Anda di halaman 1dari 63

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam Undang-Undang Kesehatan NOMOR 23 Tahun 1992

disebutkan bahwa kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar

manusia, dengan demikian pemerintah mempunyai kewajiban untuk

mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat

dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan memiliki hak dan

kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan,

Departemen Kesehatan (DepKes, 1992).

Menurut Visi Indonesia Sehat Tahun 2010 pembangunan kesehatan

bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Visi Indonesia Sehat 2010

merupakan cerminan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia yang

ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku, dan dalam

lingkungan sehat, serta memiliki kemampuan untuk menjangkau

pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, diseluruh

wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia. Rencana Strategis

Departemen Kesehatan 2005-2010 (DepKes, 2005).

Sebagai organisasi publik, rumah sakit diharapkan mampu

memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat.

Namun disatu sisi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sebagai unit
2

organisasi milik pemerintah daerah dihadapkan pada masalah

pembiayaan dalam arti alokasi anggaran yang tidak memadai sedang

penerimaan masih rendah dan tidak boleh digunakan secara langsung.

Kondisi ini akan memberikan dampak yang serius bagi pelayanan

kesehatan di rumah sakit karena sebagai organisasi yang beroperasi

setiap hari, likuiditas keuangan merupakan hal utama dan dibutuhkan

untuk menjalankan kegiatan operasional sehari-hari.

Tarif merupakan suatu sistem atau model pembiayaan yang paling

utama dalam pembiayaan rumah sakit. Pola tarif rumah sakit di Indonesia

umumnya masih sangat lemah terutama rumah sakit pemerintah. Tarif

yang diberlakukan belum unit cost based dan tanpa pertimbangan yang

cermat terhadap berbagai dimensi yang mempengaruhi tarif, bahkan

rumah sakit pemerintah belum ada penyesuaian tarif selama bertahun-

tahun meskipun telah terjadi inflasi pelayanan kesehatan (obat, bahan

habis pakai, dll).

Penetapan tarif rumah sakit yang baru dimungkinkan dengan adanya

jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin pada kelas III rawat

inap Rumah Sakit. Menurut Gani, 2001 yang realistis adalah kalau

pemerintah memberikan full cost subsidi bagi rumah sakit sesuai dengan

jumlah penduduk yang miskin yang dilayani (Amran.R.2004).

Dengan adanya jaminan pemerintah pada pelayanan rawat inap

kelas III yang diasumsi sesuai dengan Unit cost, maka rumah sakit

memerlukan penataan kembali pola tarif rawat inap yang ada dengan
3

menjadikan kelas III setara dengan Unit cost terhitung dengan metode

double distribusi dan untuk kelas II, kelas I, dan VIP dijadikan kelas profit

rumah sakit sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.

Rumah Sakit Uumum Daerah (RSUD) Abunawas merupakan rumah

sakit milik pemerintah terletak di kota Kendari, tepatnya di kelurahan

Kandai Kecamatan Kendari. RSUD. Abunawas telah hadir di Kota Kendari

sejak tahun 2001 melalui Peraturan Daerah Kota Kendari No 17 Tahun

2001 dan diresmikan penggunaannya secara resmi oleh Walikota Kendari

pada tanggal 23 januari 2003.

Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas merupakan rumah sakit type

C yang memiliki kapasitas tempat tidur 56 unit. Dikelola oleh seorang

kepala badan dengan dibantu seorang sekertaris badan, 3 kepala bidang,

yaitu bidang pelayanan yang terdiri dari seksi pelayanan medis dan

penunjang, bidang keperawatan dan bidang keuangan. Jumlah pegawai

atau karyawan sebanyak 132 orang. Menurut status kepegawaiannya,

karyawan RSUD Abunawas terdiri dari 70, 2 % pegawai negeri sipil dan

29,8 % tenaga honorer.

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh

pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam

pelayanan kesehatan, hal ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945

Amandemen Pasal 34 ayat 3, dinyatakan bahwa negara bertanggung

jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan fasilitas umum yang layak.

Dan untuk menjamin agar pelayanan kesehatan tersebut dapat


4

dimanfaatkan oleh masyarakat maka pemerintah menetapkan tarif

pelayanan dengan prinsip tarif terjangkau oleh semua pihak.

Salah satu masalah yang dihadapi oleh RSUD Abunawas adalah tarif

yang ada belum ditetapkan berdasarkan perhitungan ekonomi. Hal ini

menyebabkan pihak manajemen tidak mempunyai gambaran jelas apakah

rumah sakit ini menguntungkan atau merugi.

Tarif yang berlaku sekarang ini sebagaimana dalam tabel berikut :


Tabel 1. Tarif Rawat Inap RSUD Abunawas, Tahun 2007
NOMOR KELAS PERAWATAN TARIF/ HARI
1. KELAS III Rp. 20.000
2. KELAS II Rp. 30.000
3. KELAS I Rp. 100.000
4. VIP Rp. 130.000
Tarif ini menurut penjelasan Direktur RSUD Abunawas belum

dihitung berdasarkan prinsip penyusunan tarif yang rasional. Sementara

data tiga tahun terakhir menunjukkan Cost Recovery Rate rumah sakit

sebagai berikut :

Tabel 2. Cost Recovery Rate RSUD Abunawas Tahun 2005 – 2007

TAHUN PENERIMAAN (Rp) Operasional (Rp) CRR (%)


2005 377.217.600 265.578.395 142,0
2006 532.462.537 400.325.812 133,0
2007 647.481.563 541.363.726 119,6
Tabel diatas menunukkan bahwa CRR RSUD. Abunawas Kendari

menunjukkan pendapatan rumah sakit lebih besar dari biaya operasional

yang dikeluarkan yaitu melebihi angka 100%, walaupun biaya operasional

tersebut belum termasuk biaya investasi. Hal ini berarti bahwa rumah sakit

telah dapat menutupi biaya operasional.


5

Permasalahan yang dihadapi rumah sakit adalah, apakah dengan

Cost Recovery Rate rata-rata 131,5% pertahun mampukah rumah sakit

meningkatkan pelayanan lebih dari apa yang diberikan saat ini. Berapakah

tarif rasional rawat inap agar mampu meningkatkan cost recovery rate

rumah sakit? Diperlukan mengembangkan unit-unit lain agar sumber

pendapatan rumah sakit bertambah.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka penulis

tertarik untuk meneliti berapa besar tarif rasional rawat inap Rumah Sakit

Umum Daerah Abunawas Kendari berdasarkan cost recovery rate (CRR)

dan juga dapat diketahui berapa sebenarnya tingkat subsidi yang

diberikan oleh pemerintah kepada pasien yang dirawat di kelas III.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas maka menjadi

masalah penelitian adalah :

1. Berapa besar biaya satuan (unit cost) layanan rawat inap RSUD

Abunawas yang terdiri dari komponen biaya tetap (fixed cost),

biaya operasional tidak tetap (semi fixed cost), dan biaya

operasional tetap (variabel cost).

2. Berapa tingkat pemulihan biaya (CRR) berdasarkan tarif yang

berlaku saat ini.

3. Berapa tingkat pemulihan biaya (CRR) berdasarkan tarif sesuai

perhitungan unit cost.


6

4. Berapa besar tarif pelayanan instalasi rawat inap kelas III rumah

sakit untuk menetapkan besaran subsidi yang harus diberikan

oleh pemerintah kepada pasien yang dirawat dikelas III perhari

dalam rangka membebaskan pasien miskin dari pembayaran

sesuai KepMenkes No.125/Menkes/SK/II/2008 yang harus

dibayar oleh JAMKESMAS

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis tarif rasional rawat inap kelas III dalam rangka

menentukan besaran subsidi pemerintah di Rumah Sakit Umum

Daerah Abunawas.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisis besarnya biaya satuan (unit cost)

pelayanan rawat inap kelas III RSUD Abunawas yang terdiri dari

komponen biaya tetap (fixed cost), biaya operasional tidak tetap

(semi fixed cost), dan biaya operasional tetap (variabel cost).

b. Untuk menganalisis tingkat pemulihan biaya (CRR) pada

perawatan kelas III berdasarkan tarif yang berlaku.

c. Untuk menganalisis tingkat pemulihan biaya (CRR) pada

perawatan kelas III berdasarkan tarif asumsi tarif.

d. Berapa besar tarif rasional rawat inap kelas III rumah sakit untuk

menetapkan besaran subsidi yang harus diberikan oleh

pemerintah kepada setiap pasien yang dirawat di kelas III


7

perhari dalam rangka membebaskan pasien miskin dari

pembayaran sesuai KepMenKes No.125/Menkes/SK/II/2008

yang harus dibayar oleh JAMKESMAS

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi RSUD Abunawas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam

menetapkan tarif rasional pada unit rawat inap RSUD Abunawas,

terutama dalam menentukan besarnya subsidi pemerintah bagi setiap

pasien yang dirawat di unit rawat inap kelas III.

2. Manfaat bagi rumah sakit lain

Merupakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pembanding dalam

melakukan penetapan tarif rasional di unit rawat inap.

3. Manfaat bagi pemerintah daerah

Menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan tarif RSUD

Abunawas kedepan.

4. Manfaat bagi peneliti

Sebagai tambahan pengalaman berharga serta memperluas wawasan

keilmuan di bidang pembiayaan rumah sakit.

5. Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan

Menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan

dengan analisis pembiayaan di rumah sakit pemerintah dan menjadi

bahan masukan bagi peneliti berikutnya.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan salah satu bentuk organisasi pelayanan

kesehatan yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan

kesehatan yang berfungsi untuk menyelenggarakan upaya kesehatan

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif kepada masyarakat. Upaya

kesehatan ini harus bersifat terpadu dan merata serta dapat dijangkau dan

mengikut sertakan keterlibatan masyarakat.

Pengertian rumah sakit berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI

No.983/Menkes/SK/XI/1992 menyebutkan bahwa rumah sakit umum

adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat

dasar, spesialistik dan subspesialistik. Rumah sakit ini mempunyai misi

memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh

masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Untuk klasifikasi rumah sakit telah ditetapkan berdasarkan SK Menkes

RI. No. Birhub/72 yaitu :

1. Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit umum dengan pelayanan

kesehatan spesialistik dan subspesialistik yang luas

2. Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit umum dengan

melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik yang luas

3. Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit umum yang

melaksanakan pelayanan kesehatan paling sedikit 4 pelayanan


9

spesialistik dasar yaitu bedah, kebidanan, penyakit dalam, dan

kesehatan anak

4. Rumah sakit kelas D adalah rumah sakit umum dengan pelayanan

kesehatan yang bersifat umum

5. Rumah sakit kelas E adalah rumah sakit dengan pelayanan khusus

Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), pembagian rumah sakit

terdiri dari rumah sakit umum dan khusus, kemudian rumah sakit

pemerintah dan swasta. Selanjutnya pada SKN telah menyebutkan fungsi

utama rumah sakit adalah menyelenggarakan upaya kesehatan yang

bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi penderita dengan

memanfaatkan sumberdaya yang ada dengan lebih berdaya guna dan

berhasil guna. Pelayanan rumah sakit baik untuk rawat jalan maupun

rawat inap yang bersifat spesialistik dan subspesialistik tergantung pada

tipe rumah sakit.

