Anda di halaman 1dari 15

1

NYERI KEPALA PRIMER

I. Definisi Nyeri Kepala

Nyeri Kepala adalah sensasi tidak nyaman yang dirasakan di daerah kepala akibat

segala hal yang merusak atau berpotensi mengakibatkan kerusakan structural.

Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang bukan diakibatkan oleh adanya

kelainan struktural di intrakranial.

Nyeri kepala primer yang sering terjadi dan akan dibahas adalah migren, nyeri

kepala tipe tegang (tension type headache), dan trigeminal autonomic cephalgia

(Tersering adalah cluster type headache).

II. Migren

Migren merupakan penyakit / kelainan yang bersifat kompleks dan ditandai

dengan episode nyeri kepala yang berulang.2

Faktor resiko migren:

1. Berat badan berlebih

2. Tekanan darah tinggi

3. Hiperkolesterolemia

4. Gangguan sensitivitas insulin

5. Kadar homosistein tinggi

6. Stroke

7. Riwayat Penyakit Jantung coroner


2

Klasifikasi Migren berdasarkan consensus PERDOSSI tahun 2013

1. Migren tanpa aura atau common migraine

2. Migren denhgan aura atau classic migraine

3. Sindrom periodic pada anak yang dapat menjadi precursor migren, yaitu

cycling vomiting, migren abdominal, vertigo paroksismal benigna pada

anak

4. Migren retinal

5. Komplikasi Migren:

a. Migren kronis

b. Status migrenosus (serangan migren >72 jam)

c. Aura persisten tanpa infark

d. Migrainous infarct

e. Migrian – triggered seizure

6. Probable Migrain

Patofisiologi Migren

Patofisiologi pasti dari migren tidaklah diketahui, tetapi terdapat beberapa teori

dan hipotesis.

1. Teori Vaskular

Berdasarkan teori ini, aura yang muncul pada migren disebabkan oleh

vasokonstriksi pembuluh darah intrakranial yang menginduksi iskemia


3

jaringan. Setelah terjadi vasokonstriksi akan muncul rebound

vasodilatation yang merangsang nosiseptor perivascular pembuluh darah

otak dan menimbulkan rasa nyeri

2. Teori Neurovaskular

Menurut teori ini, awalnya migren disebabkan oleh proses neurogenic.

Adanya proses neurogenic ini akan diikuti perubahan perfusi serebral.

Menurut teori ini, orang dengan migren memiliki saraf – saraf yang sensitif

atau mudah dieksitasi pada korteks serebralnya terutama bagian oksipital.

3. Teori Cortical Spreading Depression (CSD)

Teori ini dapat menjelaskan migren dengan aura. CSD adalah gelombang

eksitasi neuronal pada substansia grisea yang menyebar dari satu sisi ke

sisi lain otak dengan kecepatan 2 – 6 mm / menit.

Depolarisasi inilah yang menimbulkan suatu fenomena yang disebut

dengan fenomena korteks primer atau biasa disebut dengan aura. Proses

depolarisasi ini akan menstimulasi aktivasi neuron nosiseptif pada

pembuluh darah dura yang kemudian menghasilkan nyeri kepala.

Proses aktivasi neuron nosiseptif dilakukan melalui pelepasan berbagai

protein plasma dan substansi yang menstimulus inflamasi. Proses inflamasi

ini merangsang vasodilatasi dan akan merangsang serangan migren yang

berulang – ulang. Pada akhirnya proses inflamasi ini menyebabkan

kerusakan pada periaqueductal greymatter (PAG) yang menyebabkan


4

ambang nyeri semakin menurun. Pasien semakin mudah mengalami

migren pada stimulus yang lebih ringan.

Gejala Dan Tanda Klinis Migren

Terdapat empat stadium migren sederhana:

1. Prodromal

Gejala prodromal pada migren dapat terjadi selama beberapa jam hingga

hari sebelum terjadi nyeri. Gejala prodomal pada migren dapat berupa

perubahan mental dan mood (depresi, marah, euphoria), leher kaku, fatig

atau kelelahan, food cravings, retensi cairan, dan sering berkemih.

2. Aura

Aura adalah gejala disfungsi serebral fokal yang dapat membaik dalam

waktu <60 menit. Aura dapat berupa gangguan visual homonim, parestesia

unilateral, kesemutan, kelelahan, atua disfasia.

