1. PENGERTIAN PROM
PROM atau Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari
vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan
berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37
minggu maupun kehamilan aterm. (Saifudin,2002).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai
persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadinya pastum.( Manuaba,
2001)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu 1 jam sebelum terjadi inpartu. Waktu sejak ketuban
pecah sampai terjadinya kontraksi rahim disebut periode laten. Hal ini bisa
membahayakan karena dapat terjadi infeksi asenden intrauterine. (Manuaba,
2009)
Menurut Health Education and Training Antenatal Care (2013), ketuban
pecah dini (PROM) didefinisikan sebagai kebocoran spontan cairan ketuban
dari kantung ketuban. Cairan mengalir melalui pecah selaput janin, yang
terjadi setelah 28 minggu kehamilan dan setidaknya 1 jam sebelum awal
persalinan. PROM dapat terjadi sebelum atau setelah 40 minggu kehamilan,
sehingga kata 'prematur' tidak berarti bahwa usia kehamilan janin prematur.
KPD adalah: pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai, dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar KPD adalah hamil
aterm diatas 37 minggu, sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak (
Buku ajar patologi obstetri 2009).
Hidroamnion
Hamil ganda (gemeli)
Over distensi uterus
Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram. Kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan
kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah
pecah. (Saifudin, 2006)
Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan
kolagen. Selaput ketuban dibentuk oleh jaringan kolagen. Peran adanya
vitamin C dalam darah adalah pada elastisitas membran fetus/amnion.
Berdasarkan Central America Section (2006), PROM disebabkan oleh
multifactor.
Kelemahan membrane intrinsic
Infeksi
Merokok
Malnutrisi
Kekurangan kolagen
Infeksi (enzim proteolitik)
Stres Mekanis
Gestasi kembar
Polyhydramnions
Fetal malformations
3. FAKTOR RISIKO
Nugroho 2010,
Flora Servikovaginal
Streptococcus Grup-B
Kuman ini termasuk kokus aerob gram positif yang dijumpai pada kultur
cairan vagina wanita sehat dengan proporsi 5-25 %. Kuman ini terlibat pada
keadaan endometritis, amnionitis, dan sepsis neonatorum.
Enterococcus
Kelompok ini termasuk gram positif aerob, umumnya adalah streptococcus
faecalis. Penyebab endometritis, amnionitis, infeksi pasca bedah ginecology,
dan ISK.
Staphylococcus aerob
Kuman patogen yang menghasilkan enzim koagulase. S.Aureus dan
S.Epidermidis sering menyebabkan endometritis, abses vulva, abses pelvis,
dan septikemi.
Eschericia coli
Kuman aerob gram negatif yang banyak dijumpai pada saluran GI dan
ditemukan pada genitalia wanita sekitar 5-38 %, tapi yang patogen hanya
sekitar 10-20 %. Kuman ini sering menyebabkan amnionitis, endometritis,
septikemi akibat infeksi ginekologi.
Trichomonas Vaginalis
Mikroba ini merupakan protozoa pada pasien yang datang akibat penyakit
hubungan seksual dan bertanggung jawab terhadap vaginitis infeksiosa.
Aktivitas seksual
Hubungan seksual akan menyebabkan perubahan pada lingkungan
mikro vagina khususnya pada penularan seksual, yang mana dapat
berakibat terjadinya transmisi kuman seperti N.gonorrhoeae dan
trichominas pada saluran vaginalis. (Inu M, 2002)
Usia
Koloni Lactobacilli lebih sedikit pada prepubertas dibandingkan usia
reproduksi, sedangkan setelah menopouse koloni akan menurun. Hal ini
berkaitan dengan pengaruh hormon esterogen terhadap genitalia wanita.(
Inu M, 2002)
Factor keturunan
Disebabkan karena kelainan genetic seperti pada sindrom trisomy,
kelainan pada kromosom 21,18, 8, 13 dan juga disebabkan karena ion Cu
serum rendah (kekurangan tembaga dapat menyebabkan pertumbuhan
struktur abnormal), defisiensi vitamin C yang berperan penting dalam
mempertahankan integritas jaringan kolagen penyusun amnion.
