Anda di halaman 1dari 4

A.

Kemoterapi

Kemoterapi adalah salah satu prosedur perawatan yang paling umum diberikan untuk kanker. Terapi ini
mengandalkan kemampuan dari obat-obat khusus untuk menghancurkan sel-sel kanker yang menyerang
tubuh. Obat tesebut bekerja dengan memperlambat maupun menghentikan pertumbuhan sel kanker.

B. Efek samping kemoterapi

Kemoterapi diketahui dapat menyebabkan beberapa efek samping seperti :

Mual

Muntah

Kelelahan

Hilangnya rambut

Kekurangan sel darah merah (Anemia)

Memar

Pendarahan

Hilangnya nafsu makan

Gangguan tidur

Sembelit atau konstipasi (sulit buang air besar/BAB)

Depresi

C. Terjadinya mual muntah efek samping kemoterapi

Patofisiologi mual dan muntah akibat pemberian kemoterapi adalah manifestasi kompleks suatu refleks
neural. Telah dikenal 2 pusat mual dan muntah, yaitu vomiting center yang terdapat dalam medula
oblongata dan chemoreceptor trigger zone (CTZ) yang terdapat di area postrema di batas belakang
ventrikel ke-4, suati lokasi yang kaya dengan vaskularisasi. CTZ berada di luar sistem blood brain barrier,
karena itu dapat dirangsang langsung oleh zat yang merangsang dan berbahaya, misalnya obat
kemoterapi dan hasil metabolitnya atau rangsangan humoral lain.
Pusat muntah mendapatkan rangsangan dari CTZ, sistem limbik, korteks, sistem vestibuler dan sistem
gastrointestinal melalui serabut saraf aferen. Rangsang tersebut kemudian direspons melalui serabut
saraf eferendi nervus vagus. Pada saat bersamaan, pusat muntah menstimuli refleks otonom dan refleks
simpatis yang menyertai mual dan muntah berupa vasokonstriksi, takikardi, diaforesis, kontraksi otot
perut dan diafragma dan gerakan balik peristaltik usus. Proses ini melibatkan beberapa neurotransmitter
dan kemoreseptor. Obat-obat anti mual dan muntah dibuat berdasarkan mekanisme kerja 'antagonis'
terhadap reseptor-reseptor tersebut.

Efek samping mual dan muntah akibat pemberian kemoterapi melibatkan beberapa reseptor dengan
patofisiologi yang kompleks. Karena itu, kombinasi beberapa obat antiemetik dengan mekanisme kerja
yang berbeda akan memberikan hasil yang lebih baik. Penelitian membuktikan bahwa pemberian
dexametason yang dikombinasi dengan metoclopropamide dan antagonis serotonin hasilnya lebih baik
dibandingkan menggunakan obat antiemetik tunggal.

D. Jahe untuk mual muntah post kemo

Jahe adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan
bahan obat. Zat-zat yang terkandung pada jahe, dapat membantu mengurangi rasa
mual muntah pada bagian rimpang jahe.
Jahe adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan
bahan obat. Zat-zat yang terkandung pada jahe, dapat membantu mengurangi rasa
mual muntah pada bagian rimpang jahe.

Jahe merah atau Zingiber officinale var. Rubrum merupakan salah satu jenis
rempah-rempah yang telah digunakan secara luas di dunia sebagai obat medis terhadap
berbagai penyakit. Berbagai penelitian menyebutkan jahe merah mengandung
komponen bioaktif yang memiliki efek fisiologis, farmakologis, dan mikrobiologis.
Komponen bioaktif tersebut antara lain gingerol, shogaol, dan zingeberen yang
merupakan kelompok senyawa fenolik (Afzal et al., 2006). Penelitian lain
menunjukkan bahwa jahe merah telah lama digunakan sebagai obat tradisional yang
berperan sebagai antioksidan, anti-inflamasi, anti kanker, dan anti-angiogenesis
(Jeyakumar et al, 2009). Dalam penelitiannya, Yan Wang (2012) menemukan bahwa
jahe merah juga mengandung senyawa zingiberene yang berperan sebagai antioksidan,
dan antivirus.

