Anda di halaman 1dari 18

UJI AKTIVITAS ANALGETIK INFUSA DAUN SIRIH

(Piper betle, Linn) MENGGUNAKAN METODE GELIAT


PADA MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI NYERI DENGAN
ASAM ASETAT

OLEH :

ENITA RAHMAN (1511013)


PUJA RAMA TRIANIS (1511031)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya penyakit pada tubuh akan menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri
merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai tanda bahaya adanya gejala penyakit dan
kerusakan jaringan. Pasien akan merasa tidak tenang dan nafsu makan berkurang apabila
rasa nyeri itu berlangsung lama dan terlalu keras, sehingga menyebabkan kesehatan secara
umum menjadi buruk.

Sebagian besar masyarakat mengkonsumsi obat analgetik untuk mengobati rasa


nyeri mereka, akan tetapi penggunaan obat-obat sintetis memiliki banyak kerugian
diantaranya memiliki efek samping mengiritasi mukosa lambung, toksik pada hepar dan
ginjal (Prameswati, 2005 dalam Goenarwo dkk., 2011). Lebih lanjut Thomas (2000) dalam
Lasarus dkk., (2013) mengatakan bahwa masalah yang timbul akibat penggunaan obat-
obatan sintetik menjadi salah satu pendorong berkembangnya pengobatan tradisional.

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan tumbuh-tumbuhan. Diperkirakan


sekitar 30.000 jenis tumbuhan yang terdapat di bumi nusantara ini, dan lebih dari 1000 jenis
tumbuhan obat yang dimanfaatkan dalam industri obat tradisional (BPOM, 2005).
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal pengobatan tradisional berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman nenek moyangnya (Moeljanto, 2003). Disamping harganya
relatif murah, pengobatan dari bahan alam diyakini mempunyai efek samping yang lebih
rendah dibandingkan dengan obat sintetik (Hamidy dkk., 2009). Salah satu tanaman yang
sering digunakan sebagai pengobatan di masyarakat adalah daun sirih (Piper betle, Linn).

Daun sirih (Piper betle, Linn) merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili
Piperaceae yang telah dikenal luas sehingga mempunyai beberapa nama daerah, misalnya
di Jawa Barat dikenal dengan sebutan seureuh (Moeljanto, 2003). Daun sirih (Piper betle,
Linn) dapat digunakan untuk pengobatan sakit kepala, konjungtivitis, gatal-gatal,
keputihan, pembengkakan gusi, rematik, luka, cedera, dan bau mulut, serta memiliki efek
analgetik, dan antipiretik. Kandungan kimia yang terdapat dalam daun sirih yaitu minyak
atsiri yang terdiri dari betlephenol, chavicol, sesquiterpen, hydroxychavicol, cavibetol,
estragol, eugenol, dan charvacrol. Daun sirih juga mengandung tanin, enzim diastase,
gula, dan pati (Pradhan dkk., 2013; Moeljanto, 2003; Ratnasooriya, 1990 dalam review
Bhalerao dkk., 2013).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Inayati (2010) membuktikan bahwa ekstrak
etanol 70% daun sirih (Piper betle, Linn) memiliki efektivitas analgetik pada mencit yang
diinduksi asam asetat, namun sediaan dalam bentuk ekstrak etanol tidak memungkinkan
untuk diolah sendiri dan dikonsumsi secara langsung oleh masyarakat. Sediaan yang dapat
diolah sendiri dan dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat yaitu dalam bentuk
sediaan infusa atau di masyarakat dikenal sebagai rebusan, oleh karena itu peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai aktivitas analgetik infusa daun sirih (Piper betle,
Linn) pada mencit yang diinduksi nyeri dengan asam asetat.
2

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan suatu permasalahan:

1) apakah infusa daun sirih (Piper betle, Linn) memiliki aktivitas?


2) analgetik pada mencit (Mus musculus) yang diinduksi nyeri dengan asam asetat?

1.3 Tujuan Penelitian

1) Mengetahui aktivitas analgetik infusa daun sirih (Piper betle, Linn) pada mencit
(Mus musculus) yang diinduksi nyeri dengan asam asetat secara intraperitoneal.
2) Mengetahui konsentrasi infusa daun sirih (Piper betle, Linn) yang memiliki
aktivitas analgetik paling baik bila dibandingkan terhadap kelompok
pembanding.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang khasiat daun sirih (Piper betle, Linn) sebagai
analgetik.

2) Bagi Jurusan Farmasi

Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan tentang pengujian aktivitas analgetik infusa


daun sirih (Piper betle, Linn) pada mencit.

3) Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta dapat dijadikan
dasar pertimbangan pemakaian infusa daun sirih obat untuk mengatasi nyeri mereka.

4) Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat bermanfaat sebagai dasar penelitian selanjutnya baik tentang efek
daun sirih dan tablet asam mefenamat dengan khasiat yang sama maupun khasiat
yang berbeda.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Sirih

Tinjauan mengenai tumbuhan ini meliputi klasifikasi tanaman, nama daerah,


deskripsi tanaman, habitat, kandungan kimia, khasiat serta efek farmakologi.

2.2 Klasifikasi Tanaman


Tanaman sirih diklasifikasikan ke dalam:

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Piperales

Familia : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper betle L. (Sirait dkk., 1980)

2.3 Deskripsi Tanaman

Sirih merupakan tanaman terna, tumbuh merambat atau menjalar menyerupai


tanaman lada. Tinggi tanaman sirih bisa mencapai 15 meter, tergantung pada kesuburan
media tanam dan rendahnya media untuk merambat. Batang berwarna cokelat kehijauan,
berbentuk bulat, berkerut, dan beruas yang merupakan tempat keluarnya akar. Daun
berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling, bertangkai, teksturnya agak
kasar jika diraba, warna hijau terang, mengeluarkan bau yang sedap (aromatis) jika
diremas, panjang daun 6-17,5 cm, dan lebar 3,5-10 cm. Sirih berbunga majemuk yang
berbentuk bulir dan merunduk. Buah terletak tersembunyi atau buni, berbentuk bulat,
berdaging, dan berwarna kuning kehijauan hingga hijau keabu-abuan. Tanaman sirih
memiliki akar tunggang yang berbentuk bulat dan berwarna cokelat kekuningan
(Moeljanto, 2003).
4

2.4 Kandungan Kimia

Daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol, chavicol,
sesquiterpen, hydroxychavicol, cavibetol, estragol, eugenol, allylpyrocatechol, safrole,
pinene, limonene, dan charvacrol. Daun sirih juga mengandung enzim diastase, gula, pati,
vitamin C, riboflavin, tiamin, vitamin A, asam nikotinat, alkaloid (arakene), saponin,
steroid, protein 3-3,5%, karbohidrat
0,5-6,10%, mineral 2,3-3,3%, dan tanin 0,1-1,3% (Moeljanto, 2003; Pradhan dkk.,

2013; Lakshmi 2005 dalam review Rekha dkk., 2014).

2.5 Khasiat

Khasiat daun sirih adalah sebagai peluruh kentut, menghentikan batuk, mengurangi
peradangan, menghilangkan gatal-gatal, menyembuhkan atau menghentikan perdarahan
akibat mimisan, bermanfaat mengobati bisul, bau mulut, sakit mata, sakit gigi berlubang,
keputihan, sakit kepala, pembengkakan gusi, pengobatan reumatik, dan bronkitis (Hariana,
2006; Thomas, 1989; Pradhan dkk., 2013).

2.6 Infusa (infus)

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati
dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. Pembuatan infus merupakan cara yang paling
sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Dapat
diminum panas atau dingin. Sediaan herbal yang mengandung minyak atsiri akan
berkurang khasiatnya apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infus (Badan
POM RI).
Campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air
secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai
90oC sambil sesekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki. Infus
simplisia yang mengandung minyak atsiri diserkai setelah dingin. Infus simplisia yang
mengandung lendir tidak boleh diperas (Badan POM
RI).

2.7 Asam Mefenamat

Asam mefenamat merupakan derivat antranilat dengan khasiat analgetik, antipiretik,


dan memiliki daya antiradang sedang. Senyawa ini telah digunakan untuk meredakan nyeri
akibat kondisi reumatik, cedera jaringan lunak, kondisi nyeri pada otot rangka, dan
dismenore (Tjay dan Raharja, 2007).
5

1) Sifat farmakologis

Senyawa fenamat mempunyai sifat antiradang, antipiretik, dan analgesik karena


kemampuannya menghambat siklooksigenase. Pada uji analgesik, asam mefenamat
merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukkan kerja pusat dan juga kerja perifer
(Aisyah dkk., 2012).

2) Sifat farmakokinetik

Konsentrasi puncak dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 4 jam, dan mempunyai
waktu paruh dalam plasma 2-4 jam. Pada manusia, sekitar 50% dosis asam mefenamat
diekskresi dalam urin dan 20% obat ini ditemukan dalam feses
(Aisyah dkk., 2012).

3) Efek samping dan perhatian

Efek samping yang paling umum terjadi adalah gangguan sistem saluran cerna.
Biasanya efek samping ini berupa dispepsia atau rasa tidak nyaman pada saluran cerna
bagian atas dan diare. Efek samping yang kemungkinan parah yaitu anemia hemolitik.
Asam mefenamat tidak dianjurkan untuk pasien yang memiliki riwayat penyakit saluran
cerna. Jika tampak diare atau ruam kulit, obat ini harus segera dihentikan (Aisyah dkk.,
2012).

4) Dosis

Dosis permulaan 500 mg, kemudian 3-4 dd 250 mg p.c (Tjay dan Raharja, 2007).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Bahan dan Alat Penelitian

1) Alat

(Berdasarkan jurnal penelitian oleh murni pitriana)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan analitik, spuit
disposible 1 ml dan jarum suntik, stopwatch, kandang mencit serta tempat minumnya, gelas
kimia, batang pengaduk, gelas ukur, corong, tissue gulung, spatel, kertas perkamen, sonde
oral, lumpang dan alu, kompor listrik, termometer, pipet volume, pipet tetes, botol gelas,
kertas saring, spidol permanent, blender.

(Berdasarkan kerja di laboratorium)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan hewan, spuit 1ml,
stopwatch, kendang mencit, beker glass, sonde oral, lumpang, stamfer, timbangan digital.

2) Bahan

a) Hewan Uji

(berdasarkan jurnal penelitian oleh murni pitriana)

Mencit putih lebih kurang 2-3 bulan dengan berat badan 20-35 gram berjumlah 36
ekor. Untuk mengurangi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, maka
digunakan hewan uji dengan galur yang sama.

(berdasarkan cara kerja di laboratorium )

Mencit putih dengan berat badan lebih kurang 20gr sebanyak 3 ekor.

b) Bahan Penelitian

(berdasarkan jurnal penelitian oleh murni pitriana)

Bahan penelitian yang digunakan adalah infusa daun sirih (Piper betle, Linn)
sebagai bahan uji dan suspensi asam mefenamat dalam Na-CMC 1% sebagai obat
pembanding.
7

(berdasarkan cara kerja di laboratorium)

Bahan penelitian yang digunakan adalah infusa daun sirih (Piper betle, Linn)
sebagai bahan uji dan suspensi asam mefenamat dalam Na-CMC 1% sebagai obat
pembanding.

c) Bahan Kimia

(berdasarkan jurnal penelitian oleh murni pitriana)

Bahan kimia yang digunakan adalah larutan asam asetat 0,5% sebagai penginduksi
nyeri dan larutan Na-CMC 1% sebagai pembawa.

(berdasarkan cara kerja di laboratorium)

Bahan kimia yang digunakan adalah larutan asam asetat 3% sebagai penginduksi
nyeri dengan jumlah 0,2ml dan larutan Na-CMC 1% sebagai pembawa.

3.2 Cara Kerja

Penyiapan Bahan yang Digunakan

1) Pembuatan larutan asam asetat 0,5%

(berdasarkan jurnal penelitian oleh murni pitriana)

Asam asetat glasial mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari
100,5% b/b asam asetat (FI IV, 1995). Dari asam asetat glasial dibuat asam asetat 0,5% v/v,
dengan cara sebagai berikut: dipipet sejumlah 0,5 ml larutan asam asetat glasial dengan
pipet volume lalu diencerkan dengan aquadest hingga mencapai volume 100 ml.

(berdasarkan cara kerja di laboratorium)

Asam asetat glasial mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari
100,5% b/b asam asetat (FI IV, 1995). Dari asam asetat glasial dibuat asam asetat 3% v/v,
dengan cara sebagai berikut: dipipet sejumlah 0,2 ml larutan asam asetat glasial dengan
pipet.
8

2) Pembuatan larutan Na-CMC 1%

(berdasarkan jurnal penelitian oleh murni pitriana)

Na-CMC ditimbang sejumlah 1 gram. Ditambahkan 20 ml aquadest ke dalam mortir,


kemudian Na-CMC ditaburkan sedikit demi sedikit ke dalamnya dan pastikan tersebar
merata diseluruh permukaan air. Teteskan sedikit demi sedikit aquadest pada serbuk Na-
CMC hingga terbasahi. Setelah serbuk Na-CMC terbasahi semua, gerus perlahan sampai
terbentuk mucillage. Dipindahkan larutan Na-CMC ke dalam gelas kimia dan ditambahkan
aquadest sisa sampai 100 ml, diaduk sampai homogen.

(berdasarkan cara kerja di laboratorium)

Na-CMC ditimbang sejumlah 0,7 gram. Ditambahkan 20 ml aquadest ke dalam


mortir, kemudian Na-CMC ditaburkan sedikit demi sedikit ke dalamnya dan pastikan
tersebar merata diseluruh permukaan air. Teteskan sedikit demi sedikit aquadest pada
serbuk Na-CMC hingga terbasahi. Setelah serbuk Na-CMC terbasahi semua, gerus
perlahan sampai terbentuk mucillage.

(3) Pembuatan sediaan infusa daun sirih

(berdasarkan jurnal penelitian oleh murni pitriana)

Konsentrasi infusa daun sirih yang akan dibuat adalah 10%, 20%, dan 40% (b/v).

(1) Daun sirih dikumpulkan lalu dicuci dengan air mengalir hingga bersih, ditiriskan,
setelah kering dan bebas air kemudian dipotong kecil-kecil.
(2) Terlebih dahulu membuat infusa daun sirih konsentrasi 40% dan dilakukan
pengenceran untuk memperoleh infusa daun sirih konsentrasi 20% dan 10%.
(3) Ditimbang sejumlah 40 gram daun sirih yang telah dipotong lalu dimasukkan ke
dalam panci.
(4) Ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml, lalu ditambahkan aquadest dua kali bobot
daun sirih karena daun belum terendam semua, kemudian dipanaskan selama 15
menit dihitung ketika suhunya mencapai 96-98oC.
(5) Disaring menggunakan kain flanel atau kertas saring dan ditampung dalam botol
yang telah ditara. Bila volume belum mencukupi, ditambahkan aquadest hangat
melalui ampasnya sampai volume 100 ml.
(6) Dari infusa daun sirih konsentrasi 40% masing-masing dipipet 50 ml dan 25 ml untuk
membuat konsentrasi 20% dan 10%, kemudian ditambahkan aquadest hangat sampai
volume 100 ml.
9

(berdasarkan cara kerja di laboratorium)

Konsentrasi infusa daun sirih yang akan dibuat adalah 10% (b/v).

(1) Sirih dikumpulkan lalu dicuci dengan air mengalir hingga bersih, ditiriskan, setelah
kering dan bebas air kemudian dipotong kecil-kecil.
(2) Lalu membuat infusa daun sirih konsentrasi 10%.
(3) Ditimbang sejumlah 10 gram daun sirih yang telah dipotong lalu dimasukkan ke
dalam beker glass.
(4) Ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml, lalu ditambahkan aquadest dua kali bobot
daun sirih karena daun belum terendam semua, kemudian dipanaskan selama 15
menit dihitung ketika suhunya mencapai 96-98oC.
(5) Setelah dingin di ambil menggunakan spuit sebanyak 1ml.

4) Pembuatan suspensi asam mefenamat

(berdasarkan jurnal penelitian oleh murni pitriana)

Satu tablet asam mefenamat digerus didalam lumpang sampai halus, kemudian
sebanyak 50 ml Na-CMC 1% ditambahan kedalam asam mefenamat yang telah menjadi
serbuk, digerus sampai homogen. Ditambahkan sisa Na-CMC 1% hingga mencapai volume
100 ml. Dari suspensi asam mefenamat 0,5%, dapat diberikan pada mencit dengan dosis
1,82 mg/20gBB mencit (91 mg/kgBB).

(berdasarkan cara kerja di laboratorium)

Satu tablet asam mefenamat digerus didalam lumpang sampai halus, kemudian
sebanyak 20 ml Na-CMC 1% ditambahkan kedalam asam mefenamat yang telah menjadi
serbuk, digerus sampai homogen. Ditambahkan sisa Na-CMC 1% hingga mencapai
volume 100 ml . Dari suspensi asam mefenamat dapat diberikan pada mencit dengan dosis
0,2ml/20gBB.

5) Uji aktivitas analgetik terhadap hewan percobaan

( berdasarkan jurnal penelitian oleh murni pitriana)

 Persiapan hewan coba

(1) Sebelum digunakan, mencit dipuasakan makan terlebih dahulu selama ± 18 jam dan
minum tetap diberikan.
(2) Mencit dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari
6 ekor. Adapun pembagian kelompok sebagai berikut :
10

Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Hewan Uji Analgetik

Jumlah Mencit Induksi Asam Kelompok Perlakuan


(ekor) Asetat 0,5%
Kontrol Na-CMC 1%
6
-
negatif 0,5 ml/20g gBB Kontrol Na-CMC 1% positif 6
0,5ml/20gBB √
Suspensi asam mefenamat
Pembanding 6 91 mg/kgBB √
0,5 ml/20gBB
Infusa daun sirih 10%
Dosis I 6 √
0,5 ml/20gBB
Infusa daun sirih 20%
Dosis II 6 √
0,5 ml/20gBB
Infusa daun sirih 40%
Dosis III 6 √
0,5 ml/20gBB
Keterangan: (- tidak diinduksi asam asetat; (√) = diinduksi asam asetat
) =

(3) Mencit diberi tanda pada ekornya menggunakan spidol agar memudahkan pada saat
pengamatan.
(4) Mencit ditimbang satu persatu dan dicatat bobot badannya.

 Pengujian aktivitas analgetik dengan metode writhing test

(1) Kelompok kontrol negatif diberi larutan Na-CMC 1% sebanyak 0,5 ml/20gramBB
diberikan secara peroral menggunakan sonde oral.
(2) Kelompok kontrol positif diberi larutan Na-CMC 1% sebanyak 0,5 ml/20gramBB
diberikan secara peroral menggunakan sonde oral.
(3) Kelompok pembanding diberi suspensi asam mefenamat dalam Na-CMC 1% dengan
dosis 91 mg/kgBB mencit secara oral menggunakan sonde oral, dimana dosis
mengacu pada penelitian sebelumnya (Inayati, 2010).
(4) Pada kelompok dosis I, dosis II, dan dosis III diberi infusa daun sirih dengan
konsentrasi masing-masing 10%, 20%, dan 40% sebanyak 0,5 ml/20 gram BB secara
oral.
(5) Setelah 45 menit, pada kelompok kontrol positif, kelompok pembanding, kelompok
dosis I, dosis II, dan dosis III diinjeksikan asam asetat 0,5% secara intraperitoneal
(i.p) dengan volume 0,5 ml/20 gram BB, kemudian hewan uji diletakkan pada tempat
pengamanan.
11

(6) Dihitung jumlah geliat mencit setiap lima menit selama enam puluh menit jangka
waktu pengamatan. Satu geliat ditandai dengan kedua pasang kaki ditarik ke
belakang sehingga abdomen menyentuh lantai atau dasar yang ditempatinya.
(7) Dari data kumulatif geliatan mencit selama enam puluh menit dapat dihitung
persentase proteksi analgetik kelompok pembanding dan kelompok uji (dosis I, dosis
II, dan dosis III) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(8) Data yang diperoleh dianalisis dengan bantuan komputer program SPSS Versi 20,
sehingga dapat diketahui apakah infusa daun sirih memiliki aktivitas analgetik atau
tidak dan diketahui pula daya analgetik dari obat pembanding dan ketiga variasi
konsentrasi yang dihitung ke dalam
persentase proteksi.

(berdasarkan cara kerja laboratorium)

(1) Sebelum digunakan, mencit dipuasakan makan terlebih dahulu selama ± 16 jam dan
minum tetap diberikan.
(2) Mencit ditimbang satu persatu lalu catat berat badannya.
(3) Mencit dibagi menjadi 3 kelompok yang terdiri dari :
 Mencit 1 : mencit diberikan infusa daun sirih 1% dari berat badan mencit
secara oral sebanyak 0,2ml.
 Mencit 2 : mencit diberikan suspensi asam mefenamat secara oral sebanyak
0,2ml.
 Mencit 3 : mencit diberikan larutan aquadest secara oral sebanyak 0,2ml
(sebagai kontrol).
(4) Setelah 30 menit kemudian kepada semua mencit diberikan larutan asam asetat 3%
sebanyak 1% dari berat badan mencit 0,2 ml secara i.p.
(5) Amati jumlah geliatan yang ditunjukkan oleh mencit dalam setiap 30 menit selama
60 menit.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Uji Aktivitas Analgetik

(Berdasarkan jurnal penelitian oleh murni sapitri)

Setelah dilakukan pengamatan selama 60 menit, diperoleh data rata-rata geliat

pada masing-masing kelompok perlakuan setiap 5 menit selama 60 menit

pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif

memberikan respon geliat paling banyak bila dibandingkan dengan kelompok

perlakuan lainnya, sedangkan kelompok kontrol negatif tidak memberikan respon

geliat. Data rata-rata geliat mencit dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan grafiknya dapat

dilihat pada Gambar 4.2.

Tabel 4.1. Rata-rata Geliat Mencit pada Setiap Kelompok

rata-rata geliat menit ke-


Kelompok
5' 10' 15' 20' 25' 30' 35' 40' 45' 50' 55' 60'
Kontrol (-) 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Kontrol (+) 9,0 33,2 29,3 23,2 18,0 14,8 11,2 9,7 8,7 7,8 6,7 5,3
Pembanding 1,9 12,3 10,0 7,3 4,7 3,3 2,7 2,0 1,3 1,3 1,0 0,3
Dosis I 4,3 17,7 18,0 14,5 11,8 8,8 7,2 6,3 5,7 4,7 3,7 2,7
Dosis II 5,0 9,5 12,5 8,7 7,7 6,0 4,8 3,8 3,7 2,3 2,7 1,7
Dosis III 4,7 13,0 10,2 6,7 6,3 3,8 3,3 2,5 2,2 1,7 1,3 1,0
Keterangan :
Kontrol (-) : kelompok yang diberi Na-CMC 1%
Kontrol (+) : kelompok yang diberi Na-CMC 1%, kemudian diinduksi asam asetat
0,5% v/v Pembanding : kelompok yang diberi sus. asam mefenamat 1,82 mg/20gBB
Kelompok uji
Dosis I : kelompok yang diberi infusa daun sirih 10%
Dosis II : kelompok yang diberi infusa daun sirih 20%
Dosis III : kelompok yang diberi infusa daun sirih 40%
13

Gambar 4.2. Grafik Rata-rata Geliat Mencit Selama 60 Menit

(Berdasarkan cara kerja di laboratorium)

Setelah dilakukan pengamatan selama 60 menit, diperoleh data rata-rata geliat pada
masing-masing kelompok perlakuan setiap 30 menit selama 60 menit pengamatan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kelompok asam mefenamat memberikan respon geliat paling
banyak bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya, sedangkan kelompok
tidak memberikan respon geliat. Data geliat mencit dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan
grafiknya dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Sediaan uji Jumlah geliatan mencit


30 menit pertama 30 menit terakhir
Daun sirih
Asam mefenamat 104 45
Aquadest (kontrol) 24 19

4.2 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas analgetik dari
infusa daun sirih dengan menggunakan metode perangsang kimia atau metode geliat
(writhing test). Pemilihan sediaan infusa didasarkan pada penelitian terdahulu (Inayati,
2012), dimana telah dilakukan penelitian terhadap ekstrak etanol daun sirih sebagai
analgetik dan terbukti memiliki efek sebagai analgetik. Selama penelusuran pustaka
penulis belum pernah menemukan data penelitian yang dipublikasikan mengenai
14

aktivitas analgetik dari infusa daun sirih, sehingga penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh dari pemberian infusa daun sirih pada mencit yang
diinduksi asam asetat 0,5%.
Hewan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit putih jantan
galur Swiss-webster yang disiapkan sebanyak 42 ekor, namun yang digunakan pada saat
penelitian sebanyak 36 ekor. Hal ini dimaksudkan agar pada saat penelitian tidak
mengalami kekurangan hewan percobaan karena sakit atau mati pada saat proses
aklimatisasi. Data bobot mencit selama proses aklimatisasi dapat dilihat pada Lampiran
11.
Penilaian aktivitas senyawa uji dilakukan berdasarkan kemampuannya dalam
menekan atau menghilangkan rasa nyeri setelah diinduksi asam asetat 0,5% v/v, yang
ditunjukkan dengan adanya penurunan jumlah geliat bila dibandingkan dengan
kelompok kontrol positif selama enam puluh menit pengamatan, selain itu dihitung pula
persentase proteksi kelompok pembanding, kelompok dosis I, dosis II, dan dosis III.
Pada Gambar 4.1, terlihat bahwa pada menit ke-5 sudah memberikan respon geliat
pada semua kelompok perlakuan yang diinduksi asam asetat, artinya pada menit ke-5
asam asetat sudah mulai berefek, karena penyuntikkan asam asetat secara intraperitoneal
(i.p) dapat diabsorbsi dengan cepat dan akan memberikan respon yang cepat.
Berdasarkan Tabel 4.3, kelompok kontrol positif memiliki rata-rata kumulatif
geliat paling tinggi bila dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya, yaitu 176,84
kali respon. Jumlah geliat terbanyak kelompok kontrol positif berdasarkan Gambar 4.1
terjadi pada menit ke-10 yaitu 33,17 kali respon dan terjadi penurunan jumlah geliat
dimulai pada menit ke-15 menjadi 29,33 kali respon. Penurunan respon geliat ini terjadi
bukan karena terdapat aktivitas analgetik dari Na-CMC 1%, karena bila dibandingkan
dengan kelompok pembanding dan kelompok uji, kelompok kontrol positif tetap
memiliki jumlah geliat paling tinggi dari mulai menit ke-5 sampai dengan menit ke-60.
Berdasarkan Tabel 4.3, kelompok pembanding memiliki rata-rata kumulatif geliat
paling kecil bila dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan kelompok uji. Rata-
rata geliat terbanyak berdasarkan Gambar 4.1 terjadi pada menit ke-10 yaitu 12,33 kali
respon dan pada menit ke-15 sudah mengalami penurunan jumlah geliat menjadi 10 kali
respon. Jumlah geliat cenderung stabil pada menit ke-45 sampai menit ke-60 dan rata-
rata geliat terkecil terlihat pada menit ke-60 menjadi 0,33 kali respon. Davies &
Anderson (1997) dalam Lelo dkk. (2004) menyatakan bahwa mula kerja suatu obat
biasanya berkaitan dengan kecepatan penyerapan obat, makin cepat kadar puncak obat
tercapai makin cepat pula efek suatu obat muncul. Asam mefenamat merupakan salah
satu NSAID yang penyerapannya cepat, sehingga dapat dikatakan mulai kerja asam
mefenamat pada penelitian ini terjadi pada 15 menit setelah induksi asam asetat 0,5%
atau 60 menit setelah pemberian obat karena terdapat penambahan waktu tunggu selama
45 menit.
Berdasarkan Tabel 4.3, pada kelompok uji, kelompok dosis III memiliki rata-rata
kumulatif geliat paling kecil 56,17 kali respon dan kelompok dosis I memiliki rata-rata
kumulatif geliat paling tinggi 105,34 kali respon. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa
jumlah geliat tertinggi sebagian besar terjadi pada menit ke15 dan penurunan jumlah
geliat mencit sebagian besar terjadi pada menit ke-20. Jumlah geliat cenderung stabil
terlihat pada menit ke-45 sampai menit ke-60. Hal ini menunjukkan bahwa mulai kerja
infusa daun sirih tercapai 20 menit setelah induksi asam asetat atau 65 menit setelah
pemberian infusa daun sirih karena terdapat penambahan waktu tunggu selama 45 menit,
sehingga diketahui mulai kerja infusa daun sirih berdekatan dengan asam mefenamat
sebagai obat pembanding.
15

Berdasarkan hasil statistik dengan uji Post Hoc pada Tabel 4.5, terlihat bahwa
terdapat perbedaan rata-rata kumulatif geliat yang bermakna antara kelompok kontrol
positif dengan kelompok kontrol negatif karena p-value yang diperoleh lebih kecil dari
0,01 (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian asam asetat 0,5% v/v terbukti
dapat menyebabkan reaksi nyeri pada mencit dan menunjukkan bahwa Na-CMC 1%
sebagai kontrol positif dan pelarut obat pembanding tidak memberikan daya hambat
terhadap nyeri. Asam asetat terbukti dapat merangsang terjadinya nyeri karena sifat asam
asetat yang mudah mengiritasi membran mukosa, sehingga dapat menyebabkan
kerusakan jaringan yang dapat memicu pelepasan mediator nyeri seperti prostaglandin
(Maharani, 2010; Marlyne, 2012). Selain itu, penggunaan asam asetat 0,5% v/v pada
penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Inayati (2012),
bahwa asam asetat dengan konsentrasi 0,5% v/v telah memberikan respon yang jelas dan
mudah diamati.
Berdasarkan hasil statistik pada Tabel 4.5, terlihat bahwa kelompok pembanding
dan kelompok uji (dosis I, dosis II, dosis III) memiliki perbedaan rata-rata kumulatif
geliat yang bermakna dengan kelompok kontrol positif karena p-value yang diperoleh
lebih kecil dari 0,01 (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa infusa daun sirih sebagai
bahan uji terbukti memiliki aktivitas analgetik karena memiliki kemampuan dalam
menurunkan respon geliat yang signifikan secara statistik selama enam puluh menit
pengamatan, begitu pula asam mefenamat terbukti dapat menurunkan respon geliat
mencit dengan baik.
Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa kumulatif geliat kelompok dosis I berbeda
bermakna dengan kelompok dosis II dan kelompok dosis III (p<0,01), tetapi kelompok
dosis II dengan kelompok dosis III tidak berbeda bermakna (p>0,01). Artinya aktivitas
analgetik kelompok dosis I tidak sama dengan kelompok dosis II dan kelompok dosis
III, tetapi kelompok dosis II dan kelompok dosis III memiliki aktivitas analgetik yang
hampir sama.
Bila kelompok uji dibandingkan dengan kelompok pembanding, rata-rata
kumulatif geliat kelompok pembanding berbeda bermakna dengan kelompok dosis I
(p<0,01), tetapi tidak berbeda bermakna dengan kelompok dosis II dan dosis III
(p>0,01). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok dosis II dan dosis III secara statistik
memiliki aktivitas analgesik yang setara dengan dosis asam mefenamat sekali
pemberian.
Untuk mengetahui seberapa besar daya analgetik obat pembanding dan infusa
daun sirih, maka dapat dihitung nilai persentase proteksinya terhadap induksi asam
asetat. Nilai persentase proteksi analgetik adalah nilai perbandingan antara kumulatif
geliat uji dengan kumulatif geliat kontrol positif, sehingga dengan adanya nilai
persentase proteksi dapat menggambarkan daya analgetik dari suatu bahan uji.
Pada Tabel 4.6, terlihat bahwa kelompok pembanding memiliki persentase
proteksi paling tinggi 72,76% bila dibandingkan dengan kelompok uji. Kelompok dosis
I, dosis II, dan dosis III berturut-turut memiliki persentase proteksi 40,43%, 62,49%, dan
68,24%. Hal ini menunjukkan bahwa asam mefenamat memiliki daya analgetik paling
tinggi dibandingkan kelompok uji. Dari ketiga variasi konsentrasi diketahui kelompok
dosis III yang diberi infusa daun sirih 40% b/v memiliki daya analgetik paling tinggi.
Contoh perhitungan persentase proteksi analgetik dapat dilihat pada Lampiran 14.
Berdasarkan Tabel 4.8, persentase proteksi analgetik kelompok pembanding
berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis I karena p-value lebih kecil dari 0,01
(p=0,001), tetapi tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis II dan dosis III.
16

Hal ini menunjukkan bahwa daya analgetik infusa daun sirih konsentrasi 20% (dosis II)
dan 40% (dosis III) hampir setara dengan obat pembanding asam mefenamat.
Berdasarkan Tabel 4.8, bila dibandingkan antar kelompok uji, persentase proteksi
analgetik kelompok dosis I tidak berbeda bermakna dengan kelompok dosis II (p=0,016)
tetapi berbeda bermakna dengan kelompok dosis III (p=0,004) dan kelompok dosis II
tidak memiliki perbedaan persentase proteksi analgetik secara bermakna dengan
kelompok dosis III (p=0,502). Artinya kelompok dosis II memiliki daya analgetik yang
setara dengan kelompok dosis I dan dosis III, tetapi daya analgetik kelompok dosis I
tidak sama dengan daya analgetik kelompok
dosis III.

Hasil penelitian ini sama seperti penelitian sebelumnya (Inayati, 2012) yang
membuktikan bahwa ekstrak etanol daun sirih memiliki efek sebagai anagetik dan
senyawa yang diduga bertanggung jawab dalam efek analgesik adalah minyak
atsiri.
Menurut Parwata (2009) minyak atsiri merupakan senyawa yang tidak atau
kurang larut dalam pelarut polar seperti air, oleh karena itu mempertimbangkan salah
satu kandungan kimia dalam daun sirih terdapat flavonoid, yang merupakan senyawa
polar dan pada umumnya larut dalam pelarut polar (Mandjurungi, 2006), maka senyawa
lain yang diduga ikut berperan dalam aktivitas analgetik infusa daun sirih adalah
flavonoid.
Flavonoid diketahui mempunyai berbagai aktivitas, salah satunya menghambat
enzim siklooksigenase dan lipooksigenase yang memegang peran penting dalam
pelepasan mediator nyeri (Simanjuntak, 2012). Sehingga dengan adanya hambatan pada
kedua enzim tersebut, pelepasan mediator nyeri juga akan dihambat, akibatnya rasa nyeri
yang dirasakan setelah induksi asam asetat dapat dikurangi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian infusa daun sirih
pada mencit jantan yang diinduksi asam asetat 0,5% v/v, hal ini menunjukkan bahwa
ketiga variasi konsentrasi infusa daun sirih memiliki aktivitas analgetik didasarkan pada
kemampuannya dalam menurunkan respon geliat mencit secara signifikan, dan semakin
meningkat konsentrasi infusa daun sirih yang diberikan, semakin meningkat pula daya
analgetiknya.
Diketahui dari ketiga variasi konsentrasi, konsentrasi 20% (dosis II) dan
konsentrasi 40% (dosis III) memiliki aktivitas dan daya analgetik paling baik. Dosis
optimal dari ketiga variasi konsentrasi pada penelitian ini adalah infusa daun sirih 40%.
Nilai persentase proteksi infusa daun sirih 40% masih dibawah asam mefenamat sebagai
obat pembanding meskipun tidak berbeda signifikan

secara statistik.
17

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1) Infusa daun sirih konsentrasi 10%, 20%, dan 40% memiliki aktivitas analgetik pada
mencit yang diinduksi asam asetat, dengan persentase proteksi berturut-turut 40,46%,
61,93%, dan 68,25%.
2) Infusa daun sirih konsentrasi 20% dan 40% memiliki aktivitas analgetik paling baik
dan dosis optimal antara ketiga variasi konsentrasi adalah infusa daun sirih 40%.

5.2 Saran

1) Perlu dilakukan pengamatan oleh dua orang atau lebih pada saat melakukan penelitian
dengan definisi operasional geliat mencit yang telah disamakan untuk menghindari
subjektivitas.
2) Perlu dilakukan pengujian analgetik dari infusa daun sirih dengan metode yang sama
tetapi dengan dosis ditingkatkan lagi untuk mendapatkan hasil yang optimal.
3) Perlu dilakukan pemurnian atau pemisahan senyawa metabolit sekunder dalam daun
sirih (Piper betle, Linn), kemudian dilakukan uji aktivitas analgetik untuk mengetahui
senyawa yang bertanggung jawab terhadap
aktivitas analgetik.

4) Perlu dilakukan uji toksisitas akut dan kronis untuk menunjang tingkat keamanan
penggunaan infusa daun sirih sebagai sediaan herbal.

Anda mungkin juga menyukai