Anda di halaman 1dari 10

PELAYANAN UNIT GAWAT DARURAT

YANG BAIK
Sabtu, 26 Maret 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Penanganan kasus gawat darurat pada setiap rumah sakit khususnya sering
menjadi sorotan publik sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan yang sering
merasa terabaikan dan tidak jarang berakhir pada kematian. Pelayanan kesehatan
tersebut dinyatakan sebagai bagian integral dari pelayanan dasar yang terjangkau
seluruh masyarakat. Kegagalan dalam penanganan kasus kedaruratan obstetri
umumnya disebabkan oleh kegagalan mengenal resiko kehamilan, keterlambatan
rujukan, kurangnya sarana yang memadai untuk perawatan ibu hamil dengan risiko
tinggi maupun pengetahuan tenaga medis, paramedis dan penderita dalam
mengenal kehamilan resiko tinggi, secara dini, masalah dalam pelayanan obstetri,
maupun kondisi ekonomi. Penyebab utama tingginya angka kematian ibu ialah
adanya 3 terlambat (3T) yaitu terlambat mencari pertolongan, terlambat mencapai
tempat tujuan dan terlambat memperoleh penanganan yang tepat setelah tiba
ditempat tujuan.
Pelayanan gawat darurat bertujuan menyelamatkan kehidupan penderita, sering
dimanfaatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan
bahkan pelayanan rawat jalan. Pelayanan gawat darurat terdiri dari; falsafah dan
tujuan, administrasi dan pengelolaan, staf dan pimpinan, fasilitas dan peralatan,
kebijakan dan prosedur, pengembangan staf dan program pendidikan, evaluasi dan
pengendalian mutu.
1.2       Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian dari Unit Gawat Darurat?
2.      Apa Tujuan dari Unit Gawat darurat?
3.      Kegiatan Unit Gawat Darurat seperti apa?
4.      Fasilitas Unit Gawat Darurat seperti apa?
5.      Hal-hal yang harus di perhatikan dalam UGD seperti apa?
6.      Indikator Unit Gawat Darurat seperti apa?
7.      Prinsip-prinsip Unit Gawat Darurat seperti apa?
8.      Triage Unit gawat Darurat seperti apa?
9.      Bagaimana Prosedur Unit Gawat Darurat?
10.  Indikator Mutu UGD seperti apa?

1.3       Tujuan Penulisan


1.      Dapat mengetahui Pengertian dari Unit Gawat Darurat
2.      Mengerti Tujuan dari Unit Gawat darurat

3. Mengetahui Kegiatan Unit Gawat Darurat


3.      Mengetahui Kegiatan Unit Gawat Darurat
4.      Mengetahui Fasilitas Unit Gawat Darurat
5.      Mengetahui Hal-hal yang harus di perhatikan dalam UGD
6.      Mengetahui Indikator Unit Gawat Darurat
7.      Mengetahui Prinsip-prinsip Unit Gawat Darurat
8.      Mengetahui Triage Unit gawat Darurat
9.      Mengetahui Prosedur Unit Gawat Darurat
10.  Mengetahui Indikator Mutu UGD 

BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Definisi
Gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan kedokteran
yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera untuk menyelamatkan
kehidupannya (life saving).
Gawat Darurat (Azrul, 1997) yang dimaksud gawat darurat (emergency care)
adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam
waktu segera untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving). Instalasi gawat
darurat adalah salah satu sumber utama pelayanan kesehatan di rumah sakit. Ada
beberapa hal yang membuat situasi di IGD menjadi khas, diantaranya adalah pasien
yang perlu penanganan cepat walaupun riwayat kesehatannya belum jelas.
Unit gawat darurat (UGD) adalah layanan yang disediakan untuk kebutuhan
pasien yang dalam kondisi gawat darurat dan harus segera dibawa ke rumah sakit
untuk mendapatkan penanganan darurat yang cepat. Sistem pelayanan yang
diberikan menggunakan sistem triage, dimana pelayanan diutamakan bagi pasien
dalam keadaan darurat (emergency) bukan berdasarkan antrian.`
2.2       Tujuan
Tujuan dari pelayanan gawat darurat ini adalah untuk memberikan
pertolongan pertama bagi pasien yang dating dan menghindari berbagai resiko,
seperti: kematian , menanggulangi korban kecelakaan, atau bencana lainnya yang
langsung membutuhkan tindakan.
Selain tujuan umum tersebut adapun tujuan utama dari pelayan gawat
darurat yaitu :
1.      Memberikan pelayanan komunikatif, cepat dan tepat selama 24 jam terus 
menerus
2.    Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu
bagi setiap anggota masyarakat  yang berada dalam keadaan gawat darurat
3.      Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat sehingga dapat
hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
4.    Menerima dan merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan untuk
memperoleh penanganan yang lebih
5.    Menanggulangi korban bencana
Pelayanan pada Unit Gawat Darurat untuk pasien yang datang akan langsung
dilakukan tindakan sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya. Bagi pasien yang
tergolong emergency (akut) akan langsung dilakukan tindakan menyelamatkan jiwa
pasien (life saving). Bagi pasien yang tergolong tidak akut dan gawat akan dilakukan
oengobatan sesuai dengan kebutuhan dan kasus masalahnya yang setelah itu akan