Menurut Undang-undang No. 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa

fungsi sosial rumah sakit sebagai sarana yang memberikan pelayanan

kesehatan harus tetap dilakukan. Tetapi kenyataannya sangat sulit

dilakukan sebab pengelolaan rumah sakit membutuhkan biaya yang

tinggi. Pengertian rumah sakit sebagai unit sosial telah diatur dalam

keputusan Menteri Kesehatan RI No. 282/Menkes/SK/III/1993 yang

dinyatakan dengan prinsip Sosio-Ekonomi artinya azas dalam

pengelolaan kegiatan rumah sakit harus memperhatikan fungsi sosial

disamping kaidah-kaidah ekonomi. Dinyatakan pula bahwa penerapan


10

tarif pelayanan rumah sakit dimaksudkan untuk mengatasi biaya

operasional dan pemeliharaan serta pengembangan dan peningkatan

pelayanan rumah sakit dengan memperhatikan prinsip-prinsip sosio-

ekonomi.

Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia, rumah sakit diartikan sebagai

suatu institusi pelayanan yang menyediakan pelayanan kesehatan rawat

jalan dan rawat inap.

Pelayanan rawat inap merupakan pelayanan terhadap pasien masuk

rumah sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan

observasi, diagnosa, terapi, rehabilitasi medis dan pelayanan medis

lainnya (Depkes,1999).

B. Tinjauan Tentang Biaya

1. Konsep Biaya

Biaya (cost) adalah nilai sejumlah input (faktor produksi) yang dipakai

untuk menghasilkan suatu produk (output). Biaya juga sering diartikan

sebagai nilai suatu pengorbanan/pengeluaran untuk memperoleh suatu

harapan (target) / output (Maidin.A, 2004)

Untuk lebih jelasnya tentang pengertian biaya, beberapa defenisi yang

mengemukakan tentang biaya sesuai dengan fungsi dari biaya, yaitu :

a. Menurut Committee on Cost Concept and Standars of The

American Accounting Association, biaya adalah pengorbanan yang

diukur dalam satuan uang, yang dilakukan atau harus dilakukan

untuk mencapai tujuan tertentu.


11

b. Menurut Volmer, biaya adalah pengeluaran nyata baik yang

ekonomis maupun tidak dalam menghasilkan suatu produk /

pelayanan kesehatan yang dikenal sebagai actual cost.

c. Menurut Gani A, biaya yang betul-betul dibutuhkan untuk

menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar medis

dan non medis dikenal sebagai biaya normative atau normatif cost.

d. Menurut Limperg, biaya adalah semua pengeluaran uang yang

bertujuan ekonomis, baik nyata maupun yang diperhitungkan

seperti biaya penghapusan dari peralatan tahan lama, biaya bunga

dari modal sendiri.

e. Menurut Pujiraharjo, biaya adalah nilai sejumlah input yang dipakai

untuk menghasilkan suatu output.

Jadi biaya dalam defenisi biaya terdapat 4 unsur pokok, yaitu : (1)

Biaya pengorbanan sumber ekonomi, (2) Diukur dalam satuan uang, (3)

Yang telah terjadi maupun secara potensial akan menjadi, dan (4)

Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.

2. Jenis-jenis biaya

Berdasarkan tujuan dari biaya dapat diklasifikasikan dalam berbagai

macam cara tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Menurut

beberapa penulis biaya dapat diklasifikasikan dalam hubungannya dengan

: waktu persiapannya, fungsi biaya, volume kegiatan / produksi dan

lamanya penggunaan.

a. Biaya dalam hubungannya dengan waktu persiapan


12

1) Biaya Normatif, yaitu biaya yang diperhitungkan lebih dulu dan

harus dikeluarkan sehubungan dengan penggantian suatu alat /

sarana fisik yang dihitung sesuai dengan biaya pada saat ini.

2) Biaya Actual, yaitu biaya yang sesungguhnya telah dikeluarkan

untuk menghasilkan suatu output.

b. Pembagian biaya berdasarkan penggunaannya

1) Biaya bahan langsung (direct material cost), adalah biaya bahan

–bahan yang dipergunakan langsung untuk menghasilkan suatu

jasa / output pelayanan tertentu

2) Biaya tenaga langsung (direct labour cost), adalah biaya dari

tenaga kerja yang terlibat langsung dalam proses produksi

suatu jasa / output

3) Biaya tidak langsung (over head cost) adalah biaya penunjang /

tidak langsung lain yang tidak terlibat langsung dalam proses

produksi tapi telah menunjang proses produksi seperti biaya

administrasi, sarana dan lain-lain.

4) Jumlah biaya (total cost) adalah penjumlahan dari tiga jenis

biaya diatas.

c. Pembagian biaya berdasarkan hubungan dengan volume produksi

1) Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak dipengaruhi

oleh jumlah produksi / jasa dan waktu pengeluarannya,

biasanya lebih dari satu tahun.


13

2) Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang jumlahnya

tergantung dari jumlah produksi / jasa. Biaya operasional yang

habis dikeluarkan selama satu tahun.

3) Biaya operasional tetap (semi variable cost) adalah biaya yang

memiliki sifat antara fixed cost dan variable cost (Gani, 1996)

4) Biaya total (total cost) adalah jumlah dari biaya tetap dan biaya

operasional tetap dan biaya operasional tidak tetap atau total

cost (TC) = fixed cost (FC) + semi variable cost (SVC) + variable

cost (VC).

d. Pembagian biaya berdasarkan lama penggunaannya

1) Biaya Investasi (Investment cost) adalah biaya yang

kegunaannya dapat berlangsung dalam kurung waktu yang

relative lama. Batasan waktu untuk biaya investasi ditetapkan

lebih dari satu tahun. Batasan satu tahun ditetapkan atas dasar

kebiasaan bahwa anggaran biasanya direncanakan dan

direalisir untuk satu tahun. Contoh biaya investasi nilai tanah

dan bangunan, nilai kendaraan, nilai peralatan medis, dan

peralatan non medis.

Untuk melakukan analisis biaya dalam kurun waktu satu tahun

anggaran, maka perlu dicari nilai biaya investasi satu tahunan.

Nilai biaya investasi satu tahun disebut nilai tahunan biaya

investasi
14

(Annualized Investmen Cost = AIC). Besarnya nilai tahunan

biaya investasi dipengaruhi oleh nilai uang (inflasi), waktu pakai

dan masa hidup suatu barang investasi.

Untuk menghitung nilai tahunan biaya investasi tersebut dapat

dipergunakan rumus sebagai berikut :

IIC (I + i) t
AIC =
L

Keterangan :
AIC = Annualized Investment Cost (biaya investasi tahuan)
IIC = Initial Investmen Cost (nilai awal barang)
i = Laju inflasi
t = Lama pakai
L = Perkiraan masa hidup (umur ekonomis) barang investasi

yang bersangkutan.

2) Biaya oprasional (oprasional cost) adalah biaya yang diperlukan

untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam suatu produksi

dalam kurun waktu yang relatif singkat (kurang dari satu tahun)

dan memiliki sifat ”habis pakai”. Contoh gaji pegawai, pakaian,

perjalanan dinas, biaya bahan habis pakai medis dan non

medis, biaya listrik, air dan telepon.

3) Biaya pemeliharaan (maintenance cost) adalah biaya yang

dikeluarkan untuk mempertahankan nilai suatu barang investasi

agar terus berfungsi. Contoh biaya pemeliharan gedung,

peralatan medis dan non medis.


15

e. Pembagian biaya berdasarkan fungsi atau aktivitas

1) Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang dikeluarkan oleh

unit produksi yang berhubungan langsung dengan pelayanan

pasien (secara langsung berhubungan dengan pasien).

2) Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya yang ada pada

unit penunjang tidak secara langsung berkaitan dengan

pelayanan pada pasien.

f. Biaya berdasarkan biaya satuan (unit cost)

Biaya satuan adalah biaya yang dihitung untuk setiap satu satuan

produk pelayanan. Biaya satuan didapatkan dari pembagian antara

biaya total (total cost = TC) dengan jumlah produk (quantity = Q).

dengan demikian tinggi rendahnya biaya satuan produksi tidak

hanya dipengaruhi oleh besarnya biaya total, tetapi juga

dipengaruhi oleh besarnya biaya produksi (Maidin dkk, 2003).

Pada pelayanan rumah sakit perhitungan biaya satuan sangat

dipengaruhi oleh banyaknya unit pelayanan dan beragamnya

tindakan yang ada dan ini sudah merupakan ciri khas pelayanan

kesehatan yaitu :

Pertama, biaya yang akan dihitung tersebar baik pada unit

penunjang maupun pada unit produksi. Kedua, output suatu

pelayanan kesehatan sangat beragam hal ini disebabkan karena

banyaknya tindakan maupun beragam karena banyaknya unit

pelayanan (perhitungan unit cost homogen dan heterogen). Ketiga,


16

output dalam pelayanan kesehatan ada yang bersifat ideal (sesuai

kapasitas) dan ada yang sifatnya actual (positif). Dengan demikian

perhitungan output pelayanan sangat penting untuk membedakan

biaya satuan normatif dan biaya satuan aktual.

1) Biaya satuan aktual (actual unit cost) adalah biaya satuan yang

diperoleh dari suatu hasil perhitungan berdasarkan atas

pengeluaran nyata untuk menghasilkan produk pada satu kurun

waktu tertentu atau biaya total (biaya tetap + biaya variabel)

dibagi dengan output.

Rumus perhitungan biaya satuan actual sebagai berikut :

Tci
Uci =
Tqi
Keterangan :
Uci = biaya satuan pada pusat biaya produksi tertentu
Tci = biaya total pada pusat biaya produksi tertentu
Tqi = output total pada pusat biaya produksi tertentu
2) Biaya satuan normative (normative unit cost) adalah biaya yang

sesuai dengan nilai biaya yang melekat pada satu unit produk

pelayanan. Yang dihitung adalah biaya satuan investasi (yang

besarnya ditentukan oleh total cost dan kapasitas produksi) dan

biaya satuan variabel (yang besarnya ditentukan oleh biaya

variabel dan jumlah produksi).


17

Rumus perhitungan biaya satuan normative sebagai berikut :

TVC TVC
+
UC = TQA TQP
Keterangan :
UC = biaya satuan total
TVC = total biaya variable
TQA = total output
TQP = total kapasitas
3. Analisis Biaya Rumah Sakit

Analisis biaya rumah sakit adalah suatu kegiatan menghitung biaya

rumah sakit untuk berbagai jenis pelayanan yang ditawarkan baik secara

total maupun per unit atau perpasien dengan cara menghitung seluruh

biaya pada seluruh unit pusat biaya serta mendistribusikannya ke unit-unit

produksi yang kemudian dibayar oleh pasien (Depkes, 1997).

