Anda di halaman 1dari 15

KEBUTUHAN AKTUALISASI DIRI

PADA REMAJA PENYANDANG TUNANETRA


YANG BERSEKOLAH DI SEKOLAH UMUM DITINJAU DARI
KEMATANGAN EMOSI DAN SELF DISCLOSURE

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Dalam Mencapai Derajat S1

Diajukan oleh :
TIKA DESYTAMA PUTRI / F 100 030 061

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2007
KEBUTUHAN AKTUALISASI DIRI
PADA REMAJA PENYANDANG TUNANETRA
YANG BERSEKOLAH DI SEKOLAH UMUM DITINJAU DARI
KEMATANGAN EMOSI DAN SELF DISCLOSURE

Yang diajukan oleh :

TIKA DESYTAMA PUTRI


F 100 030 061

Telah disetujui untuk dipertahankan


di depan Dewan Penguji

Telah disetujui oleh

Pembimbing Utama

Dra. Wiwin Dinar P., M.Si Tanggal, ___________2007

Pembimbing Pendamping

Purwati, S.Psi, M.Si Tanggal, ___________2007


KEBUTUHAN AKTUALISASI DIRI
PADA REMAJA PENYANDANG TUNANETRA
YANG BERSEKOLAH DI SEKOLAH UMUM DITINJAU DARI
KEMATANGAN EMOSI DAN SELF DISCLOSURE
Yang diajukan oleh :

TIKA DESYTAMA PUTRI


F 100 030 061
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal :
__________________
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Penguji Utama

Dra. Wiwin Dinar P., M.Si __________________

Penguji Pendamping I

Purwati, S.Psi, M.Si __________________

Penguji Pendamping II

DR. Nanik Prihartanti, M.Si __________________

Surakarta, ______________2007
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Fakultas Psikologi
Dekan

Susatyo Yuwono S.Psi, M.Si


KEBUTUHAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PENYANDANG TUNANETRA
YANG BERSEKOLAH DI SEKOLAH UMUM DITINJAU DARI KEMATANGAN
EMOSI DAN SELF DISCLOSURE

Tika Desytama Putri 1, Wiwin Dinar Prastiti 2, Purwati 3


Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstraksi

Individu penyandang tunanetra akan mengalami permasalahan sehubungan dengan


kecacatan yang dialami tersebut, kemampuan aktifitasnya akan jadi sangat terbatas, sehingga akan
menimbulkan permasalahan dalam pendidikan dan kehidupan sosialnya. Dengan memiliki emosi yang
matang individu mampu menerima tanggung jawab akan perbedaan-perbedaan dalam hidupnya
sebagai tantangan daripada menganggapnya sebagai beban. Namun hal tersebut belum cukup,
pengungkapan diri merupakan faktor yang berpengaruh dalam hubungan antara manusia yang akan
meningkatkan keharmonisan antar pribadi, sehingga dapat menumbuhkan pemahaman tentang siapa
dirinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan aktualisasi diri pada remaja
penyandang tunanetra yang bersekolah di sekolah umum ditinjau dari kematangan emosi dan self-
disclosure. Selain itu, juga untuk mengetahui tingkat aktualisasi diri, tingkat kematangan emosi dan
tingkat self-disclosure, serta mengetahui peranan kematangan emosi dan self-disclosure terhadap
aktualisasi diri. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja penyandang tunanetra yang bersekolah di
sekolah umum dan menjadi anak asuh Yaketunis Yogyakarta. Sampel penelitian adalah sebagian anak
asuh yang berusia 15-21 tahun sebanyak 27 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah purposive non random sampling.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh R sebesar 0,092, FRegresi sebesar 0,101 dengan
p=0,903 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan antara kematangan emosi dan self-disclosure dengan
kebutuhan aktualisasi diri. Sedangkan hubungan antara variabel kematangan emosi dengan aktualisasi
diri diperoleh korelasi rx1y sebesar 0,091 dengan p>0,05 yang berarti tidak ada hubungan positif
antara kematangan emosi dengan aktualisasi diri. Dan hubungan antara self-disclosure terhadap
aktualisasi diri diperoleh korelasi rx2y sebesar 0,006 dengan p>0,05 yang berarti tidak ada hubungan
positif antara self-disclosure dengan aktualisasi diri. Kebutuhan aktualisasi diri yang dimiliki remaja
penyandang tunanetra tergolong tinggi, hal ini ditunjukkan dengan RE sebesar 97,667 dan RH sebesar
77,5. Sedangkan kematangan emosinya tergolong tinggi yang ditunjukkan dengan RE sebesar 95,778
dan RH sebesar 82,5. Self-disclosure pada subjek tergolong sedang yang ditunjukkan dengan RE
sebesar 94,667 dan RH sebesar 90. Sumbangan efektif kematangan emosi terhadap aktualisasi diri
sebesar 0,829%, sedangkan peranan atau sumbangan efektif self-disclosure terhadap aktualisasi diri
sebesar 0,009%. Total sumbangan efektif ditunjukkan oleh koefisien (R²) sebesar 0,008 sehingga
sumbangan efektif atau peranan kematangan emosi dan self-disclosure terhadap aktualisasi diri sebesar
0,838%, berarti masih terdapat 99, 162% variabel-variabel lain yang lebih mempengaruhi aktualisasi
diri di luar variable kematangan emosi dan self-disclosure.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara
kematangan emosi dan self-disclosure dengan kebutuhan aktualisasi diri pada remaja penyandang
tunanetra yang bersekolah di sekolah umum.

Kata Kunci : aktualisasi diri, kematangan emosi, self-disclosure, remaja penyandang tunanetra

Keterangan :
1. Mahasiswa
2. Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta
3. Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta
Setiap orang menginginkan tubuh bahwa sebagian besar informasi yang
yang sempurna. Banyak orang yang diperoleh oleh manusia berasal dari indera
mempunyai anggapan bahwa penampilan penglihatan, sedangkan selebihnya berasal
fisik yang menarik diidentikkan dengan dari panca indera yang lain. Dengan
memiliki tubuh yang lengkap, ideal dan demikian, dapat dipahami bila seseorang
normal. Menurut Nugroho dan Utami mengalami gangguan pada indera
(2004) definisi sederhana “orang normal” penglihatan, maka kemampuan aktifitasnya
adalah bila orang mempunyai organ akan jadi sangat terbatas, karena informasi
lengkap dan berfungsi dengan baik, dia yang diperoleh akan jauh berkurang
harus mempunyai kepala, kaki/tangan dan dibandingkan mereka yang berpenglihatan
organ lain layaknya seorang manusia. Kaki normal(http://asnugroho.net/papers/ti2002.
bisa digunakan untuk berlari, tangan untuk pdf). Bagi tuna netra, informasi dari dunia
memegang atau menulis, mata untuk luar tersampaikan melalui media non-
melihat, mulut untuk berbicara, telinga visual. Dengan demikian, informasi
untuk mendengar dan lain sebagainya. tersebut dapat dipahami melalui indera
Ketika seseorang mengalami peraba, indera pendengaran dan
ketidakfungsian, kehilangan salah satu atau sebagainya.
lebih organ tubuhnya, maka individu akan Kemampuan yang dimiliki oleh
disebut seorang yang tidak normal, seorang setiap individu akan membuatnya berusaha
yang tidak sempurna atau istilah yang mengaktualisasikan dirinya dengan segala
digunakan selama ini adalah cacat. yang dia punya. Corey (dalam Hanifah,
Kesempurnaan organ tubuh dan berfungsi 2005) menyatakan bahwa manusia
sebagaimana mestinya adalah syarat yang berjuang untuk mengaktualisasikan dirinya
tidak dapat ditawar, agar dapat berinteraksi yakni kecenderungan menjadi apa saja
dengan masyarakat, mendapatkan yang individu mampu. Aktualisasi diri
pendidikan yang layak dan mendapatkan merupakan sarana menuangkan diri dalam
pekerjaan yang layak (Nugroho dan Utami, kapasitas individu sebagai manusia yang
2004). menuntut direalisasikannya semua potensi
Ada sebagian kapasitas yang serta bakat yang sesuai dengan
dimiliki oleh orang-orang yang bukan kemampuan, minat dan bidangnya masing-
penyandang cacat tidak didapat pada masing.
orang-orang penyandang cacat. Oleh Adanya kebutuhan akan
karena itu, penyandang cacat tubuh akan aktualisasi diri yang cukup besar menuntut
mempunyai kesulitan yang besar dalam remaja penyandang cacat untuk menggali
menjalani kehidupan sosialnya dibanding dan mengembangkan segenap bakat, minat
dengan sesamanya yang tidak menyandang dan kemampuan yang dimiliki.
cacat tubuh, karena penyandang cacat Kemampuan yang diperoleh remaja
tubuh menghadapi hambatan dalam penyandang cacat tidak lepas dari proses
melakukan aktivitas sehari-hari, pendidikan yang telah lama diterima serta
sebagaimana menurut Rehabilitasi adanya dukungan dari lingkungan yang
Internasional (Hanifah, 2005). Penyandang baik, dimana keluarga berperan besar
cacat mempunyai keterbatasan- untuk mendukung semua yang bisa
keterbatasan kapasitas individu untuk dilakukan remaja penyandang cacat. Selain
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari- keluarga, lingkungan sekolah juga
hari. memiliki peran yang cukup besar karena
Indera penglihatan adalah salah merupakan lingkungan terdekat kedua
satu sumber informasi vital bagi manusia. setelah keluarga.
Tidak berlebihan apabila dikemukakan
Ketidaksempurnaan dan bila mereka tidak dapat mengontrol
penyimpangan akan fungsi mata ini emosinya dengan baik, termasuk
menimbulkan kegusaran batin yang cukup hubungannya dengan lingkungan di
mendalam bagi remaja. Menurut Hill dan sekolah. Remaja penyandang tunanetra
Mőnks (dalam Hanifah, 2005) remaja akan mempunyai kesulitan bergaul yang
merupakan salah satu penilai yang penting lebih besar dalam menjalani kehidupan di
terhadap badannya sendiri. Apabila dalam sekolah dibandingkan dengan sesama
proses mengembangkan bakat, minat dan teman yang tidak menderita tunanetra. Dan
kemampuan yang dimiliki menuju ini dapat menyebabkan timbulnya sikap
tercapainya aktualisasi diri, maka remaja egosentris, fanatik, serta tuntutan yang
akan merasa gusar dan mendapat tekanan berlebihan sebagai bentuk kompensasi atas
batin terlebih lingkungan dimana mereka kekurangan yang dirasakannya.
mendapat pendidikan adalah lingkungan Dalam pergaulan dengan orang
yang normal. lain, penyandang tunanetra merasa tidak
Tekanan batin tersebut dapat yakin dan penuh ketakutan. Orang yang
mengakibatkan ketidakmampuan dalam mengalami kondisi demikian biasanya
