Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang
dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-
barang (Maramis, 2005).
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis Marah merupakan perasaan
jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan / kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. (Keliat, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
(Yosep, 2007). Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan, ditujukan pada
diri sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan (Depkes
RI dalam Dermawan, 2013).

Suatu keadaan ketika individu mengalami perilaku yang secara fisik dapat
membahayakan bagi diri sendiri atau pun orang lain (Sheila L. Videbeck, 2008)

Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa


perilaku kekerasan merupakan ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan
hilangnya kontrol diri yang mengakibatkan individu bisa berperilaku menyerang atau
melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
Rentang Respon Marah
Secara umum,rentang respon adapatif dan maladaptif merupakan bagian dari
rentang respon sosial,dimana pembagian adalalah sebagai berikut
1) Respon adaptif merupakan respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat dan individu
dalam menyelesaikan masalahnya, dengan kata lain respon adaptif adalah respon
atau masalah yang masih dapat di toleransi atau masih dapat di selesaikan oleh kita
sendiri dalam batas yang normal.
2) Respon maladaptif merupakan respon yang diberikan individu dalam
menyelesaikan masalahnya menyimpang dari norma - norma dan kebudayaan suatu
tempat atau dengan kata lain di luar batas individu tersebut.

Adaptasi Maladaftif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/perilaku kekerasan

Menurut ( Yosep, 2007) rentang respon marah yaitu :

a. Asertif adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan
tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada individu dan tidak
menimbulkan masalah.
b. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena tidak
reakstis atau hambatan dalam proses percakapan tujuan.
c. Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak
pemalu, pendiam sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.
d. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku yang tampak
dapat berupa : muka kusam , bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
e. Ngamuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol
diri, individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

2. Penyebab Perilaku Kekerasan


Penyebab perilaku kekerasan ada dua faktor antara lain.
a. Factor Predisposisi
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif, masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dan dianiaya., sesorang yang mengalami hambatan
dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia
menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika tidak mampu
mengendalikan frustasi tersebut maka dia meluapkannya dengan cara
kekerasan.
2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
melihat kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini memancing
individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-
olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
4) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif
dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu mempunyai
kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya
individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas
tersinggung, lekas marah, dan sebagainya. Harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
3. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan Effect

Perilaku KekerasanC Core problem

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Cause

( Sumber: Keliat, B. A., 2006)

Perilaku kekerasan berawal dari halusinasi yang merupakan gangguan persepsi yang
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Seperti halusinasi
pendengaran yang sebenarnya tidak didengar oleh orang lain yang normal namun
individu yang tidak normal mendengar sesuatu yang baik atau buruk kemudian jika buruk
yang terjadi misal individu mendengar bisikan untuk memukul orang, maka akan
dipersepsikan pada realita dengan individu tampak menggenggam (mengepal) tangan,
wajah merah, mata melotot, otot tegang, bicara kasar, nada suara tinggi, merusak barang-
barang, susah diatur, banyak bicara, agresif. Apabila tidak dapat diatasi pasien akan
mengarah kepada perilaku kekerasandan akan berakibat pada risiko menciderai diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan.

4. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Yosep (2009), mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

5. Penatalaksanaan medis
a. Terapi Medis
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk mengurangi
atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Menurut Depkes (2000), jenis obat
psikofarmaka adalah :
1) Clorpromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala-gejala psikosa :agitasi, ansietas, ketegangan,
kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala-gejala lain yang
biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, mania depresif, gangguan
personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
2) Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilles de la
toureette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku berat
pada anak-anak. Dosis oral untuk dewasa 1-6 mg sehari yang terbagi 6-15 mg
untuk keadaan berat. Kontraindikasinya depresi sistem saraf pusat atau keadaan
koma, penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol. Efek samping
nya sering mengantuk, kaku, tremor lesu, letih, gelisah.
3) Trihexiphenidyl (TXP, Artane, Tremin)
Indikasi untuk penatalaksanan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
4) ECT (Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua
temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan
denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.