Aura visual yang paling sering terjadi dan umumnya berupa fotofobia,

fotopsia (kilatan Cahaya), bentuk geometrik, atau skotoma. Aura visual

umumnya bilateral dan bergerak perlahan di dalam area lapang pandang.

Aura visual juga dapat berupa metamorfopsia. Metamorfopsia adalah suatu

abnormalitas pada persepsi visual di dalam area lapang pandang ketika

gambaran suatu benda terdirtorsi. Orang dengan aura visual tipe ini akan

mengatakan benda – benda di sekitarnya akan tampak lebih kecil

(mikropsia) atau lebih besar (makropsia) dari ukuran sebenarnya.

3. Nyeri Kepala
5

Nyeri kepala pada migren memiliki karakteristik berdenyut unilateral

(terutama pada derah fronto-temporal). Umumnya terjadi dalam durasi jam

hingga hari. Nyeri bersifat progresif dan memburuk pada malam hari.

Dapat disertai mual, muntah, fotofobia, fonofobia, dan aura.

4. Postdromal

Gejala postdromal dapat berbentuk perubahan nafsu makan, gejala

otonom, perubahan mood, serta agitasi, atau retadarsi psikomotor.

Pada pemeriksan fisik dapat ditemukan tanda – tanda sebagai berikut:

a. Takikardi atau bradikardi

b. Hipertensi atau hipotensi

c. Injeksi konjungtiva

d. Reaksi pupil yang kurang baik terhadap cahaya

e. Defisit hemisensorik atau hemiparesis (ditemukan pada migren

kompleks)

Tatalaksana Migren

Tujuan terapi migren adalah untuk mencegah agar migren tidak terjadi kembali,

bila terjadi kembalipun tidak terlalu berat dan menggganggu atau mengurangi

kualitas hidup dari sang penderita. Terapi yang adekuat sangatlah penting

karena serangan berulang akan menyebabkan ambang nyeri penderita migren

berkurang dan kemungkinan untuk kambuh semakin tinggi.

1. Terapi abortif
6

Terapi abortif adalah terapi yang dibutuhkan saat pasien sedang dalam

serangan akut. Pengobatan harus diberikan segera saat ada serangan

untuk mencegah progresivitias dari migren itu sendiri. Terapi abortif

yang dapat digunakan adalah golongan agonis 5HTIB/ID (Triptans) dan

derivat ergot. Contoh golongan agonis 5HTIB/ID (Triptans) adalah

sumatriptan 6 mg subkutan atau sumatriptan 50 – 100 mg peroral.

Contoh golongan derivate ergot adalah ergotamine 1 – 2 mg yang dapat

diberikan peroral, subkutan maupun rektal.

2. Terapi Nonmedikamentosa

Pasien harus menghindari factor pencetus munculnya migren, seperti:

Perubahan pola tidur, makanan / minuman, (keju, coklat, MSG,

alcohol), stress, cahaya terang, cahaya kelap – kelip, perubahan

cuaca,dan tempat yang tinggi.

3. Terapi Profilaksi

Terapi yang dilakukan untuk mencegah terjadinya migren.

SEEDS:

a. Sleep hygiene (keteraturan pola tidur)

b. Eating schedules (keteraturan pola makan)

c. Exercise regimen (Keteraturan pola olahraga)

d. Drinking water (Minum cukup air)

e. Stress reduction (Kurangi stress)


7

III. Nyeri Kepala Tipe Tegang (Tension Type Headache)

Nyeri kepala tipe tegang merupakan nyeri kepala primer yang paling sering

ditemukan. Menyerang hampir 1,4 juta orang dan seringkali menyerang orang

pada usia produktif (puncaknya 30-39 tahun). Perempuan dua kali lebih sering

dibandingkan laki - laki

Klasifikasi TTH

1. TTH episodik yang infrequent

2. TTH episodic yang frequent

3. TTH kronik

4. Kemungkinan TTH

Patofisiologi TTH

Kontraksi otot yang terus menerus akan menyebabkan turunnya perfusi darah

dan lepasnua subtansi pemicu nyeri (laktat, asam piruvat, dan sebagainya).