dipulangkan kerumah.
dipulangkan kerumah.

2.3       Kegiatan
Kegiatan yang menjadi tanggung jawab UGD banyak macamnya, secara umum
dapat dibedakan atas tiga macam (Flynn, 1962) :
1.    Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat
Kegiatan pertama yang menjadi tanggung jawab UGD adalah
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. Sayangnya jenis pelayanan
kedokteran yang bersifat khas ini sering disalah gunakan. Pelayanan gawat
darurat sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita
(life savng), sering dimanfatkan hanya untuk memperoleh pelayanan
pertolongan pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat jalan
(ambulatory care). Pengertian gawat darurat yang dianut oleh anggota
masyarakat memang berbeda dengan petugas kesehatan. Oleh anggota
masyarakat, setiap gangguan kesehatan yang dialaminya, dapat saja
diartikan sebagai keadaan darurat (emergency) dan karena itu mendatangi
UGD untuk meminta pertolongan. Tidak mengherankan jika jumlah
penderita rawat jalan yang mengunjungi UGD dari tahun ke tahun tampak
semakin meningkat.
2.      Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang
membutuhkan pelayanan rawat inap intensif
Kegiatan kedua yang menjadi tangung jawab UGD adalah
menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang
membutuhkan pelayanan intensif. Pada dasarnya kegiatan ini merupakan
lanjutan dari pelayanan gawat darurat, yakni dengan merujuk kasus-kasus
gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh pelayanan rawa inap
yang intensif. Seperti misalnya Unit Perawatan Intensif (intensive care unit),
untuk kasus-kasus penyakit umum, serta Unit Perawatan Jantung Intensif
(intensive cardiac care unit) untuk kasus-kasus penyakit jantung, dan unit
perawatan intensif lainnya.
3.    Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat
Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab UGD adalah
menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung
serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada
hubungannya dengan keadaan medis darurat (emergency medical
questions). Sayangnya, kegiatan ketiga ini belum banyak diselenggarakan.
2.4       Fasilitas
Fasilitas yang disediakan di instalasi / unit gawat darurat harus menjamin
efektivitas dan efisiensi bagi pelayanan gawat darurat dalam waktu 24 jam, 7 hari
seminggu secara terus menerus.
1.    Susunan ruangan dan arsitektur bangunan harus dapat menjamin efisiensi
pelayanaan kegawat daruratan.
2.    Harus ada pelayanaan radiologi yang di organisasi dengan baik serta
lokasinya berdekatan dengan Unit Gawat Darurat.
3.    Alat dan instrument harus berkualitas baik dan selalu tersedia untuk di
pakai.
4.    Memiliki mobil Ambulance
2.5       Hal- hal Yang Harus Diperhatikan dalam Pelayanan Gawat Darurat
2.5.1   Sistem komunikasi
Kejelasan kemana berita adanya kejadian gawat darurat
Kejelasan kemana berita adanya kejadian gawat darurat
disampaikan, akan memperpendek masa pra rumah sakit yang dialami
penderita. Pertolongan yang datang dengan segera akan meminimalkan
resiko-resiko penyulit lanjutan seperti syok hipovolemia akibat
kehilangan darah yang berkelanjutan, hipotermia akibat terpapar
lingkungan dingin dan sebagainya. Siapapun yang menemukan penderita
pertama kali di lokasi harus tahu persis kemana informasi diteruskan.
Problemnya adalah bagaimana masyarakat dapat dengan mudah
meminta tolong, bagaimana cara membimbing dan mobilisasi sarana
tranportasi (Ambulan), bagaimana kordinasi untuk mengatur rujukan,
dan bagaimana komunikasi selama bencana berlangsung.
2.5.2   Pendidikan
Penolong pertama seringkali orang awam yang tidak memiliki
kemampuan menolong yang memadai sehingga dapat dipahami jika
penderita dapat langsung meninggal ditempat kejadian atau mungkin
selamat sampai ke fasilitas kesehatan dengan mengalami kecacatan
karena cara tranport yang salah. Penderita dengan kegagalan pernapasan
dan jantung kurang dari 4-6 menit dapat diselamatkan dari kerusakan
otak yang ireversibel. Syok karena kehilangan darah dapat dicegah jika
sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari jika upaya
evakuasi & tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar. Karena itu
orang awam yang menjadi penolong pertama harus menguasai lima
kemampuan dasar yaitu :
a)      Menguasai cara meminta bantuan pertolongan
b)          Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung
paru)
c)      Menguasai teknik mengontrol perdarahan
d)     Menguasai teknik memasang balut-bidai
e)      Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi
Golongan orang awam lain yang sering berada di tempat umum
karena bertugas sebagai pelayan masyarakat  seperti polisi, petugas
kebakaran, tim SAR atau guru harus memiliki kemampuan tambahan lain
yaitu menguasai kemampuan menanggulangi keadaan gawat darurat
dalam kondisi :
a)      Penyakit anak
b)      Penyakit dalam
c)      Penyakit saraf
d)     Penyakit Jiwa
e)      Penyakit Mata dan telinga
Penyebarluasan kemampuan sebagai penolong pertama dapat
diberikan kepada masyarakat yang awam dalam bidang pertolongan
medis baik secara formal maupun informal secara berkala dan
berkelanjutan. Pelatihan formal di intansi-intansi harus diselenggarakan
dengan menggunakan kurikulum yang sama, bentuk sertifikasi yang
sama dan lencana tanda lulus yang sama. Sehingga penolong akan
memiliki kemampuan yang sama dan memudahkan dalam memberikan
bantuan dalam keadaan sehari-hari ataupun bencana masal.
2.5.3   Tranportasi
Alat tranportasi yang dimaksud adalah kendaraannya, alat-alatnya
dan personalnya. Tranportasi penderita dapat dilakukan melalui darat,
dan personalnya. Tranportasi penderita dapat dilakukan melalui darat,
laut dan udara. Alat tranportasi penderita ke rumah sakit saat ini masih
