasil inversi juga menunjukkan warna yang mengindikasikan nilai tinggi walau
tidak terjadi pelapisan yang sangat merata seperti lapisan kue.
Pengelompokan pada crossplot dan cross sction memang terbilang merata dan
sulit dikelompokkan untuk masing-masing pengelompokkan apakah itu shale, karbonat
ataupun shaly sand. ada beberapa data yang memiliki nilai Impedansi tinggi namun
dengan Gamma Ray tinggi juga tapi bukan di lapisan yang diharapkan sebagai karbonat
dimana karbonat ini diharapkan menyimpan kandungan gas. Lapisan yang mengalami
amibiguitas nilai ini tepat berada di atas dan bawah lapisan tipis ini, sehingga
diperkirakan ini sebagai lapisan tudung pada reservoir. Hal ini juga terjadi di beberapa
penampang lain karena menggunakan data sumur yang sama namun penampang yang
berbeda. Untuk mengatasi hal ini dilakukan analisis crossplot dengan beberapa data dan
juga melihat ke tipe data sumur yang lain, seperti yang terlihat pada kurva data resistivity,
saat nilai GR rendah , nilai Resistivity tidak ikut rendah yang mengindikasikan lapisan ini
tidak terisi oleh fluida air seperti yang banyak ditemui pada lapisan shale yang memiliki
nilai Resistivity rendah karena mengandung air.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
41
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
42
bahwa batu gamping diselingi oleh lempung sehingga diperkirakan zona ini yang
diprediksi terdapat fluida gas merata di tiap tempat karena cukup terlihat di semua
penampang sehingga bisa dikatakan penyebarannya bisa dikategorikan cukup baik.
Walau bagaimanapun, kualitas hasil inversi 2D tidak lebih baik daripada kualitas data 3D
yang mempunyai inline dan crossline. Satu keunggulan yang didapat dari data 3D adalah
semakin kecilnya zona Fresenel yang merupakan kendala kualitas data secara horizontal.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
43
BAB V
Kesimpulan
1. Metoda seismik inversi dapat menghasilkan tampilan data yang lebih baik untuk
karakterisasi reservoir daripada mengunakan amplitude dari data seismik PSTM.
2. Analisis data sumur menunjukkan bahwa lapisan karbonat ditutup oleh lapisan
shale yang mempunyai kandungan fluida cukup tinggi.
3. Interpretasi dari hasil inversi menunjukkan lapisan karbonat memiliki nilai AI
lebih tinggi daripada AI lapisan sekitarnya
4. Penyebaran karbonat terbilang cukup merata karena hampir di setiap penampang
dapat menunjukkan adanya lapisan ini.
5. Untuk mendapatkan model geologi yang lebih baik sebagai low frequency model,
penggabungan model dari ekstrapolasi impedansi sumur dan seismic velocity
harus dilakukan sehingga akan mendapatkan variasi nilai impedansi baik secara
vertikal (time) maupun horisontal (CDP).
Saran
1. Untuk mendapatkan hasil inversi yang lebih baik penggunaan data seismik 3D
dan data sumur terbaru merupakan keharusan demi meningkatkan kualitas
tampilan.
2. Interpolasi data sumur akan semakin baik jika dapat menggunakan lebih banyak
data sumur dan melakukan analisis crossplot yang lebih akurat.
3. Kualitas penentuan horizon juga menentukan karena akan berpengaruh kepada
model geologi yang akan dibentuk.
4. Penggunaan beberapa metode inversi dengan data Pre-Stack akan menghasilkan
kualitas inversi yang jauh lebih maksimal.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
44
REFERENSI
Cooke, D.A and Schneiders, W.A 1972, Genealized Linear Inversion of Reflection
Seismic Data, Geophysics, 48, 665-676
Fulthorpe, C.S. dan Schlanger, S.O., 1989. Paleooceanographic and tectonic settings of
early Miocene reefs and associated carbonates of offshore Southeast Asia, The
American Association of Petroleum Geologists Bull., v. 73, No. 6, p. 729-756
Hafeez, A., 2008, Perbandingan tiga jenis Inversi dengan dua wavelet studi kasus :
Lapisan Telisa, Skripsi Sarjana. Program Geofisika. Departemen Fisika.
Universitas Indonesia.
Koesoemadinata, R.P. and Siregar, S., 1984. Reef facies model of the Rajamandala
Formation, West Java, Proceedings Indonesian Petroleum Association, the 13th
Annual Convention, p. 1-18
Lindsey, J. P., 1989, The Fresnel zone and its interpretive significance: The Leading
Edge, v. 8, no. 10, p. 33-39.
Martodjojo, S., 1994. Data stratigrafi, pola tektonik dan perkembangan cekungan pada
jalur anjakan-lipatan di P. Jawa, Kumpulan Makalah Seminar Geologi dan
Geotektonik Pulau Jawa, sejak Akhir Mesozoik hingga Kuarter, Jurusan Teknik
Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, p. 15-2
Patmosukismo, S. and Yahya, I., 1974. The basement configuration of the Northwest Java
area, Proceedings Indonesian Petroleum Association, the 3rd Annual Convention,
p. 129-152
Russel, B.H., 1991, Introduction to seismic inversion Inversion Methods, S.S. Domenico
Editor Course Notes Series, Volume 2, 3rd edition
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
45
Sujanto, F.X. and Sumantri, Y.R., 1977. Preliminary study on the Tertiary depositional
patterns of Java, Proceedings Indonesian Petroleum Association, the 6th Annual
Convention., p. 183-213.
Sukmono, S., 2001, Interpretasi Seismik Refleksi, Departemen Teknik Geofisika, Institut
Teknologi Bandung.
Sukmono, S., 2000, Seismik Inversi Untuk Karakterisasi Reservoir, Departemen Teknik
Geofisika, Institut Teknologi Bandung.
Wilson, M.E.J., 2000. Tectonic and volcanic influences on the development and
diachronous termination of a Tertiary tropical carbonate platform, Journal of
Sedimentary Research, v. 70, No. 2, p. 310-324.
Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010