Substansi substansi ini kemudian akan menstimulasi saraf dan menimbulkan

rasa nyeri pada otot dan ligament yang dipersarafi. Nyeri ini bersifat tumpul.

Pada TTH, nyeri muncul pada otot leher belakang di daerah oksipital. Pada saat

yang bersamaan, nyeri akan menjalar ke sisi kiri dan kanan kepala atau

melewati sisi retro-orbita. Nyerinya akan muncul pada dearah – daerah

penjalaran itu. Pada otot yang tidak banyak dipersarafi, akan terasa pegal saja

pada otot itu.


8

Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan TTH semakin sering timbul,

seperti hipotensi dan anemia, stress dan depresi, sensitasi sentral dan perifer.

Anemia dan hipotensi menyebabkan perfusi otot daerah kranial sedikit dan

kemungkinan terjadi iskemia otot. Stress akan menimbulkan kontraksi otot

yang berlebihan dan kontraksi otot yang berlebihan dapat menurunkan perfusi

ke daerah otot – otot yang bersangkutan. Sensitasi sentral dan perifer dapat

terjadi bila TTH sudah terjadi terus menerus karena ambang nyeri yang semakin

menurun.

Gejala Klinis TTH:

1.Nyeri kepala bilateral, tidak berdenyut.

2. Rasa tegang di sekitar leher dan kepala belakang.

3. Tidak ada mual dan muntah (beda dengan migren)

4. Insomnia

5. Penurunan BB

6. Susah berkonsentrasi

7. Mudah lelah

8. Pemeriksaan fisik dan neurologis dalam batas normal


9

Kriteria Diagnostik TTH

Kriteria Diagnostik TTH tipe jarang

1. Sekurang – kurangnya terdapat 10 episode serangan dengan rerata <1

hari/bulan (<12 hari/tahun) dan memenuhi kriteria 2-5

2. Nyeri kepala dapat berlangsung 30 menit sampai 7 hari.

3. Nyeri kepala memiliki setidaknya 2 gejala khas di bawah ini

a. Bilateral

b. Terasa menekan atau mengikat

c. Intensitasnya ringan hingga sedang

d. Tidak diperberat dengan aktivitas rutin seperti berjalan atau naik

tangga

4. Tidak ditemukan keluhan gejala berupa

a. Mual atau muntah

b. Fotofobia dan fonofobia

5. Tidak berkatian dengan kelainan lain pada kepala atau organ tubuh lainnya.

(bukan nyeri kepala sekunder)

TTH tipe sering memiliki kriteria diagnostik yang sama dengan TTH tipe

jarang tetapi dengan frekuensi lebih sering, yaitu adanya 10 episode serangan

pada 1-15 hari/bulan selama paling tidak 3 bulan (12-180 hari/tahun).


10

Kriteria Diagnostik TTH kronik adalah:

1. Nyeri kepala yang terjadi >15 hari/bulan dan berlangsung >3 bulan (>180

hari/tahun)

2. Nyeri kepala ini harus memenuhi kriteria berikut:

a. Berlangsung beberapa jam atau secara terus menerus

b. Nyeri kepala memiliki sekurangnya 2 karakteristik berikut

i. Lokasi bilateral

ii. Terasa menekan atau mengikat (bukan berdenyut)

iii. Intesitas ringan hingga sedang

iv. Tidak memberat dengan aktivitas sehari – hari

c. Tidak didapatkan:

i. Fotofobia dan fonofobia

ii. Mual dan muntah

d. Bukan nyeri kepala sekunder (tidak berhubugan dengan keadaan

lain).

Tatalaksana TTH

1. Modifikasi gaya hidup.

Dua hal terutama yang harus dihindari adalah stress dan postur tubuh yang

tidak benar. Olahraga rutin untuk memperkuat otot – otot sang pasien

jugalah menjadi hal yang penting di dalam mencegah kambuhnya TTH


11

2. Terapi Medikamentosa

a. Akut :

i. Analgesic  aspirin 1000mg/hari, NSAID (Naproksen

660-750 mg/hari, ketoprofen 25-50 mg/hari,dll).

ii. Kafein (analgesic ajuvan) 65 mg

iii. Kombinasi

b. Kronis:

i. Antidepresan  jenis trisiklik  amitriptilin

ii. Antiansietas  mencegah kekambuhan  benzodiazepin

IV. Nyeri Kepala Tipe Klaster

Nyeri kepala tipe klaster adalah nyeri kepala tersering pada trigeminal

autonomic cephalgia (TAC). Ciri khas dari nyeri kepala klaster adalah nyeri

kepala hebat yang disertai gejala otonom di tempat yang spesifik, seperti

orbita, supraorbital, temporal, atau kombinasi tempat –tempat tersebut.