b. Tindakan Keperawatan
Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasanmeliputi (Videbeck,2001) :
1) Terapi Modalitas
a) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan lingkungan bagi
semua klien ketika mencoba mengurangi atau menghilangkan agresif.
Aktivitas atau kelompok yang direncanakan seperti permainan kartu,
menonton dan mendiskusikan sebuah film, atau diskusi informal
memberikan klien kesempatan untuk membicarakan peristiwa atau isu
ketika klien tenang. Aktivitas juga melibatkan klien dalam proses terapeutik
dan meminimalkan kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan klien menunjukkan perhatian
perawat yang tulus terhadap klien dan kesiapan untuk mendengarkan
masalah pikiran serta perasaan klien. Mengetahui apa yang diharapkan
dapat meningkatkan rasa aman klien (Videbeck, 2001).
b) Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama dalam
kelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan sama dan diharapkan
memberi kontribusi kepada kelompok untuk membantu yang lain dan juga
mendapat bantuan dari yang lain. Peraturan kelompok ditetapkan dan harus
dipatuhi oleh semua anggota kelompok. Dengan menjadi anggota
kelompok, klien dapat mempelajari cara baru memandang masalah atau
cara koping atau menyelesaikan masalah dan juga membantunya
mempelajari keterampilan interpersonal yang penting (Videbeck, 2001).
c) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan
klien dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah memahami bagaimana
dinamika keluarga memengaruhi psikopatologi klien, memobilisasi
kekuatan dan sumber fungsional keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku
keluarga yang maladaptive, dan menguatkan perilaku penyelesaian masalah
keluarga (Steinglass dalam Videbeck, 2001).
d) Terapi Individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan perubahan pada
individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilakunya.
Terapi ini memiliki hubungan personal antara ahli terapi dan klien. Tujuan
dari terapi individu yaitu memahami diri dan perilaku mereka sendiri,
membuat hubungan personal, memperbaiki hubungan interpersonal, atau
berusaha lepas dari sakit hati atau ketidakbahagiaan.
Hubungan antara klien dan ahli terapi terbina melalui tahap yang sama
dengan tahap hubungan perawat-klien yaitu introduksi, kerja, dan terminasi.
Upaya pengendalian biaya yang ditetapkan oleh organisasi pemeliharaan
kesehatan dan lembaga asuransi lain mendorong upaya mempercepat klien
ke fase kerja sehingga memperoleh manfaat maksimal yang mungkin dari
terapi (Videbeck, 2001).

6. Akibat Perilaku Kekerasan


Akibat perilaku kekerasan yang dilakukan oleh individu yaitu dapat melakukan
tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, bahkan sampai mencederai, memecahkan perabot, membakar
rumah dll.

7. Hal-hal yang dapat dilakukan apabila Mempunyai Keluarga dengan Perilaku


kekerasan
a Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan minat
bakat anggota keluarga yang mengalami perilaku kekerasansehingga diharapkan
dapat meminimalisir kejadian perilaku kekerasan.
b Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak-pihak terkait
contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam membantu menyelesaiakan
konflik sebelum terjadi tindakan kekerasan.
c Mengadakan kontrol khusus dengan perawat / dokter yang dapat membahas dan
melaporkan perkembangan anggota keluarga yang mengalami risiko pelaku
kekerasan terutama dari segi kejiwaan antara pengajar dengan pihak keluarga
terutama orangtua.

8. Peran Keluarga dalam Penanganan Perilaku Kekerasan


a. Mencegah terjadinya perilaku amuk :
1) Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota keluarga
2) Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota keluarga yang
berada dalam kesulitan
3) Saling menghargai pendapat dan pola pikir
4) Menjalin keterbukaan
5) Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan
6) Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha memperbaiki
kekurangan tersebut
7) Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan pada anggota
keluarga untuk mengugkapkan perasaannya untuk membantu kien dalam
menyelesaikan masalah yang konstruktif.
8) Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum obat anggota
dengan risiko pelaku kekerasan dan mendiskusikan tentang pentingnya
minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
9) Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah
dilatih di rumah sakit.
10) Keluarga memberi pujian atas keberhasilan klien untu mengendalikan marah.
11) Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan anggota keluarga
risiko pelaku kekerasan.
12) keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir kesempatan
melakukan perilaku kekerasan
b. Mengontrol Perilaku Kekerasaan dengan mengajarkan klien :
1) Menarik nafas dalam
2) Memukul-mukul bantal
3) Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan klien mengucapkan apa yang
tidak disukai klien
4) Melakukan kegiatan keagamaan seperti sembahyang.
5) Mendampingi klien dalam minum obat secara teratur.
c. Bila Klien dalam PK
Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk membantu membawa
klien ke rumah sakit jiwa terdekat. Sebelum dibawa usahakan dan utamakan
keselamatan diri klien dan penolong.

