Anda di halaman 1dari 6

Result

Tabel 1. Means and proportions of study factor in the first pregnancy among
186.859 woman in norway with their first and second singleton pregnancies
during the years 1999-2012.

Preeclampsia in first
Study factor in first pregnanty total pregnancy
yes No P value
Total Number %
177
Placental weight in grams (SD) 186 859 (100) 9710 (5.2) <0.001
149(94.8)
Birthweight in grams (SD) 660 (185) 625 (201) <0.001
662 (184)
Gestasional age in weeks (SD) 3471 (572) 3134 (840) <0.001
3490 (547)
Maternal age years (SD) 39.5 (2.1) 38.0 (3.1) <0.001
39.5 (2.0)
Interval beetween pregnancies 26.9 (4.5) 26.7 (4,6) <0.001
26.9 (4.5)
(SD) 3.1 (1.7) 3.2 (1.7) <0.001
3.1 (1.7)
Diabetes, number (%) 2575 (1.4) 325 (3.3) <0.001
2250 (1.3)
Smoking, number (%) 26817 (17.3) 1230 (15.2) <0.001
25 587 (17.4)

Karakteristik dari sampel penelitian ditamplikan pada tabel 1. Primigravida


dengan eklampsia terdata sebanyak 5,2% (9710/186.859) dan sebanyak 2,2%
(4028/186.859) preeklampsia pada kehamilan kedua. Wanita dengan preeklampsia
pada kehamilan pertama, memiliki risiko untuk terjadinya preeklampsia pada
kehamilan berikutnya sebesar 15,7% (1522/9710), dan 0,8% (522/186859) dari
semua wanita memiliki preeklampsia pada kedua kehamilan. Wanita dengan
preeklampsia rekuren mewakili 37,8% (1522/4029) dari semua kasus preeklampsia
pada kehamilan kedua, dan 62,2% (2507/4029) kasus preeklampsia pada kehamilan
kedua yang tidak memiliki riwayat preeklampsia (gambar 1).

Wanita dengan riwayat preeklampsia

Diantara wanita tanpa riwayat preeklampsia pada kehamilan pertama,


memiliki rerata berat placenta pada kehamilan pertama sebesar 662 gr (SD 184 gr),
dan berat bayi lahir sebesar 3490 gr (tabel 1). Risiko absolut total untuk
preeklampsia pada kehamilan kedua adalah 1,4% dan risikonya 1,6% untuk wanita
dengan berat plasenta rendah dan 1,5% untuk wanita dengan berat plasenta tinggi
dikehamilan pertama. (tabel 2). OR untuk preeklampsia pada kehamilan kedua
meningkat untuk keduanya yg rendah dan untuk berat plasenta yang tinggi pada
kehamilan pertama dibandingkan dengan wanita dengan berat plasenta pada kuintil
3. Berat plasenta yang rendah pada kehamilan pertama meningkatkan risiko baik
untuk premature dan aterm preeklampsia pada kehamilan kedua. (tabel 3, gambar
2a dan b). Namun peningkatan risiko preeklampsia terkait berat plasenta yang
tinggi terbatas pada preeklampsia aterm. (tabel 3 fig 2b)

Woman with previous Preeclampsia

Diantara wanita dengan riwayat preeklampsia pada kehamilan pertama,


berat badan plasenta pada kehamilan pertama adalah 625 gr dan berat lahir rata-rata
adalah 3134 gr. (tabel 1). Resiko kekambuhan untuk keseluruhan preeklampsia
adalah 15,7% dan risiko kekambuhan adalah 18,5% untuk wanita dengan berat
plasenta rendah pada kehamilan pertama(tabel 2). OR untuk preeklampsia pada
kehamilan kedua meningkat untuk berat plasenta yang rendah pada kehamilan
pertama dibandingkan dengan kelompok referensi. Berat plasenta yang rendah
meningkatkan risiko terutama untuk preeklampsia preterm pada kehamilan kedua.
Risiko absolut untuk preeklampsia preterm pada kehamilan kedua adalah 6,4%
pada wanita dengan berat plasenta rendah (tabel 3, gambar 2c). Penyesuaian untuk
faktor studi lainnya tidak mengubah salah satu dari ORS yang diperkirakan di
atas.(tabel 2 tabel 3).

Comment

Penelitian yang dilakukan terhadap 186.859 wanita dengan kedua


kehamilan, kami menemukan bahwa berat placenta rendah pada kehamilan pertama
meningkatkan risiko untuk preeklampsia pada kehamilan kedua. Selain itu, pada
wanita tanpa preeklampsia pada kehamilan pertama, berat plasenta yang tinggi
meningkatkan risiko berkembangnya preeklampsia aterm pada kehamilan kedua.

Kami menggunakan data dari medical birth registry di norwegia dan


populasi sumber mencakup semua wanita di norwegia dengan dua kehamilan
tunggal selama tahun 1999 – 2012. Wanita dengan informasi yang hilang, mengenai
variabel penelitian telah di eksklusikan (3,5%) yang mayoritas (97%) dikecualikan
karena kehilangan informasi pada berat plasenta dikehamilan pertama. Dalam
analisis terpisah terhadap wanita yang dikecualikan karena kehilangan berat
plasenta, prevalensi preeklampsia pada kehamilan pertama dan kedua serupa
dengan wanita yang termasuk dalam analisis kami. Selain itu rata-rata berat lahir
sama, menunjukkan tidak ada bias seleksi.

Beberapa wanita dengan preeklampsia berat pada kehamilan pertama


mungkin tidak mengalami kehamilan kedua. Dengan demikian, wanita dengan
preeklampsia berat pada kehamilan pertama mungkin kurang terwakili dalam
penelitian kami dan ada kemungkinan hubungan estimasi berat plasenta yang
rendah dengan risiko preeklampsia rekuren merupakan perkiraan yang kurang. Ada
kemungkinan juga bahwa interval antara kehamilan mungkin lebih lama untuk
wanita dengan dengan preeklampsia sebelumnya dengan wanita tanpa
preeklampsia sebelumnya (Skajaerven,2002). Namun penyesuaian untuk interval
antara kehamilan tidak mengubah asosiasi.

Diagnosis preeklampsia di medical birth registry memiliki validitas yang


tinggi (Thomsen, 2013). Kemudian, prevalensi preeklampsia pada kehamilan
pertama dan kedua dalam penelitian kami serupa dengan penelitian lain. Pelaporan
plasenta dan faktor penelitian lain yang salah pada kehamilan pertama mungkin
terjadi, namun tidak mungkin terjadi kesalahan klasifikasi yang mungkin terjadi
karena adanya preeklampsia pada kehamilan kedua.

Berat plasenta sangat dipengaruhi oleh usia kehamilan saat lahir dan
kehamilan dengan preeklampsia mungkin memiliki durasi yang lebih pendek dari
pada kehamilan tanpa preeklampsia. Oleh karena itu, kami membuat penyesuaian
untuk kemungkinan perbedaan usia kehamilan saat lahir dengan menggunakan z
skor. Kami juga membuat penyesuaian untuk diabetes ibu, usia, merokok dan
interval antara kehamilan, karena preeklampsia dan berat plasenta sebelumnya telah
dikaitkan dengan faktor faktor ini (Skajaerven, 2002). Namun keduanya dalam
kehamilan dan kehamilan tanpa preeklampsia sebelumnya, penyesuaian untuk
faktor-faktor ini tidak mengubah perkiraan kami. Sayangnya informasi tentang
perubahan dari kehamilan pertama sampai kedua dalam indeks massa tubuh ibu,
tekanan darah atau faktor risiko penyakit kardiovaskular lainnya tidak tersedia.
Untuk mempelajari apakah berat plasenta pada preterm dan aterm preeklampsia
pada kehamilan pertama dikaitkan dengan preterm atau aterm preeklampsia pada
kehamilan kedua berada diluar cakupan penelitian ini.

Sepengetahuan kita, hubungan berat plasenta pada kehamilan pertama


dengan risiko preeklampsia pada kehamilan kedua sebelumnya tidak pernah
dilaporkan. Namun berat lahir rendah pada kehamilan pertama telah dikaitkan
dengan penignkatan risiko preeklampsia pada kehamilan kedua, tidak tergantung
pada preeklampsia sebelumnya. Temuan sebelumnya ini mendukung hasil kami
karena berat lahir dan berat plasenta berkorelasi (Salafia, 2008).

Kami menenmukan bahwa berat plasenta yang rendah pada kehamilan


pertamadikaitkan dengan preeklampsia pada kehamilan pada kehamilan kedua pada
wanita tanpa dan pada wanita dengan riwayat eklampsia sebelumnya. Mekanisme
yangmendasari asosiasi ini tidak diketahui, namun bisa melibatkan beberapa jalur.
Preeklampsia dan penyakit kardiovaskular memiliki beberapa faktor risiko
(Magnussen, 2007). Oleh karena itu temuan kami mungkin menunjukkan bahwa
biologi yang mendasari pertumbuhan plasenta juga terkait dengan preeklampsia dan
penyakit kardiovaskular ini. Sebagai contoh, hipertensi sebelum hamil dan
trombofilia berhubungan dengan berat plasenta yang rendah dan juga dengan
perkembangan preeklampsia (Facchinetti, 2009). Kekakuan arterial dan
arteriosklerosis dapat berupa kondisi vaskular yang maternal lainnya yang mungkin
dapat membatasi pertumbuhan plasenta (Hooijschuur, 2015). Dengan demikian
berat plasenta yang rendah pada kehamilan pertama mungkin merupakan indikator
dari peningkatan risiko gangguan hipertensi.

Perkembangan plasenta bergantung pada endometrium yang berfungsi


dengan baik. Kelainan anatomis, hormonal atau imunologis endometrium dapat
menyebabkan fungsi endometrium yang kurang optimal dan mengganggu
proliferasi trofoblas yang berdampak pada perkembangan plasenta. (Timeva, 2014).
Beberapa faktor pertumbuhan dan faktor angiogenik disintesispada sel trofoblas di
plasenta. Rendahnya faktor pertumbuhan plasenta, endoglin dan Human chorionic
gonadotropin pada awal kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko
preeklampsia dan kelahiran dengan berat bayi lahir rendah. (Asvold, 2011). Jadi,
bagi beberapa wanita, faktor mendasar yang meneybabkan berat plasenta rendah
pada kehamilan pertama, seperti gangguan fungsi endometrium atau kondisi
vaskular ibu, mungkin masih ada atau telah berkembang pada kehamilan kedua dan
mungkin menjadi penyebab preeklampsia.

Pertumbuhan plasenta diatur oleh gen maternal dan paternal, dan bagi
kebanyakan wanita dalam penelitian kami kemungkinan memiliki ayah yang sama.
(Skjaerven, 2002) dengan demikian gen maternal dan paternal dapat mempengaruhi
plasenta dan juga risiko pengembangan preeklampsia (Skajaerven, 2005).

Diantara wanita tanpa preeklampsia sebelumnya, berat plasenta rendah dan


tinggi pada kehamilan pertama meningkatkan risiko preeklampsia pada kehamilan
kedua. Berat plasenta yang tinggidikaitkan dengan preeklampsia pada usia aterm
dan term preeclampsia tidak seberat dibandingkan dengan preeklampsia yang
onsetnya lebih awal. (Hernandez, 2009). Temuan kami mungkin menyarankan
faktor penyebab ibu yang berbeda di balik perkembangan preeklampsia prematur
dan preeklampsia aterm pada kehamilan kedua. Indeks masa tubuh ibu yang tinggi
telah dikaitkan dengan berat plasenta tinggi dan dengan preeklampsia. (Wallace,
2012). Oleh karena itu beberapa wanita dengan berat plasenta yang tinggi pada
kehamilan pertama mungkin memiliki indeks massa tubuh yang tinggi dan indeks
massa tubuh mereka mungkin meningkat dari kehamilan pertama sampai kehamilan
kedua. Juga, adanya faktor ibu lain yang terkait dengan berat plasenta yang tinggi
seperti konsentrasi glukosa (Strom, 2013), dan tekanan darah, mungkin meningkat
pada interval antara kehamilan. Dengan demikian risiko untuk preeklampsia
mungkin lebih tinggi pada periode kedua dibandingkan dengan kehamilan pertama
mereka. (Van, 2015)

Sebagian besar kasus preeklampsia pada kehamilan kedua adalah wanita


tanpa riwayat preeklampsia (62,2%). Namun, pada wanita tanpa riwayat
preeklampsia, risiko absolut untuk preeklampsia pada kehamilan kedua rendah
(1,4%) dan perbedaan risiko menurut berat plasenta mungkin tidak penting secara
klinis (kisaran 1,2-1,6%). Pada wanita dengan preeklampsia pada kehamilan
pertama total 15,7% preeklampsia berulang. Dan 4,4% berkembang menjadi
preeklampsia preterm. Wanita dengan berat plasenta rendah berisiko tinggi
mengalami kekambuhan, khususnya untuk preeklampsia preterm. Informasi
semacam itu dapat membantu mengidentifikasi wanita yang berisiko mengalami
preeklampsia pada kehamilan kedua.

Sebagai kesimpulan kami menemukan bahwa berat plasenta yang rendah


pada kehamilan pertama dikaitkan dengan peningkatan risiko berkembangnya
preeklampsia pada kehamilan kedua. Selain itu pada wanita tanpa preeklampsia
pada kehamilan pertama, berat plasenta yang tinggi meningkatkan risiko
berkembangnya preeklampsia aterm pada kehamilan kedua.

Anda mungkin juga menyukai