Menurut Gani (1996), analisis biaya dilakukan dalam perencanaan

kesehatan untuk menjawab pertanyaan berapa rupiah satuan program

atau proyek atau unit pelayanan kesehatan agar dapat dihitung total

anggaran yang diperlukan untuk program atau pelayanan kesehatan.

A. prinsip dasar analisis biaya rumah sakit

a. Analisis biaya dilakukan untuk biaya yang dikeluarkan dalam

kurun waktu satu tahun anggaran.

b. Melakukan pemetaan biaya menurut klasifikasi biaya dan

lokasi biaya tersebut dipakai.

c. Melakukan penyederhanaan semua biaya dari berbagai

sumber menjadi biaya operasional dan biaya investasi.

d. Biaya operasional yaitu biaya yang dikeluarkan bersifat

berulang-ulang. Misalnya tiap bulan.


18

e. Biaya investasi biasanya tidak berulang dan berlangsung

setahun atau lebih misalnya biaya pembelian alat-alat medis,

pembangunan gedung.

f. Untuk menghitung biaya asli pada masing-masing pusat biaya,

harus diperhatikan unsur biaya yang dibutuhkan oleh pusat

biaya tersebut. Pusat biaya adalah unit kerja yang

memerlukan biaya untuk menjalankan misi yang diembannya.

Dirumah sakit semua unit pelayanan pada dasarnya adalah

pusat biaya (cost center), baik yang menghasilkan (pusat

pendapatan) meupun yang tidak menghasilkan pendapatan

(pusat pengeluaran). Unit yang menghasilkan pendapatan

disebut pusat biaya produksi (revenue center) dan yang tidak

menghasilkan pendapatan disebut pusat biaya penunjang

(cost center)

g. Untuk menghitung biaya satuan (unit cost) unit pelayanan

tertentu, seperti rawat inap yang dihasilkan di pusat biaya

produksi. Semua biaya yang terpakai dipusat biaya penunjang

perlu didistribusikan kepusat biaya produksi

h. Dalam melakukan pendistribusian biaya (dari pusat biaya

penunjang kepusat biaya produksi) harus diperhatikan data

dasar alokasi yang sebaiknya dilakukan.


19

B. Manfaat analisis biaya

Manfaat utama dari analisis biaya ada empat yaitu (Gani, A.

2000).

a. Pricing

Informasi biaya satuan sangat penting dalam penentuan

kebijaksanaan tarif rumah sakit. Dengan diketahuinya biaya

satuan (unit cost), dapat diketahui apakah tarif sekarang

merugi, break even, atau menguntungkan. Dan juga dapat

diketahui berapa besar subsidi yang dapat diberikan pada unit

pelayanan tersebut misalnya subsidi pada pelayanan kelas III

rumah sakit.

b. Budgeting / planning

Informasi jumlah biaya (total cost) dari suatu unit produksi dan

biaya satuan (Unit cost) dari tiap-tiap output rumah sakit,

sangat penting untuk alokasi anggaran dan untuk

perencanaan anggaran.

c. Budgetary control

Hasil analisis biaya dapat dimanfaatkan untuk memonitor dan

mengendalikan kegiatan operasional rumah sakit. Misalnya

mengidentifikasi pusat-pusat biaya (cost center) yang strategis

dalam upaya efisiensi rumah sakit

d. Evaluasi dan pertanggung jawaban


20

Analisis biaya bermanfaat untuk menilai performa keuangan

rumah sakit secara keseluruhan, sekaligus sebagai

pertanggungan jawaban kepada pihak-pihak berkepentingan.

C. Langkah-langkah dalam analisis biaya

a. Langkah pertama, melakukan identifikasi sumber biaya yang

didapat oleh rumah sakit untuk melaksanakan kegiatannya.

Hal yang mencakup dalam langkah ini termasuk menjabarkan

dengan jelas setiap sumber biaya tersebut menurut komponen

biaya, contoh biaya operasional tetap: gaji pegawai dan

pemeliharaan, serta biaya operasional tidak tetap: obat-

obatan, telepon, air dan listrik.

b. Langkah kedua, melakukan identifikasi pusat-pusat biaya (cost

center) yang terdapat dalam rumah sakit yaitu setiap unit

struktural maupun fungsional didalam rumah sakit yang

menggunakan biaya dalam melaksanakan kegiatannya.

c. Langkah ketiga, menghitung besarnya biaya asli dari tiap-tiap

unit penunjang dan produksi yang diuraikan menurut jenis

biaya (investasi dan operasional) dan komponen-

komponennya.

d. Langkah keempat, setelah hasil dari langkah ketiga diperoleh,

maka langkah selanjutnya yaitu memindahkan biaya asli

setiap unit penunjang ke setiap unit produksi yang terkait. Hal

ini disebut dengan mengalokasikan biaya karena pada


21

dasarnya unit penunjang akan memindahkan biaya asli yang

secara berbeda jumlahnya ke unit-unit produksi terkait, maka

tidak akan ada lagi biaya tersisa disatu unit penunjang.

D. Metode Analisis Biaya

Dalam melakukan analisis biaya rumah sakit ada empat metode

teknik yang dikembangkan yaitu :

a. Simple distribution method

Metode ini paling sederhana diantara metode yang ada yaitu

melakukan distribusi biaya hanya satu kali yaitu dari setiap

unit penunjang ke unit produksi dengan menggunakan dasar

alokasi yang sesuai dengan unit penunjang masing-masing.

Metode ini mengabaikan adanya kemungkinan kaitan antara

unit penunjang dengan unit produksi.

b. Step Down Method

Metode ini lebih kompleks dibanding dengan simple

distribution method, kaitan antara sesama unit penunjang dan

unit produksi harus terlebih dahulu ditentukan. Dengan

metode ini dilakukan distribusi biaya unit penunjang kepada

unit penunjang lain dan unit produksi yang relevan. Distribusi

biaya dilakukan secara berturut-turut, dimulai dengan unit

penunjang yang biayanya terbesar. Biaya unit penunjang

tersebut di distribusikan ke unit-unit penunjang lain dan unit

produksi yang relavan, kemudian dilanjutkan dengan distribusi


22

biaya dari unit penunjang lain yang biayanya kedua terbesar.

Proses ini terus dilakukan sampai semua biaya dari unit

penunjang habis di distribusikan ke unit produksi.

c. Double Distribution Method

Metode ini pada prinsipnya hampir sama dengan metode step

down method, perbedaannya hanya pada cara alokasi biaya

yang dilakukan dalam dua tahapan. Pada tahap pertama

dilakukan distribusi biaya yang dikeluarkan di unit penunjang

lain dan unit produksi yang relavan dan pada tahap kedua

dilakukan distribusi biaya dari unit penunjang yang telah

menerima biaya dari unit penunjang lain didistribusikan

kembali ke unit produksi, sehingga tidak ada lagi biaya yang

tersisa di unit penunjang.

d. Multiple Distribution Method

Metode ini pada dasarnya sama dengan metode double

distribution method ditambah dengan alokasi antara sesama

unit produksi. Dengan metode ini distribusi biaya dilakukan

secara lengkap, yaitu antara sesama unit penunjang, dari unit

penunjang ke unit produksi.

Dalam melakukan analisis biaya satuan rumah sakit, Departemen

Kesehatan telah menentukan untuk menggunakan metode distribusi

ganda (double distribution method) dengan alasan metode ini

memperhitungkan adanya hubungan antara pusat biaya yang akan


23

dianalisis sehingga hasil analisis tersebut mendekati keadaan yang

sebenarnya (Alimin, M.2002).

C. Tarif Rumah Sakit

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

582/MENKES/SK/VI/1997 tentang Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah,

pengertian tarif rumah sakit adalah sebagian atau seluruh biaya

penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dibebankan

kepada pasien sebagai imbalan jasa atas pelayanan yang diterimanya.

Tarif (price) dapat diartikan sebagai harga dalam nilai uang yang harus

dibayar oleh konsumen untuk memperoleh atau mengkonsumsi suatu

komoditi yaitu barang dan jasa (Gani, 1977).

Menurut Gani (1993), rendahnya tarif khususnya rumah sakit

menyebabkan lemahnya posisi pihak pelayanan kesehatan dalam

bernegosiasi dengan pihak ke III dalam pembayaran pelayanan yaitu

perusahaan asuransi seperti PT. Askes (Persero), PT. Jamsostek.

Rendahnya tarif tersebut tidak memungkinkan fasilitas pelayanan

kesehatan memperoleh pendapatan yang diperlukan untuk meningkatkan

kualitas pelayanan pada rumah sakit pemerintah dan tidak bisa bersaing

dengan rumah sakit non pemerintah, sehingga perlu adanya kebijakan

kenaikan tarif pelayanan kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan

(Anwar dan Trisnantoro, 2003)

Strategi dalam penetapan harga atau tarif yaitu penetapan harga

berdasarkan biaya dan berdasarkan persiangan (Kloter, 1936), berarti


24

penetapan tarif tidak hanya mempertimbangkan faktor internal rumah sakit

seperti biaya rumah sakit, tarif yang berlaku dan pertimbangan

stakeholder internal rumah sakit tetapi juga faktor external seperti

kemampuan dan kemauan masyarakat membayar pelayanan kesehatan,

tarif pesaing, pertimbangan stakeholder eksternal rumah sakit (DPRD,

Bupati, Bappeda) sebagai faktor yang harus dipertimbangkan.

Penetapan tarif rumah sakit pada dasrnya disesuaikan dengan faktor

tingkat kebijakan keuangan rumah sakit dengan memperhatikan faktor-

faktor yang akan mempengaruhi tujuan penetapan tarif rumah sakit antara

lain :

a. Tingkat pemulihan biaya (Cost Recovery Rate)

Penetapan tarif dengan tujuan untuk penigkatan pemulihan biaya

(cost recovery) rumah sakit. Peningkatan pemulihan biaya sangat

penting untuk rumah sakit pemerintah mengingat tingkat

kemampuan pemerintah dalam pemberian subsidi makin hari makin

berkurang. Untuk Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas dengan

tingkat cost recovery rate (CRR) yang rendah yaitu CRR tahun

2007 119,6% sangat diperlukan dalam penetapan tarif kedepan

dengan memperhatikan tingkat recovery rate.

b. Subsidi silang

Penetapan tarif dengan tujuan subsidi silang merupakan kebijakan

untuk mengakomodasi kepentingan kebersamaan antara

masyarakat mampu dengan masyarakat kurang mampu, dengan


25

harapan masyarakat yang tingkat ekonomi lebih baik dapat ikut

serta membantu masyarakat yang tingkat ekonomi lemah. Konsep

subsidi silang sering diterapkan dalam penetapan tarif pada

instalasi rawat inap dimana untuk kelas VIP dan kelas I ditetapkan

diatas nilai rata-rata unit cost sehingga dapat menutupi defisit yang

terdapat pada kelas III.

c. Mengurangi pesaing

Penetapan tarif terkadang dilakukan dengan mempertimbangkan

akan lahirnya rumah sakit baru yang akan menjadi competitor baru

kedepan, sehingga dalam penetapan tarif rumah sakit telah

memperhitungkan akan lahirnya rumah sakit baru.

d. Memaksimalkan pendapatan

Pada ciri pasar monopoli, maka penetapan tarif dapat dilakukan

dengan tujuan memaksimalkan pendapatan. Tanpa kehadiran

pesaing dalam suasana pasar dengan demand yang tinggi, maka

tarif pada tingkatan yang setingi-tinginya, akan memberikan surplus

setinggi-tingginya.

e. Memaksimalkan penggunaan pelayanan

Pada kondisi dimana tingkat penggunaan rumah sakit sangat

renadah, penetapan tarif ditekan serendah mungkin, dengan

harapan tingkat utilisasi rumah sakit dapat meningkat.