dilakukan dengan kendaraan yang bermacam-macam kendaraan tanpa
kordinasi yang baik. Hanya sebagian kecil yang dilakukan dengan
ambulan, itupun dengan ambulan biasa yang tidak memenuhi standar
gawat darurat. Jenis-jenis ambulan untuk suatu wilayah dapat
disesuaikan dengan kondisi lokal untuk pelayanan harian dan bencana.
2.5.4   Pendanaan
Sumber pendanaan cukup memungkinkan karena system asuransi
yang kini berlaku di Indonesia. Pegawai negeri punya ASKES, pegawai
swasta memiliki jamsostek, masyarakat miskin mempunyai ASKESKIN.
Orang berada memiliki asuransi jiwa
2.5.5   Quality Control
Penilaian, perbaikan dan peningkatan system harus dilakukan secara
periodic untuk menjamin kualitas pelayanan sesuai tujuan.
2.6       Indikator Unit Gawat Darurat
1.         Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa.
2.         Jam buka pelayanan gawat darurat, standar 24 jam.
3.         Pemberi pelayanan kegawat daruratan yang bersertifikat (yang masih
berlaku).
4.         Ketersediaan tim penanggulangan bencana, standar 1 tim.
5.         Waktu tanggap pelayanan dokter di gawat darurat, standar ≤ 5 menit
terlayani setelah pasien datang.
6.         Kepuasan pelanggan, standar ≥ 70%.
7.         Kematian pasien ≤ 24 jam, standar ≤ 2 per 1000 ( pindah ke pelayanan
rawat inap setelah 8 jam ).
8.         Khusus untuk RS jiwa, pasien dapat ditenangkan dalam waktu ≤ 48 jam.
9.         Perawat minimal D3 dan bersertifikat pelatihan Pelayanan Gawat
Darurat.
10.     Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka.
2.7       Prinsip-prinsip Unit Gawat Darurat
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan
salah satu sistem atau organ seperti :
1.      Susunan saraf pusat
2.      Pernafasan
3.      Kardiovaskuler
4.      Hati
5.      Ginjal
6.      Pancreas
Kegagalan (kerusakan) sistem atau organ tersebut dapat disebabkan oleh :
1.      Trauma / cedera
2.      Infeksi
3.      Keracunan (polsoning)
4.      Degenerasi (kailure)
5.      Asfiksi
6.      Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of
water and electrolie)
Kegagalan sistem saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan dan kehilangan
hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit).
Sedangkan kegagaln sistem / organ yang lain dapat menyebabkan kematian
Sedangkan kegagaln sistem / organ yang lain dapat menyebabkan kematian
dalam waktu yang lebih lama. Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan
Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat
ditentukan oleh:
1.      Kecacatan menemukan penderita gawat darurat
2.      Kecepatan meminta pertolongan
3.      Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
a.       Ditempat kejadian
b.      Dalam perjalanan kerumah sakit
c.       Pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas / Rumah
Sakit
2.8       Triage (Triase)
Triage adalah suatu sistem pembagian / klasifikasi prioritas klien berdasarkan 
berat / ringannya kondisi klien / kegawatannya yang memerlukan tindakan segera.
Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk
mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
Triage berasal dari bahasa Perancis trier, bahasa Inggris triage dan diturunkan ke
dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah
pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis 
perawatan gawat darurat.
Menurut Brooker (2008), dalam prinsip Triase diberlakukan sistem prioritas, yaitu
penentuan / penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai  penanganan
yang mengacu pda tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan pasien  berdasarkan :
1.   Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
2.   Dapat mati dalam hitungan jam
3.   Trauma ringan
4.   Sudah meninggal
Pada umumnya penilaian korban dalam Triase dapat dilakukan dengan :
1.   Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
2.   Menilai kebutuhan medis
3.   Menilai kemungkinan bertahan hidup
4.   Menilai bantuan yang memungkinkan
5.   Memprioritaskan penanganan definitive
6.   Tag warna
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang
timbul. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem Triase
adalah kondisi pasien yang meliputi :
a)      Gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan
yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
b)          Darurat adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
c)          Gawat Darurat adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa
disebabkan oleh gangguan ABC ( Airway / jalan nafas, Breathing  / 
bernafas, dan Circulation / sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka
dapat meninggal atau cacat.
Berdasarkan tingkat prioritas ( Labelling ), maka dapat dibagi menjadi 4
klasifikasi :
Klasifikasi Keterangan
Prioritas I (Merah) Mengancam nyawa atau fungsi
vital,  perlu resusitasi dan
tindakan bedah segera,
mempunyai kesempatan hidup
yang besar. Penanganan dan 
pemindahan bersifat segera yaitu
gangguan pada jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi.
Contohnya sumbatan jalan nafas,
tension pneumothorak, syok
temoragik, luka terpotong pada
tangan dan kaki, combutio (luka
bakar) tingkat II & III > 25%.
Prioritas II (Kuning) Potensial mengancam nyawa
atau fungsi vital bila tidak segera
ditangani dalam  jangka waktu
singkat. Penanganan dan 
pemiindahan bersifat jangan
terlambat. Contohnya patah
tulang besar, combutio (luka
bakar) tingkat II & III < 25%,
trauma thorak / abdomen,
trauma bola mata.
Prioritas III (Hijau) Perlu penanganan seperti
pelayanan  biasa, tidak perlu
segera. Penanganan dan
pemindahan bersifat terakhir.
Contohnya luka superficial, luka-
luka ringan.
Prioritas 0 (Hitam) Kemungkinan hidup sangat kecil,
luka sangat parah. Hanya perlu
terapi suportif. Contohnya
jantung henti kritis, trauma
kepaala kritis.
 