Riwayat PROM sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih karena selaput
amnion pada kehamilan selanjutnya akan semakin tipis. Apalagi jika sudah
mempunyai riwayat PROM, selaput amnion akan lebih tipis dari
kehamilan tanpa riwayat PROM. Seseorang yang memiliki riwayat KPD
sebelumnya memiliki resiko 2-4 kali. Hal ini disebabkan karena adanya
penurunan kandungan kalogen dalam membran amnion sehingga beresiko
mengalami KPD baik secara aterm maupun preterm.
Factor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan semakin mudah terjadi infeksi cairan
amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
Selain itu juga dengan usia ibu yang semakin tua ketahanan uterus
semakin berkurang dan menunjukkan penurunan fungsi di sbandingkan
dengan ibu-ibu muda yang hamil pada usia 20-30 tahun.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan BB ibu
Kelebihan BB sebelum kehamilan
Penambahan BB yang sedikit selama kehamilan
Pekerjaan dan aktivitas
Pola pekerjaan pada ibu hamil berpengaruh pada kebutuhan energi.
Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dengan lama kerja lebih dari
3 jam dapat mengakibatkan kelelahan yang bisa menyebabkan lemahnya
korion amnion.
Jumlah paritas.
Ibu yang telah melahirkan beberapa kali beresiko untuk mengalami
KPD karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang
mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban rapuh dan mudah pecah.
Status atau frekuensi hubungan suami-istri.
Frekuensi koitus pada trimester 3 yang lebih dari 3 kali seminggu
diyakini dapat berperan pada terjadinya KPD. Hal ini berkaitan dengan
kondisi orgasme yang memicu kontraksi rahim karena adanya paparan
terhadap prostaglandin di dalam sperma (Tahir Suriani, 2012).
Kebiasaan merokok
Hal ini disebabkan karena kandungan nikotin yang ada didalamnya
dapat menyerap nutrisi dan vitamin (terutama asam asforbat dan Vit C)
sehingga pembentukan selaput kolagen terganggu. kemungkinan
menyebabkan vaskulopati pada desidua sehingga mengakibatkan iskemi
dan nekrosis
Hubungan sex diduga mempengaruhi hormone atau perubahan infeksius
pada segmen bawah Rahim yang dapat menjadi predisposisi kontraksi
uterus dan ketuban pecah dini. (Ghinidi, 1996)
Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana
korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korio amnion it
is merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat
berlanjut menjadi sepsis (Prawirohardjo, 2008).
(Varney, 2007).
Faktor resiko inkompetensi serviks meliputi riwayat keguguran pada usia
kehamilan 14 minggu atau lebih, adanya riwayat laserasi serviks menyusul
pelahiran pervaginam atau melalui operasi sesar, adanya pembukaan
serviks berlebihan disertai kala dua yang memanjang pada kehamilan
sebelumnya, ibu berulang kali mengalami abortu selektif pada trimester
pertama atau kedua, atau sebelumnya ibu mengalami eksisi sejumlah besar
jaringan serviks (Morgan, 2009).
Usia ibu yang ≤ 20 tahun
Usia ibu yang ≤ 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan
keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan
mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35 tahun
tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khusus nya pada ibu
primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini.
Rekomendasi WHO untuk usia yang dianggap paling aman menjalani
kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 30 tahun.
Jumlah paritas.
Ibu yang telah melahirkan beberapa kali beresiko untuk mengalami
KPD karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang
mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban rapuh dan mudah pecah.
Status atau frekuensi hubungan suami-istri.
Frekuensi koitus pada trimester 3 yang lebih dari 3 kali seminggu
diyakini dapat berperan pada terjadinya KPD. Hal ini berkaitan dengan
kondisi orgasme yang memicu kontraksi rahim karena adanya paparan
terhadap prostaglandin di dalam sperma (Tahir Suriani, 2012).
BMI <19.8
Paritas (melahirkan lebih dari sama dengan 5x)
Usia ibu <20 t atau >35 t
4. KLASIFIKASI
a. Ketuban pecah dini saat preterm yaitu KPD pada usia < 37 minggu
Insiden : 2-4 % dari kehamilan tunggal dan 7-10 % dari kehamilan
kembar
Ketuban pecah dini usia < 37 minggu dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
- Ketuban pecah dini pada kehamilan > 35 minggu
- Ketuban pecah dini pada kehamilan 32-35 minggu
- Ketuban pecah dini pada kehamilan < 32 minggu
b. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm ( usia cukup bulan ) > 37
minggu
Insiden : 8-10 % dari kehamilan cukup bulan
( Errol Norwitz, 2007 )
5. MANIFESTASI KLINIS
Keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning atau kecoklatan
sedikit atau sekaligus banyak, keluarnya terasa nyeri pada perut
Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
Janin mudah diraba
Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah bersih
Inspekulo :tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.