26

f. Meminimalisasi penggunaan pelayanan

Untuk mengurangi pemanfaatan rumah sakit pada pelayanan

dasar, dapat diterapkan penetapan tarif yang tinggi. Sehingga

fungsi rumah sakit sebagai tempat rujukan dapat ditingkatkan.

D. Kemampuan Membayar (Ability To Pay)

Ability To Pay (ATP) diartikan sebagai pengeluaran kesehatan (health

expenditure) ditambah dengan pengeluaran tidak penting (non essential

expenditure) yang terdiri dari pengeluaran untuk kebutuhan alcohol,

pesta/rekreasi.

Besarnya ability to pay berkaitan dengan besarnya penghasilan rumah

tangga, makin tinggi penghasilan rumah tangga makin besar pula

pendapatan rata-rata membayar masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan (Comprehensive review of JPKM, 2000)

Sedang menurut Gani (1990) pendapatan rata-rata membayar adalah

pendapatan rata-rata sesuai dengan pendapatan rata-rata membayar jasa

pelayanan kesehatan yang telah diterima sesorang, yang dapat diukur

dengan melihat tingkat pendapatan dan kemakmuran ekonomi sesorang.

Ukuran yang dipakai untuk menghitung kemakmuran ekonomi

sesorang adalah :

a. Ukuran pendapatan

Pendapatan masyarakat yang rendah akan menyebabkan

pendapatan rat-rata membayar juga rendah, selanjutnya apabila

biaya pelayanan kesehatan melebihi pendapatan rata-rata


27

membayarnya maka hal itu akan mempengaruhi penggunaan jasa

pelayanan kesehatan oleh masyarakat.

b. Ukuran Pengeluaran

Pengeluaran adalah besarnya biaya yang dikeluarkan oleh individu

dan atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan pokok (non medis)

dan medis dengan cara mengukur selisih total pengeluaran individu

dengan pengeluaran pokok yang non medis individu/keluarga

meliputi sandang, pangan dan papan. Rumus pendapatan rata-rata

membayar (Gani, 1990).

Jumlah rata-rata pendapatan – jumlah rata-rata pengeluaran


ATP= jumlah rata-rata tanggungan

c. Ukuran kekayaan

Pendapatan rata-rata masyarakat dalam menggunakan pelayanan

kesehatan yang tersedia diukur dengan melihat sejumlah kekayaan

yang dimiliki yakni dilihat dari pendapatan rata-rata seseorang

untuk memiliki barang-barang mewah.

1) Pendapatan rata-rata membayar untuk pelayanan kesehatan

diperkirakan sama dengan 5 % dari pengeluaran rumah tangga

untuk non essensial.

2) Pendapatan rata-rata membayar adalah setara dengan

pengeluaran rumah tangga yang tergolong sebagai pengeluaran

keduanya yaitu :

a) Pengeluaran rokok, alkohol, jalan

b) Pengeluaran hiburan, pesta, jalan.


28

Menurut Gani (1997) mengemukakan konsep untuk mengukur ATP

pelayanan kesehatan yaitu :

1) ATP diperkirakan sama dengan 5 % pengeluaran rumah tangga

untuk non makanan

2) ATP adalah setara dengan pengeluaran rumah tangga yang

tergolong sebagai pengeluaran untuk keperluan yang bersifat ”non

essensial”. Pengeluaran non essensial ini termasuk pengeluaran

untuk rekreasi, hiburan, pesta, rokok, alkohol, dan jajan.

E. Kemauan Membayar (Willingness To Pay)

Russel et. Al (1995), kemauan untuk membayar adalah suatu konsep

yang semakin banyak digunakan untuk memberikan informasi kepada

pengambilan keputusan dalam penetapan tarif. Seberapa besar kemauan

dan kemampuan membayar suatu jasa dapat dinilai melalui dua cara yaitu

dengan mengamati dan memodel penggunaan perawatan kesehatan yang

lalu, dan responsive terhadap harga atau menanyakan langsung kepada

orang banyak yang mereka ingin bayar mengenai produk atau pelayanan

kesehatan tertentu. Sedangkan menurut Gregory et. al (1995), harga

suatu barang atau jasa dalam teori ekonomi diartikan sebagai jumlah

maksimal yang mau dibayar, atau pembayaran minimal yang dapat

diterima bila barang atau jasa tersebut dilepas.

Menurut Ryan (1996), penggunaan WTP telah dipakai secara luas

dalam lingkungan ilmu ekonomi, namun aplikasinya dibidang kesehatan

masih terbatas. Dalam penelitiasnnya telah menggunakan atribut proses


29

(statisfaction with staff attitude, satisfaction with location of clinik,

satisfaction waiting time in clinik, satisfaction with continuity of contact with

some staff,satisfaction with speed investigation eight of art) dan attribute

non information, satisfaction with provision of counseling services).

Bahan penelitiannya mengambil variabel umum, jenis kelamin,

pendidikan, jumlah pendapatan, keluarga, dan jumlah anak sebagai

pengukuran kemampuan membayar.

Menurut Gani (1991), kemauan membayar masyarakat juga

dipengaruhi oleh faktor-faktor :

a. Pendapatan

Adanya hubungan positif jika pendapatan meningkat maka

demand meningkat. Pendapatan biasanya merupakan perolehan

individu pada waktu tertentu dan spesifik termasuk gaji,

pendapatan sampingan, tabungan di bank dan pendapatan lain

seperti pinjaman.

b. Pengetahuan mengenai tarif

Demand terhadap pelayanan kesehatan berhubungan dengan

pengetahuan mengenai tarif yang berlaku. Tarif mencakup tarif

pelayanan medis dan non medis.

c. Persepsi

Persepsi mengenai tarif yang berlaku biasanya dianalisis

berdasarkan keinginan pasien terhadap pelayanan kesehatan

yang diinginkan.
30

Pendekatan yang dilakukan adalah dengan berdasarkan pertanyaan

yang diajukan kepada pasien yang telah memperoleh jasa pelayanan

kesehatan tentang beberapa tarif yang ingin dibayar oleh pasien sesuai

dengan pelayanan kesehatan yang diterimanya berdasarkan kriteria

(Philip Jacobs, 1987).

1. Kepuasan terhadap jasa pelayanan tertentu

Biasanya berhubungan dengan sikap dokter, fasilitas ruangan

dan non medik lainnya, yang diukur dengan keinginan hanya

untuk sembuh tanpa memperhitungkan pelayanan (Health

Purpose) dan keinginan yang lebih menguntungkan pelayanan

(Service Purpose)

2. Pelayanan medik

Pelayanan medik diukur dengan akursi diagnosa dan efektivitas

tindakan intervebsi

Rumusan kemauan membayar aktual (Gani,1991) adalah :

WTP aktual = Tarif yang berlaku x jumlah rata-rata lama rawat

Kemauan membayar dari masyarakat dapat kita gunakan sebagai

langkah awal untuk membuat asumsi dimana harga yang dibayar oleh

penerima pelayanan (consumer) mewakili nilai barang/jasa pelayanan

kesehatan kepada masyarakat.

Adapun WTP yang diukur data Susenas 1997 mencakup

pengeluaran yang telah dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan.
31

Kemauan membayar seseorang terhadap pelayanan kesehatan yang

diterimanya dapat diukur dengan dua pendekatan yakni :

a. Pendekatan pertama

Pendekatan ini disebut kemauan membayar aktual, yakni

mengukur besarnya pengeluaran seseorang yang telah ia bayar

untuk memperoleh pelayanan kesehatan, besarnya nilai yang

dibayarkan tersebut dianggap sebagai nilai yang bersedia dan

mau dibayar oleh seseorang.

WTP aktual = Besarnya pengeluaran yang telah dilakukan oleh

seseorang dalam menerima pelayanan

kesehatan.

b. Pendekatan kedua

Pendekatan ini disebut kemauan membayar normatif, yakni

mengukur besarnya nilai pengorbanan yang bersedia dikeluarkan

oleh pasien jika mendapat pelayanan yang sesuai yang

diharapkan.

Besarnya pengeluaran yang bersedia dibayar oleh pasien ini

diperoleh dengan menayakan kepada pasien berapa yang ia mau

bayar jika pelayanan ditingkatkan.

WTP normatif = Besarnya nilai pengorbanan yang bersedia

dikeluarkan oleh sesorang dalam

memperoleh pelayanan kesehatan yang

sesuai dengan yang dijanjikan.


32

F. Cost Recovery Rate (CRR)

Cost Recovery Rate (CRR) adalah besarnya presentase antara

jumlah pendapatan dengan jumlah pengeluaran dalam kurun waktu

tertentu (biasanya 1 tahun) pada suatu unit. Nilai CRR ini dapat diperoleh

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Total Cost (TC) = FC + SVC + VC

Total Revenue (TR) = P x Quantity

Price = Unit Cost + Konstanta

CRR = TR x 100%
TC
CRR = Price x Quantity x 100%
FC + SVC + VC

Untuk memperoleh titik impas atau break even point (BEP) maka

total pendapatan (TR) harus sama dengan total pengeluaran (TC) atau

dengan kata lain :

Total Revenue = Total Cost (TC) sehingga diperoleh nilai,

CRR = 100% untuk memperoleh nilai BEP

CRR < 100% akan mengalami kerugian

CRR > 100% akan memperoleh keuntungan.

Manfaat yang dapat diperoleh melalui analisis cost recovery adalah :

1. Sebagai informasi dalam kebijakan tarif, apakah akan

menguntungkan atau sebaliknya

2. Digunakan untuk perencanaan anggaran :

a. Merencanakan biaya satuan

b. Memproyeksikan tingkat utilisasi pelayanan


33

c. Patokan dalam menentukan kebutuhan elemen biaya

3. Kontrol anggaran, sebagai alat untuk memonitor dan

mengendalikan kegiatan operasional, misalnya untuk melihat

penggunaan biaya.

4. Evaluasi dan pertanggung jawaban, digunakan untuk menilai

performance keuangan dan pertanggungan jawaban kepada

pihak yang berkepentingan.

Untuk mengetahui berapa tarif yang tepat untuk menjamin cost

recovery, sehingga dengan volume yang diperoleh bisa dilakukan

berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan dan melakukan

subsidi silang.

G. Subsidi Pemerintah

“ Health is fundamental of human right “merupakan kesepakatan

internasional yang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan

Undang-Undang Nomor 23/1992 menetapkan bahwa kesepakatan adalah

hak fundamental setiap warga, karena itu setiap individu, keluarga dan

masyarakat berhak memperolah perlindungan terhadap kesehatnnya dan

Negara bertanggung jawab mengatur agar masyarakat terpenuhi hak

hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan

tidak mampu.

Pembangunan kesehatan selama beberapa tahun ini dilaksanakan

melalui pengembangan dan perluasan jaringan pelayanan kesehatan agar

berada sedekat mungkin dengan penduduk yang membutuhkannya.


34

Perubahan pola penyakit yang menimbulkan beban ganda,

perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan

kesehatan berbasis pembayaran out of poket dan subsidi pemerintah

untuk semua lini pelayanan membawa ketimpangan dalam pelayanan

kesehatan dan mendorong peningkatan biaya kesehatan, dan keadaan ini

diperparah dengan terjadinya krisis moneter yang terjadi sekitar 1977

telah membawa dampak dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin

dan meningkatnya biaya kesehatan berlipat ganda sehingga menurun

akses penduduk terutama penduduk miskin terhadap pelayanan

kesehatan.

Atas dasar tersebut dalam rangka meningkatkan cakupan sasaran

pelayanan kesehatan keseluruh masyarakat miskin dan masyarakat tidak

mampu yang memerlukan pelayanan kesehatan telah diambil langkah

kebijakan yang ditetapkan dalam keputusan Menteri Kesehatan No.

1201/Menkes/SK/VIII/2005 tentang pelayanan kesehatan di puskesmas,

rujukan rawat jalan dan rawat inap kelas III Rumah Sakit yang dijamin

pemerintah dan ditindak lanjuti dengan keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.1330/Menkes/sk/2005 tentang pedoman

pelaksanaan pelayanan kesehatan di puskesmas, rujukan rawat jalan dan

rujukan rawat inap kelas III rumah sakit yang dijamin oleh pemerintah.

Tujuan dari program JAMKESMAS untuk meningkatkan akses dan

mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan tidak

mampu yang membutuhkan pelayanan kesehatan agar tercapai derajat


35

kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, sedangkan sasaran program

adalah seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu yang membutuhkan

pelayanan kesehatan di puskesmas dan jaringannya, serta layanan

rujukan medis di rumah skit pemerintah dan swasta.

H. Kerangka Teori

Rawat inap kelas III rumah sakit merupakan ruang rawatan yang

disediakan untuk pelayanan bagi keluarga miskin/kurang mampu. Untuk

rumah sakit pemerintah diwajibkan menyiapkan 60% dari tempat tidur

yang tersedia. Adanya ketentuan seperti ini menyebabkan penetapan pola

tarif bagi rumah sakit pemerintah menerapkan sistem subsidi silang

dengan harapan masyarakat yang mampu, yang dirawat pada ruang

rawatan kelas I danVIP akan membantu masyarakat yang berada pada

perawatan kelas III rumah sakit.

Penetapan pola tarif dengan sistem subsidi silang yang diterapkan

pada instalasi rawat inap sangat tidak rasional karena sesuai dengan sifat

rumah sakit yang tidak ada kepastian (uncertainty), menunjukkan bahwa

kebutuhan pelayanan kesehatan tidak bisa dipastikan, baik waktu,

tempatnya, banyaknya pasien yang dirawat maupun biaya yang

dibutuhkan. Dan keadaan makin diperparah dengan adanya penetapan

tarif yang dilakukan oleh PEMDA tanpa perhitungan biaya satuan (unit

cost) dan ini dapat dilihat dari rendahnya Cost Recovery Rate (CRR) pada

RSUD Abunawas tahun 2007 sebesar 119,6%.


36

I. Kerangka Konsep

Rawat inap kelas III rumah sakit merupakan suatu unit pelayanan

yang tidak terpisahkan dengan unit rawat inap yang lain yang harus

dikembangkan untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien dan untuk

dapat memberikan konstribusi pendapatan kepada rumah sakit. Hal ini

dimungkinkan dengan adanya KEPMEN RI No.125/SK/II/2008 dimana

pasien yang dirawat pada rawat inap kelas III rumah sakit akan

ditanggung oleh pemerintah melalui program JAMKESMAS. untuk itu

diperlukan adanya analisis penetapan tarif rasional dengan melakukan

perhitungan biaya satuan (unit cost), atau dengan berdasarkan tingkat

pengembalian biaya (CRR).

Analisis cost recovery rate (CRR) diperoleh dari perbandingan antara

total pendapatan (total revenue) dengan total biaya pengeluaran total cost.

Total revenue (TR) merupakan perkalian antara output pelayanan dengan

tarif yang berlaku saat ini.

Analisis kemampuan masyarakat membayar (Ability to pay), dan

kemauan masyarakat membayar (Willingness to pay) yang juga

berpengaruh terhadap penetapan tarif rasional tidak kami lakukan karena

obyek penelitian untuk mendapatkan tarif rasional pada kelas III rawat

inap, yang diharapkan akan disubsidi pemerintah.


37

Berdasar konsep diatas, maka kerangka konsep penelitian ini dapat disusun sebagai berikut :

Fixed Cost,
Gedung
Alat Medis
Alat Non-Medis Volume
kendaraan Produksi
COST
Semi Fixed Cost, RECOVERY TOTAL
TOTAL REVENUE
Gaji Pegawai RATE
COST
Pakaian Dinas
Tarif
Perjalanan Dinas
Perda
pemeliharan

Variable Cost, TARIF


Alkes UNIT RASIONAL
BHP COST KLS III RI
Listrik
Air
telepon

Quantity
SUBSIDI
PEMERINTAH

Ket : = diteliti PENINGKATAN


PELAYANAN
= tidak diteliti RSUD.ABUNAWAS
38

J. Defenisi Operasional

Defenisi operasional variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

a. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh

besarnya output tindakan yang dilakukan, biaya ini akan tetap dikeluarkan

walaupun tidak ada output. Dalam penelitian ini kategori biaya tetap adalah

gedung, alat non medis, alat medis, dan kendaraan. Dihitung dalam investasi

tahunan (annualized investment cost) dalam rupiah.

b. Biaya Operasional Tetap (semi fixed cost) adalah biaya yang dikeluarkan

dimana besarnya tidak secara significant dipengaruhi oleh besarnya output

rawat inap. Dalam penelitian ini kategori biaya operasional tetap adala gaji

pegawai, pakaian dinas, perjalanan dinas, dan pemeliharaan barang investasi

(gedung, alat medis, alat non medis, dan kendaraan). Dihitung dalam bentuk

rupiah.

c. Biaya Operasional tidak Tetap (variabel cost) adalah biaya yang besarnya

sangat dipengaruhi oleh besarnya output setiap jenis tindakan diunit rawat

inap. Dalam penelitian ini kategori biaya operasional tidak tetap adalah alat

kesehatan/BHP medis, BHP non medis, listrik, air dan telepon. Dihitung

dalam bentuk rupiah.

d. Output adalah jumlah hari rawat pada kelas III rawat inap selama tahun 2007.

e. Biaya Satuan (unit cost) adalah biaya yang dihitung untuk menghasilkan

satuan produk pelayanan kesehatan berdasarkan kapasitas pelayanan

kesehatan terhadap pasien di unit produksi instalasi rawat inap tahun 2007.
39

f. Cost recovery Rate (CRR), besarnya tingkat pengembalian biaya yang dihitung

berdasarkan perbandingan antara besarnya pendapatan berdasarkan tarif

yang berlaku dengan besarnya biaya yang dikeluarkan atau unit cost kelas III

rawat inap tahun 2007

g. Tarif adalah biaya yang harus ditanggung oleh pasien untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan di rumah sakit.

h. Tarif Rasional, adalah tarif yang disetujui oleh pemerintah daerah dengan

pendekatan perhitungan unit cost

i. Subsidi adalah keadaan dimana terjadi pemberian biaya dari pemerintah

kepada kelas perawatan yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang

ditanggung pemerintah melalui program JAMKESMAS.


40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif studi kasus,

dengan menggunakan metode retrospektif study, yang diharapkan akan

memberikan gambaran tentang penetapan tarif rasional pada rawat inap kelas III

rumah sakit.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas Kota

Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua transaksi keuangan yang terjadi

tahun 2015.

2. Sampel

Dalam penelitian ini, digunakan total sampel, yaitu semua transaksi keuangan

yang berkaitan dengan biaya tetap, biaya operasional tidak tetap, dan biaya

operasional tetap yang terjadi tahun 2007.

D. D. Teknik Pengumpulan Data

a. Data primer

Data primer diperoleh langsung oleh peneliti dengan menggunakan alat bantu

form yang disediakan terhadap petugas yang berkompoten dalam


41

pengelolaan keuangan baik di rawat inap maupun bagian keuangan rumah

sakit, petugas rekam medik dan petugas terkait lainnya.

b. Data sekunder

Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini di peroleh melalui

laporan tahunan pada bagian administrasi, bagian keuangan, medical record,

dan bagian lainnya yang berhubungan dengan rawat inap.

E. Analisis Data

1. Analisis biaya satuan (unit cost)

Semua biaya yang akan dianalisis diklasifikasikan menjadi biaya tetap (fixed

cost), semi variabel cost, dan variabel cost. Perhitungan variabel cost

umumnya dilakukan dalam satu tahun anggaran, sehingga untuk menghitung

fixed cost juga dilakukan dalam perhitungan satu tahun dengan

mempertimbangkan harga beli, masa pakai, umur barang dan inflasi.

Rumus yang digunakan untuk menghitung fixed cost sebagai berikut :

IIC (I + i) t
AIC =
L

Dimana :

AIC = Annualized Investmen Cost

IIC = Initial Investmen Cost

I = Laju inflasi

T = Masa pakai

L = Perkiraan masa hidup (long life)


42

Biaya asli yang terdapat pada setiap unit penunjang didistribusikan ke setiap

unit produksi, sehingga biaya yang terdapat di unit produksi adalah biaya asli

unit produksi itu sendiri ditambah dengan biaya pindahan dari unit penunjang.

Perhitungannya menggunakan metode distribusi ganda dengan dua tahapan.

Distribusi tahap I menggunakan rumus :

Data Dasar Alokasi Pusat Biaya


Yang Mendapatkan Distribusi
Biaya Asli Pusat Biaya
X
Penunjang Yang Dibagi
Data Dasar Denominator I Dikurangi
Dasar Pusat Biaya Penunjang Yang Dibagi

Distribusi tahap II, mendistribusikan biaya asli tahap I dari pusat penunjang

keseluruh pusat biaya produksi, rumus tahap II :

Data Dasar Alokasi Pusat Biaya


Produksi
Hasil Distribusi Tahap I
X
Data Dasar Denominator II

Biaya satuan (unit cost) produk pelayanan kelas III rawat inap adalah :

Total Cost (TC)


Unit Cost (UC) =
Output (Quantity)

2. Analisis Cost Recovery Rate (CRR)

Cost Recovery Rate didapatkan dari hasil pembagian total pendapatan (total

revenue) dibagi dengan total cost (TC) dikali 100%. Total revenue didapatkan

dari hasil perkalian tarif perda dengan total hari rawat kelas III selama satu

tahun perhitungan (2006), sedangkan total cost diperoleh dari penjumlahan

keseluruhan biaya yang terdiri darii fixed cost, semivariabel cost dan variabel

cost. Dalam analisis ini akan dilakukan juga perhitungan total revenue yang
43

didapatkan dari hasil perkalian tarif berdasarkan unit cost dengan total hari

rawat kelas III selama satu tahun (2007) untuk mendapatkan perbandingan

antara CRR berdasarkan tarif perda dan CRR berdasarkan unit cost.
44

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD. Abunawas Kota Kendari. Pengumpulan

data dilakukan selama bulan April 2008. Untuk analisis biaya satuan,

dikumpulkan data sekunder berdasarkan biaya tetap (Fixed Cost), biaya

operasional tetap (Semi Variabel Cost) dan biaya tidak tetap (Variabel Cost).

Hasil penelitian tentang analisis biaya satuan diuraikan sebagai berikut.

1. Analisis Biaya Satuan Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit


Analisis biaya satuan bertujuan untuk mencari besarnya biaya satuan (Unit

Cost) di instalasi rawat inap, data yang diuraikan dalam analisis ini adalah biaya

tetap (Fixed Cost), biaya operasional tetap (Semi Variabel Cost) dan biaya tidak

tetap (Variabel Cost). Besarnya ketiga jenis biaya tersebut adalah sebagai

berikut.

a. Biaya Tetap (Fixed Cost)


biaya tetap dalam penelitian ini adalah semua biaya investasi seperti

pengadaan sarana gedung, kendaraan, peralatan medis, dan peralatan non

medis. Besarnya biaya ini dihitung dengan nilai Annualized Investment Cost

(AIC) atau nilai investasi tahunan. Nilai biaya tetap pada instalasi rawat inap

diuraikan pada tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3
Biaya Tetap (fixed cost) Pusat Biaya Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Daerah Abunawas Kota Kendari Tahun 2007
NAMA BIAYA TETAP (FIXED
TOTAL
PUSAT COST = FC)
NO %
ALAT NON ALAT
BIAYA GEDUNG MEDIS MEDIS KENDARAAN

1 VIP 9,413,982 13,863,539 565,302 1,934,232 25,777,055 29.64%


45

2 KELAS I 6,652,810 10,055,980 543,906 2,417,790 19,670,486 22.62%

3 KELAS II 4,400,007 4,272,171 551,949 2,901,348 12,125,474 13.94%

4 KELAS III 8,751,613 16,749,244 268,076 3,626,684 29,395,617 33.80%

TOTAL 29,218,411 44,940,935 1,929,232 10,880,053 86,968,631 100.00%


Sumber: Data Primer
Pada tabel 3 menunjukkan bahwa biaya tetap (fixed cost) terbesar di unit

rawat inap adalah biaya yang dikeluarkan untuk alat non medis ( Rp. 44,940,935)

dan yang terkecil adalah untuk pengadaan alat medis (Rp.1,929,232).

Sedangkan berdasarkan kelas perawatan, kelas III memiliki pengeluaran

terbesar untuk jenis biaya tetap (Rp. 29,395,617), dan yang terkecil pada

perawatan kelas II (Rp. 12,125,474).

b. Biaya Operasional Tetap (Semi Variabel Cost)


Besarnya biaya operasional tetap pada instalasi rawat inap diuraikan pada

tabel 4 sebagai berikut:


46

Tabel 4
Biaya Semi Variabel Cost (SVC) Pusat Biaya Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas Kota Kendari
Tahun 2007
Sumber: Data Primer

NAMA
PUSAT
NO BIAYA BIAYA SEMI VARIABEL TOTAL %
GAJI PEMELIHARAAN PEMELIHARAAN PEMELIHARAAN PEMELIHARAAN
ALAT NON ALAT NON
PEGAWAI GEDUNG KENDARAAN MEDIS MEDIS

1 VIP 37,070,242 961,613 219,014 100,353 1,680,226 40,031,449 23.99%

2 KELAS I 33,451,369 759,168 273,768 96,555 1,218,760 35,799,620 21.46%

3 KELAS II 32,178,369 607,334 328,522 97,983 517,776 33,729,984 20.22%

4 KELAS III 53,874,115 911,002 410,652 47,589 2,029,967 57,273,325 34.33%

TOTAL 148,564,783 3,239,117 1,231,956 342,481 5,446,729 166,834,378 100.00%


47

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa biaya semi variabel yang terbesar

adalah gaji pegawai (Rp. 148,564,783), dan yang terkecil adalah biaya

pemeliharaan alat medis (Rp. 322,481). Sedangkan berdasarkan kelas

perawatan, kelas III memiliki pengeluaran terbesar untuk jenis biaya semi

variabel (Rp. 53,273,325) dan yang terkecil pada perawatan kelas II (Rp.

33,729,984)

c. Biaya Operasional Tidak Tetap (Variabel Cost)


Biaya operasional tidak tetap dalam penelitian ini adalah semua biaya yang

dikeluarkan oleh pihak rumah sakit yang besarnya secara langsung dipengaruhi

oleh besarnya produksi (output) pada instalasi rawat inap. Biaya operasional

tidak tetap pada instalasi rawat inap meliputi biaya BHP Medis, BHP non Medis,

Biaya Listrik dan Biaya Air. Besarnya biaya operasional tidak tetap pada instalasi

rawat inap diuraikan pada tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 5
Biaya Variabel Cost (VC) Pusat Biaya Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas Kota Kendari Tahun 2007

NAMA BIAYA TETAP (FIXED


PUSAT COST = VC)
NO TOTAL %
BHP NON
BIAYA BHP MEDIS MEDIS LISTRIK AIR

1 VIP 68,394,150 805,950 3,897,303 810,472 73,907,875 29.86%


48

2 KELAS I 33,596,450 113,300 1,869,734 377,737 35,957,221 14.53%

3 KELAS II 41,818,950 283,000 2,148,980 523,119 44,774,049 18.09%

4 KELAS III 85,672,450 358,250 5,852,025 955,853 92,838,579 37.51%

TOTAL 229,482,000 1,560,500 13,768,043 2,667,181 247,477,723 100.00%


Sumber: Data Primer
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa biaya variabel terbesar di unit rawat inap

adalah biaya yang dikeluarkan untuk BHP Medis (Rp. 229,482,400) dan yang

terkecil adalah biaya yang dikeluarkan untuk BHP non medis (Rp. 1,560,500).

sedangkan berdasarkan kelas perawatan, kelas III memiliki pengeluaran terbesar

untuk jenis biaya variabel (Rp. 92,838,579) dan yang terkecil pada kelas I (Rp.

35,957,221)

d. Biaya Total (Total Cost)


Biaya total dalam penelitian ini adalah jumlah masing-masing biaya yang

terdiri dari biaya tetap (fixed cost), Biaya operasional tetap (semi variable cost )

dan biaya oprasional tidak tetap (variable cost) sebelum dilakukan Double

Distribusi. Biaya ini perlu diketahui guna melihat besarnya biaya yang nyata

dikeluarkan oleh instalasi rawat inap. Biaya total dalam penelitian ini terdiri atas

Total Cost I = FC + SVC + VC, Total Cost II = SVC + VC dan Total Cost = VC.

Besarnya biaya total pada masing-masing kelas perawatan diuraikan pada tabel

6 sebagai berikut.

Tabel 6
Biaya Total (Total Cost = TC) Pusat Biaya Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas Kota Kendari Tahun 2007

NAMA
PUSAT BIAYA TOTAL (TOTAL COST = TC)
NO
TOTAL TOTAL TOTAL
BIAYA COST I % COST II % COST III %

1 VIP 27.87% 27.50% 29.86%


49

139,716,378 113,939,324 73,907,875

2 KELAS I 91,427,327 18.24% 71,756,841 17.32% 35,957,221 14.53%

3 KELAS II 90,629,507 18.08% 78,504,033 18.95% 44,774,049 18.09%

4 KELAS III 179,507,521 35.81% 150,111,903 36.23% 92,838,579 37.51%

TOTAL 501,280,733 100.00% 414,312,102 100.00% 247,477,723 100.00%


Sumber: Data Primer
Pada tabel 6 menunjukkan bahwa Total Cost I yang terbesar pada kelas

Vip (Rp. 139,716,378), dan yang terkecil pada kelas II (Rp. 90,629,507). Untuk

total cost II yang terbesar adalah kelas III (Rp. 150,111,903) dan yang terkecil

adalah perawatan kelas I (Rp. 71,756,841). Untuk total cost III yang terbesar

adalah kelas III (Rp. 92,838,579) dan yang terkecil pada kelas perawatan I (Rp.

35.9957,221).

e. Biaya total (Total Cost) Setelah Double Distribusi

Biaya total setelah double distribusi adalah besarnya biaya yang harus

ditanggung suatu unit, khususnya di instalasi rawat inap sebagai pusat produksi

setelah mendapat distribusi biaya dari pusat biaya penunjang yang terdiri dari

Kantor, Apotik, Laundry, Gudang, dan Instalasi Gizi. Hasil distribusi biaya

terhadap instalasi instalasi rawat inap menghasilkan total cost I, total cost II dan

total cost III. Besarnya biaya total untuk masing-masing kelas perawatan

diuraikan pada tabel 7 sebagai berikut.

Tabel 7
Biaya Total (Total Cost = TC) Setelah Double Distribusi Pada Pusat Biaya
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas Kota Kendari
Tahun 2007
NAMA
PUSAT BIAYA TOTAL (TOTAL COST = TC)
NO
TOTAL COST TOTAL TOTAL %
BIAYA I % COST II % COST III
1 VIP 173,616,567 29.89% 30.82% 36.57%
50

139,806,973 82,073,350

2 KELAS I 120,229,776 18.22% 92,523,919 17.50% 40,854,800 14.69%

3 KELAS II 125,585,590 13.96% 103,759,587 13.56% 50,804,930 9.29%

4 KELAS III 231,937,638 37.93% 189,125,808 38.12% 103,794,053 39.45%

TOTAL 651,369,571 100% 525,216,286 100% 277,527,133 100%


Sumber: Data Primer
Pada tabel 7 menunjukkan bahwa Total Cost I setelah dilakukan Double

Distribusi yang terbesar pada kelas III (Rp. 231,937,638) dan yang terkecil pada

kelas II (Rp. 120,229,776). Untuk total cost II yang terbesar adalah kelas VIP

(Rp. 189,125,808) dan yang terkecil adalah perawatan kelas I (Rp. 92,523,919).

Untuk total cost III yang terbesar adalah kelas III (Rp. 103,794,053) dan yang

terkecil pada kelas perawatan I (Rp. 40,854,800).

f. Biaya Satuan

Biaya satuan dalam penelitian ini terdiri dari Unit Cost I, Unit Cost II, dan

Unit Cost III. Unit Cost I diperoleh dengan cara membagi Total Cost I dengan

Output masing-masing kelas perawatan, Unit Cost II diperoleh dengan cara

membagi Total Cost II dengan Output masing-masing kelas perawatan dan Unit

Cost III diperoleh dengan cara membagi Total Cost III dengan Output masing-

masing kelas perawatan. Hasil perhitungan terhadap tiga jenis biaya pada

masing-masing kelas perawatan diuraikan sebagai berikut.

Tabel 8
Biaya Satuan (Unit Cost = UC) Pada Pusat Biaya Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas Kota Kendari Tahun 2007
NO NAMA Biaya Total (Total Cost = TC) TARIF
51

PUSAT

UNIT UNIT COST UNIT COST


BIAYA Quantity COST I II III PERDA

1 VIP 1460 118,915 95,758 56,215 130,000

2 KELAS I 1168 102,936 79,216 34,978 100,000

3 KELAS II 1752 71,681 59,224 28,998 30,000

4 KELAS III 4280 52,954 43,179 23,697 20,000


Sumber: Data Primer
Tabel 8 menunjukkan bahwa Unit Cost I terbesar pada kelas perawatan VIP

(Rp. 118,915) dan yang terendah pada kelas III (Rp. 52,954). Untuk unit cost II

terbesar pada kelas perawatan VIP (Rp. 95,758) dan yang terendah pada kelas

II (Rp. 43,179). Untuk unit cost III terbesar pada kelas perawatan VIP (Rp.

56,215) dan yang terendah pada perawatan kelas III (Rp. 23,697).

Tabel 9
Biaya Satuan (Unit Cost = UC) Ideal (BOR 80%) Pada Pusat Biaya
Rawat InapRumah Sakit Umum Daerah Abunawas Kota Kendari
Tahun 2007
NAMA
PUSAT Biaya Total (Total Cost = TC) TARIF
NO
UNIT UNIT UNIT COST
BIAYA Quantitiy COST I COST II III PERDA

1 VIP 2920 59,458 47,879 28,107 130,000

2 KELAS I 2336 51,468 39,608 17,489 100,000

3 KELAS II 3504 35,841 29,612 14,499 30,000

4 KELAS III 8760 26,477 21,590 11,849 20,000


Sumber: Data Primer
Pada tabel 9 menunjukkan bahwa Unit Cost ideal (BOR 80%) terbesar

pada kelas VIP Rp. 59,458 sampai Rp. 28,107 , kelas I Rp. 51,468 sampai Rp.

17,489, kelas II Rp. 35,841 sampai Rp. 14,499, kelas III Rp. 26,477 sampai Rp.

11,849.

2. Analisis Cost Recovery Rate (CRR)


52

Untuk dapat menentukan tarif rasional maka asumsi tarif tersebut dianalisis

berdasarkan biaya pendapatan dengan pendekatan CRR maka pihak rumah

sakit dapat memperoleh suatu gambaran tentang pemulihan biaya jika tarif

diberlakukan. Hal ini berdasarkan bahwa tarif rasional minimal dapat menutupi

biaya operasional yang dikeluarkan oleh pihak rumah sakit.

Cost Recovery Rate (CRR 1) berdasarkan Total Cost I (TC = FC + SVC +

VC). CRR 2 berdasarkan Total Cost (TC II = SFC + VC) dan CRR 3 berdasarkan

Total Cost III (TC III = VC)

Tabel 10
Analisis Biaya Pendapatan (CRR) Berdasarkan Tarif PERDA
Pada Pusat Biaya Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas
Kota Kendari Tahun 2007

KELAS TARIF
NO CRR 1 CRR 2 CRR 3
PERAWATAN PEMDA

1 VIP 130,000 135.85% 166.58% 256.81%

2 KELAS I 100,000 127.75% 162.77% 324.83%

3 KELAS II 30,000 89.92% 113.46% 117.39%

4 KELAS III 20,000 68.13% 88.95% 92.20%


Sumber: Data Primer
Tabel 10 menunjukkan bahwa berdasarkan tarif perda CRR 1 diperoleh

CRR kelas VIP memiliki CRR yang terbesar yakni 135,85% dan yang terkecil

pada kelas III yakni sebesar 68,13%. Untuk CRR 2 diperoleh CRR dimana kelas

VIP memiliki CRR yang terbesar yakni 166,58% dan yang terkecil pada kelas III

yakni sebesar 88,95%. Untuk CRR 3 diperoleh CRR dimana kelas I memiliki

CRR yang paling besar yaitu 324,83% dan yang terkecil pada kelas III sebesar

92,20%.
53

Cost Recovery Rate (CRR) berdasarkan asumsi tarif hasil analisis pada

tabel 11

Tabel 11
Analisis Biaya Pendapatan (CRR) Berdasarkan Asumsi Tarif 1
Pada Pusat Biaya Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas
Kota Kendari Tahun 2007
ASUMSI
KELAS Output Actual TARIF
NO CRR 1 CRR 2 CRR 3
PERAWATAN

1 VIP 1460 140,000 146.30% 179.39% 276.6%

2 KELAS I 1168 110,000 140.53% 179.05% 357.3%

3 KELAS II 1752 40,000 119.90% 151.28% 156.5%

4 KELAS III 4280 30,000 102.20% 133.42% 138.3%


Sumber: Data Primer
Tabel 11 menunjukkan bahwa berdasarkan asumsi tarif total pemulihan

biaya (CRR 1) adalah sebesar 146,30% dimana kelas VIP memiliki CRR yang

terbesar, (CRR 1) yang terkecil yakni 102,20%. Untuk (CRR 2) diperoleh CRR

kelas VIP memiliki CRR yang terbesar yakni 179,39% dan yang terkecil pada

kelas III yaitu sebesar 133,42%. Untuk CRR 3 dimana kelas VIP memiliki CRR

terbesar yaitu 276,6% dan yang terkecil pada kelas III yaitu 138,3%.
54

B. Pembahasan
Dalam menentukan besarnya tarif rasional di unit pelayanan rawat inap

diperlukan informasi tentang besarnya biaya satuan (Unit Cost), yaitu biaya yang

dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit produksi. Informasi tentang unit cost ini

juga mutlak diperlukan untuk menetapkan besaran subsidi pemerintah terutama

bagi pelayanan di kelas III rumah sakit yang merupakan unit pelayanan yang di

khususkan untuk pelayanan keluarga miskin (GAKIN).

Dengan ditetapkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan

No/125/MENKES/SK/II/2008 tentang pelayanan kesehatan di Puskesmas,

Rujukan Rawat Jalan dan Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit yang dijamin

Pemerintah, yang menyatakan bahwa pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan

dan rawat inap kelas III di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta

ditunjuk oleh pemerintah.

Dengan adanya ketentuan tersebut mengharuskan rumah sakit sudah

mempunyai tarif standar yang ditentukan melalui perhitungan yang matang agar

rumah sakit dapat meningkatkan cost recovery rate-nya, juga dapat diketahui

berapa sebenarnya tingkat subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada

pasien yang dirawat di kelas III. Berdasarkan hal tersebut maka yang akan

dibahas dalam penelitian ini yakni biaya satuan (unit cost), tingkat pemulihan

biaya (CRR) dan penetapan tarif rasional di RSUD. Abunawas Kota Kendari.

1. Biaya satuan (Unit Cost)


55

Biaya satuan (Unit Cost) adalah biaya yang dibutuhkan untuk

menghasilkan satu produk (pelayanan kesehatan), dalam hal ini biaya satuan

yang dibutuhkan oleh rumah sakit dalam satu hari perawatan rumah sakit.

Besarnya biaya satuan sangat dipengaruhi oleh total cost dan quantity (UC =

TC / Q).

Besarnya total cost sangat dipengaruhi oleh komponen yang terdiri dari

biaya tetap (fixed cost), biaya operasional tetap (semi variabel cost), dan biaya

operasional tidak tetap (variabel cost).

Biaya tetap (fixed cost) yang terbesar di unit rawat inap RSUD Abu

Nawas Kota Kendari adalah biaya alat non medis sebesar Rp. 44,940,935.-

dan yang terbesar pada kelas tiga yaitu sebesar Rp. 29,395,617.- dan yang

terkecil pada perawatan kelas dua yaitu Rp. 12,125,474.-

Biaya operasional tetap (semi variable cost) yang terbesar dalam

penelitian ini, khususnya diinstalasi rawat inap adalah biaya untuk gaji pegawai

yakni sebesar Rp. 148.564.783.- besarnya gaji pegawai sangat erat

hubungannya dengan jumlah pegawai yang bekerja, gaji pegawai yang sifatnya

semi variable cost merupakan biaya yang tetap dikeluarkan oleh pihak rumah

sakit. Pihak rumah sakit perlu menerapkan efisiensi tenaga dengan

mempertimbangkan kebutuhan optimal tenaga untuk rumah sakit dengan BOR

yang hanya 80 % .

Biaya semi variable cost termasuk belanja rumah sakit untuk

pemeliharaan. Besarnya biaya ini sangat tergantung dari umur ekonomis

barang investasi. Idealnya semakin tua umur suatu barang investasi maka
56

biaya pemeliharaannya akan semakin besar. di RSUD. Abunawas Kota

Kendari biaya pemeliharaan terbesar adalah pemeliharaan gedung sebesar

Rp. 3,239,117,- dengan biaya terbesar pada kelas perawatan VIP Rp.

961,613.- biaya pemeliharaan mutlak dibutuhkan untuk memelihara barang

investasi agar dapat dimanfaatkan secara optimal.

Biaya tidak tetap (variable cost) merupakan biaya yang besarnya

dipengaruhi oleh quantity pelayanan. Pada instalasi rawat inap dipengaruhi

oleh besarnya hari rawat, semakin besar jumlah hari rawat (BOR) maka biaya

akan semakin besar. rawat inap kelas III memiliki biaya variable cost yang

terbesar yakni Rp. 229,482,500.- yang termasuk dalam biaya ini adalah: BHP

medis, BHP nonmedis, Listrik dan air. Pada kelas III BHP medis, BHP non

medis, listrik dan air sangat dipengaruhi oleh jumlah tempat tidur, output dari

kelas perawatan tersebut, serta jenis kasus yang dirawat.

Total biaya ( total cost) adalah jumlah keseluruhan biaya yang dihitung

dalam satu tahun anggaran yakni bulan januari sampai dengan Desember

2007. jenis total cost dalam penelitian ini ada 3 yakni: TC I= FC+SVC+VC, TC

II = SVC+ VC, dan TC III = VC.

Perawatan kelas VIP memiliki total cost terbesar dibanding dengan kelas

perawatan lainnya yakni sebesar Rp. 139,716,378,- untuk TC I, Rp.

113,939,324-, untuk TC II sedangkan Rp. 73,907,875,- untuk TC III.- besarnya

nilai total cost pada kelas III sangat dipengaruhi oleh tingginya ketiga

komponen biaya dan besarnya output dari perawatan kelas III, dimana TC I
57

untuk kelas III yaitu Rp. 179,507,521, TC II yaitu Rp. 150,111,903 dan TC III

yaitu Rp. 92,838,579.

Besarnya total cost dapat diefisiensikan terhadap ketiga komponen

biaya, dalam hal ini pihak rumah sakit perlu memperhatikan persentase

pengeluaran pada masing-masing kelas perawatan, dengan melihat

kesesuaian antara biaya yang dikeluarkan dengan besarnya output yang

dilayani. Pada kelas perawatan III total cost sudah memenuhi, sebab dengan

output dikelas perawatan III yang tinggi maka diperlukan biaya operasional

yang tinggi pula.

Biaya satuan (unit cost) dalam penelitian ini dibedakan dalam dua jenis

yakni unit cost berdasarkan output atau berdasarkan jumlah produksi

sesungguhnya dan unit cost ideal yang dihitung dengan BOR 80 % dari output

sesuai kapasitas produksi. Penggunaan kedua jenis biaya ini bertujuan untuk

melihat kinerja dari RSUD Abunawas Kota Kendari. Jika output actual yang

dihasilkan oleh kelas perawatan sudah sesuai dengan standar kinerja rawat

inap, (minimal 80% ) maka unit cost ini dapat digunakan untuk menentukan tarif

rasional, namun jika output dari suatu kelas perawatan jauh dibawah standar

kinerja maka pihak rumah sakit sebelum menekan tarif harus melakukan upaya

meningkatkan BOR dengan memperbaiki kualitas pelayanan dan

meningkatkan pemasaran.

Dalam penelitian ini besarnya unit cost berdasarkan output actual untuk

perawatan kelas III UC I Rp. 52,954.- sedangkan pada UC II Rp. 43,179.- dan

pada UC. III Rp. 23,697- (tabel 8). Pihak rumah sakit dalam menurunkan unit
58

cost maka harus memperhatikan komponen-komponen total cost yakni biaya

tetap, biaya operasional tetap dan biaya operasional tidak tetap. Dengan

melakukan analisis terhadap biaya-biaya tersebut maka dapat dilakukan

pengurangan unit cost.

Aspek lain dalam menentukan tarif rasional adalah perlunya melihat

kinerja instalasi rawat inap RSUD Abunawas kota Kendari untuk BOR Kelas III

40%. sedangkan BOR yang ideal adalah 80%, sehingga perlu ditentukan

terlebih dahulu unit cost untuk output ideal. Jika rumah sakit mampu menaikkan

BOR rawat inap mendekati angka ideal (80%) maka unit cost akan menjadi

rendah sehingga dalam menetapkan tarif dapat diperoleh keuntungan yang

lebih besar untuk mengembangkan rumah sakit. Namun jika rumah sakit tidak

menaikkan tarif tetap dilakukan dengan mempertimbangkan unit cost actual.

Besarnya unit cost I berdasarkan output ideal (80%) pada perawatan

VIP sebesar Rp. 59,458.- dan untuk perawatan kelas I Rp. 51,468,- untuk

perawatan kelas II Rp. 35,840.- dan pada kelas III Rp. 26,477,- (Tabel 9). Unit

cost ideal berdasarkan output ideal (80%) diatas lebih rasional sebagai dasar

penerapan tarif di RSUD Abunawas kota Kendari.

2. Asumsi tarif dan cost recovery rate (crr)

penggunaan asumsi tarif terlebih dahulu dilaksanakan dalam penentuan

tarif rasional dengan tujuan untuk melihat sejauh mana suatu tarif jika

diterapkan akan berpengaruh pada besarnya tingkat pemulihan biaya. Pada


59

tabel 10 memperlihatkan ada 1 asumsi tarif dalam penelitian ini yakni asumsi

tarif I besarnya berada diatas unit cost ideal.

CRR dalam penelitian ini dibagi dalam 3 jenis, sesuai dengan

pembagian total biaya yakni CRR I untu TC I, CRR II untuk TC II dan CRR III

untuk TC III. Dari penelitian ini pada tabel 11 untuk asumsi tarif I

menunjukkan dengan asumsi tarif I diperoleh CRR kelas III 102,20% untuk

CRR I, 133,42% untuk CRR II, dan 138,3% untuk CRR III.

Tabel 10 menunjukkan berdasarkan tarif perda yakni Rp. 130.000, untuk

perawatan VIP hanya memperoleh CRR I sebesar 135,85% , kelas I dengan

tarif Rp. 100.000,- diperoleh CRR I sebesar 127,75%, kelas II dengan tarif

Rp. 30.000,- diperoleh CRR I sebesar 89,92 %, dan kelas III dengan tarif

Rp. 20.000,- diperoleh CRR 68,13%.

Tarif yang berlaku saat ini menurut analisis yang dilakukan cukup

membebani rumah sakit. Tingkat pemulihan biaya (CRR) total pada tiap-tiap

kelas perawatan III sangatlah rendah (68,13%) bahkan untuk mencapai break

event point (titik impas). Padahal untuk berkembang dan bertahan rumah

sakit harus memperoleh keuntungan dengan CRR > 100%. Keuntungan yang

diperoleh dapat digunakan untuk mengembangkan sumber-sumber

penerimaan baru seperti apotik, laboratorium, radiologi, rawat jalan, bedah,

kebidanan dan unit-unit lain yang hingga saat ini belum berkembang.

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat terjadinya penurunan tingkat CRR dari

rumah sakit, walaupun tingkat CRR masih berada diatas 100% tetapi hanya

untuk biaya operasional belum untuk biaya investasi dan biaya operasional
60

tidak tetap rumah sakit, sedangkan sebagai rumah sakit RSUD. Abunawas

Kota Kendari dituntut untuk memenuhi seluruh kebutuhannya secara mandiri

dimulai dari biaya investasi, biaya operasional, biaya operasional tidak tetap.

Untuk itu rumah sakit harus meninjau kembali mengenai penetapan tarif

dengan mempertimbangkan penetapan tarif rasional.

3. Tarif Rasional

Penentuan tarif di rumah sakit pemerintah ditunjukkan untuk mencapai

tingkat Cost Recovery Rate yang ditargetkan pemerintah untuk memenuhi

kebutuhan biaya rumah sakit dengan pertimbangan dalam penetapan tarif

rasional adalah tarif optimal yang berusaha untuk melayani konsumen

surplus, tetapi tetap mempertahankan pemerataan (equity) pelayanan

kesehatan rawat inap rumah sakit khususnya bagi masyarakat kurang

mampu yang dalam penelitian ini mereka yang menggunakan kelas

perawatan III.

Dengan memperhatikan aspek-aspek dalam penetapan tarif rasional

maka salah satu jalan yang dapat ditempuh RSUD. Abunawas Kota Kendari

ialah menetapkan tarif rasional berdasarkan unit cost dengan pertimbangan

terhadap biaya pemulihan. Hasil penelitian ini menunjukkan berdasarkan

pendekatan terhadap unit cost ideal (BOR 80%), maka yang paling rasional

adalah asumsi tarif I.

Dengan adanya jaminan pemerintah pada pelayanan rawat inap kelas III

yang diasumsi sesuai dengan unit cost, maka rumah sakit memerlukan

penataan kembali pola tarif rawat inap yang ada dengan menjadikan kelas III
61

setara dengan unit cost terhitung dengan double distribusi method dan untuk

kelas II, kelas I dan VIP dijadikan kelas profit rumah sakit sesuai dengan

kebutuhan rumah sakit.

Apabila pemerintah ingin menyesuaikan tarif sesuai dengan tarif rasional

maka sebelum menyesuaikan tarif terlebih dahulu meningkatkan kualitas

pelayanan khususnya rawat inap akan lebih baik dan secara tidak langsung

akan memberi motivasi pada masyarakat untuk meningkatkan kemauan

membayar terhadap pelayanan khususnya rawat inap sehingga BOR yang

diharapkan tercapai pada saat tarif rasional diberlakukan dan bukan

sebaliknya dengan kenaikan tarif BOR rumah sakit akan turun.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis terhadap tarif rasional pada penelitian ini, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Besarnya biaya satuan (unit cost) pada rawat inap kelas III RSUD. Abunawas

Kota Kendari berdasarkan output actual sebesar Rp. 52,954 tanpa subsidi

pemerintah (unit cost I), Rp. 43,179 dengan subsidi pemerintah pada biaya

investasi (unit cost II), Rp. 23,697 dengan subsidi pemerintah pada biaya

investasi dan biaya operasional tetap (unit cost III).


62

2. Besarnya tingkat pemulihan CRR pada perawatan kelas III berdasarkan tarif

perda yang berlaku saat ini sebesar Rp. 20.000 memberikan tingkat

pemulihan biaya yang sangat rendah, yaitu 68,13% tanpa subsidi pemerintah

(CRR 1), 88,95% dengan subsidi pemerintah pada biaya investasi (CRR 2),

92,20% dengan subsidi pemerintah pada biaya investasi dan biaya

operasional tetap (CRR 3).

3. Besarnya tingkat pemulihan CRR berdasarkan tarif asumsi untuk perwatan

kelas III sebesar Rp. 30.000 akan didapatkan pemulihan biaya sebesar

102,20% tanpa subsidi pemerintah (CRR 1), 133,42% dengan subsidi

pemerintah pada biaya investasi (CRR 2), 138,3% dengan subsidi

pemerintah pada biaya investasi dan biaya operasional tetap (CRR 3).

4. Besaran subsidi pemerintah untuk pelayanan rawat inap kelas III sebesar

Rp. 30.000 / pasien atau Rp. 128,400,000 selama satu tahun akan

memberikan tingkat pemulihan diatas 100%.

B. Saran

Berdasarkan uraian hasil penelitian diatas maka disarankan sebagai bahan

masukan bagi pengelola RSUD. Abunawas Kota Kendari, antara lain :

1. Tarif rawat inap kelas III untuk pelayanan bagi keluarga miskin dan tidak

mampu yang mendapatkan subsidi pemerintah sebaiknya ditetapkan

berdasarkan asumsi tarif yakni sebesar Rp. 30.000 / pasien / hari sehingga

diperoleh pemulihan biaya sebesar lebih dari 100% atau dapat menutupi

biaya operasional tetap dan biaya operasional tidak tetap rumah sakit,
63

sedangkan untuk kelas II, kelas I, dan VIP dengan asumsi tarif akan

memberikan pemulihan biaya diatas 100% atau bisa mendatangkan surplus

2. Dalam penetapan tarif rasional RSUD. Abunawas Kota Kendari khususnya

untuk penetapan tarif kelas II, kelas I, dan VIP selain berdasarkan

perhitungan unit cost dan cost recovery rate, juga harus mempertimbangkan

kemampuan dan kemauan membayar pasien pengguna pelayanan

kesehatan rawat inap RSUD. Abunawas Kota Kendari.

3. Dalam penetapan tarif rasional pihak rumah sakit harus meningkatkan

kualitas pelayanan (standar produk, service dan minset) agar utilisasi rumah

sakit meningkat, untuk mencapai BOR yang ideal.

4. Dengan adanya jaminan pemerintah pada pelayanan rawat inap kelas III bagi

keluarga miskin atau tidak mampu sebesar tarif rasional kelas III, yang akan

dapat menutupi biaya operasional tetap dan biaya operasional tidak tetap,

diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pihak manajemen rumah sakit untuk

peningkatan pelayanan RSUD. Abunawas Kota Kendari.

Anda mungkin juga menyukai