           Alur dalam proses Triase :
1.      Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD
2.          Di ruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat
(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya olehperawat.
3.          Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase
dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung UGD)
4.          Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode
warna :
a)      Segera / Immediate (Merah)
Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar
dapat hidup bila ditolong segera. Pasien dapat langsung segera
diberikan pengobatan di ruang tindakan UGD.
b)     Tunda / Delayed (Kuning)
Pasien memerlukan tindakan definitif tapi tidak ada ancaman jiwa
segera. Pasien yang memerlukan tindakan lebih lanjut dapat
dipindahkan ke ruang observasi dan mmenunggu giliran setelah 
pasien kategori triase merah telah selesai ditangani.
c)      Minimal (Hijau)
Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri
sendiri atau mencari pertolongan. Pasien dapat dipindahkan ke rawat 
jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan maka
pasien dapat diperbolehkan untuk pulang.
d)     Expectant (Hitam)
Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meskipun
sudah mendapat pertolongan. Pasien / korban yang telah meninggal
dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
2.1       Prosedur Unit Gawat Darurat
1.      Pasien masuk ruang gawat darurat.
2.      Pengantar mendaftar ke bagian administrasi (front liner).
3.      UGD menerima status pasien dari rekam medik dan map plastik merah.
4.      Paramedik dan dokter triase memeriksa kondisi pasien.
5.          Paramedik dan dokter melakukan tindakan yang diperlukan sesuai SPM
emergensi Dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan
disetujui oleh pasien/keluarga (informed consent).