Aroma khas jahe yang dihasilkan oleh minyak atsiri dan rasa pedas yang disebabkan oleh
kandungan oleoresin dapat menghangatkan tubuh dan mengeluarkan keringat. Penelitian oleh
Meltzer (2006) menjelaskan bahwa terjadi penurunan keparahan mual muntah pada pasien
kanker. Vultyavanich (2006) menambahkan bahwa pemberian intervensi pada kelompok yang
diberikan tablet jahe pada umumnya menurunkan mual muntah dibandingkan kelompok yang
hanya terapi kanker.

Pengaruh efektifitas minum jahe mengurangi mual muntah efek dari kemoterapi
pada pasien kanker .
Ketika menjalani kemoterapi, pasien kanker sering mengalami efek samping
seperti kehilangan nafsu makan, mual atau kesulitan mengunyah dan menelan. Jahe bisa
mengurangi efek samping tersebut. Para dokter di All India Institute Science (AIIMS),
New Delhi sekarang sedang mencari cara herbal untuk membantu pasien kanker
mengatasi efek samping dari kemoterapi. Ahli onkologi di rumah sakit tersebut telah
bereksperimen dengan bubuk jahe untuk mengurangi keparahan mual, mudah yang
ditimbulkan karena kemoterapi (chemotherapy induced nausea vomiting atau CINV).
Mual dan muntah adalah efek samping paling utama pada pasien kanker setelah
menjalani perawatan kemoterapi
Senyawa aktif dalam jahe
Seperti yang dipaparkan dalam buku Herbal Indonesia berkhasiat, jahe mengandung
beragam senyawa aktif seperti Gingerol, Zingerone, I-dehydrogingerodine, 6-
gingesulfonic acid, shogaol, karbohidrat, palmetic acid, oleic acid, linoleic acid, caprylic
acid, caproc acid, lauric acid, myristic acid, pentadecanoic acid, stearic acid, linilenic
acid, lesitin, gingerglycolipid (A,B,C). Jahe juga mengandung asam amino, protein, resin,
diterpene, mineral, vitamin A dan niacin. Ada kandungan minyak atsiri di dalamnya :
zingiberene, B-bisabolene, singiberol, zingiborenol, ar-curcumene dan beberapa aldehid.
Efek Samping
Hanya sedikit efek samping yang ditimbulkan apabila seseorang mengkonsumsi jahe
dalam dosis kecil. Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah kembung, mulas,
dan mual. Efek ini paling sering dikaitkan dengan penggunaan jahe serbuk. Secara teori,
jahe dapat meningkatkan risiko pendarahan bila saat bersamaan dikonsumsi obat
pengencer darah seperti aspirin, antikoagulan seperti warfarin (Coumadin), obat anti-
platelet seperti clopidogrel (plavix), dan obat anti inflamasi seperti ibuprofen (Motrin,
Advil) atau naproxen (Naprosyn)

Arikunto, S. (2012). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi ke 5.


Jakarta: RinekaCipta.
Dalimartha, S. (2004). Deteksi Dini Kanker Dan Simplisia Antikanker. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Desen, W. (2008). Buku Ajar Onkologi Klinis. FKUI. Jakarta
Hidayat, A.A. (2008). Riset Keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.
McPhee, S.J., & Ganong, W.F. (2010). Patofisiologo Penyakit. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC.
Notoatmojo, (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: RinekaCipta.
Smeltzer, (2010). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
Sudoyo, A.W. (2012). Kanker Usus Besar Apakah Masih Ada Harapan?.
Sugiyono, (2008). Metode penelitian kuantitatif dan R& D. Bandung: Alfabeta.
Sukardja, I. G. (2004). Onkologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press.
Tjindarbudi, D. And Mangunkusumo, R (2008) Cancer In Indonesia, Present and Future.
Jpn J Clin Oncol. 32 (supplement 1).

Anda mungkin juga menyukai