Jika penyebab KPD adalah infeksi maka terjadi peningkatan nadi > 100x/m,
DJJ > 160x/m, dan ibu mengeluh nyeri pada perut bagian bawah ketika
disentuh.
Sensasi tidak bias menahan kencing atau tidak bias berhenti kencing
Keputihan meningkat atau basah yang lebih dari biasanya
Perdarahan vagina
Tekanan pada panggul
Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini adalah
keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina berbau amis
dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes, disertai dengan demam atau menggigil, bercak vagina yang banyak,
denyut jantung janin bertambah cepat, juga nyeri pada perut, keadaan seperti ini
dicurigai mengalami infeksi. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena
terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala
janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat”
kebocoran untuk sementara (Nugroho, 2011).
6. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi,
bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban
mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5,
dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 7,5, darah
dan infeksi vagina dapat mengahasilkan tes yang positif palsu.
Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun pakis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidromnion.Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak
macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis
dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.
Sebagian besar PROM dapat didiagnosis berdasarkan riwayat pasien
dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dilakukan dengan meminimalkan
resiko terjadinya infeksi.
Diagnosa PROM dapat dikonfirmasi menggunakan visualisasi cairan
ketuban yang melewati serviks dan berada pada vagina, tes pH cairan
vagina, atau ferning cairan kering vagina yang diidentifikasi secara
mikroskopis. PH normal cairan vagina umumnya 4.5-6.0, sedangkan
cairan ketuban biasanya memiliki pH 7.1-7.3. kesalahan-positif hasil tes
dapat dipengaruhi oleh adanya darah atau air mani, penggunaan antiseptic
alkali, atau bakteri vaginosis. Sedangkan kesalahan-neatif hasil tes dapat
terjadi karena lamanya PROM terjadi dan cairan sisa yang minimal.
Dalam beberapa kasus tes tambahan dapat membantu diagnosis.
Pemeriksaan USg volume cairan amnion bias menjadi tambahan yang
berguna namun tidak diagnostik. Fetal fibrinoetik merupakan tes yang
sensitif namun tidak spesifik. Beberapa tes tesedia di masyarakat secara
umum dengan sensitifitas tinggi untuk PROM, namun tingkat kesalaan-
positif sebanyak 19-30%. Jika diagnosis masih belum jelas setelah evaluasi
penuh, PROM dapat didiagnosis dengan instalasi transabdominal yang
dipandu dengan USg untuk pewarnaan indigo carmine.
Pemeriksaan fisik :
1. Anamnesis
Sesak nafas, beberapa ibu mengalami sesak nafas berat, pada kasus
ekstrim ibu hanya bisa bernafas bila berdiri tegak
Oliguria. Kasus sangat jarang terjadi. Hal ini terjadi karena urethra
mengalami obstruksi akibat uterus yang membesar melebihi kehamilan
normal.
2. Inspeksi
Perut terlihat sangat buncit dan tegang, kulit perut mengkilat, retak-retak
kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar
Ibu terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah karena kehamilannya
Edema pada kedua tungkai, vulva dan abdomen. Hal ini terjadi karena
kompresi terhadap sebagian besar sistem pembuluh darah balik (vena)
akibat uterus yang terlalu besar
3. Palpasi
8. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri
dexametason, dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi tanda-
tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg
dan sudah inpartu, tidak ada infeksi maka berikan tokolitik ,dexametason, dan
induksi setelah 24 jam
2. Aktif
Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin. Bila gagal Seksio
Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25 mikrogram – 50 mikrogram
intravaginal tiap 6 jam max 4 x. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika
dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Indikasi melakukan induksi pada ketuban
pecah dini adalah sebagai berikut :
Penatalaksanaan lanjutan :
a. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali
didahului kondisi ibu yang menggigil.
9. PENCEGAHAN
Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan
Motivasi untuk menambah Berat badan ketika hamil, khususnya
dengan berat badan dibawah 45 kg
Anjurkan untuk menghentikan koitus pada trimester akhir bila ada
predisposisi
Menganjurkan ibu hamil agar memenuhi kebutuhan nutrisi saat
hamil
Menjaga kebersihan daerah kemaluan dengan membersihakan dari
depan ke belakang
Segera periksakan jika ditemukan keputihan yang berbau dan
berwarna
Pemeriksaan kehamilan teratur untuk mengetahui tumbuh kembang
janin
Pencegahan primer
Mengurangi aktivitas pada akhir trimester kedua dan awal trimester
ketiga.
Tidak melakukan kegiatan yg membahayakan kandungan selama
kehamilan
Ibu hamil berhenti merokok dan minum alcohol
BB ibu selama kehamilan harus cukup mengikuti IMT
Hentikan koitus pd trimester akhir kehamilan
Pencegahan sekunder
Penggunaan antibiotic spectrum luas : gentamicin qv 2x80 mg,
ampicilin iv 4x1 mg, amoxicillin iv 3x1,2 juta IU, metronidazol
drip
Pemberian korti kosteroid menstimulasi pematangan paru janin
(surfaktan) di berikan bersama antibiotic spectrum luas agar tidak
terjadi infeksi karena penekanan imunitas oleh korti kosteroid
Mengkonsusmi Vit C secara teratur sebanyak 100 mg saat usia
kehamilan mencapai 20 minggu , Vit C berperan penting dalam
mempertahankan keutuhan membran atau lapisan yang
menyelimuti janin dan cairan ketuban (Fatkhiyah N, 2008).
10. KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI
2. Infeksi
Korioamnionitis
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu
dapat terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia
dan omfalitis. Umumnya korioamnionitis terjadi sebelum janin terinfeksi.
Pada ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering daripada aterm.
a) Sindroma Potter
b) Deformitas ekstrimitas
c) Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
Mata perlu diperiksa dibagian skelra, konjungtiva
Hidung ,ada atau tidaknya pembebngkakan konk anasalis .Ada /tidaknya
hipersekresi mukosa
Mulut :gigi karies/tidak ,mukosa mulut kering dan warna mukosa gigi,
Leher berupa pemeriksaan JVP,KGB Dan tiroid
b. Dada
1. Troraks
Inspeksi kesimetrisan dada, jenis poernapasan toraka abdominal, dan tidaka
daretraksi dinding dada.Frekuensi pernapasan normal.
Palpasi : payudara tidak ada pembengkakan
Auskultasi: terdengar Bj 1 dan II di IC kiri/kanan, Bunyi napas normal vesikuler
2. Abdomen
Inspeksi : ada a/tidak bekas operasi ,striae dan linea
Palpasi: TFU kontraksi ada/tidak , Posisi , kansung kemi hpenuh/tidak
Auskultasi: DJJ ada/tidak.
c. Genitalia
1. Inspeksi :kebersihan ada/tidaknya tanda - tanda
REEDA (Red, Edema, discharge, approxiamately); pengeluaran air ketuban
(jumlah , warna, bau 0 dan lender merah mdakecoklatan)
2. Palpas : pembukaan serviks (0-4)
3. Ekstrimitas : edema ,varises ad/tidak.
d) Pemeriksaan diagnostic
1. Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi
2. Golongan darah dan faktor Rh
3. Rasio lestin terhadap spingomielin (rasio US): menentukan maturitas janin
4. Tesferning dan kertasnitrazine: memastikan pecah ketuban
5. Ultrasonografi ; menentukan usia gestasi , ukuran janin ,gerakan jantung
janin dan lokasi plasenta.
6. Pelvimetri ;identifikasi posisi janin
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur
dan perawatan sebelum melahirkan
2. Difisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total 24 jam
3. Kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan yang berlebih
4. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan post sectio caesarea
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur
dan perawatan sebelum melahirkan
Tujuan : kebutuhan informasi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : klien mengetahui dan dapat menjelaskan prosedur dan
perawatan sebelum melahirkan
Intervensi :
- Kaji tingkat pemahaman klien
- Berikan informasi yang dbutuhkan klien
- Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran audiovisual sesuai keadaan.
- Libatkan keluarga dalam pemberian informasi yang jelas.
Rasional :
- Untuk menetapkan tindakan keperawatan selanjutnya
- Untuk menambah pengetahuan klien
- Untuk mempermudah pemahaman klien mengenai perawatan
melahirkan
- Keluarga yang nantinya akan meneruskan perawatan setelah keluar dari
gantungan rumah sakit.
2. Difisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total 24 jam
Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien dapat mendemonstrasikan teknik-teknik untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri
Intervensi :
- Kaji ketidaknyamanan pada klien
- Kaji status psikologi klien
- Berikan bantuan perawatan sesuai kebutuhan.
- Libatkan keluarga dalam perawatan klien.
Rasional :
- Untuk menetapkan tindakan keperawatan selanjutnya
- Keluarga yang nantinya akan meneruskan perawatan setelah keluar dari
rumah sakit
3. Kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan yang berlebih
Tujuan : Tidak terjadi dehidrasi cairan
Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
- Kaji jumlah cairan input dan output.
- Monitor TTV dalam batas normal
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
Rasional :
- Keseimbangan cairan tubuh ditentukan berdasarkan intake dan output
cairan yang masuk ke dalam tubuh.
- TTV merupakan dasar awal tindakan keperawatan
- Dehidrasi merupakan gejala kekurangan cairan.
4. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus
Tujuan : Rasa nyeri klien berkurang.
Kriteria Hasil : Klien dapat menunjukan ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
- Kaji pencetus, intensitas, kualitas, lokasi dan skala nyeri.
- Berikan informasi kepada klien bahwa rasa nyeri itu hal yang wajar.
- Ajarkan pada klien manajemen nyeri.
- Berikan klien posisi yang nyaman, berikan analgesik.
Rasional :
- Mengindikasian kebutuhan untuk intervensi
- Klien akan memahami kondisi dan keadaan diri sendiri
- Mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri
- Mengurangi nyeri
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan post sectio caesarea
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak terdapat tanda-
tanda infeksi, leukosit normal, luka operasi kering.
Intervensi :
- Cuci tangan sebelum kontak dengan klien.
- Kaji tanda-tanda infeksi.
- Monitor tanda-tanda vital.
- Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
- Berikan antibiotik sesuai advis.
Rasional :
- Mengurangi tingkat infeksi silang maupun INOS
- Kontrol tada-tanda infeksi agar dapat dilakukan penanganan dini
sebelum infeksi terjadi
- Indikator dalam menentukan terjadinya infeksi seperti suhu tubuh
meningkat.
- Menghindari penyebaran patogen
- Untuk mencegah terjadinya inflamasi.
Sectio Cesarea (SC)
1. Definisi
Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat badan
bayi diatas 500 gram, melalui sayatan dinding uterus yang masih utuh
(Saifuddin, 2001).
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal.
Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan
keluarga nantikan selama 9 bulan (Saifuddin, 2002). Ketuban pecah dini
adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan pada multi para kurang dari 5 cm (Mochtar, 2002).
Sehingga dapat saya simpulkan bahwa post seksio sesaria dengan indikasi
Ketuban pecah dini adalah suatu masa nifas setelah menjalani persalinan
dengan cara menyayat dinding uterus untuk mengeluarkan janin yang
dikarenakan air ketuban yang keluar sebelum ada tanda-tanda persalinan.
2. Etiologi
1. Penyebab ketuban pecah dini
Penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan membran
atau meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks (Syaifuddin, 2000).
Menurut Arif Mansjoer (2001) penyebab ketuban pecah dini belum
diketahui. Faktor predisposisi ketuban pecah dini ialah :
Infeksi genetalia.
Servik incompetent yaitu kelainan pada servik uteri di mana kanalis
servikalis selalu terbuka
Gemili
Hidramnion.
Kehamilan pretem.
Disproporsi sefalopelvik.
Indikasi seksio sesaria
Indikasi untuk seksio sesaria(Rustam, 2002).
a. Indikasi untuk ibu
Plasenta previa, Distocia serviks, Ruptur uteri mengancam, Disproporsi
cepalo pelviks, Pre eklamsi dan eklamsi, Tumor, Partus lama.
b. Indikasi untuk janin
1) Mal presentasi janin
(a) Letak lintang
Bila ada kesempitan panggul seksio sesaria adalah cara terbaik dalam
segala letak lintang dengan janin hidup. Semua primigravida dengan letak lintang
harus ditolongdengan sectio caesarea. Multipara letak lintang dapat lebih dulu
dengan cara yang lain
(b) Letak bokong
Dianjurkan seksio sesaria bila ada Panggul sempit, Primigravida, Janin
besar, Presentasi dahi dan muka bila reposisi dan cara lain tidak berhasil,
Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil, atau Gemeli.
2) Gawat Janin
Segera lakukan operasi agar tidak terjadi keracunan atau kematian janin,
sesuai dengan indikasi seksio sesaria.
Kontra indikasi
(a) Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin hidup kecil.
Dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi.
(b) Janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk seksio sesaria
ekstra peritoneal tidak ada.
(c) Kurangnya pengalaman dokter bedah dan tenaga medis yang kurang memadai.
3.Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus di rujuk di Rumah Sakit. Bila janin hidup dan terdapat polap tali
pusat pasien di rujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badanya, bila
mungkin dengan posisi bersujud. Kalau perlu posisi kepala janin di dorong keatas
dengan 2 jari agar tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva di bungkus kain
hangat yang dilapisi plastik.
Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau
ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti penisilin prokain 1,2 juta
IU intra muskuler tiap 12 jam dan ampisilin 1 gr per oral. Bila pasien tidak tahan
ampisilin diberikan eritromisin 1 gr peroral .
Bila keluarga pasien menolak rujukan, klien di istirahatkan dengan posisi
berbaring miring, berikan antibiotik pinisilin prokain 1,2 juta IU intra muskuler
tiap 12 jam dan ampicilin 1 gr peroral dengan di ikuti 500 mg tiap 6 jam atau
eritromisin dengan dosis yang sama.
Dengan kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif
yaitu tirah baring, diberi sedatif berupa fenobarbital 3x30 mg. Diberikan
antibiotik selama 5 hari dan glukoortikosteroid, contoh dexametason 3x5 mg
selama 2 hari. Berikan pula tokolisis bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan
Pada kehamilan 33-35 minggu lakukan terapi konservatif selama 24 jam
lalu induksikan persalinan, bila terjadi infeksi akhiri kehamilan. Sedangkan pada
kehamilan lebih dari 2 minggu, bila ada his, mimpin meneran dan lakukan
akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his lakukan induksi persalinan bila
ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah
lebih dari 6 jam dengan skor pelvic lebih dari 5, sectio cesaria bila ketuban pecah
kurang dari 5 jam dan skor pelvik kurang dari 5 (Mansjoer, 2001).
Apabila persalinan dilakukan dengan tindakan Seksio Sesaria maka
penatalaksanaan Post Seksio Sesaria antara lain periksa dan catat tanda – tanda
vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian.
Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat. Pemberian tranfusi darah, bila
terjadi perdarahan post partum karena pemberian antibiotika, walaupun pemberian
antibiotika sesudah seksio sesarea efektif dapat dipersoalkan, namun pada
umumnya pemberiannya dianjurkan. Mobilisasi karena pada hari pertama setelah
operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2
kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan
bantuan. Dan pada tahap akhir adalah pemulangan apabila tidak terdapat
komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi
(Mochtar, 2002).
4.Manifestasi Klinik
Kecoklatan sedikit- sedikit atau sekaligus banyak. Dapat disertai demam bila
sudah ada infeksi. Janin mudah diraba. Pada pemeriksa dalam selaput ketuban
tidak ada, air ketuban sudah kering. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau
selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering (Mansjoer, 2001).
Mulyantoro Inu. 2002. Pola Kuman Anaerob di Kanalis Servikalis pada Ketuban
Pecah Dini (Tesis). Semarang: Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK
UNDIP.
Manuaba I.B.G. 2001. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan
Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
oughey Aaron et al. 2008. Contemporary Diagnosis and Management of Preterm
Premature Rupture of Membranes.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2492588/ ( Diakses pada
tanggal 15 November 2014)
Manuaba,, Ida Bagus Gede. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. EGC. Jakarta.
Saifuddin, Abdul bari. 2002. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal. Jakarta : YBP-SP