menyesuaikan diri, baik dalam kehidupan bersikap menarik diri atau berada di balik
keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam layar (Hanifah, 2005). Individu yang
masyarakat pada umumnya. Tekanan batin mempunyai cacat pada tubuhnya akan
yang dialami oleh remaja penyandang merasa malu dan sangat menderita
tunanetra akan dapat dinetralisir dengan batinnya. Hari depan merasa gelap
adanya kesanggupan untuk menghadapi dipenuhi dengan rasa malu, ketakutan dan
tekanan hidup. merasa ragu-ragu (Kartono, 1983).
Menurut Chaplin (2002), yang Dalam menghadapi tantangan dan
dimaksud dengan kematangan emosi tuntutan, penyandang tunanetra harus
adalah suatu keadaan atau kondisi memiliki keterbukaan diri dan pemahaman
tercapainya tingkat kedewasaan dalam tentang siapa dirinya serta usaha untuk
perkembangan emosional. Oleh karena itu pengembangan lebih lanjut. Pada penderita
individu yang bersangkutan tidak lagi tunanetra yang mau membuka diri berarti
menampilkan pola emosi yang kekanak- orang tersebut mengenali siapa dirinya dan
kanakan sehingga individu tersebut akan bagaimana dirinya saat ini, sedangkan pada
mampu untuk mengontrol dan menekan penderita cacat yang tidak dapat membuka
emosinya. Kematangan emosi ditandai diri akan merasa dirinya tidak berharga.
dengan bagaimana konflik dipecahkan dan Dengan demikian keterbukaan dalam
bagaimana kesulitan ditangani. Orang yang komunikasi sangat diperlukan agar tumbuh
sudah dewasa memandang kesulitan- saling pengertian, menghargai dan
kesulitannya bukan sebagai malapetaka bermanfaat bagi kedua belah pihak yang
tetapi sebagai tantangan. berhubungan. Sebaliknya, sikap yang
Walgito (1984) mengatakan tertutup dalam komunikasi akan
bahwa individu yang matang emosinya mengganggu bahkan akan merusak
akan dapat bersikap toleran, dapat hubungan dalam masyrakat. Oleh karena
mengontrol diri sendiri dan mampu itu keterbukaan diri dalam hubungan sosial
menyatakan emosinya secara baik, berpikir mutlak diperlukan. Dengan memiliki
objektif, menerima keadaan diri dan orang hubungan komunikasi yang baik dengan
lain, tidak bersifat impulsif dan lingkungannya, mereka akan mendapat
bertanggung jawab dengan baik. dukungan demi terciptanya kebutuhan
Penyandang tunanetra akan aktualisasi diri.
merasa terasing dalam hubungan sosialnya
Remaja penyandang tunanetra pada remaja penyandang tunanetra yang
yang bersekolah di sekolah umum bersekolah di sekolah umum.
diharapkan memiliki kematangan emosi 3. Hubungan antara self-disclosure
yang tinggi agar dapat mengatasi tantangan dengan kebutuhan aktualisasi diri pada
yang dihadapinya baik di lingkungan remaja penyandang tunanetra yang
keluarga, masyarakat maupun sekolah bersekolah di sekolah umum.
pada khususnya. Selain itu mereka 4. Tingkat kematangan emosi pada
diharapkan dapat membuka diri terhadap remaja penyandang tunanetra yang
orang lain agar terjalin komunikasi yang bersekolah di sekolah umum.
baik dengan lingkungannya. Dengan 5. Tingkat self-disclosure pada remaja
demikian kebutuhan aktualisasi dirinya penyandang tunanetra yang bersekolah di
akan dapat dipenuhi. sekolah umum.
Namun, pada kenyataannya 6. Tingkat aktualisasi diri pada remaja
belum tentu remaja penyandang tunanetra penyandang tunanetra yang bersekolah di
yang memiliki kematangan emosi yang sekolah umum.
tinggi dalam menghadapi tantangan serta 7. Peranan kematangan emosi
tuntutan yang dihadapi, mereka juga dapat terhadap kebutuhan aktualisasi diri pada
mengoptimalkan kemampuan yang remaja penyandang tunanetra yang
dimiliki untuk mencapai aktualisasi diri bersekolah di sekolah umum.
dan sebaliknya belum tentu remaja yang 8. Peranan self-disclosure terhadap
dapat mencapai aktualisasi diri yang kebutuhan aktualisasi diri pada remaja
optimal memiliki kematangan emosi yang penyandang tunanetra yang bersekolah di
baik. Belum tentu remaja penyandang sekolah umum.
tunanetra mampu terbuka dengan
lingkungannya sehingga tingkat aktualisasi A. Aktualisasi Diri
diri juga tidak optimal. 1. Pengertian aktualisasi diri
Berdasar uraian di atas, maka Aktualisasi diri adalah segala
penulis merasa tertarik untuk mengungkap sesuatu yang mendorong seseorang untuk
‘apakah ada hubungan antara kematangan menjadi yang terbaik yang bisa dilakukan.
emosi dan self-disclosure dengan Rogers (dalam Schultz, 1993) menyatakan
kebutuhan aktualisasi diri pada remaja bahwa tiap orang memiliki kecenderungan
penyandang tunanetra yang bersekolah di akan kebutuhan aktualisasi diri untuk
sekolah umum?’. Berdasar rumusan mengembangkan seluruh potensinya.
masalah tersebut, penulis mengambil judul Kecenderungan akan kebutuhan aktualisasi
“Kebutuhan Aktualisasi Diri Pada Remaja diri juga dimiliki oleh penyandang cacat
Penyandang Tunanetra Yang Bersekolah sebagai tenaga pendorong untuk
Di Sekolah Umum Ditinjau Dari meningkatkan pematangan dan
Kematangan Emosi Dan Self-Disclosure”. pertumbuhan fisiologis maupun psikologis.
Penelitian ini bertujuan untuk Rogers (dalam Martosudarmo,
mengetahui : 2005) berpendapat bahwa pada hakikatnya
1. Hubungan antara kematangan manusia mempunyai potensi untuk tumbuh
emosi dan self-disclosure dengan dan berkembang ke arah yang lebih baik,
kebutuhan aktualisasi diri pada remaja jika kondisi memungkinkan. Dengan
penyandang tunanetra yang bersekolah di demikian, maka manusia yang mempunyai
sekolah umum. perilaku ‘menyimpang’, pada dasarnya
2. Hubungan antara kematangan bukan disebabkan oleh itikad yang negatif,
emosi dengan kebutuhan aktualisasi diri tetapi karena tidak adanya kesempatan
bagi orang tersebut untuk mengembangkan
potensinya. Karena manusia dalam unik (khusus) dari individu terhadap
mengembangkan potensinya hanya lingkungan.
mempunyai motif dasar yaitu c. Transendensi, yaitu lebih tinggi,
mengaktualisasikan, mempertahankan dan unggul, agung, melampaui superlatif arti
mengembangkan diri. yang lain tidak tergantung dan tersendiri.
2. Aspek-aspek aktualisasi diri Individu yang beraktualisasi diri akan
Vallet (dalam Hanifah, 2005) berusaha menjadi yang terbaik.
berpendapat bahwa aspek-aspek proses d. Demokratis, orang yang
perkembangan seseorang untuk beraktualisasi diri bertingkah laku lebih
mewujudkan aktualisasi dirinya, antara dalam daripada toleransi. Meski individu
lain: menyadari bahwa perbedaan-perbedaan
a. Memahami kebutuhan dasar yang dengan orang lain, tetapi individu dapat
manusiawi, yaitu bagaimana individu menerima semua orang tanpa
memahami kebutuhan-kebutuhannya yang memperhatikan tingkat pendidikan dan
paling mendasar. kelas sosial. Individu siap mendengarkan
b. Mengungkapkan perasaan yang dan belajar pada siapa saja yang dapat
manusiawi, yaitu ungkapan-ungkapan mengajarkan itu pada dirinya.
individu tentang apa yang dirasakannya. e. Hubungan sosial, yaitu individu
c. Kesadaran dan kontrol diri, akan lebih menghargai keberadaan orang
bagaimana individu mampu menyadari dan lain dalam lingkungannya.
mengontrol setiap tindakannya sehingga
sesuai dengan harapan-harapannya. B. Kematangan Emosi
d. Menjadi sadar akan nilai-nilai 1. Pengertian kematangan emosi
manusiawi, kemampuan individu untuk Menurut Covey (dalam Sari dan
bisa menerima nilai-nilai yang berlaku di Nuryoto, 2002) kematangan emosi adalah
sekelilingnya, seperti bekerja sama dengan kemampuan untuk mengekspresikan
orang lain. perasaan yang ada dalam diri secara yakin
e. Mengembangkan kedewasaan dan berani, yang diimbangi dengan
sosial dan individu, kemampuan individu pertimbangan-pertimbangan akan perasaan
untuk dapat mempertimbangkan segala dan keyakinan individu lain. Gerungan
tindakan yang dilakukan serta mampu (1996), mengatakan bahwa kematangan
menyesuaikan diri dengan lingkungan emosi berarti adanya kestabilan emosi
sosialnya. berdasarkan kesadaran yang mendalam
3. Faktor-faktor aktualisasi diri terhadap kebutuhan-kebutuhan, keinginan,
Anari (dalam Hanifah, 2005) cita-cita dan perasaan serta
menyebutkan bahwa factor-faktor yang pengintegrasian.
mempengaruhi aktualisasi diri adalah: Seorang remaja pada masa ini
a. Kreativitas, merupakan sikap mengalami transisi manjadi orang yang
yang diharapkan ada pada orang yang dewasa keadaan emosinya masih labil,
beraktualisasi diri. Kreativitas bagi mereka karena hal ini berhubungan erat dengan
adalah suatu sikap. Individu ini asli, hormon. Ledakan emosional dengan
inventif dan inovatif meski tidak harus frekuensi tinggi yang kuat dan tampaknya
menghasilkan sesuatu. tidak beralasan menyebabkan orang lain
b. Kepribadian, yaitu organisasi menilai individu itu sebagai orang yang
yang dinamis dalam diri individu yang melum matang (Hurlock, 2002).
terdiri dari sistem-sistem psiko-fisik yang
menentukan cara penyesuaian diri yang
2. Aspek-aspek kematangan emosi usaha seseorang untuk menampilkan image
Aspek-aspek kematangan emosi yang sebenarnya tentang dirinya.
menurut Stanford (dalam Oktarini, 2003), 2. Aspek-aspek self-disclosure
meliputi: Di dalam Jourard Self Disclosure
a. Stabilitas merespon. Emosinya Questionaire (JSDQ) (dalam Indrawati,
relatif stabil, dalam arti tidak mudah 1994) keterbukaan diri terdiri atas enam
berubah dari satu emosi ke emosi yang aspek, yaitu:
lain. a. Sikap dan opini. Sikap adalah
b. Selektifitas merespon. Individu seperangkat pendapat, minat atau tujuan,
mampu membedakan terhadap respon yang menyangkut harapan akan suatu jenis
emosional, sehingga tidak merespon secara pengalaman dan kesediaan dengan suatu
keseluruhan tetapi mampu membatasi reaksi yang wajar. Opini adalah suatu
secukupnya mana hal-hal yang perlu ekspresi atau pernyataan pertimbangan
ditanggapi dan mana yang tidak perlu yang tidak di dasarkan pada pengetahuan
ditanggapi. positif atau fakta pembuktian, akan tetapi
c. Tenggang waktu dalam merespon. berdasarkan pada apa yang kelihatannya
Individu mampu menilai situasi secara seperti benar atau mungkin opini seringkali
kritis seelum merespon sesuatu secara dipengaruhi oleh emosi dan mencerminkan
maksimal, kemudian baru mlangkah sikap seseorang.
selanjutnya. b. Minat dan kesukaan. Minat dan
d. Bersifat realistis. Individu mampu kesukaan adalah kecenderungan hati yang
menilai seberapa besar kebutuhan- tinggi terhadap sesuatu, gairah, keinginan
kebutuhan dan aspirasi-aspirasi yang dapat atau kemauan.
dipenuhi untuk diarahkan pada harapan- c. Pekerjaan atau sekolah. Pekerjaan
harapan sesuai dengan masyarakat. atau sekolah adalah sesuatu yang
e. Mengontrol emosi. Individu dilakukan untuk mendapatkan nafkah atau
mampu mengendalikan ekspresi emosional pengetahuan.
yang tidak diterima oleh masyarakat d. Uang atau kemampuan finansial,
dengan menyalurkan energi fisik dan adalah kemampuan mengenai urusan
mentalnya ke arah cara-cara yang diterima keuangan.
masyarakat. e. Kepribadian, adalah sifat dan
f. Rasa kemanusiaan. Individu tingkah laku khas seseorang yang
diharapkan mampu menerima dan membedakannya dengan orang lain,
memberi kasih sayang, kesetiaan, dan integrasi karakteristik dari struktur-
mempertimbangkan perasaan baik struktur, pola tingkah laku, minat,
terhadap diri sendiri maupun orang lain. pendirian, kemampuan dan potensi yang
dimiliki seseorang, segala sesuatu yang
C. Self-Disclosure mengenai diri seseorang sebagaimana
1. Pengertian self-disclosure diketahui oleh orang lain.
Keterbukaan diri menurut Jourard f. Tubuh, adalah susunan secara
(dalam Pratama, 2005) adalah tindakan individu yang dapat diamati dari bentuk-
membuka diri sedemikian rupa sehingga bentuk sekujur tubuh termasuk ramping
orang lain dapat mengenal individu yang atau gemuknya, tinggi atau pendek. Tubuh
membuka diri tersebut. Sependapat dengan merupakan aspek yang diungkap dalam
pernyataan sebelumnya, Wrightsman dan JSDQ karena tubuh juga dapat mengukur
Deaux (dalam Pratama, 2005) jauh keterbukaan diri seseorang.
mendefinisikan keterbukaan diri sebagai
Hipotesis informasi mengenai pengalaman masa lalu
Hipotesis yang diajukan oleh yang masih relevan untuk memahami
penulis dalam penelitian ini adalah: reaksi yang terjadi pada saat itu atau
1. Hipotesis mayor dengan kata lain adalah tindakan membuka
“Ada hubungan antara kematangan diri sedemikian rupa sehingga orang lain
emosi dan self-disclosure dengan dapat mengenal individu yang membuka
kebutuhan aktualisasi diri” diri tersebut.
2. Hipotesis minor Subjek
a. “ Ada hubungan positif antara Populasi dalam penelitian ini
kematangan emosi dengan adalah remaja penyandang tunanetra yang
kebutuhan aktualisasi diri” bersekolah di sekolah umum yang menjadi
b. “ Ada hubungan positif antara self- anak asuh Yayasan Kesejahteraan
disclosure dengan kebutuhan Tunanetra Islam Kotamadya Yogyakarta.
aktualisasi diri” Bentuk sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah purposive sample,
METODE PENELITIAN yaitu pemilihan sekelompok subjek
Identifikasi Variabel Penelitian berdasarkan ciri-ciri atau sifat populasi
yang telah diketahui. Sampel dalam
Variabel-variabel dalam
penelitian ini memiliki ciri-ciri sebagai
penelitian ini meliputi:
berikut:
1. Variabel tergantung = aktualisasi
a. Berusia 15 - 21 tahun,
diri
b. Tinggal di asrama Yaketunis,
2. Variabel bebas 1 = kematangan
c. Bersekolah di sekolah umum baik
emosi
SMA atau perguruan tinggi.
3. Variabel bebas 2 = self-disclosure
Dalam penelitian ini pengambilan
Definisi Operasional Variabel Penelitian
sampel dilakukan dengan purposive non
Aktualisasi diri adalah suatu
random sampling.
kebutuhan psikologis yang mendorong
Metode Pengumpulan Data
seseorang untuk menjadi yang terbaik yang
Dalam penelitian ini, metode
bisa dilakukan dengan menumbuhkan,
yang digunakan adalah angket Aktualisasi
mengembangkan, dan menggunakan
Diri, Kematangan Emosi dan Self-
potensi, kemampuan serta bakat yang
Disclosure.
dimiliki oleh remaja penyandang tunanetra
Metode Analisis Data
yang bersekolah di sekolah umum.
Metode analisis data yang
Kematangan emosi adalah suatu
dipergunakan untuk menguji hipotesis
keadaan dimana seseorang mempunyai
dalam penelitian ini adalah analisis regresi
kemampuan dalam memecahkan
dua prediktor.
permasalahan yang ditandai dengan emosi
yang tenang dan dapat berpikir objektif
HASIL DAN BAHASAN
sehingga dapat mengendalikan luapan
Berdasarkan hasil analisis data
emosinya serta memiliki kemampuan
dengan menggunakan teknik analisis
mengantisipasi secara kritis situasi yang
regresi dua prediktor diperoleh nilai R
dihadapi yaitu bersekolah di sekolah
sebesar 0,092 dengan p > 0,05 yang berarti
umum dimana individu yang bersangkutan
tidak ada hubungan antara kematangan
memiliki tunanetra.
emosi dan self-disclosure dengan
Self-disclosure adalah aktivitas
aktualisasi diri. Hal ini berarti variabel
yang menyingkapkan bagaimana individu
kematangan emosi dan self-disclosure
sedang bereaksi pada suatu situasi yang
tidak dapat dijadikan prediktor untuk
terjadi pada saat itu dan memberikan
memprediksi atau mengukur aktualisasi disebabkan oleh kurangnya komunikasi
diri. antara orang tua dan anak. Salah satu
Korelasi antara kematangan faktor yang mempengaruhi self-disclosure
emosi dengan aktualisasi diri diperoleh adalah faktor keluarga. Sedangkan subjek
hasil nilai koefisien korelasi rx1y sebesar penelitian merupakan individu yang
0,091 dengan p > 0,05 yang berarti tidak tinggal berjauhan dengan orang tua.
ada hubungan positif antara kematangan Menurut Devito (Poernomowardani,
emosi dengan aktualisasi diri. Hasil lain 2002), penyingkapan diri dapat
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan memperbaiki efektivitas komunikasi.
positif antara self-disclosure dengan Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
aktualisasi diri yang ditunjukkan dengan komunikasi yang kurang terbuka antara
korelasi rx2y sebesar 0,006 dengan p orang tua dan anak diasumsikan sebagai
> 0,05. Tidak adanya hubungan antara salah satu penyebab kurangnya
kematangan emosi dan self-disclosure penyingkapan diri subjek dengan orang
dengan aktualisasi diri berarti lain.
kemungkinan ada hal-hal lain yang lebih Perbedaan kondisi sosial ekonomi
pengaruh mempengaruhi terhadap memungkinkan terjadinya proses
kebutuhan aktualisasi diri seseorang. aktualisasi diri yang berbeda, sebab faktor
Hasil yang menunjukkan tidak sosial ekonomi akan menentukan arah dan
adanya hubungan antara kematangan bentuk dari aktualisasi diri orang tersebut.
emosi dan self-disclosure dengan Hal ini berkaitan dengan adanya fasilitas
aktualisasi diri dapat diartikan bahwa dan suasana penunjang yang memberi arah
mungkin saja seseorang dengan kebutuhan dan bentuk aktualisasi diri seseorang. Pada
aktualisasi diri yang tinggi belum tentu diri subjek penelitian mungkin hal ini
memiliki kematangan emosi yang tinggi disebabkan oleh lingkungan tempat tinggal
serta belum tentu mereka dapat membuka mereka yang mayoritas penghuni asrama
diri dengan baik kepada lingkungannya. adalah penyandang tunanetra walaupun
Pada subjek penelitian kemungkinan yang lingkungan tempat mereka memperoleh
terjadi adalah mereka memiliki emosi yang pendidikan adalah lingkungan yang
matang serta kemampuan membuka diri normal.
yang cukup, namun hal tersebut tidak Apabila melihat lebih jauh lagi,
mempengaruhi aktualisasi dirinya. kehidupan anak asuh Yaketunis telah
Rogers (dalam Martosudarmo, terkondisikan sedemikian rupa sejak
2005) menyatakan bahwa pada hakikatnya mereka kecil, seperti misalnya mereka
manusia mempunyai potensi untuk tumbuh telah dididik untuk hidup secara mandiri di
dan berkembang ke arah yang lebih baik lingkungan masayarakat baik dalam
jika kondisi memungkinkan. Remaja masyarakat normal maupun di lingkungan
penyandang tunanetra yang menjadi subjek mereka yang sesama tunanetra. Anak asuh
penelitian mungkin memiliki kondisi dan Yaketunis telah dididik untuk belajar
sarana serta prasarana yang dapat menerima kekurangan yang dimilikinya
menumbuhkan potensi serta bakat yang dan berusaha untuk mandiri dengan
mereka miliki, sehingga mereka dapat kukurangannya, sehingga membuat mereka
beraktualisasi diri dengan optimal. memiliki penerimaan diri yang tinggi
Demikian juga halnya self- mengenai kecacatan yang dialaminya.
disclosure dengan aktualisasi diri. Temuan Dengan adanya penerimaan diri, subjek
penelitian ini yang menyatakan tidak telah dapat menerima kekurangan yang ada
adanya hubungan antara self-disclosure pada dirinya sehingga mereka merasa tidak
dengan aktualisasi diri mungkin membutuhkan masukan dari orang lain.
Hal ini bukan berarti mereka sama sekali menyatakan bahwa faktor-faktor yang
tidak membutuhkan bantuan orang lain, mempengaruhi kematangan emosi adalah
tetapi mereka dapat hidup tanpa harus adanya ketegangan emosi, faktor keluarga
bertukar pikiran dengan orang lain. yang berupa perhatian, kasih sayang dan
Hal ini didukung oleh hasil adanya perasaan aman yang akan
penelitian yang menyebutkan tingkat self- membantunya dalam menghadapi
disclosure subjek termasuk dalam kategori problem-problem dalam usahanya
sedang, yang berarti ada kemungkinan memperhatikan keseimbangan emosinya.
subjek bersedia untuk membuka diri, Dalam hal ini, yang terjadi pada subjek
namun tidak menutup kemungkinan bahwa penelitian adalah mereka mendapatkan
subjek akan menutup diri. Menurut perhatian, kasih sayang dan perasaan
Weaver II (1993), salah satu manfaat dari nyaman dan aman di Yaketunis dimana
self-disclosure adalah meningkatkan mereka mendapat pendidikan baik formal
pencerahan pribadi. Dengan membuka diri maupun informal yang kemudian dapat
berarti juga membuka kesempatan untuk membantu para penyandang tunanetra
bisa mengenal diri sejati yang untuk mengembangkan kedewasaan
memungkinkan berkembangnya pribadi idividual.
seseorang. Pada diri subjek, kemungkinan Rerata empirik (RE) self-
yang terjadi adalah subjek telah disclosure pada subjek sebesar 94,667 dan
mengetahui potensi apa yang dimilikinya rerata hipotetik (RH) sebesar 90. Hal ini
serta bagaimana cara mengoptimalkan berarti self-disclosure subjek tergolong
potensi tersebut sehingga mereka merasa sedang. Kebanyakan warga kota
tidak terlalu penting untuk membuka diri Yogyakarta yang dikenal sebagai kota
kepada orang lain, karena salah satu alasan pelajar adalah pelajar dan mahasiswa yang
mengapa seseorang butuh untuk membuka datang dari berbagai daerah. Mereka tidak
diri adalah untuk saling bertukar pikiran. tinggal bersama orang tua, seperti halnya
Kategori aktualisasi diri yang terjadi pada diri subjek penelitian
tergolong tinggi dengan rerata empirik yang mana mereka tinggal di dalam asrama
(RE) sebesar 97,667 dan rerata hipotetik yang jauh dari orang tua. Keadaan ini
(RH) sebesar 77,5. Hal ini berarti menyebabkan mereka jarang
kebutuhan aktualisasi diri subjek lebih berkomunikasi dengan orang tua dan ada
tinggi dibanding dengan aktualisasi diri kemungkinan hal ini pulalah yang menjadi
remaja pada umumnya. Tingginya penyebab kurang maksimalnya
aktualisasi diri pada remaja penyandang penyingkapan diri pada subjek penelitian.
tunanetra mencerminkan bahwa mereka Peranan atau sumbangan efektif
telah berusaha untuk menjadi seseorang kematangan emosi terhadap aktualisasi diri
yang sesuai dengan keinginan dan/atau sebesar 0,829%, sedangkan peranan atau
hasrat untuk menyempurnakan diri melalui sumbangan efektif self-disclosure terhadap
penggunaan segenap potensi yang dimiliki. aktualisasi diri sebesar 0,009%. Total
Mereka berusaha untuk menonjolkan sumbangan efektif ditunjukkan oleh
kelebihan-kelebihan yang dimiliki sebagai koefisien (R²) sebesar 0,008 sehingga
kompensasi atas kekurangan- sumbangan efektif atau peranan
kekurangannya sehingga mereka akan kematangan emosi dan self-disclosure
lebih diakui di masyarakat. terhadap aktualisasi diri sebesar 0,838%,
Kategori kematangan emosi berarti masih terdapat 99, 162% variabel-
tergolong tinggi dengan rerata empirik variabel lain yang lebih mempengaruhi
(RE) sebesar 95,778 dan rerata hipotetik aktualisasi diri di luar variabel kematangan
(RH) sebesar 82,5. Hurlock (2002), emosi dan self-disclosure.
Kematangan emosi termasuk ditunjukkan dengan nilai korelasi ganda
dalam faktor kepribadian dan self- (R) sebesar 0,092 dan Fregresi sebesar 0,101
disclosure termasuk dalam faktor dengan p > 0,05.
hubungan sosial yang ternyata tidak 2. Tidak ada hubungan positif antara
berhubungan secara langsung dengan kematangan emosi dengan kebutuhan
kebutuhan aktualisasi diri. Oleh karena itu aktualisasi diri. Hal ini ditunjukkan dengan
masih banyak faktor lain yang rx1y sebesar 0,091 dengan p > 0,05.
mempengaruhi kebutuhan aktualisasi diri 3. Tidak ada hubungan positif antara
seseorang antara lain faktor usia, faktor self-disclosure dengan kebutuhan
keberanian, faktor keluarga, kreativitas, aktualisasi diri. Hal ini ditunjukkan dengan
penerimaan diri, pola asuh dan lain-lain. rx2y sebesar 0,006 dengan p > 0,05.
Kelemahan penelitian ini antara 4. Kematangan emosi pada subjek
lain generelasisasi dari hasil penelitian ini termasuk dalam kategori tinggi,
terbatas pada populasi dimana penelitian ditunjukkan oleh rerata empirik (RE)
dilakukan, yaitu pada remaja penyandang sebesar 95,778 dan rerata hipotetik (RH)
cacat tunanetra yang tinggal di Yaketunis, sebesar 82,5.
masih banyak variabel-variabel lain yang 5. Self-disclosure pada subjek
belum disertakan dalam penelitian ini termasuk dalam kategori sedang,
misalnya lama tinggal di asrama, status ditunjukkan oleh rerata empirik (RE)
sosial keluarga, penerimaan diri, harga diri, sebesar 94,667 dan rerata hipotetik (RH)
sifat kepribadian, dan lain-lain. Kelemahan sebesar 90.
lain yaitu kurangnya kontrol terhadap 6. Aktualisasi diri pada subjek
jalannya penelitian sehingga banyak termasuk dalam kategori tinggi,
variabel yang mempengaruhi variabel- ditunjukkan oleh rerata empirik (RE)
variabel di dalam penelitian. Selain itu, sebesar 97,667 dan rerata hipotetik (RH)
masih terdapat kelemahan dalam sebesar 77,5.
penyusunan skala penelitian yakni dalam 7. Kematangan emosi memberikan
hal pembuatan aitem jawaban. pengaruh sebesar 0,829% terhadap
Untuk mengatasi kelemahan kebutuhan aktualisasi diri pada remaja
penelitian ini dapat dilakukan dengan cara penyandang tunanetra yang bersekolah di
memperbaiki alat ukur penelitian baik sekolah umum.
dalam penyusunan kalimat-kalimatnya 8. Self-disclosure memberikan
maupun pada penyusunan aitem jawaban pengaruh sebesar 0,009% terhadap
agar lebih bervariasi dalam mengungkap aktualisasi diri pada remaja penyandang
aspek-aspek yang berkaitan dengan tunanetra yang bersekolah di sekolah
variabel penelitian, memperluas ruang umum.
lingkup penelitian atau sample yang
digunakan dalam penelitian, menggunakan SARAN-SARAN
atau menambah variabel-variabel lain yang Berdasarkan hasil penelitian di
belum disertakan dalam penelitian ini yang atas ada beberapa saran yang dapat peneliti
kiranya lebih berperan dalam mengungkap sampaikan, yaitu:
kebutuhan aktualisasi diri pada remaja 1. Bagi subjek penelitian
penyandang cacat tunanetra. Diharapkan dapat lebih membuka
diri kepada orang lain sehingga dapat
SIMPULAN mengenali siapa dirinya, bagaimana
1. Tidak ada hubungan antara dirinya saat ini, serta dapat menumbuhkan
kematangan emosi dan self-disclosure rasa saling pengertian, menghargai yang
dengan kebutuhan aktualisasi diri. Hal ini dapat bermanfaat bagi diri subjek dan
lingkungan. Diharapkan subjek dapat Diterbitkan). Surakarta:
mengatasi tantangan yang dihadapinya Fakultas Psikologi Universitas
baik di lingkungan keluarga, masyarakat Muhammadiyah Surakarta.
maupun sekolah pada khususnya. Subjek Hurlock, E.B. 2002. Psikologi
juga diharapkan dapat menggali dan Perkembangan: Suatu
mengembangkan potensi yang ada dalam Pendekatan Sepanjang Rentang
diri mereka masing-masing, sehingga Kehidupan. (Terjemahan oleh
nantinya memiliki bekal yang memadai Tjandrasa, M). Jakarta:
dalam menghadapi kehidupan. Erlangga.
2. Bagi Keluarga Indrasari, H. 2005. Hubungan antara
Diharapkan keluarga dapat saling Keterbukaan Diri dengan Sosial
terbuka kepada putra-putrinya dan Loneliness pada Remaja
memberikan dukungan mental untuk Penyandang Cacat Tubuh.
memotivasi mereka agar tidak menyerah Skripsi. (Tidak Diterbitkan).
dalam menggali bakat serta kemampuan Surakarta: Fakultas Psikologi
yang dimiliki, sehingga mereka akan dapat Universitas Muhammadiyah
belajar untuk mengoptimalkan potensi Surakarta.
yang dimiliki. Orang tua juga tetap harus Indrawati, E. 1994. Hubungan antara
menjalin komunikasi dengan putra- Keterbukaan Diri dan Interaksi
putrinya agar terus terjaga keakraban Sosial dengan Intensi Prososial
antara anak dan orang tua. pada Siswa Kelas II SMAN
3. Bagi Peneliti Lain Delanggu. Skripsi. (Tidak
Diharapkan dapat menggali lebih Diterbitkan). Surakarta:
dalam mengenai penyebab maupun faktor Fakultas Psikologi Universitas
lain di luar kematangan emosi dan self- Muhammadiyah Surakarta.
disclosure yang mungkin dapat Kartono, K. 1983. Kesehatan Mental.
mempengaruhi kebutuhan aktualisasi diri. Bandung: Alumni.
Masih terdapat 99,162% faktor lain yang Koeswara, E. 1991. Teori-Teori
lebih mempengaruhi kebutuhan aktualisasi Kepribadian. Bandung: Eresco.
diri, sehingga diharapkan bagi peneliti lain Martosudarmo, S.F.T. 2005. Hubungan
untuk dapat menambah kajian dengan antara Aktualisasi Diri dengan
melakukan penelitian dengan variabel lain Intensi Melakukan Kompetisi
yang belum diteliti dalam penelitian ini. Kerja. Skripsi. (Tidak
Diterbitkan). Surakarta:
DAFTAR PUSTAKA Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Nugroho, S dan Utami, R. 2004. Meretas
Psikologi. (Terjemahan oleh Siklus Kecacatan, Realitas
Kartini, K). Jakarta: PT. Raja Yang Terabaikan. Surakarta:
Grafindo Persada. Yayasan Talenta.
Gerungan, W.A. 1996. Psikologi Sosial. Oktarini, L. 2003. Hubungan antara
Bandung: PT. Eresco. Kematangan Emosi dengan
Hanifah, N. 2005. Hubungan Dukungan Kecenderungan Perilaku
Sosial dan Kecenderungan Delingkuen pada Remaja yang
Berpikir Positif dengan Tinggal dalam Panti Asuhan.
Aktualisasi Diri pada Siswa- Skripsi. (Tidak Diterbitkan).
Siswi SMPLB Bagian Tuna Surakarta: Fakultas Psikologi
Daksa. Skripsi. (Tidak
Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Pratama, N.C. 2005. Self-Disclosure pada
Penyandang Cacat Tubuh.
Skripsi. (Tidak Diterbitkan).
Surakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Purnomowardani, A.D. & Koentjoro.
2000. Penyingkapan-Diri,
Perilaku Sekdual, dan
Penyalahgunaan Narkoba.
Jurnal Psikologi, 2000, No. 1,
hal 60-72.
Sari, E.P. & Nuryoto, S. 2002. Penerimaan
Diri pada Lanjut Usia Ditinjau
dari Kematangan Emosi. Jurnal
Psikologi, 2002, No. 2, hal 73-
88.
Schultz, D. 1993. Psikologi Pertumbuhan:
Model-Model Kepribadian
Sehat. (Terjemahan Yustinus).
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sears, D.O., Freedman, J.L., dan Peplau,
L.A. 1994. Psikologi Sosial.
(Terjemahan oleh Adryanto, M.
dan Soekrisno, S.). Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Walgito, B. 1984. Bimbingan dan
Konseling Perkawinan.
Yogyakarta: Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi
UGM.
Weaver II, R.L. 1993. Understanding
Interpersonal Communication.
_(6th Ed) New York: Harper
Collins Collage.
http://asnugroho.net/papers/ti2002.pdf. Di
akses tanggal 16 Juni 2007.

Anda mungkin juga menyukai