Anda di halaman 1dari 52

UNIVERSITAS INDONESIA

INVERSI SEISMIK BERBASIS MODEL

UNTUK KARAKTERISASI RESERVOIR :

STUDI KASUS HAURGEULIS

Hasanul Arifien

0303020392

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI FISIKA
DEPOK
JUNI 2010 

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
ii 

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Hasanul Arifien
NPM : 0303020392
Program Studi : Fisika
Judul Skripsi : Inversi Seismik Berbasis Model untuk
Karakterisasi Reservoir : Studi Kasus
Haurgeulis

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program
Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : DR.rer.nat.Abdul Haris

Penguji : DR.Yunus Daud

Penguji : DR. Supriyanto

Ditetapkan di :

Tanggal :

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
ii 

KATA PENGANTAR

Hanya dengan ma’unah Allah selaku ar-Rohman dan ar-Rohim yang


mengizinkan penulis terus berusaha hingga posisi salam dari studi strata satu ini
sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul :

Inversi Seismik berbasis model untuk karakterisasi Reservoir : Studi Kasus


Haurgeulis

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya


kepada:

1. Bapak Dr.rer.nat Abdul Haris, selaku pembimbing skripsi yang memberi


arahan serta masukan sekaligus mengembangkan pengetahuan hal-hal baru
bagi penulis
2. Bapak Dr. Yunus Daud, yang berkenan meluangkan waktunya untuk
menjadi penguji I dan telah memberikan arahan dan koreksi terhadap
tulisan ini.
3. Bapak Dr. Supriyanto, yang berkenan meluangkan waktu dan pikiran
untuk menjadi penguji II dan telah memberikan arahan dan koreksi
terhadap tulisan ini.
4. Bapak Agusli , Ibu Hariyanti Sunarsih dan saudari Husna Aisyah selaku
orang tua kandung dan adik yang tiada henti memberikan dukungan dan
kasih sayang kepada penulis
5. Yasser Atmanegara, S.Thi, selaku saudara yang diutus Tuhan untuk
menjadi manusia yang utuh, menolong dan membantu tanpa mengenal
pamrih.
6. Aninofa Giapuspita, Diantara variabel tersulit di dunia, wanita adalah
variabel terumit yang pernah ada dan penulis bersyukur bertemu dengan
variabel yang satu ini.
7. Hafeez, Benny, Sutarto, Ahyaudin, dan teman-teman kostan seperjuangan
yang terus tiada henti memberikan semangat.
8. Semua pihak yang memberikan dukungan, doa dan acuan hingga tulisan
ini selesai.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
iii 

Satu kata untuk Tuhan, Alhamdulillahrobbil ‘aalamiin

Penulis mempunyai keterbatasan,kekeliruan murni berawal dari penulis


sendiri dan dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima
kritik yang membangun.

Depok, Mei 2010

Penulis.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
iv 

ABSTRAK

Seismik Inversi adalah satu dari sekian cara untuk menghasilkan


tampilan seismik yang lebih baik sesuai dengan paramter yang diinginkan.
Akustik Impedansi merupakan parameter batuan yang berhubungan langsung
kepada faktor kecepatan batuan untuk merambatkan gelombang dan densitas
batuan.

Pada Studi Kasus Haurgeulis, Impedansi tinggi berasosiasi dengan


densitas tinggi, nilai Impedansi tinggi dan nilai Gamma Ray rendah
mengindikasikan ini adalah batu gamping dan dilihat dari penampang Akustik
Impedansi bahwa batu gamping diselingi oleh lempung sehingga diperkirakan
zona ini yang diprediksi terdapat fluida gas merata di tiap tempat karena cukup
terlihat di semua penampang sehingga bisa dikatakan penyebarannya bisa
dikategorikan cukup baik.

Kata Kunci : Akustik Impedansi, kecepatan batuan, Haurgeulis, gamma ray

ABSTRACT

Seismic Inversion is a way to enhance better seismic view with its


paramater. Accoustic Impedance is rock parameter related with velocity of rock
directly for emitting wave and density of rocks.

In study case of Haurgeulis, high Accoustic Impedance associated with


high density, high Impedance and Low Gamma Ray indcated limestone and from
Seismic Inversion view, limestone embedded with clay so that zone predicted
fluid is in this reservoir

Key words: Accoustic Impedance, Velocity of rocks, Haurgeulis, Gamma ray

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan i

Kata Pengantar ii

Abstrak iv

Daftar isi v

BAB I Pendahuluan 1

I. Pendahuluan 1

II. Perumusan Masalah 2

III. Batasan Masalah 3

IV. Maksud dan Tujuan 3

V. Manfaat Penelitian 3

BAB II Geologi Regional 5

II.1 Kerangka Tektonik Regional 5

II.1.1 Kedudukan Pulau Jawa pada tektonik Indonesia 5

II.1.1 Konfigurasi Cekungan Jawa Barat Utara 5

II.2 Pengaruh tekto-vulkanik kepada sedimentasi karbonat 8

II.2.1 Distribusi regional karbonat Oligo-Miocene 8

II.3. Tinggian Pamanukan 9

II.3.1. Kedudukan Tinggian Pamanukan di dalam

Cekungan Jawa Barat Utara 9

II.3.2. Stratigrafi umum Tinggian Pamanukan 9

II.3.2.1 Batuan dasar Pre-Tersier 9

II.3.2.2. Formasi vulkanik Jatibarang 10

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
vi 

II.3.2.3. Formasi Cibulakan 10

II.3.2.3.1 Anggota Bawah 10


II.3.2.3.2 Anggota Atas 10

II.3.2.4 Formasi Parigi 11


II.3.2.5 Formasi Cisubuh 11

BAB III Seismik Inversi 12


III.1 Teori Gelombang 12
III.2 Hukum Snellius 12
III.3 Karakterisasi Reservoir 14
III.4 Koefisien Refleksi dan Impedansi Akustik 14
III.5 Jenis Seismik Inversi 16
III.5.1 Inversi Rekursif 17
III.5.2 Seismik Inversi Berbasis Model 18
III.6 Data Sumur 23
III.6.1 Log Gamma Ray 23
III.6.2 Log Neutron Porosity (NPHI) 24

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL INVERSI 25


IV.1 Pengolahan Data 26
IV.2 Paramater Inversi 35
IV.3 Hasil Inversi 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 43
REFERENSI 44

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

INVERSI SEISMIK BERBASIS MODEL UNTUK KARAKTERISASI


RESERVOIR :
STUDI KASUS HAURGEULIS

I. PENDAHULUAN

Industri minyak dan gas bumi di Indonesia masih memegang


peranan penting dalam menunjang program pembangunan negara. Oleh
sebab itu hingga saat ini masih diperlukan produksi minyak dan gas bumi
secara terus menerus.Dengan estimasi cadangan yang semakin menurun,
peranan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan ujung tombak bagi
pengadaan kebutuhan sumber daya alam tersebut.

Pemahaman yang baik tentang geologi dan geofisika sangat


membantu dalam mencari zona reservoir terutama mencari zona yang
diharapkan terkandung HC. Reservoir mempunyai karakter yang khas
sehingga dengan metode seismik diharapkan dapat menangkap informasi
anomali yang menjadi sumber utama eksplorasi. Geofisika adalah alat
untuk menerjemahkan informasi bawah tanah, sedangkan geologi adalah
pendefinisian untuk menjelaskan situasi bawah tanah, sehingga dapat
disimpulkan bahwa geofisika adalah alat yang penting untuk
menterjemahkan apa yang terjadi di bawah permukaan dengan penamaan
dan pemahaman lebih dalam tentang apa yang terjadi dan bagaimana bsia
terjadi melalui geologi.

Salah satu metoda yang sering digunakan dalam kegiatan


eksplorasi hidrokarbon adalah seismik refleksi karena dapat memberikan
gambaran mengenai kondisi bawah permukaan secara detail. Area yang
penting dan dicari untuk digali kandungannya adalah batuan reservoar
hidrokarbon. Sehingga dengan menganalisis sismik dapat diketahui
berbagai parameter dalam karakterisasi reservoar. Berbagai macam
metoda analisis seismik dikembangkan untuk karakterisasi batuan
reservoar diantaranya seismik inversi.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Salah satu teknik yang berkembang saat ini adalah metode inversi
seismik dimana metode ini membantu peningkatan rasio keberhasilan
dalam pemboran di daerah yang dianggap prospek berdasarkan hasil
interpretasi data seismik. Konversi wiggle seismik menjadi impedansi
akustik (IA) menghasilkan tampilan yang lebih komprehensif dan lebih
mudah dipahami oleh ahli geofisika, geologi, maupun perminyakan.
Seismik mempunyai kelemahan bahwa informasi seismik ditutupi oleh
bentuk gelombang yang merupakan pembawa informasi geologi,
kesulitannya adalah bentuk gelombang yang berubah terhadap waktu dan
juga kedalaman sehingga membutuhkan usaha yang lebih untuk
memisahkan informasi geologi dengan gelombang sinyal pembawa
informasi tersebut.

Salah satu kelebihan seismik inversi yang lain adalah memiliki


keakuratan dan resolusi vertikal yang cukup tinggi. Penerapan metode
inversi seismik akan menghasilkan model geologi perhitungan yang
mampu mendekati model geologi bumi sebenarnya dengan tingkat
kesalahan yang diharapkan kecil. Untuk menghasilkan suatu model
terpadu reservoir, diperlukan informasi terpadu mengenai karakterisasi
reservoir yang diperoleh sebagai hasil penelitian di lapangan. Dalam
penelitian ini, karakterisasi reservoir merupakan salah satu informasi yang
diperlukan untuk memodelkan reservoir bawah permukaan, di samping
ketebalan reservoar, permeabilitas dan kandungan fluidanya.

II. PERUMUSAN MASALAH

Harga impedansi akustik (Acoustic Impedance) merupakan salah


satu petunjuk pembedaan lithologi dan keberadaan akumulasi hidrokarbon.
Informasi impedansi akustik ini dapat diperoleh dari informasi pengeboran
berupa log kecepatan dan log densitas batuan. Harga impedansi akustik
lebih dipengaruhi oleh kecepatan daripada densitas. Oleh karenanya dalam
penelitian ini, penentuan karakterisasi reservoir lebih tepat ditentukan
dengan menggunakan impedansi akustik, hasil dari inversi seismik. Selain

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

karena keakuratan yang diperoleh dari hasil inversi juga tingkat resolusi
vertikalnya yang semakin bagus yang dibantu oleh data sumur.

III. BATASAN MASALAH

1. Penelitian ini dibatasi Penulis tidak melakukan pengukuran langsung ke


lapangan.
2. Pengolahan data pada studi ini adalah pengolahan data lanjutan, yaitu
pengolahan data yang telah sampai pada proses PSTM (Post Stack Time
Migration)
3. Jenis inversi yang dilakukan ialah : model based.

IV. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan Tujuan dari pelaksanaan tugas akhir ini adalah untuk :

1. Membandingkan mana diantara ke tiga metode tersebut yang


paling baik dengan mengubah-ubah parameter yang sesuai.

2. Memetakan impedansi akustik dari data hasil inversi yang


berhubungan langsung dengan sifat fisis batuan dibawah
permukaan bumi

3. Mengenal dan memahami, karakterisasi reservoir menggunakan


seismik inversi.

V. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

1. Bagi penulis, dalam memahami dan menerapkan langkah-langkah


dalam teknik inversi seismik.
2. Memberikan sumbangan yang berarti bagi perusahaan eksplorasi
minyak dan gas bumi dalam peningkatan produksi minyak melalui
sumur-sumur tidak berproduktif.
3. Pihak-pihak lain yang memerlukan. Baik menunjang kemajuan
ilmu geofisika khususnya dalam metode seismik, mapun sebagai

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

bahan referensi yang dapat membantu dalam penelitian-penelitian


selanjutnya dalam permasalahan yang sama.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

II.1 Kerangka Tektonik Regional

II.1.1 Kedudukan Pulau Jawa pada tektonik Indonesia

Di dalam kerangka tektonik mega, pulau Jawa adalah sebagian kecil dari
lempeng asia di bagian selatan, deretan gunung yang terletak di tengah pulau dan
memanjang arah barat-timur mewakili busur magma yang sejajar dengan jalur penekukan
aktif yang terletak di Samudra Indonesia.

Pulau jawa merupakan bagian benua yang masih dalam proses penurunan dari
busur luar di samudra Indonesia dan cekungan muka daratan di lepas pantai utara Jawa.
Secara geologi cekungan tersier Jawa bukanlah suatu cekungan yang berdiri sendiri, akan
tetapi merupakan bagian dari cekungan yang lebih rumit meliputi daerah seluruh lau
Jawa, bagian selatan Kalimantan dan bagian selatan Sumatra.

Terdapat lima bagian unit struktur pulau Jawa, dari utara ke Selatan yaitu:

1. Paparan Seribu, dicirikan oleh lapisan Tersier setebal kurang dari 700m.
2. Jalur Engsel Jawa Utara, secara fisiografis terdiri dari deretan aluvial pantai,
ketebelan sedimen Tersiernya mulai dari beberapa ratus meter sampai lebih
kurang 4500m.
3. Palung Bogor, secara fisiografi dicirikan oleh daerah gunung api, lapisan
sedimen flysch dengan ketebalan mencapai 8000m.
4. Daerah geser pegunungan porous, merupakan daerah sempit di tepi selatan
palung Bogor yang dicirikan dengan gangguan tektonik kuat.
5. Lereng selatan, meliputi daerah sepanjang pantai selatan yang dicirikan
lapisan-lapisan miring secara umum ke selatan (menurut Koesoemadinata,
1980)

II.1.2 Konfigurasi Cekungan Jawa Barat Utara


Cekungan Jawa Barat Utara terpotong-potong oleh sesar-sesar bongkah berarah
hampir utara-selatan. Sesar-sesar tersebut berperan besar dalam perkembangan sub-
cekungan yang terbentuk dan sedimentasi Tersier. Tiga sub-cekungan yang dikenal terdiri

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

dari sub cekungan Ciputat, pasir putih dan Jatibarang. Ketiga sub-cekungan tersebut
berkembang diantara tinggian-tinggian Tangerang, Rengasdengklok dan Pamanukan.
Cekungan Jawa Barat Utara terletak dibagian barat daya pulau Jawa dan meluas ke lepas
pantai Laut Jawa. Cekungan ini meliputi daerah seluas kurang lebih 40.000
kilometerpersegi, dimana 25.000 kilometerpersegi dari cekungan tersebut terletak dilepas
pantai. Secara tektonik batas bagian utara cekungan tersebut adalah dangkalan Sunda
(Sunda Shelf), sedangkan dibagian selatan dibatasi oleh Palung Bogor (Bogor Through)
dan komplek busur vulkanik Jawa. Cekungan Jawa barat utara dipisahkan dari cekungan
Sunda ke arah barat oleh paparan seribu dan dari timur laut cekungan Jawa ke arah timur
oleh busur karimun Jawa. Selama Paleogen daerah tersrebut dibagi oleh blok-blok sesar
dan perkembangan horst dan graben yang secara umum berarah utara-selatan
(Patmosukismo dan Yahya, 1974)
Sedimentasi pada cekungan tersbut berlangsung sejak Eosen bawah sampai
Oligosen atas di dalam lingkungan kontinental sampai lingkuangan fluviatil. Kegiatan
vulkanisme sangat aktif dimana tuff dan materi-materi vulkanik klastik mengisi graben-
graben utama. Pada saat aktivitas vulkanik berkurang, selama Oligosen atas, cekungan air
tawar makin berkembang dan meluas disekitar graben. Transgresi laut pertama kali
dimulai dari tenggara dan lingkungan pengendapannya akhirnya mengarah ke lingkungan
paralis dan batas laut (marginal marine Environment) (Sujanto danSumantri, 1977).
Pada Miosen bawah dengan kondisi air hangat dan bersih (warm and clean
water) terjadi lingkungan pengendapan neritic dalam dengan meluasnya pengendapan
karbonat yang berasosiasi dengan sembulan terumbu (build up reef). Ke arah selatan
terletak Palung Bogor dengan lingkungan dominasi laut dalam dengan pengendapn jenis
Flysch (Sujanto dan sumantri, 1977). Selama Miosen tengah, lingkungan pengendapan
menjadi agak dalam sehingga berkembang pengendapan yang bersifat lempungan dan
karbonatan. Hal ini kadang-kadang diselingi dengan perkembangan lapisan tipis karbonat
yang berasosiasi dengan perkembangan terumbu tiang secara tiba-tiba.pada saat itu,
bagian utara cekungan relatif dangkal karena adanya perkembangan beting-beting lepas
pantai (Scheidecker dan Taiclet, 1976). Walaupun demikian terjadi lagi perkembangan
karbonat pada akhir miosen tengah sampai Miosen atas, dan banyak terumbu-terumbu
terbentuk pada masa itu. Sekali lagi paparan karbonat itu tenggelam dan tertutup oleh
pengendapan materi lempungan laut sampai Pliosen atas. Pada akhir Miosen
pengangkatan tektonik bagian sumbu pulau Jawa menyebabkan suatu fase regresif yang
besar dimana tertutup laut dengan materi klastik benua.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Gambar 2.1 Lapangan minyak dan Gas basin Jawa Barat (Noble, 1997)

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

II.2. Pengaruh tekto-vulkanik kepada sedimentasi karbonat.

Vulkanisme baik zaman dahulu atau sekarang pada umumnya memberi celah kepada
karbonat air dangkal untuk berkembang walaupun disisi lain studi lebih dalam terhadap
hubungan sedimentasi karbonat dengan aktivitas vulkanik terhitung jarang. Sudah tradisi
bahwa sedimen klastik dengan butiran yang halus mempunyai efek yang lebih tinggi
kepada produksi karbonat namun ternyata studi akhir-akhir ini tidak menunjukkan selalu
seperti itu (lokier, 1999; wilson, 2000)

Fulthorpe and Schlanger (1989)memberikan review tentang paleo-oceanografi dan setting


tektonik untuk akhir Oligocene hingga reef yang terbentuk di awal dari pertengahan
miocene dan karbonat yang berhubungan pada daerah lepas pantai tenggara Asia. Mereka
tidak mendiskusikan tentang perkembangan karbonat namun kesimpulan mereka untuk
karbonat yang berkembang di daerah batas konvergen pada busur pulau filipinabisa
digunakan. Untuk sistem busur pulau, tempat utama bagi sistem karbonat laut dangkal
adalah daerah vulkaniklastik, ekstrusiv dan batuan plutonik yang membentuk lapisan
crustal yang tebal.

Perkembangan reef di dekat pulau dalam lingkungan vulkanik tidak hanya dipengaruhi
oleh efek vulkanik saja namun juga oleh erosi yang terjadi secara cepat akibat
perkembangan gunung vulkanik itu sendiri. Melapisi diri dari piroklastik dan erosi
merupakan hal yang penting karena reef tidak berkembang secara cepat, perkembangan
reef tergantung kepada frekuensi erupsi. Pengendapan bagian karbonat yang tebal dapat
terjadi selama periode vulkanik. Periode aktifitas vulkanik dapat dilihat dari erupsinya,
penggumpalan tubuh vulkanik, erosi yang besar-besaran yang tidak baik untuk
perkembangan reef yang berkesinambungan dan tebal. Sistem pengendapan yang kedua
adalah bagian belakang dari busur .

II.2.1 Distribusi regional karbonat Oligo-Miocene

Terdapat dua tren pengendapan karbonat di pulau jawa yang diketahui : (1) tren utara ,
termasuk didalamnya karbonat cepu-surabaya-madura, jawa tengah bagian utara dan area
ciputat-jatibarang dan (2) tren selatan yang termasuk didalamnya adalah karbonat
Gunung kidul-banyumas-bayah-sukabumi. Dari setting tektonik dan pengaruh
vulkaniknya, dua tren ini punya karakter yang berbeda. Tren utara secara dominan
berkembang jauh dari wilayah vulkanik sedangkan tren selatan berkembang di daerah
yang sama dengan wilayah vulkanik atau setidaknya sangat dekat dengan wilayah
vulkanik.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Gambar 2.2 Stratigrafi regional Jawa Barat utara (Martodojo,1994)

II.3. Tinggian Pamanukan


II.3.1. Kedudukan Tinggian Pamanukan di dalam Cekungan Jawa Barat Utara
Tinggian ini terletak pada bagian timur cekungan Jawa Barat Utara. Batas-batas
tinggian ini adalah : timur dibatasi oleh sub-cekungan Jatibarang, ke utara oleh lepas
pantai Jawa utara, dan ke selatan oleh palung Bogor. Struktur-struktur yang berkembang
pada tinggian ini selain sesar-sesar berarah utara-selatan, juga antiklin-antiklin pada
daerah tertentu.
II.3.2. Stratigrafi umum Tinggian Pamanukan
Secara umum urut-urutan stratigrafi Pamanukan serupa dengan stratigrafi
cekungan Jawa Barat Utara pada umumnya sebab tinggian ini merupakan salah satu tiga
tinggian yang ada. Urutan tersebut dari tua ke muda adalah sebagai berikut :
II.3.2.1 Batuan dasar Pre-Tersier
Batuan dasar Pre-Tersier ini terdiri dari batu sabak (slate), filite, tuff dan
genesis dimana diintrusi oleh granit, granodiorit dan syanit. Batuan-batuan tersebut
hampir semua terbentuk pada zaman Mesozoikum

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
10 

II.3.2.2. Formasi vulkanik Jatibarang


Unit ini tersusun dari tuff yang tidak berfosil, bermacam warna dan bintik
(mottled). Formasi ini secara tidak selaras menutupi batuan dasar pre-Tersier.
Ketebalannya berkisar 0 m pada batas cekungan sampai lebih dari 1200 m di daerah
Jatibarang. Formasi ini diendapkan pada lingkungan kontinental sampai fluvial dan
usianya berkisar Eosen atas sampai Oligosen bawah.
II.3.2.3. Formasi Cibulakan
Formasi ini terdiri dari dua anggota yaitu :
1. Anggota bawah yang terdiri dari unit ekivalen Talang Akar Formation dan
unit ekivalen Batu Raja Formation.
2. Anggota atas.
II.3.2.3.1 Anggota Bawah
Unit Ekivalen Talang Akar Formation.
Unit ini terutama tersusun dari serpih sampai serpih berpirit (phyritic shales)
berwarna abu-abu coklat, gampingan dengan sedikit baru pasir, batu lanau dan batu bara.
Batu pasir tersebut dapat diremas mengandung kwarsit, berukuran butir halus sampai
sedang, sedangkan porositasnya sedang-buruk. Unit ekivalen ini hampir menutupi secara
tidak selaras formasi Jatibarang. Unit ini juga sering diselaraskan dengan formasi Talang
Akar oleh beberapa peneliti dikarenakan kemiripan umur batuan yang berkisar dari
Oligosen atas hingga Miocene bawah dengan diendapkan pada lingkungan paralis sampai
batas laut seperti juga terjadi pada formasi Talang Akar.
Pada bagian bawah ini juga terdapat ekivalensi dengan Baturaja dengan ciri
batuan ini tersusun oleh batu gamping putih, krem kuning tua dengan sisipan napak dan
serpih gampingan. Terumbu dan sembulan gamping lainnya di deskripsikan sebagai batu
gamping koral boundstone yang terkadang memperlihatkan kristalisasi ataupun
dolomitisasi. Menjauhi terumbu, batu gamping tersebut struktur wackstone dan
packstone. Uni ini secara selaras menutupi anggota bawah dengan ketebalan anggota ini
biasanya sekitar seratus hingga empat ratus meter. Sedimentasi terjadi pada lingkungan
paparan pasiran , paparan tengah dan juga sebagian laut dalam.
II.3.2.3.2 Anggota Atas
Anggota ini tersusun dari serpih karbonatan, berwarna abu-abu kehijau-hijauan,
lunka dan batu lempung dengan sisipan batu pasir glaukonit dan batu gamping. Terdapat
dua horizon dimaa terumbu dapat berkembang pada anggota atas. Horizon terbawah
disebandingkan dengan zona 16 oleh Soetomo dan Sujanto. Ke arah lepas pantai batu
gamping tersebut menghilang dan lingkungan pengendapan berubah menjadi paparan dan

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
11 

pasiran, barrier bar, dan aktifitas tidal. Sedangkan horizon kedua disebandingkan dengan
batu gamping Pre Parigi. Unit ini menutupi anggota bawah denga ketebalan mencapai
1600 meter. Anggota ini diendapkan pada lingkungan terbuka , paparan air dangkal
dengan kedalaman yang beragam. Umur batuan berkisar dari Miosen bawah hingga
Miosen tengah.
II.3.2.4 Formasi Parigi
Formasi ini tersusun dari batu gamping koral yang berfosil, porous bertekstur
grainstone, packstone , wackstone , kapur, dolomit dan napal. Teurmbu dan sembulan-
sembulan karbonat lainnya berkembang pada formasi ini. Formasi parigi secara selaras
menutupi formasi Cibulakan dan mempunyai keragaman ketebalan mulai dari 300 meter
hingga 450 meter dimana sembulan berkembang,
Formasi ini diendapkan dengan lingkungan paparan dengan kemungkinan ke
arah terumbu barrier dan berasosiasi dengan lagoon.
II.3.2.5 Formasi Cisubuh
Formasi ini tersusun dari batu gamping, lunak, berwarna hijau abu-abu muda
kecoklatan dengan sisipan batupasir tipis dan batugamping. Makin ke atas formasi ini
makin bersifat pasiran dengan perkambangan lapisan batubara setempat. Secara
keseluruhan menutupi formasi Parigi dan mempunyai lingkungan pengendapan laut
dangkal secara bertahap beralih ke litoral. Formasi ini memperlihatkan regresi terakhir
cekungan Jawa Barat utara dengan umur formasi pada Miosen atas hingga Pleistosen.

Gambar 2.3 Stratigrafi Jawa Barat (Sujanto dan Sumantri,1977)

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
12 

BAB III

INVERSI SEISMIK

III.1 Teori Gelombang

Metode seismik menggunakan perambatan gelombang di bawah permukaan


bumi yang menjalar melalui batuan. Gelombang adalah gangguan yang merambat dalam
suatu medium. Dalam gelombang dikenal istilah dengan muka gelombang dan berkas
gelombang. Muka gelombang adalah bentuk lingkaran yang menjalar dari sumber
gelombang.

Ada dua gelombang yang dapat dikenal (lihat gambar 2.1), yang datang paling
awal disebut gelombang kompresi atau gelombang primer yang biasa disebut sebagai
gelombang P. Gelombang ini akan bergerak searah dengan arah perambatan
gelombangnya. Berikutnya terdapat gelombang yang bergetar pada arah tegak lurus
terhadap arah rambatnya yang biasa disebut gelombang S (Aki dan Richard,1980).



Gambar 3.1. Bentuk arah getaran partikel gelombang seismik relatif terhadap arah
rambatnya untuk : (a) Gelombang P (b) Gelombang S (Abdullah, 2007)

Jika dinamit sebagai sumber diledakan pada permukaan suatu benda yang
memiliki sifat homogen dan isotropik, gelombang elastik akan merambat ke segala arah
dalam bentuk setengah membola. Energi akan tersalurkan dalam bentuk deformasi elastik
dari batuan. Dalam hal ini juga secara fisis energi dikatakan merambat dalam suatu jejak
sinar (ray). Jejak sinar ini akan memotong tegak lurus muka gelombang (wavefront )(lihat
gambar 3.2).

III.2 Hukum Snellius.

Gelombang seismik dipandang sebagai sinar yang memenuhi hukum Snellius


dan prinsip Huygens. Hukum snellius menerangkan perilaku arah rambat cahaya ke
dalam medium. Hukum Snellius menyatakan bahwa :

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
13 

- sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.

- hasil bagi sinus sudut datang dengan sinus sudut bias merupakan bilangan tetap dan
disebut indeks bias

Jika gelombang merambat pada lapisan pertama dengan kecepatan V1 dan


kemudian menembus lapisan kedua dengan kecepatan V2 akan terbiaskan sesuai dengan
persamaan (3.1). Sesuai dengan gambar (3.3.a) diperoleh:

sin i V1
= (3.1)
sin r V2

Gambar 3.2. Sebuah dinamit diledakkan pada titik P, sehingga muka gelombang pada
gelombang permukaan berbentuk lingkaran, sedang pada gelombang badan
berbentuk setengah membola. Jejak sinar tegak lurus dengan muka
gelombang (Abdullah, 2007)

Di mana i adalah sudut datang dan r adalah sudut bias. Jika ada 4 lapisan di
bawah permukaan, Hukum Snellius lebih praktis jika dituliskan sebagai persamaan (3.2).
Lihat gambar (3.3.b).

sin θ1 sin θ 2 sin θ 3 sin θ 4


= = = =p (3.2)
V1 V2 V3 V4

Di mana p adalah konstanta tetap untuk jejak sinar yang merambat dari lapisan
satu ke lapisan selanjutnya sejauh bidang batas lapisan sejajar dan setiap lapisan bersifat
homogen dan isotropik. Jika jejak sinar ada yang lain, ini akan memiliki nilai p yang
berbeda pula.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
14 



Gambar 3.3. (a) Hukum Snellius untuk dua lapisan (b) empat lapisan

(Abdullah, 2007)

III.3 Karakterisasi Reservoir

Gelombang seismik mengandung informasi mengenai litologi serta fluida yang


terkandung didalam batuan dalam bentuk waktu rambat, amplitudo dan fasa. Data seismik
ini dianalisis untuk menurunkan sifat fisika batuan, determinasi litologi, porositas, fluida
dan lain-lain.

Pengertian karakterisasi reservoir merupakan proses dan cara untuk menjelaskan


serta mendapatkan baik secara kualitatif maupun kuantitatif informasi yang terkandung
dalam reservoir dengan menggunakan data yang tersedia (Sukmono,2002). Ada dua data
utama yang digunakan, yaitu data seismik dan data well log (sonic dan density). Proses
karakterisasi reservoir ada tiga bagian : delineasi, deskripsi dan monitoring. Delineasi
merupakan pendefinisian informasi baik geomotri, struktur ataupun facies dari reservoir.

Delineasi bersifat mengumpulkan dan memilah data yang akan digunakan sesuai
dengan derajat hasil karakterisasi. Deskripsi ialah memberikan informasi ataupun
menjabarkan informasi yang berkaitan dengan reservoir, seperti Akustik Impedansi,
densitas, tebal lapisan HC, permeabilitas dll. Dan monitoring merupakan pengamatan
perubahan parameter dalam bagian deskripsi yang terjadi selama proses produksi. Dengan
menggunakan metode inversi, penulis berusaha untuk memberikan informasi penyebaran
AI dan porositas di reservoir penelitian.

III.4 Koefisien Refleksi dan Impedansi Akustik

Bawah permukaan bumi terdiri dari banyak lapisan yang masing-masing


mempunyai kecepatan interval dan densitas yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh variasi

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
15 

isi dan tekanan yang dialami oleh batuan tersebut. Dan kontras kecepatan atau densitas ini
biasanya pada batas lapisan geologi utama. Kontras inilah yang merefleksikan sinyal
seismik yang memiliki keuntungan utama untuk memetakan bawah tanah walau disisi
lain sinyal seismik membawa komponen lain yang berkaitan erat dengan tipe batuan,
porositas serta dalam kondisi tertentu isi fluida dalam batuan. Baik seismik maupun data
log sonik mengandung informasi yang serupa namun dalam bentuk yang berbeda. Tras
seismik mengukur amplitudo refleksi sedangkan sonik mengukur kecepatan batuan secara
langsung.

S(t) = w(t)*KR(t)+n(t) (3.3)

Dimana : S(t) : jejak seismik

W(t) :Wavelet

KR(t): Koefisien Refleksi

N(t) : Noise

Tras seismik dan data log sonik dihubungkan oleh apa yang disebut dengan
koefisien refleksi. Koefisien refleksi dapat ditulis secara matematis sebagai:

( ρ i +1Vi +1 − ρ iVi )
KR = (3.4)
( ρ i +1Vi +1 + ρ iVi )

KR = ( AIi+1 - AIi )/ (AIi+1 + AIi ) (3.5)

Nilai dari KR ini selalu diantara -1 dan +1 dan biasanya bernilai kecil, model
yang sederhana ini mengabaikan multipel. Koefieisen Refleksi menunjukkan nilai kontras
AI bawah permukaan bumi. Tras seismik dibentuk dari hasil konvolusi wavelet sumber
gelombang yang bertemu dengan koefisien refleksi bumi ditambah dengan noise.
Setidaknya beberapa informasi data log bisa diambil dari tras seismik dengan membalik
cara yang digunakan untuk membuat model tras seismik sintetik dari data log.

Impedansi Akustik sendiri merupakan salah satu parameter batuan yang khas.
Impedansi Akustik adalah hasil perkalian antara densitas dengan kecepatan gelombang
longitudinal pada lapisan itu, dalam arti lain nilai ini merupakan pemcerminan seperti
apakah kualitas, kuantitas, variasi konten dari lapisan batuan tersebut. Impedansi Akustik
tidak seperti nilai Amplitudo reflektif pada tras seismik yang merupakan rasio atau
perbandingan antar lapisan, namun nilai dari lapisan itu sendiri. Itu sebabnya kalangan

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
16 

interpreter lebih menyukai tampilan data AI karena lebih jelas untuk perlapisannya. Nilai
AI yang berbeda di tiap lapisan ini lah yang terekam oleh tras seismik dalam Koefisien
Refleksi. Secara matematis AI dapat ditulis :

AI = Z = ρ x Vp (3.6)

Dimana : ρ = densitas lapisan

Vp = Kecepatan longitudinal

Nilai AI yang berbeda di tiap lapisan ini lah yang terekam oleh tras seismik
dalam Koefisien Refleksi, berikut hubungannya :

R = ( ρi+1 V i+1 - ρi V i) / (ρi+1 V i+1 + ρi V i ) (3.7)

R = ( Z i+1 - Z i ) / ( Z i+1 + Z i ) (3.8)

Kontribusi densitas dalam nilai AI seringnya kecil dan sangat sering merupakan
persamaan garis lurus dari kecepatan, jadi bukanlah hal yang tidak umum penghitungan
AI hanya diambil dari nilai kecepatannya saja. Karena itulah persamaan diatas menjadi
lebih sederhana:

R = ( V i+1 - V i) / ( V i+1 + V i ) (3.9)

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan nilai kecepatan lapisan
batuan yang tentu saja mempengaruhi nilai batuan. Faktor tekanan dan densitas
mempunyai hubungan linear terhadap kecepatan , semakin tinggi nilai densitas semakin
tinggi nilai kecepatan batuan. Dengan faktor porositas justru mempunyai hubungan
terbalik, semakin kecil porositas lapisan batuan itu, semakin tinggi nilai kecepatan lapisan
tersebut. Dan juga ada beberapa faktor lain yang mempunyai hubungan yang unik, seperti
saturasi gas yang saat saturasi gas dimulai dari nol akan menjatuhkan nilai kecepatan
namun dengan cepat nilai saturasi gas bertambah nilai kecepatan juga ikut bertambah.

III.5 Jenis Seismik Inversi

Ada dua cara dalam pemodelan geofiska, yaitu forward modeling (pemodelan ke
depan) dan inverse modeling (pemodelan ke belakang). Pemodelan ke depan adalah
memprediksi respon geofisika dari model bumi, sedangkan pemodelan ke belakang
adalah memprediksi model bumi dari respon geofisika yang didapat, dan Seismik inversi

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
17 

adalah pemodelan ke belakang dengan input adalah tras seismik yang telah
didekonvolusikan dan menghasilkan output AI.

Seismik inversi adalah metode untuk memberikan gambaran model geologi


bawah permukaan dengan data seismik sebagai data input dan data sumur sebagai kontrol
(sukmono, 2002). Hasil yang didapat dari inversi adalah informasi yang terkandung
dalam lapisan batuan berupa impedansi, baik itu akustik maupaun elastik. Impedansi
Akustik ini digunakan untuk menggali paramter batuan yang lain seperti porositas,
densitas, litologi batuan atau parameter fisik batuan lainnya dan kali ini penulis
menggunakan seismik inversi untuk karaterisasi reservoir.

III.5.1 Inversi Rekursif

Inversi rekursif menganggap tras seismik merupakan reflektifitas yang telah


difilter oleh fasa nol. Metode ini adalah metode yang paling sederhana. Berikut adalah
penurunan persamaan inversi seismik:

(3.10)

(3.11)

(3.12)

(3.13)

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
18 

(3.14)

(3.15)

(3.16)

Dalam arti kata lain, nilai impedansi antara satu lapisan dengan lapisan yang
lain memiliki hubungan yang sangat bergantung, metode ini tentu saja mengasumsikan
dengan menggunakan metode yang paling sederhana, mengabaikan noise yang ada dalam
tras. Kelemahan metode inversi rekursif ini adalah :

1. Nilai Impedansi lapisan yang paling atas harus ditemukan atau


setidaknya kita asumsikan terlebih dahulu.

2. Frekuensi data masih sama dengan frekuensi input awal, tidak adanya
data frekuensi rendah membuat hasil inversi ini sama saja dengan
permodelan ke depan

3. Antar nilai impedansi yang ditemukan sangat saling bergantung tanpa


adanya perngkoreksi, kesalahan dari lapisan atas akan terus terbawa
hingga lapisan berikutnya.

III.5.2 Seismik Inversi Berbasis Model

Model ini mencoba menutupi metode rekursif yang sangat menebak-nebak nilai
impedansi lapisan, salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan tebakan impedansi
nya adalah dengan membatasi tebakan tersebut, dibuatlah sebuah model geologi awal
sebagai acuan dan batasan tebakan nilai impedansi. Prinsip metode ini adalah membuat
model geologi dan membandingkan dengan data riil (Russel, 1999). Metode ini
memasukkan data frekuensi rendah dan tinggi yang hilang dengan cara mengkorelasikan
data seismik dengan respon seismik dari model geologi, karena itulah secara teori metode
ini data frekuensi dengan cakupan yang luas.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
19 

Metode inversi ini menggunakan metode GLI( Generalizized Linear Inversion),


yaitu suatu proses yang dilakukan dengan cara membuat model seismik(buatan) dan
kemudian dibandingkan dengan rekaman seismik secara berulang-ulang sampai didapat
kesalahan terkecilnya lalu diubah menjadi impedansi akustik. Metode GLI merupakan
suatu proses iterasi. Berikut merupakan penjelasan tentang alur metode GLI.

Jejak seismik  Jejak seismik  Menentukan 


model impedansi 

Menghitung 
eror 

M = M 0 + ΔM  

Error   tidak
cukup  F ( M ) − F ( M 0 ) = A.ΔM
kecil 

ya 

Solusi akhir 

       Gambar 3.4 Alur proses metode GLI
 

Dengan urutan langkah kerja, sebagai berikut:

1. Membuat blok model awal impedansi dari log impedansi dengan ukuran
yang seragam.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
20 

Gambar 3.14. Log impedansi (a) dan model awal impedansi dengan ukuran
blok yang seragam (b)

2. Membuat trace sintetik dengan cara mengkonvolusikan blok impedan


dengan wavelet yang sudah ditentukan.

Gambar 3.15. Trace sintetik hasil konvolusi blok model dengan wavelet

3. Membandingkan antara trace sintetik dengan trace seismik

Gambar 3.16.Komparasi trace sintetik (merah) dengan trace


seismik(hitam).

4. Memodifikasi amplitudo dan ketebalan blok untuk meningkatkan kecocokan


dengan trace seismik.

Gambar 3.17. Komparasi trace sintetik (merah) dengan trace seismik


(hitam) dari modifikasi blok model (Hafeez, 2008).

Secara matematisi metode GLI bermula dari persamaan deret Taylor seperti di bawah ini
(Cooke dan Schneider, 1983),

∂F ( M )
F (M ) = F (M 0 ) + M =M0 ΔM (3.17)
∂M

Dengan F(M)= data pengamatan(Jejak seismik)

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
21 

F( M 0 ) = Respon dari model awal (seismogram sintetik)

M0 = Model awal (impedansi akustik)

= Model parameter bumi = ( m1, m2,...., mk ) =impedansi akustik


T
M

∂F ( M 0 )
= Jacobian =A
∂M

ΔF = F ( M ) − F ( M 0 )

= A.ΔM (3.18)

Persamaan diatas dapat diubah menjadi:

ΔM = A−1.ΔF (3.19)

Dengan A−1 = invers dari matriks A

Dengan menganggap matriks A-nya NxN, maka digunakan solusi kuadrat


terkecil yang dikemukakan oleh Gauss-Newton (Lines dan Treitel,1984) yaitu:

ΔM = ( AT . A) −1. AT .ΔF (3.20)

Dengan ΔM = M − M 0 ,

Bila Δ M didapat , maka M diketahui , M lalu dimasukan ke dalam respon model


F( M 0 ) sehingga ΔF ( M ) didapat. Proses di atas terus berlansung berulang- ulang

sampai didapat nilai ΔF ( M ) sesuai dengan yang kita tentukan. Biasanya nilainya sangat
kecil atau sama dengan 0 sesuai dengan keinginan untuk menyamakan antara data
pengamatan dengan data model (respon model). Bila sudah optimum nilai ΔF ( M ) ,
maka kita bisa dapatkan nilai M atau parameter model.

Secara matematis metode ini dituliskan :

Model Konvolusi 1-D

N
T (i) − ∑ r ( j )W (i − τ ( j ) + 1) + n(i ) (3.21)
j =1

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
22 

Dimana :

T(i) = jejak seismik

r(j) = reflektifitas pada offset nol

τ(j) = ekspresi pertambahan sampel

i,j = jumlah sampel dan pertambahan sampel

dugaan awal koefisien refleksi :

r0(j) dengan j= 1,2,3,....N

maka jejak model :

N
M (i ) − ∑ r 0( j )W (i − τ ( j ) + 1) (3.22)
j =1

Dengan M(i) = model

Dan error e(i) atau selisih antara jejak seismik T(i) dan M(i) dihitung oleh :

e(i) = T(i) – M(i) (3.23)

Jika diasumsikan reflektivitas sebenarnya adalah

r (i ) = ro(i ) + Δr (i ) (3.24)

Dengan Δr(i) = selisih reflektivitas dugaan awal dengan dengan reflektifitas


sebenarnya.

Maka untuk memperoleh Δr(i) dilakukan dengan cara menimalkan jumlah error
atau selisih menggunakan fungsi obyektif :

Nsampel
⎡ N ⎤
J= ∑ ⎢e(i ) − ∑ Δr ( j )W (i − τ ( j ) + 1⎥ (3.24)
i ⎣ j ⎦

Dengan j sebagai fungsi obyektif

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
23 

III.6 Data Sumur

Data sumur merupakan data yang berfungi sebagai kontrol dari input data
seismik, kelebihan dari data well logging adalah keakuratan alat untuk mengukur
beberapa parameter secara vertikal, artinya keakuratan pengukuran parameter elastik
batuan dengan well logging lebih akurat. Namuan disisi lain well logging mempunyai
kelemahan yaitu kurang baik dalam penyebaran lateral, ini dikarenakan metode
pengambilan datanya. Dan untuk itulah data seismik dan data sumur dikolaborasikan.
Walau parameter yang dicari adalah sama namun dua metode yang berbeda ini
diharapkan menutupi kelemahan dari masing-masing tipe data tersebut. Log adalah suatu
grafik terhadap kedalaman atau waktu dari satu set data yang menunjukkan parameter
yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur. Kurva log memberikan
informasi yang cukup tentang sifat-sifat batuan dan fluida yang terkandung. Berikut
adalah beberapa jenis data log.

III.6.1 Log Gamma Ray (GR)

Prinsip log GR adalah merekam radioaktifitas alami bumi, bumi mempunyai


unsur organik dan mencari tahu tipikal unsur apa saja yang terdapat dalam lapisan batuan
melalui perkiraan masa luruh unsur yang ada. lapisan bumi masing-masing mempunyai
jenis komposisi yang berbeda dan dengan menembakkan salah satu dari tiga jenis unsur
radioaktif diharapkan dapat memberi informasi seperti apa komposisi dalam lapisan
tersebut. Terdapat 3 unsur radioaktif yang sering digunakan yaitu Thorium-Th, Uranium-
U dan Potasium-K yang secara kontinu memancarkan sinar gamma. Sinar gamma ini
menembus batuan dan terdeteksi dalam bentuk pulsa listrik, parameter yang terekam
dalah jumlah dari pulsa yang tercatat persatuan waktu.

Biasanya unsur U, Th, dan K merupakan kandungan alami dari mineral lempung
atau serpih. Oleh karena itu fungsi utama log ini untuk mencari tipe lapisan mana yang
permeabel dan tidak permeabel. Umumnya batu pasir, batu gamping dan dolomite
memiliki isotop radioaktif lebih kecil daripada lempung. Namun tidak semua nilai GR
yang tinggi berasosiasi dengan batuan lempung, dengan melakukan overlay dengan data
log yang lain, litologi batuan akan lebih akurat ditentukan.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
24 

III.6.2 Log Neutron Porosity (NPHI)

Log ini mengukur secara tidak langsung nilai porositas lapisan batuan. Cara
bekerjanya adalah dengan memancarkan pertikel proton batuan. Partikel yang
ditembakkan ini akan bertumbukan dengan atom-atom batuan dan yang diharapkan
bertumbukan adalah dengan atom H. Atom H secara fisis memiliki massa atom yang
serupa dengan proton. Pertikel yang telah kehilangan energi tadi akan dipantulkan
kembali dan diterima oleh detektor. Jumlah atom hidrogen yang dihitung dianggap
berbanding lurus dengan banyaknya pori batuan. Dengan demikikan lapisan yang banyak
kandungan atom H nya maka makin banyak kandungan fluida yang terjebak dalam
lapisan itu.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
25 

BAB IV

PENGOLAHAN DATA DAN HASIL INVERSI

Secara umum prosedur kerja penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan utama :
mempersiapkan data, memilih horizon , menganalisis data sumur, menentukan estimasi
wavelet, well-seismic tie, membangun model dan menampilkan hasil inversi

Gambar 4.1 alur inversi

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
26 

IV.1 Pengolahan Data

Data seismik yang digunakan adalah data HGL 90-20, HGL 90-05 , 82-06, 82-08
dan 82-02 yang telah dilakukan proses hingga PSTM. Well-seismic tie dan picking
horizon dilakukan untuk setiap penampang seismik dengan masing-masing database.

Gambar 4.2 PSTM penampang 90-05

Horizon z-14 yang digunakan sebagai zona interest. Sebelum dilakukan picking horizon
terlebih dahulu dilakukan well-seismik tie, sehingga data seismik yang terhadap waktu
bisa disamakan dengan data sumur yang terhadap kedalaman. Berikut dilakukan well-tie
seismic dan menghasilkan korelasi sebesar 0.797

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
27 

Gambar 4.3 Well-seismic tie sumur HGL-1

Gambar 4.4 Estimasi wavelet penampang 90-05 phase 40 derajat panjang gelombang
200ms

Setelah mendapatkan horizon interest, picking horizon dilakukan pada tiap


penampang, karakter umum yang biasa dicari adalah polaritas atau perubahan polaritas.
Polaritas positif mengindikasikan peningkatan impedansi akustik, polaritas negatif
mengindikasikan penurunan impedansi. Horizon bisa ditelususi dengan banyak cara, bisa
secara manual di telusuri ataupun auto. Secara maknawi, horizon sendiri adalah refleksi
yang mengindikasikan batas antara dua material dengan properti akustik yang berbeda.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
28 

Beberapa interpreter pertama-tama mencari horizon sejauh mungkin secara


horozontal pada set vertikal lalu bagian patahan. sedangkan yang lain ialah melihat
bagian patahan dulu baru ke bagian yang horizontal. semua pilihan tergantung minat dan
pengalaman. horizon yang lebih dangkal daripda reservoit seharusnya diinterpretasi juga
karena mempengaruhi horizon yang dibawahnya. interpretasi horizon di luar zona interest
perlu dilakukan jika berhubungan dengan marker dari data sumur dan interpretasi
beberapa horizon yang melingkupi zona target dapat meningkatkan kualitas peta time to
depth.

Data seismik dengan panjang gelombang 50-300 ft jika muncul satu layar di data
seismik, maka bisa terjadi pada data sumur mempunyai tiga hingga empat layar tipis.
Kegunaan utama dari menelusuri horizon adalah bukan untuk memisahkan lapisan-
lapisan tipis, namun menyediakan info kontinuitas, attribut Instananous phase
mempunyai fungsi salah satunya untuk melihat kemenerusan struktur, sehingga dapat
digunakan untuk membantu picking horizon dan juga melihat adanya kemungkinan fault-
fault yang ada.

Gambar 4.5 Tampilan Instananous phase dan PSTM Penampang 90-05

Hasil crossplot antara P-impedance dengan Gamma Ray menunjukkan bahwa cut off
berada di point 55 G API.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
29 

Gambar 4.6 Cross Plot AI vs GR Sumur HGL-1 untuk Penampang 90-05

Gambar 4.7 Cross Section Sumur HGL-1 untuk Penampang 90-05


Berikut adalah model dari penampang 90-05 dengan data input sumur HGL-1.

Gambar 4.8 Model Penampang 90-05

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
30 

Sedangkan untuk penampang 90-20 adalah sebagai berikut :

Gambar 4.9 PSTM penampang 90-20

Gambar 4.10 Well-seismic tie penampang 90-20 dan sumur HGL-1 dengan nilai korelasi
0.659

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
31 

Berikut adalah untuk penampang 82-06

Gambar 4.11 PSTM Penampang 82-06

Mendapatkan nilai well-seismik tie dengan nilai korelasi 0.695 dengan ekstraksi
esrtimasi wavelet dari data seismik, pada saat melakukan tiying data sumur terhadap data
seismik diusahakan menghindari proses stretch dan squeeze berlebihan demi menjaga
orisinalitas data

Gambar 4.12 well-seismik tie Sumur HGL-1 dan penampang 82-06 dengan nilai korelasi
0.695

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
32 

Gambar 4.13 Estimasi Wavelet untuk penampang 82-06 fasa 5 derajat panjang
gelombang 100ms

Gambar 4.14 Model penampang 82-06

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
33 

Gambar 4.15 Penampang 82-08

Gambar 4.16 Well-Seismic tie Sumur HGL-1 Untuk Penampang 82-08 dengan korelasi
0.66

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
34 

Gambar 4.17 Estimasi Wavelet untuk Penampang 82-08 fasa 5 derajat panjang
gelombang 180ms

Gambar 4.18 Model awal penampang 82-08

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
35 

Gambar 4.19 Data sumur HGL 1 (SP, GR, NPHI, RHOB dan Resistivity)

Dari hasil interpretasi geologi dengan data sumur diperkirakan di atas dan bawah
lapisan ini kecenderungan nilai Gamma Ray yang tinggi mengisyaratkan bahwa daerah
ini terkandung lempung yang cukup tinggi lalu terdapat lapisan yang mempunyai nilai
Gamma Ray rendah dan juga diikuti oleh perubahan nilai SP dan terdapat overlay antara
Density dan NPHI mengindikasikan diperkirakan terkandung HC dalam struktur yang
berupa sembulan (buildup) dan akan dilihat penyebarannya secara lateral melalui
tampilan AI setelah proses inversi dilalui.

IV. 2 Parameter Inversi

Dalam proses inversi model based kali ini, penulis menggunakan metode soft-
constraint yang memiliki beberapa parameter penting, seperti :

• Constraint model,
Nilai ini mempunyai batasan nilai dari 0-1 , merupakan pembatas
seberapa jauh model yang sudah     dibuat mempengaruhi hasil
inversi, model dibangun sebagai pembatas dan data tambahan
komponen frekuensi rendah dan dengan nilai constraint model ini
mempengaruhi seberapa baik tebakan impedansi hasil inversinya.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
36 

Nilai 0 mengindikasikan bahwa inversi dijalankan dengan mengabaikan


faktor model yang sudah dibuat dan berlaku juga untuk sebaliknya, nilai
1 menunjukkan bahwa maka data seismik diabaikan lalu program strata
akan memberikan solusi model awal

• Iterasi

Inversi dengan berbasiskan model berhubungan erat dengan konsep


mencari nilai kesalahan terkcel dan interasi berguna saat mencari nilai
kesalahan. Semakin banyak iterasi yang diberikan semakin besar
harapan nilai kesalahan terkecil didapatkan, nilai iterasi 0 dan iterasi 10
tentu akan memiliki error yang berbeda dan di satu titik semakin besar
nilai iterasi tidak terlalu mempengaruhi nilai error karena nilai kesalahan
terkecil diharapkan sudah didapatkan dan iterasi juga mempengaruhi
waktu yang dibutuhkan.

• Prewhitening

Dapat dikatakan prewhitening berhubungan dekonvolusi, yang digunakan


untuk mendapatkan nilai koefisien refleksi. Koefisien refleksi ini didapat
dari pembagian antara data seismik dan wavelet. wavelet bandlimited
memiliki kemungkinan mempunyai data yang bernilai nol, sehingga bila
data seismik dibagi dengan wavelet yang bernilai nol akan membuat
proses menjadi tidak stabil. Oleh karena itu nilai/amplitude frekwensi
wavelet tersebut dinaikan 1% dari tinggi maksimumnya.

• Ukuran blok rata-rata

Model yang program STRATA bangun adalah model satu dimensi


dalam satuan waktu. Tebakan awal merupakan deret lapisan
persamaan terhadap satuan waktu yang memiiku ketebalan hingga
milidetik yang ditentukan oleh parameter blok rata-rata ini. Saat
inversi berjalan, program STRATA mempunyai kempampuan
untuk memodifikasi sebarapa tebal lapisan yang ditampilkan. Nilai
blok yang besar berarti berusaha menampilkan struktur kecepatan
yang kasar, saat interval blok semakin mengecil, resolusi pun

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
37 

meningkat namun waktu yang dibutuhkan pun dalam proses inversi juga
meningkat

IV.3 Hasil

Setelah menyelesaikan semua proses hingga mendapatkan Impedansi, hasil


impedansi diharapkan dapat menunjukkan karakter reservoir yang lebih baik, didapatkan
tampilan inversi.

Line 82-08 menggunakan soft constraint 0.35 sebagai hasil terbaik saat inversi
dibandingkan dengan nilai paramter yang lain.

Gambar 4.20 Cross Section HGL-1 untuk Penampang 82-08

Gambar 4.21 Cross Plot AI vs GR Sumur HGL-1 untuk Penampang 82-08

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
38 

Gambar 4.22 Cross plot AI vs Densitas Sumur HGL-1 penampang 82-08

Dilihat dari cross-plot Impedansi terhadap Gamma Ray diperkirakan nilai


Gamma ray diatas 55 API merupakan shale dan dari cross section terlihat ada perselingan
tipis lapisan karbonat dengan lapisan shaly sand. Pada cross plot AI vs Densitas dapat
dilihat bahwa nilai AI yang tinggi berkorelasi dengan densitas yang signifikan dan dari
parameter warna terlihat data yang berada di atas nilai 20000 ft/s g/cc berkorelasi dengan
nilai GR dibawah 55 API dimana nilai ini adalah prediksi batas antara shale dan non-
shale. Nilai GR tinggi pada shale karena bersifat radioaktif (banyak mengandung mineral
radioaktif ; Kaolinite, Chlorite, Illite, Montmorillonite, Smectite, dll). GR hanya
mengukur sifat radioaktif dari batuan, tidak peduli itu batuan apa dan mengandung apa
(fluida di dalam batuan). Karena biasanya mineral radioaktif itu banyak terdapat di Shale,
maka GR menjadi main Lithology indicator (Shale vs bukan-Shale). Pada cross plot AI vs
GR, Nilai Gamma Ray pada sumur pada lapisan ini diharapkan dapat membedakan
lapisan karbonat dengan shale.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
39 

Saat menggunakan crossplot AI vs NPHI dengan data warna Gamma Ray


megundikasikan bahwa lapisan yang non-shale mempunyai nilai porositas dibawah 25%.
Nilai porositas yang tinggi karena neutron log cuma membaca fluida di pori batuan (tidak
termasuk matriks). Karena Shale banyak mengandung air maka pembacaan Neutron juga
cenderung tinggi. Neutron membaca Hidrogen. Disebut Hidrogen Index reading, makin
banyak hidrogennya, makin tinggi nilai pembacaan neutronnya. Hidrogen terbanyak di
air, lebih sedikit di hidrokarbon dan sangat sedikit di gas. Nilai Neutron di air mencapai
100%. Kalo batuan 30% terisi Air, neutron = 30%. Jadi, berapa banyak fluida di dalam
batuan mencerminkan nilai Porositas dari batuan itu. Kalo nilai Neutron di Shale lebih
dari 25%, berarti Porositas di Shale itu >25%. Jadi Shale banyak mengandung fluida,
terutama Air. Kalo mengandung Gas, disebut Shale Gas. Lalu kenapa Shale tidak bisa
mengalirkan fluida? Berarti permeabilitasnya sangat2 kecil atau tidak memiliki
permeabilitas, karena porositasnya tidak berhubungan walaupun nilainya tinggi, disebut
intercrystalline porosity.

Gambar 4.23 Model based Penampang 82-08

Pada gambar diatas ditampilkan penampang   setelah proses inversi dengan


overlay data Gamma Ray sumur berupa kurva garis dan AI sumur berupa kurva
warna. Pada saat nilai Gamma Ray rendah dan nilai AI sumur tinggi, pada

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
40 

tampilan hasil inversi juga menunjukkan warna yang mengindikasikan nilai tinggi walau
tidak terjadi pelapisan yang sangat merata seperti lapisan kue.

Pengelompokan pada crossplot dan cross sction memang terbilang merata dan
sulit dikelompokkan untuk masing-masing pengelompokkan apakah itu shale, karbonat
ataupun shaly sand. ada beberapa data yang memiliki nilai Impedansi tinggi namun
dengan Gamma Ray tinggi juga tapi bukan di lapisan yang diharapkan sebagai karbonat
dimana karbonat ini diharapkan menyimpan kandungan gas. Lapisan yang mengalami
amibiguitas nilai ini tepat berada di atas dan bawah lapisan tipis ini, sehingga
diperkirakan ini sebagai lapisan tudung pada reservoir. Hal ini juga terjadi di beberapa
penampang lain karena menggunakan data sumur yang sama namun penampang yang
berbeda. Untuk mengatasi hal ini dilakukan analisis crossplot dengan beberapa data dan
juga melihat ke tipe data sumur yang lain, seperti yang terlihat pada kurva data resistivity,
saat nilai GR rendah , nilai Resistivity tidak ikut rendah yang mengindikasikan lapisan ini
tidak terisi oleh fluida air seperti yang banyak ditemui pada lapisan shale yang memiliki
nilai Resistivity rendah karena mengandung air.

Gambar 4.24 Model Based Penampang 82-06

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
41 

Gambar 4.25 Model Based Penampang 90-05

Gambar 4.26 Model based penampang 90-20


Sesuai dengan hasil crossplot bahwa pemisahan litologi dengan Gamma
Ray menunjukkan bahwa zona interest berupa batu gamping yang mempunyai
nilai   Impedansi lebih tinggi daripada batuan sekitarnya. Impedansi tinggi
berasosiasi   dengan densitas tinggi, nilai Impedansi   tinggi dan nilai Gamma Ray
rendah mengindikasikan ini adalah batu gamping dan dilihat dari penampang AI

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
42 

bahwa batu gamping diselingi oleh lempung sehingga diperkirakan zona ini yang
diprediksi terdapat fluida gas merata di tiap tempat karena cukup terlihat di semua
penampang sehingga bisa dikatakan penyebarannya bisa dikategorikan cukup baik.
Walau bagaimanapun, kualitas hasil inversi 2D tidak lebih baik daripada kualitas data 3D
yang mempunyai inline dan crossline. Satu keunggulan yang didapat dari data 3D adalah
semakin kecilnya zona Fresenel yang merupakan kendala kualitas data secara horizontal.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
43 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Metoda seismik inversi dapat menghasilkan tampilan data yang lebih baik untuk
karakterisasi reservoir daripada mengunakan amplitude dari data seismik PSTM.
2. Analisis data sumur menunjukkan bahwa lapisan karbonat ditutup oleh lapisan
shale yang mempunyai kandungan fluida cukup tinggi.
3. Interpretasi dari hasil inversi menunjukkan lapisan karbonat memiliki nilai AI
lebih tinggi daripada AI lapisan sekitarnya
4. Penyebaran karbonat terbilang cukup merata karena hampir di setiap penampang
dapat menunjukkan adanya lapisan ini.
5. Untuk mendapatkan model geologi yang lebih baik sebagai low frequency model,
penggabungan model dari ekstrapolasi impedansi sumur dan seismic velocity
harus dilakukan sehingga akan mendapatkan variasi nilai impedansi baik secara
vertikal (time) maupun horisontal (CDP).

Saran

1. Untuk mendapatkan hasil inversi yang lebih baik penggunaan data seismik 3D
dan data sumur terbaru merupakan keharusan demi meningkatkan kualitas
tampilan.
2. Interpolasi data sumur akan semakin baik jika dapat menggunakan lebih banyak
data sumur dan melakukan analisis crossplot yang lebih akurat.
3. Kualitas penentuan horizon juga menentukan karena akan berpengaruh kepada
model geologi yang akan dibentuk.
4. Penggunaan beberapa metode inversi dengan data Pre-Stack akan menghasilkan
kualitas inversi yang jauh lebih maksimal.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
44 

REFERENSI

Abdullah, A. 2007, http://www.ensiklopediseismikonline.com/Display, 27 Maret 2010

Badley, M., 1985, Practical Seismic Interpretation, IHRD, Boston

Brown, Alistair R., Interpretation of Three-Dimensional Seismic Data: AAPG Memoir 42


SEG Investigations in Geophysics, No.9

Cooke, D.A and Schneiders, W.A 1972, Genealized Linear Inversion of Reflection
Seismic Data, Geophysics, 48, 665-676

Fulthorpe, C.S. dan Schlanger, S.O., 1989. Paleooceanographic and tectonic settings of
early Miocene reefs and associated carbonates of offshore Southeast Asia, The
American Association of Petroleum Geologists Bull., v. 73, No. 6, p. 729-756

Hafeez, A., 2008, Perbandingan tiga jenis Inversi dengan dua wavelet studi kasus :
Lapisan Telisa, Skripsi Sarjana. Program Geofisika. Departemen Fisika.
Universitas Indonesia.

Koesoemadinata, R.P. and Siregar, S., 1984. Reef facies model of the Rajamandala
Formation, West Java, Proceedings Indonesian Petroleum Association, the 13th
Annual Convention, p. 1-18

Linsdseth, R.O., 1967, Digital Processing of Geophysical Data, Calgary, Tecnica


Resource Developement LTD

Lindsey, J. P., 1989, The Fresnel zone and its interpretive significance: The Leading
Edge, v. 8, no. 10, p. 33-39.

Lokier, S.W., 1999. Volcaniclastic controls on carbonate sedimentation within the


Gunung Sewu area, south area, South Central Java, Indonesia, Abstract,
Proceeding of the 1st FOSI-IAGI Regional Seminar: Tectonics and
Sedimentation of Indonesia and 50th Anniversary Memorial of R.W. van
Bemmelen’s Book – The Geology of Indonesia, p. 50.

Martodjojo, S., 1994. Data stratigrafi, pola tektonik dan perkembangan cekungan pada
jalur anjakan-lipatan di P. Jawa, Kumpulan Makalah Seminar Geologi dan
Geotektonik Pulau Jawa, sejak Akhir Mesozoik hingga Kuarter, Jurusan Teknik
Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, p. 15-2

Patmosukismo, S. and Yahya, I., 1974. The basement configuration of the Northwest Java
area, Proceedings Indonesian Petroleum Association, the 3rd Annual Convention,
p. 129-152

Russel, B.H., 1991, Introduction to seismic inversion Inversion Methods, S.S. Domenico
Editor Course Notes Series, Volume 2, 3rd edition

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010
45 

Russel, B.H., 1991, Strata Workshop, Hampsonn-Russell Software Services Ltd

Sujanto, F.X. and Sumantri, Y.R., 1977. Preliminary study on the Tertiary depositional
patterns of Java, Proceedings Indonesian Petroleum Association, the 6th Annual
Convention., p. 183-213.

Satyana, Awang Harun, Oligo-Miocene Carbonates of Java, Indonesia: Tectonic-


Volcanic Setting and Petroleum implications: Proceedings, Indonesian Petroleum
Association, 30th Annual Convention & Exhibition, August 2005

Sukmono, S., 2001, Interpretasi Seismik Refleksi, Departemen Teknik Geofisika, Institut
Teknologi Bandung.

Sukmono, S., 2000, Seismik Inversi Untuk Karakterisasi Reservoir, Departemen Teknik
Geofisika, Institut Teknologi Bandung.

Widess, R, 1973, How Thin Is Thin Bed, Geophysics, 5, 185-188

Wilson, M.E.J., 2000. Tectonic and volcanic influences on the development and
diachronous termination of a Tertiary tropical carbonate platform, Journal of
Sedimentary Research, v. 70, No. 2, p. 310-324.

Universitas Indonesia
Inversi seismik..., Hasanul Arifien, FMIPA UI, 2010

Anda mungkin juga menyukai