B. Konsep dasar asuhan keperawatan prilaku kekerasan


1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
1) Riwayat Kelahiran dan tumbuh kembang (biologis)
2) Trauma karena aniaya fisik, seksual/tindakan aniaya fisik
3) Tindakan anti sosial
4) Penyakit yang pernah diderita
5) Gangguan jiwa dimasa lalu
6) Pengadaan sebelumnya:
a) Faktor Biologis
b) Faktor Psikologis
c) Faktor Sosiokultural
b. Faktor Fisik
1) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, diagnosa medis, pendidikan, dan
pekerjaan.
2) Keturunan
Apakah keluarga memiliki penyakit yang sama dengan klien.
3) Proses Psikologis
a) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Apakah klien pernah merasa sakit/kecelakaan, apakah sakit tersebut
mendadak/menahun dan meninggalkan cacat.
b) Makan minum klien
c) Istirahat tidur
d) Pola BAB/BAK
e) Latihan
f) Pemeriksaan Fisik
Fungsi sistem : pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal, genitourinary,
integument, paru udara.
Penampilan fisik, berpakaian rapi/tidak rapi, bersih, faktor tubuh (kaku,
lemah, rileks, lemas).
4) Faktor Emosional (klien merasa tidak aman, merasa terganggu, dendam,
jengkel).
5) Faktor Mental (cenderung mendominasi, cerewet, kasar, meremehkan, dan
suka berdebat)
6) Latihan (menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran).

Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga
(pelaku rawat). Tanda dan gejala perilaku kekerasandapat ditemukan dengan wawancara
melalui pertanyaan sebagai berikut:

a. Apa penyebab perasaan marah?


b. Apa yang dirasakan saat terjadi kejadian/penyebab marah?
c. Apa yang dilakukan saat marah?
d. Apa akibat dari cara marah yang dilakukan?
e. Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah hilang?

Tanda dan gejala perilaku kekerasan yang dapat ditemukan melalui observasi adalah
sebagai berikut:
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Bicara kasar
f. Mondar mandir
g. Nada suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Melempar atau memukul benda/orang lain

2. Masalah Keperawatan
Langkah berikutnya adalah merumuskan diagnosis keperawatan. Diagnosis
keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala yang diperoleh pada
pengkajian. Berdasarkan data-data tersebut dapat ditegakkan diagnosis keperawatan

a. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan


b. Risiko perilaku kekerasan
c. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

3. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan

4. Intervensi Keperawatan (terlampir)

5. Implementasi
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang
aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan
tindakan keperawatan yang sudah di rencanakan, perawat perlu memvalidasi apakah
rencana tindakan keperawatan masih di butuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada
saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien
merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

6. Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu evaluasi proses atau formatif dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan respon klien dengan tujuan yang telah ditentukan. Hasil evaluasi yang
diharapkan adalah:

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya


b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
d. Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
e. Klien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasan yang
dilakukakannya
f. Klien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
g. Klien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,
sosial, dan dengan terapi psikofarmaka
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A,. 2009. Model Praktek Keperawatan Jiwa Profesional. Jakarta : EGC
Kusumawati, farida. 2010.Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :salemba medika

Ma’rifatul, lilik.2011.keperawatan jiwa.yogyakarta:graha ilmu

Maramis. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :EGC


Videbeck, Sheila L. (2001). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Alih bahasa: Renata Komalasari.
Jakarta: EGC.

Yosep, I. 2012. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung : PT Refika Aditama


Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa Bandung: Rafika Aditama.

Dermawan, Deden. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Keliat, B. A. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. (Edisi 2). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai