PENDAHULUAN
Dahulu sindrom ini diduga disebabkan oleh infeksi virus, tetapi akhir-akhir
ini terungkap bahwa ternyata virus bukan sebagai penyebab. Teori yang dianut
sekarang ialah suatu kelainan imunobiologis baik secara primary immune
response maupun immune mediated process .
Infeksi saluran pernafasan dan pencernaan sering mendahului gejala
neuropathy dalam 1 sampai 3 minggu (kadang-kadang lebih lama) pada kira-kira
60% penderita dengan Sindroma Guillain Barre.
Angka kejadian Sindroma Guillain Barre diperkirakan 1 sampai 2 penderita
per 100.000 penduduk dibawah umur 18 tahun dalam 1 tahun. Penderita laki-laki
1,5 kali lebih banyak daripada perempuan .
Ada 2 manifestasi klinis dari Sindroma Guillain Barre yang terpenting yaitu
adanya kelemahan motoris yang progresif yang mengenai lebih dari satu anggota
gerak dan adanya reflek yang menurun atau menghilang .
Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) yang karakteristik pada
Sindroma Guillain Barre adalah peningkatan protein dalam CSS tanpa adanya
pleocytosis (jumlah sel dalam CSS yang abnormal) yang disebut sebagai albumino
cytologic dissociation.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. SH
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : RT. 09 Sungai Duren
Pekerjaan : Tidak bekerja
MRS : 3 Oktober 2016
DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1 Kelemahan pada 3 oktober
keempat anggota 2016
gerak
6. Riwayat kebiasaan :
- Pola makan 3 kali sehari, dengan nasi dan lauk pauk beragam, makan makanan
bersantan (+), makanan asin (+), sayur-sayuran (+)
- Konsumsi air mineral ± 7 gelas sehari
- Pola tidur malam ± 6 jam sehari
- Riwayat merokok (-)
- Riwayat minum alkohol (-)
2. Status Psikitus
Cara berpikir : normal
Perasaan hati : normal
Tingkah laku : normal
Ingatan : normal
Kecerdasan : normal
3. Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : normocephale
Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+)
Pulsasi : (+)
B. Leher
Sikap : lurus
Pergerakan : baik
Kaku kuduk : (-)
C. Nervus Kranialis
Nervi Cranialis Kanan Kiri
NI Daya Penghidu N N
N II Daya Penglihatan N N
Medan Penglihatan N N
Pengenalan warna N N
N III Ptosis (-) (-)
Gerakan Mata B B
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil Bulat Bulat
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
N IV Strabismus Divergen (-) (-)
Gerakan Mata Ke Lateral Bawah (+) (+)
Strabismus Konvergen (-) (-)
NV Menggigit (+) (+)
Membuka Mulut (+) (+)
Sensibilitas Muka N N
Refleks Cornea (+) (+)
Trismus (-) (-)
N VI Gerakan Mata Ke Lateral (+) (+)
Strabismus Konvergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)
N VII Kedipan Mata (+) (+)
Lipatan Nasolabial Simetris
Sudut Mulut Simetris
Mengerutkan Dahi (+) (+)
Mengerutkan Alis (+) (+)
Menutup Mata (+) (+)
Meringis (+) (+)
Menggembungkan Pipi (+) (+)
Daya Kecap Lidah 2/3 Depan Normal Normal
N VIII Mendengar Suara Berbisik Normal Normal
Mendengar Detik Arloji Normal Normal
Tes Rinne Normal Normal
Tes Weber Normal Normal
Tes Schwabach Normal Normal
N IX Arkus Faring N N
Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek
Reflek kulit perut atas tidak dilakukan tidak dilakukan
Reflek kulit perut tengah tidak dilakukan tidak dilakukan
Reflek kulit perut bawah tidak dilakukan tidak dilakukan
Reflek kremaster tidak dilakukan tidak dilakukan
Refleks
Biseps - -
Triseps - -
Radius - -
Ulna - -
Hoffman-Tromner - -
Refleks
Patella - -
Achilles - -
Babinsky - -
Oppenheim - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Rosolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -
Test Laseque - -
Test Kernig - -
F. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)
G. Alat Vegetatif
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
Ereksi : tidak dilakukan
H. Test Tambahan
Test Nafziger : tidak dilakukan
Test Valsava : tidak dilakukan
Pemeriksaan Penunjang
a. Darah rutin : 3 oktober 2016
- WBC : 8,5 103/mm3 (3.5-10.0)
- RBC : 5,69 106/mm3 (3.80-5.80)
- HGB : 14,8 g/dl (11.0-16.5)
- HCT : 42,1 % (35.0-50.0)
- PLT : 353 103/mm3 (150-390)
b. Elektrolit : 3 Oktober 2016
- Natrium : 138.04 mmol/L
- Kalium : 4.73 mmol/L
- Chlorida : 99.90 mmol/L
- Calcium : 1,25 mmol/L
c. Faal ginjal : 3 oktober 2016
- Ureum : 40,0 mg/dl
- Kreatinin : o,9 mg/dl
d. Faal lemak (4 Oktober 2016)
- Kolesterol : 278 mg/dl
- Hdl : 33 mg/dl
- Ldl : 225 mg/dl
I. DIAGNOSIS
Diagnosa klinis : Tetraparese tipe Flaksid (LMN)
Diagnosa topis : Radiks anterior
Diagnosa etiologi : Suspect Sindrom Guillain Bare
Pemantauan Lanjut
16 Oktober 2016 ( perawatan hari ke 13 )
S : kelemahan anggota gerak, gatal - gatal.
O : T : 140/80mmHg N : 100 x/m R : 26 x/m SB : 36,6°C
GCS 15, pupil bulat isokor diameter 3 mm, RC +/+, RCTL +/+
Kepala tidak ada kelainan, leher tidak ada kelainan, dada bentuk simetris, paru ronkhi dan
wheezing tidak ada, bunyi jantung normal dan tidak ada bising, hepar dan lien tidak
teraba, perut tidak ada kelainan, ekstremitas akral hangat.
Status motorik : kekuatan otot ekstremitas atas 3, kekuatan otot ekstremitas bawah 3;
kesan tonus otot menurun pada keempat ekstremitas, refleks fisiologis pada ekstremitas
tidak ada, refleks patologis tidak ada.
A : - Tetraparesis LMN ec syndrome guillain barre
P : - Elevasi kepala 30°, mobilisasi miring kanan kiri tiap 2 jam.
- IVFD RL 20 gtt/menit
- Methylprednisolon 3x500 mg iv
- Ranitidin 2x1amp iv
- Vitamin B12 2x1amp iv
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
akut) merupakan paralisis asendens yang dapat membawa kematian dan disertai
dengan kelemahan yang dimulai pada ekstremitas distal tapi kemudian dengan
inflamasi kronik yang mengenai radiks saraf serta saraf perifer. Kelainan ini
dimediasi oleh imun dan sering terjadi sesudah infeksi virus (sitomegalovirus,
informasi ke sel lain. Neuron terdiri dari tiga bagian: dendrit, yaitu tonjolan
memanjang yang menerima informasi dari lingkungan atau dari neuron lain;
badan sel, yang mengandung nukleus dan akson, yang panjangnya dapat mencapai
1 meter dan menghantarkan impuls ke otot, kelenjar, atau neuron lain. Sebagian
besar neuron bersifat multipolar, yang mengandung satu akson dan beberapa
dendrit. Neuron bipolar memiliki satu dendrit dan satu akson dan ditemukan di
tonjolan yang keluar dari badan sel dan terbagi menjadi dua cabang, satu
memanjang ke medula spinalis dan yang lain memanjang ke perifer. Akson dan
sinaps, yakni suatu struktur khusus untuk menyalurkan informasi dari akson ke
sepanjang akson.1
terutama terdiri dari lipid. Selaput mielin berfungsi sebagai insulator, sperti karet
yang membungkus kabel listrik, untuk mencegah arus bocor menembus bagian
membran yang bermielin. Mielin sebenarnya bukan bagian dari sel saraf tetapi
terdiri dari sel-sel pembentuk mielin terpisah yang membungkus diri mengelilingi
akson seperti kue bolu gulung. Hilangnya mielin memperlambat transmisi impuls
berasal dari susunan saraf itu sendiri. Autoantigenik neural ini tidak patologik
selama toleransi imunologik masih ada. Tetapi karena suatu sebab, toleransi
Menurut teori yang diuraikan maka beberapa penyakit nerologik disebabkan oleh
angka insidensi GBS dari 2 penelitian epidemiologi terdahulu dapat dilihat pada
penelitian yang dilakukan Ress, dkk (1998) dengan metode dan subyek yaitu
prospektif 1 tahun, 97 pasien didiagnosa GBS dimana angka insiden per 100.000
penduduk adalah 1,2 dan peneltian yang dilakukan Casmiro dkk (1998) dengan
metode dan subyek yaitu prospektif studi 2 tahun, 87 pasien didiagnosa GBS,
Penelitian yang dilakukan oleh Ress, dkk (1998) menunjukkan bahwa rasio
laki-laki dan perempuan adalah 0.8/1. Rata-rata umur (SD) adalah 47.7 tahun
(19.5) dan berkisar antara 5 sampai 85 tahun. Sementara penelitian Casmiro, dkk
(1998) menunjukkan bahwa puncak insidensi adalah pada usia 60-69 tahun
dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian
usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi
2.4 Etiologi
infeksi atau kedaan tertentu yang mendahului GBS akan timbul autoantibodi atau
disepanjang radiks saraf sensoris. Karena sindrom ini menyebabkan inflamasi dan
(motorik), maka tanda-tanda gangguan sensoris dan motorik akan terjadi secara
bersamaan.2
Mekanisme imun seluler dan humoral tampak ikut berperan, lesi inflamasi
awal akan menyebabkan infiltrasi limfosit dan makrofag pada komponen mielin.
komplemen ikut berperan dalam proses opsonisasi makrofag pada sel Schwann.
Proses ini dapat diamati baik pada radiks saraf, saraf tepi, dan saraf kranialis.
Sitokin ikut pula berperan, hal ini ditunjukkan dengan korelasi klinik Tumor
dan selubung mielin. Antibodi pada saraf perifer akan mengaktivasi sistem
menurunnya kecepatan hantar saraf dan conduction block. SGB tipe aksonal
disebut pula sebagai Acute Motor Aaxonal Neuropathy (AMAN), yang terutama
ditandai oleh kerusakan aksonal yang nyata, dan ditunjukkan dengan Compound
Kejadian SGB sering didahului oleh hal-hal berikut: (1) infeksi tractus
respiratorius atau tractus gastrointestinal (pada2/3 kasus), (2) vaksinasi, (3)
munculnya SGB adalah respon abnormal sel T akibat infeksi. Sel T CD4 helper
1. Kelemahan otot yang simetris (tanda neurologi utama) dan muncul pertama-
tama pada tungkai (tipe asenden) yang kemudian meluas ke lengan serta
2. Kelemahan otot yang pertama-tama terasa pada lengan (tipe descenden) atau
terjadi sekaligus pada lengan dan tungkai akibat terganggunya transmisi impuls
3. Tidak terdapat kelemahan otot atau hanya mengenai nervus fasialis (pada
6. Disfagia atau Disartria dan yang lebih jarang terjadi, kelemahan otot yang
dipersarafi nervus kranialis XI (nervus aksesorius spinalis)
penegakan diagnosa.
2.8 Diagnosis
Kriteria klinik yang dipakai secara luas dalam diagnosa SGB adalah kriteria
Kriteria diagnosis
b. Menunjang diagnosa
2. Relatif simetris
7. Tanpa demam
c. Meragukan diagnosa
1. Asimetris
d. Mengeksklusikan diagnosa
1. Pemeriksaan laboratorium9
protein dalam cairan otak > 0,5 mg % Tanpa diikuti peningkatan jumlah
dalam cairan otak dimulai pada minggu 1-2 dari onset penyakit, dan
2. Pemeriksaan Elektromiografi9
atau trakeotomi jika gangguan pada otot-otot pernapasan membuat pasien sulit
mengeluarkan dahak.2
Kaji dan atasi disfungsi pernafasan. Jika otot pernapasan melemah, lakukan
parsial oksigen arterial (PaO2) yang bila berada dibawah 70 mmHg menandakan
berikut:3
waktu 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma yang dikeluarkan per
exchange adalah 40-50 ml/Kg. Dalam waktu 7-14 hari, dilakukan 3-5 kali plasma
exchange.9
ada yang berpendapat bahwa pemakaian kortikosteroid pada fase dini mungkin
bermanfaat.9
mudah dibandingkan dengan plasma exchange. Kajian yang dilakukan oleh Bril,
dkk (1999) menunjukkan bahwa penggunaan terapi Ig pada pasien SGB sama
2.12 Prognosis
dan emboli paru. Sebagian besar penderita (60 – 80%) sembuh secara sempurna
dalam waktu 6 bula, sebagian kecil (7-22 %) sembuh dalam waktu 12 bulan
dengan kelainan motorik ringan dan atrofi otot-otot kecil di tangan dan kaki.
aksonal, dan umur pasien. Faktor prediktor prognosis yang buruk dalam penelitian
Lyu dkk, (1997) adalah : (1) usia > 40 tahun, (2) amplitudo CMAP yang rendah,
dan (3) perlunya ventilasi mekanik. Sebuah penelitian prospektif lain dengan
waktu follow-up 1 tahun terhadap 79 pasien SGB dilakukan oleh Ress dkk, (1998)
prognosis yang buruk untuk tidak tercapainya pemulihan sempurna (p=0.05; odds
ratio 0.35; 95% CI 0.12-1.00). Penelitian lain oleh Kuwabara dkk, (2001)
menunjukkan bahwa refleks tendo yang positif merupakan salah satu prediktor
tercapainya pemulihan SGB yang cepat (skala Hughes meningkat 2 skor
Pasien datang dengan keluhan lemah pada seluruh anggota gerak, keluhan
sejak lebih kurang 2 tahun sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasakan
lemah pada anggota gerak muncul bersamaan, disertai rasa kebas atau
kesemutan. Kelemahan pada anggota gerak dirasakan berangsur angsur dan
dirasakan bersamaan baik pada lengan dan tungkai, awalnya pasien masih bisa
berjalan sambil berpegangan kemudian lama kelamaan tidak bisa lagi dan
tidak pernah membaik sampai sekarang.
Awal keluhan lemah pada anggota gerak muncul 2 tahun yang lalu setelah
pasien demam dan mencret lebih kurang 2 minggu. Demam hilang tibul, turun
dengan minum obat. Mencret lebih dari 3 kali dalam sehari dengan konsistensi
cair dan terdapat ampas.
Seminggu sebelum masuk rumah sakit pasien kembali merasakan keluhan
yang sama, yaitu demam dan mencret, disertai dengan kesulitan menelan,
sehingga pasien tidak dapat makan dan minum. Kesulitan menelan dirasakan
lebih kurang3 hari sebelum masuk rumah sakit,saat setiap makan dan minum,
maka makanan dan minuman akan keluar kembali. Pasien tidak mengeluhkan
adanya pusing, mual, muntah. BAK (+).Pasien sudah pernah 2 kali masuk
rumah sakit dengan keluhan yang sama.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tidak ada kelainan sedangkan pada
pemeriksaan neurologi didapatkan penurunan fungsi motorik.
Sindrom Guillain-barré (SGB) atau secara klinis sering disebut “Poli
Radikulo Neuropati Inflamasi Akut (PIA)”. SGB sering disebut juga acute
inflamating demyelinating polyneuropathy atau acute ascending paralysis
yang merupakan kelainan pada saraf perifer yang bersifat peradangan di luar
otak dan medulla spinalis. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap
musim, menyerang semua umur, dan tidak bersifat herediter.
Penyakit ini merupakan proses autoimun. Tetapi sekitar setengah dari
seluruh kasus terjadi setelah penyakit infeksi virus atau bakteri. Kerusakan
mielin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan
melepaskan selubung mielin dari sel schwan dan akson.
Gejala klinis berupa kelemahan anggota tubuh bagian bawah biasanya
terkena terlebih dahulu sebelum tungkai atas. Otot bulbar dan pernapasan
dapat terpengaruh juga, keterlibatan saraf kranial III-VII dan IX-XII
mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai
berikut; wajah drop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopia, Dysarthria,
Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Perubahan Sensorik
berupa parestesia dimulai pada jari kaki dan ujung jari tangan, menuju ke atas
tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan
kaki, nyeri, dan gangguan pernafasan.
Pemeriksaan penunjang yang berhubungan dengan penyakit ini berupa
pemeriksaan LCS (Liquor Cerebro Spinalis). Dari pemeriksaan LCS
didapatkan adanya kenaikan kadar protein (1 – 1,5 g/dl) tanpa diikuti kenaikan
jumlah sel. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau
kedua. Pemeriksaan EMG, Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam
batas normal, kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada
akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan
adanya perbaikan.
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan
terutama secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah
mengurangi gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan dan
memperbaiki prognosisnya. Penderita pada stadium awal perlu dirawat di
rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita
dengan gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk memdapatkan
bantuan pernafasan, pengobatan (imunoterapi) dan fisioterapi.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau
cairan ke dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi,
trombosis vena dalam, paralisis permanen pada bagian tubuh tertentu, dan
kontraktur pada sendi. Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang
baik, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai
gejala sisa. Penderita SGB dapat sembuh sempurna (75-90%) atau sembuh
dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural (25-36%).
Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa
tahun.