Nyeri kepalanya bersifat episodik sehingga disebut klaster. Biasanya dalam

waktu 15 -180 menit dengan frekuensi 1 kali tiap 2 hari sampai sehari 8 kali.

Penyakit ini sangat jarang terjadi, hanya sekitar 1 persen dari kejadian nyeri

kepala. Enam kali lebih sering ditemukan pada laki – laki dibandingkan dengan

wanita. Dan lebih sering ditemukan pada orang usia di atas 30 tahun.
12

Gejala Klinis Nyeri Kepala Kluster

Nyeri kepala tipe kluster terasa sangat hebat disertai satu atau lebih gejala

tambahan berupa:

1. Injeksi konjungtiva

2. Lakrimasi

3. Kongesti nasal

4. Rhinorrhea

5. Berkeringat kening

6. Wajah

7. Miosis

8. Ptosis

9. Edema palpebral.

Semua gejala tambahan bersifat ipsilateral dengan rasa nyerinya.

Klasifikasi Nyeri Kepala Tipe Kluster

1. Nyeri kepala tipe kluster episodik.

Tipe episodik terjadi periodic selama 7 hari sampai satu tahun. Setiap

periode dipisahkan oleh periode bebas nyeri selam satu bulan atau lebih.

2. Nyeri kepala tipe kluster kronik

Tipe kronik terjadi selama lebih dari 1 tahun tanpa remisi. (periode bebas

nyeri).
13

Patofisiologi Nyeri Kepala Tipe Kluster

Bagaimana pathogenesis atau bagaimana sampai terjadinya nyeri kepala tipe

kluster masih belum diketahui secara jelas sampai sekarang

Kriteria Diagnostik Nyeri Kepala Tipe Kluster

1. Tedapat minimal 5 kali serangan dan memenuhi kriteria – kriteria

selanjutnya

2. Nyeri hebat atau sangat hebat di orbita, supraorbital, dana tau temporal

yang unilateral, berlangsung 15 -180 menit tanpa diobati

3. Nyeri kepala disertai salah satu gejala berikut

a. Injeksi konjungtiva

b. Lakrimasi ipsilateral

c. Kongesti nasal

d. Rhinorrhea ipsilateral

e. Edema palpebral ipsilateral

f. Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral

g. Miosis dana tau ptosis ipsilateral

h. Perasaan gelisah atau agitasi

4. Serangan – serangan tersebut mempunyai frekuensi: dari 1 kali / 2 hari

sampai 8 kali / hari.

5. Tidak berkaitan dengan gangguan lain (bukan nyeri kepala sekunder)


14

Tatalaksana Nyeri Kepala Tipe Klaster

1. Inhalasi oksigen 100% 7LPM selama 15 menit dengan sungkup

2. Medikamentosa

a. Dihidroergotamin (DHE) 0,5 – 1,5 mg secara intravena, atau

b. sumatriptan injeksi subkutan 6 mg. (Kontraindikasi penyakit

jantung)

c. Anastesi lokal 1ml lidokain 4%. Teteskan pada kapas dan

dihirupkan ke hidung

3. Modifikasi pola hidup

a. Istirahat teratur

b. Hindari konsumsi alcohol

c. Kurangi paparan dengan bau-baunya menyengat

d. Hindari sinar yang terlalu terang.


15

Daftar Pustaka

1. Bagian Neurologi FKUI. Buku Ajar Neurologi. Badan Penerbit FKUI.

Jakarta, 2017: 569 – 89

2. Chawia J. 2017. Migrain Headache. [Internet] Diakses: 11-14-2017.

https://emedicine.medscape.com/article/1142556-overview

3. Blanda M. 2016. Tension Headache. [Internet]. Diakses: 11-14-2071

https://emedicine.medscape.com/article/792384-overview

Anda mungkin juga menyukai