6. Bila pasien menolak pemeriksaan dan atau tindakan (medik, penunjang,


6.          Bila pasien menolak pemeriksaan dan atau tindakan (medik, penunjang,
ranap), pasien/keluarga menandatangani surat penolakan.
7.          Pasien tanpa pengantar dan dalam kondisi tidak sadar, dokter atau
paramedis berhak melakukan tindakan penyelamatan bila terdapat
kondisi yang mengancam jiwa pasien.
8.          Diperlukan pemeriksaan penunjang, dokter membuat pengantar ke unit
terkait dan mengonfirmasi lewat telpon, pengambilan sampel
laboratorium dilakukan di ruang gawat darurat, untuk pemeriksaan
rontgen, paramedik mengantarkan pasien ke unit radiologi.
9.          Dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan disetujui oleh
pasien/keluarga (informed consent).
10.  Bila pasien menolak pemeriksaan dan atau tindakan (medik, penunjang,
ranap), pasien/keluarga menandatangani surat penolakan.
11.  Pasien tanpa pengantar dan dalam kondisi tidak sadar, dokter atau
paramedis berhak melakukan tindakan penyelamatan bila terdapat
kondisi yang mengancam jiwa pasien.
12.  Bila diperlukan pemeriksaan penunjang, dokter membuat pengantar ke
unit terkait dan mengonfirmasi lewat telpon, pengambilan sampel
laboratorium dilakukan di ruang gawat darurat, untuk pemeriksaan
rontgen, paramedik mengantarkan pasien ke unit radiologi.

2.2       Indikator Mutu Unit Gawat Darurat


Untuk mengendalikan mutu pelayanan Unit Gawat Darurat, maka perlu dilakukan
upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan instalasi / unit
gawat darurat. Dengan kriteria :
1)      Ada data dan informasi mengenai :
a.       Jumlah kunjungan
b.      Kecepatan pelayanan (respon time)
c.       Pola penyakit / kecelakaan
d.      Angka kematian
2)      Instalasi / Unit Gawat Darurat harus menyelenggarakan evaluasi
terhadap  pelayanan kasus gawat darurat sedikitnya satun kali dalam
setahun.
3)      Instalasi / Unit Gawat Darurat harus menyelenggarakan evaluasi
terhadap kasus-kasus tertentu sedikitnya satu kali dalam setahun.

BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Setiap Pelayanan Gawat Darurat harus mampu melayani dan menanggapi
dalam tindakan yang cepat agar kelangsungan hidup pasien dapat terjamin
yang di dukung oleh tenaga Ahli Medis yang sesuai dengan standar Pelayanan
Gawat Darurat dan tersedianya sarana dan prasarana ( fasilitas ) yang
memadai.
3.2    Saran
Untuk setiap rumah sakit khususnya di bagian pelayanan gawat darurat agar
lebih di tingkatkan lagi dari segi ahli medis dan fasilitasnya di atas standar
supaya berbagai kondisi pasien dapat ditanggapi dengan cepat  oleh rumah
sakit tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Aninomous,1999. Triage officers course.
Brooker, Chris. (2008). Enslikopedia Keperawatan. Jakarta:EGC.
DR.Dr. Azrul Azwar MPH. 1996.  Pengantar administrasi kesehatan. Binarupa Aksara.
edisi ketiga.
Iyer, P. 2004.  Dokumentasi Keperawatan  : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan,Jakarta : EGC
Oman, K 2008. Panduan Belajar Keperawatan Gawat Darurat  : Jakarta : EGC

Reny Prastiwi Kurniawati di 02.37

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya
Reny Prastiwi Kurniawati
Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai