Anda di halaman 1dari 103

ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK BUDAYA

ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN


KINERJA KARYAWAN PADA UNIT KERJA
KEPANITERAAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA

Oleh
RIZKI ANDAYANI
H24096046

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul : Analisis Pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi
Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan Pada Unit
Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nama : Rizki Andayani
NIM : H24096046

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM


NIP. 19671020 199403 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc


NIP. 19610123 198601 1 002

Tanggal Lulus :
ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK BUDAYA
ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN
KINERJA KARYAWAN PADA UNIT KERJA
KEPANITERAAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Oleh
RIZKI ANDAYANI
H24096046

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUR PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
RINGKASAN

RIZKI ANDAYANI H24096046. Analisis Pengaruh Karakteristik Budaya


Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan Pada Unit Kerja
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Di bawah bimbingan
ANGGRAINI SUKMAWATI.

Unit kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung RI merupakan aparatur tata


usaha negara yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Ketua Mahkamah Agung. Unit kerja Kepaniteraan
dipimpin oleh seorang Panitera. Sedangkan, tugas dari Kepaniteraan adalah
melaksanakan pemberian dukungan dibidang teknis dan administrasi justisial
kepada Majelis Hakim Agung dalam memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara, serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan Mahkamah
Agung.
Budaya organisasi dianggap perlu untuk diteliti karena budaya organisasi
merupakan pola, nilai, kepercayaan dan kebiasaan yang diadaptasi dari orang-
orang yang mendirikan organisasi yang juga merupakan ekspresi nilai dan
kepercayaan yang dianut bersama oleh anggotanya dalam mencapai tujuan
organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa budaya organisasi memegang peranan
penting dalam menjaga kontuinitas organisasi, serta mempengaruhi kelangsungan
hidup suatu organisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai
Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja
Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa pengaruh budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui pengaruh Budaya
Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan
Mahkamah Agung Republik Indonesia, (2) Mengetahui pengaruh Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah
Agung Republik Indonesia, (3) Mengetahui pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan
terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung
Republik Indonesia, (4) Menganalisis pengaruh Budaya Organisasi melalui
Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karayawan pada Unit Kerja
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan langsung dari sumber informasi, yaitu dengan
cara wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder berasal dari studi
pustaka. Metode pengolahan data yang digunakan adalah Strucktural Linear
Modeling (SEM) dengan bantuan software LISREL 8.30.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan positif
dari budaya organisasi terhadap kepuasan dan kinerja karyawan sebesar 0,78 dan
0,40, terdapat pengaruh signifikan positif dari kepuasan terhadap kinerja sebesar
0,60, dan terdapat pengaruh signifikan positif dari budaya organisasi terhadap
kinerja melalui kepuasan kerja sebesar 0,47.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia yang diberikan, sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik, tidak dapat dipungkiri masih banyak kekurangan yang terdapat
dalam skripsi ini, baik dari segi penyusunan, tata bahasa maupun kesalahan dalam
pengetikan, untuk itu penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya. Skripsi ini
ditulis dan diajukan dengan maksud untuk memenuhi syarat ujian akhir guna
memperoleh gelar Sarjana Strata I. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam
pengungkapan, penyajian dan pemilihan kata-kata maupun pembahasan materi
skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu dengan penuh kerendahan hati
penulis mengharapkan saran, kritik dan segala bentuk pengarahan dari semua
pihak untuk perbaikan penelitian ini kedepannya, tetapi besar harapan penulis agar
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi Mahkamah Agung RI, Institut
Pertanian Bogor, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan maupun sebagai
bahan bacaan pustaka.

Bogor, September 2013

Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi penulis diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, sehingga


segala macam rintangan dan hambatan dapat teratasi. Untuk itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus pada :
1. Dr. Ir. Jono Munandar, M.Sc, selaku Ketua Departemen Manajemen,
fakultas Ekonomi, Institut Pertanian Bogor.
2. Farida Ratna Dewi, SE.,MM selaku Koordinator PSAJM.
3. Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing dan mengarahkan
penulis dalam menyusun skripsi ini.
4. Segenap dosen dan karyawan Program Sarjana Manajemen
Penyelenggaraan Khusus Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor.
5. Bapak/Ibu pegawai Mahkamah Agung RI yang telah bersedia menjadi
responden untuk membantu penulis dengan melakukan pengisian kuesioner.
6. Keluarga tercinta, Ayahanda H. Zulkifly HS, Ibunda Hj. Kamaliah., S.Ag,
dan Kakanda Putri Zuliaty., S.Pdi yang telah selalu mendukung, memberi
nasehat dan dengan sabar melucuti penulis dengan segudang kata-kata
penyemangat dan penuh motivasi.
7. Ridiarsih dan William Bergen teman-teman bimbingan dan seperjuanganku
yang telah memberikan dukungan, semangat, motivasi dan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Keluarga besar M15, Yona, Vici, Mel, Bernita, Puspita, Mia, Coti, Dian,
dan Nora. Teman-temanku yang selalu mendesak penulis agar segera
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, tanpa semangat dan bantuan dari
kalian penulis tak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
9. Ibu Endang, Om Zul (Atok), Mba Wita, Mba Chan, atasan dan rekan
kerjaku terima kasih atas dukungan dan bantuan kalian, khususnya ibu
Endang terima kasih atas pengertiannya untuk tetap memberikan izin absen
kepada penulis demi kepentingan bimbingan dan sidang skripsi ini.
10. Teman-teman eksman angkatan enam, teman-teman seperjuangan terima
kasih untuk semangat yang selalu diberikan kepada penulis, tetap kompak
ya kawan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas segala bantuan
dan kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis. Amin.
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Aceh pada tanggal 9 agustus 1987. Penulis adalah


anak kedua dari dua bersaudara dari keluarga Bapak H. Zulkifli dan Ibu Hj.
Kamaliah, S.Ag.
Penulis mulai mengenyam pendidikan di TK Bhayangkari Lhoksukon,
Aceh Utara selama dua tahun. Pada tahun 1993 penulis melanjutkan sekolah di
SDN No.2 Lhoksukon, Aceh Utara sampai tahun 1999. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikannya di Pesantren terpadu Madrasah Ulumul Qur’an,
Langsa Aceh Timur selama tiga tahun sampai dengan tahun 2002, pada tahun
yang sama penulis pindah ke Jakarta Timur dan melanjutkan pendidikannya di
SMA Perguruan Rakyat 2 sampai dengan tahun 2005. kemudian pada tahun yang
sama penulis mendapat undangan dari Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan
pendidikannya di Diploma III IPB, pada saat itu Penulis memilih jurusan
Manajemen Informatika, penulis lulus di tahun 2008.
Tahun 2009 untuk memperoleh gelar Sarjana Penulis melanjutkan
pendidikannya di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Institut Pertanian
Bogor, sambil menjalankan studinya pada tahun yang sama sampai dengan saat
ini Penulis juga bekerja di Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Divisi
Kepaniteraan sebagai Operator Komputer.
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i


DAFTAR TABEL ................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v
I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................. 5
1.4. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 5
1.5. Manfaat Penulisan ................................................................................ 5
II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 7
2.1. Budaya Organisasi................................................................................ 7
2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi.......................................................7
2.1.2. Kegunaan Budaya Organisasi ....................................................... 9
2.1.3. Pembentukan Budaya Organisasi ............................................... 12
2.1.4. Pengaruh Budaya Organisasi pada Kinerja dan Kepuasan ......... 13
2.2. Kinerja ................................................................................................ 13
2.2.1. Faktor-faktor yang Mempengahuri Kinerja Karyawan .............. 14
2.2.2. Pengukuran Kinerja Karyawan ................................................... 15
2.2.3. Meningkatkan Kinerja ............................................................... 17
2.2.4. Pengaruh Kinerja Terhadap Efektivitas Organisasi.................... 19
2.3. Kepuasan Kerja .................................................................................. 19
2.3.1 Standar Kepuasan Kerja Karyawan ............................................ 23
2.3.2 Faktor Penentu Kepuasan Kerja Karyawan ................................ 24
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu ................................................................ 26
III METODE PENELITIAN ............................................................................. 28
3.1. Kerangka Konseptual ......................................................................... 28
3.2. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan ................. 30
3.3. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Karyawan ............. 31
3.4. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan...................... 31
3.5. Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 32
3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 33
3.7. Metode Penelitian ............................................................................... 33
3.8. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 34
3.9. Uji Coba Instrumen ............................................................................ 34
3.9.1. Uji Validasi ................................................................................. 35
3.9.2. Uji Reliabilitas ............................................................................ 35
3.10 . Metode Pengolahan Data ................................................................. 36
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 40
4.1. Gambaran Umum Organisasi ............................................................. 40
4.1.1. Sejarah dan Perkembangan ......................................................... 40

i
4.1.2. Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi .................................................. 43
4.1.3. Struktur Organisasi ..................................................................... 44
4.2. Karakter Responden ........................................................................... 44
4.2.1. Karakteristik Jenis Kelamin ........................................................ 45
4.2.2. Karakteristik Masa kerja ............................................................. 45
4.2.3. Karakteristik Tingkat Pendidikan ............................................... 45
4.2.4. Karakteristik Usia........................................................................ 46
4.2.5. Karakteristik Jabatan/Pekerjaan .................................................. 47
4.3. Persepsi Karyawan ............................................................................. 48
4.4. Model Pengukuran ............................................................................. 55
4.5. Model Struktural ................................................................................ 58
4.6. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja ..................... 59
4.7. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan ................. 62
4.8. Hubungan Kepuasan Kerja Karyawan dengan Kinerja Karyawan .... 63
4.9. Hubungan Budaya Organisasi Melalui Kepuasan dengan Kinerja
Karyawan ........................................................................................... 65
4.10. Implikasi Manajerial .......................................................................... 66
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 69
1. Kesimpulan ............................................................................................. 69
2. Saran ....................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71
LAMPIRAN ......................................................................................................... 73

ii
DAFTAR TABEL

No.

1. Persepsi karyawan terhadap inovasi dan pengambilan resiko ....................... 48


2. Persepsi karyawan terhadap perhatian terhadap detail .................................. 49
3. Persepsi responden terhadap berorientasi kepada hasil ................................. 49
4. Persepsi karyawan terhadap berorientasi kepada manusia ............................ 50
5. Persepsi karyawan terhadap berorientasi kepada tim .................................... 50
6. Persepsi karyawan terhadap agresivitas ......................................................... 50
7. Persepsi karyawan terhadap stabilitas ............................................................ 51
8. Persepsi karyawan terhadap gaji atau upah.................................................... 51
9. Persepsi karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri ......................................... 52
10. Persepsi karyawan terhadap rekan kerja ........................................................ 52
11. Persepsi karyawan terhadap promosi pekerjaan ............................................ 52
12. Persepsi karyawan terhadap kepenyeliaan ..................................................... 53
13. Persepsi karyawan terhadap standar waktu .................................................... 53
14. Persepsi karyawan terhadap standar produktivitas ........................................ 54
15. Persepsi karyawan terhadap standar kualitas ................................................. 54
16. Persepsi karyawan terhadap standar tingkah laku.......................................... 54
17. Hasil uji kecocokan keseluruhan model......................................................... 56
18. Hasil analisis validitas model......................................................................... 57
19. Hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja ......................... 60
20. Pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan ............................................ 61
21. Hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja ...................................... 62
22. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan ............................... 62
23. Hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja ........................................... 63
24. Pengaruh kepuasan terhadap kinerja karyawan ............................................. 64
25. Hubungan budaya organisasi melalui kepuasan kerja dengan kinerja ........... 65

iii
DAFTAR GAMBAR

No.

1. Relasi antara visi, misi, dan nilai-nilai utama badan peradilan. ..................... 44
2. Kegunaan budaya organisasi............................................................................ 9
3. Budaya organisasi berdampak pada kepuasan dan kinerja karyawan ............ 13
4. Hirarki motivasi maslow ................................................................................ 23
5. Kerangka konseptual ...................................................................................... 30
6. Model SEM .................................................................................................... 38
7. Sebaran karyawan menurut masa kerja .......................................................... 45
8. Sebaran karyawan menurut latar pendidikan. ................................................ 46
9. Sebaran karyawan menurut usia .................................................................... 46
10. Sebaran karyawan menurut jabatan/pekerjaan ............................................... 47
11. Koefisien lintasan antar variable .................................................................... 58
12. Skor signifikan tes (Uji-t) .............................................................................. 59
13. Koefisien lintas model budaya organisasi ...................................................... 61

iv
DAFTAR LAMPIRAN

No.

1. Struktur organisasi Mahkamah Agung RI ..................................................... 78


2. Hasil pengolahan SPSS uji validasi ............................................................... 75
3. Kuesioner penelitian ...................................................................................... 79
4. Hasil pengolahan SEM .................................................................................. 84

v
1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-


nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku
anggota-anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan
kompetitif yang utama, yaitu bila budaya organisasi mendukung strategi
organisasi, dan bila budaya organisasi dapat menjawab atau mengatasi tantangan
lingkungan dengan cepat dan tepat.
Budaya organisasi mempengaruhi seluruh aspek kehidupan organisasi
diantaranya berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Sebagai contoh jika
didalam organisasi tersebut terdapat budaya kerja yang baik, dimana pekerjaan
yang dilakukan disukai oleh para anggota organisasi, kemudian adanya budaya
kebersamaan dengan rekan kerja lainnya yang memiliki komunikasi yang baik
serta mau bertukar pikiran dan knowledge, para anggota organisasi akan puas
dalam bekerja sehingga diharapkan akan meningkatkan kinerja mereka. Seperti
yang diungkapkan oleh Dole dan Schroeder (2001), kepuasan kerja dapat
didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan
pekerjaannya, sedangkan menurut Testa (1999) dan Locke (1983), kepuasan kerja
merupakan kegembiraan atas pernyataan emosi yang positif hasil dari penilaian
salah satu pekerjaan atau pengalaman-pengalaman pekerjaan.
Budaya organisasi tidak hanya mempengaruhi anggota organisasi dalam
bertindak, tetapi juga bagaimana mereka berkomunikasi, berperilaku dan bersikap
dalam bekerja dan itu pasti berpengaruh pada kinerja karyawan dalam bekerja.
Budaya organisasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
karyawan. Keterkaitannya dengan kinerja dapat terlihat bahwa budaya
menciptakan motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi didalam diri para karyawan
yang pada akhirnya akan membuat para karyawan bekerja dengan sungguh-
sungguh, penuh rasa tanggung jawab dan mereka akan bekerja sesuai dengan
sistim nilai budaya organisasi yang ada.
Berdasarkan hal tersebut budaya organisasi sangat penting untuk
disosialisasikan bagi setiap anggota organisasi untuk menjadikan mereka sebagai
2

anggota organisasi yang baik, sehingga mereka tidak merasa asing dengan situasi
dan budaya yang dimiliki oleh organisasi tersebut, dalam hal ini anggota
organisasi adalah karyawan yang melaksanakan rangkaian kegiatan di Mahkamah
Agung RI.
Perilaku dalam melaksanakan tugas tersebut mepengaruhi kinerja
seseorang, dan akhirnya memengaruhi kinerja organisasi dimana ia berprestasi.
Padahal perilaku masing-masing individu dapat dikatakan merupakan hasil
gabungan dari berbagai faktor psikologis (kejiwaan). Faktor-faktor psikologis
tersebut merupakan hasil kombinasi dari kondisi fisik, biologis, dan sosial yang
mempengaruhi lingkungan kehidupan seseorang. Perilaku ini akan dibawa ke
dalam lingkungan hidup barunya termasuk dalam kehidupan organisasi.
Ukuran dan macam kepuasan kerja dari masing-masing individu berbeda
antara individu satu dengan individu yang lainnya namun secara umum dapat
dilihat dari indikator-indikator seperti, pembayaran, pekerjaan itu sendiri, rekan
kerja, promosi pekerjaan, dan kepenyeliaan (supervise). (Luthans, 2006).
Bila karyawan sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan
menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi. Nilai dan
keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam
bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individu. Didukung dengan sumber daya
manusia yang ada, sistem dan teknologi, strategi organisasi dan logistic, maka
masing-masing kinerja individu akan baik. Bila anggota organisasi telah puas
dengan pekerjaan yang mereka lakukan, hal ini juga akan menimbulkan kinerja
para karyawan meningkat seiring dengan kepuasan kerja yang didapatkan.
Kinerja kerja sendiri memiliki karakteristik yang bermacam-macam,
seperti produktivitas, efisiensi biaya, efisiensi waktu kerja, dan kualitas kerja.
Seperti yang diungkapkan oleh Mondy, et al (1995), kinerja karyawan dapat
dilihat dari time standards (standar waktu), productivity standards (standar
produktivitas), cost standard (standar biaya (tidak digunakan dalam penelitian ini,
dikarenakan bidang yang dikaji tidak menggunakan biaya dalam sistem kerjanya),
quality standards (standar kualitas), dan behavioral standards (standar tingkah
laku).
3

Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan


pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum
melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan
undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan
benar. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya
peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang
dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar
dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan,
tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara
(Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14
Tahun 1970).
Unit kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung RI merupakan aparatur tata
usaha negara yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Ketua Mahkamah Agung. Unit kerja Kepaniteraan
dipimpin oleh seorang Panitera. Sedangkan, tugas dari Kepaniteraan adalah
melaksanakan pemberian dukungan dibidang teknis dan administrasi justisial
kepada Majelis Hakim Agung dalam memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara, serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan Mahkamah
Agung.
Kepaniteraan Mahkamah Agung melaksanakan tugasnya dengan
menyelenggarakan fungsi :
1. Koordinasi pelaksanaan pemberian dukungan di bidang teknis dan
administrasi yustisial.
2. Koordinasi urusan administrasi keuangan perkara di lingkungan Mahkamah
Agung.
3. Pelaksanaan pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi yustisial.
4. Pelaksanaan minutasi perkara.
5. Pembinaan lembaga teknis dan evaluasi.
6. Pelaksanaan administrasi kepaniteraan.
4

1.2. Rumusan Masalah

Salah satu masalah yang dihadapi MA dan badan-badan peradilan di


bawahnya adalah kepastian hukum dan kualitas serta konsistensi putusan. Faktor
utama penyebab permasalahan tersebut antara lain karena tingginya jumlah
perkara yang masuk ke MA sehingga sulit bagi MA untuk melakukan pemetaan
permasalahan hukum dan mengawasi konsistensi putusan. Saat ini, hampir setiap
perkara di tingkat banding dimohonkan kasasi ke MA. Kurang lebih 80% perkara
yang masuk ke Pengadilan Tingkat Banding hampir pasti dimintakan upaya
hukum ke MA.10 Hal inilah yang menyebabkan membanjirnya perkara yang kini
menjadi masalah institusional utama di MA. Selain tingginya jumlah putusan dari
tingkat banding yang dimintakan kasasi, pada saat ini muncul juga kecenderungan
kenaikan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Budaya organisasi
dianggap perlu untuk diteliti karena budaya organisasi merupakan pola, nilai,
kepercayaan dan kebiasaan yang diadaptasi dari orang-orang yang mendirikan
organisasi yang juga merupakan ekspresi nilai dan kepercayaan yang dianut
bersama oleh anggotanya dalam mencapai tujuan organisasi sehingga dapat
dikatakan bahwa budaya organisasi memegang peranan penting dalam menjaga
kontuinitas organisasi, serta mempengaruhi kelangsungan hidup suatu organisasi.

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, perlu dilakukan penelitian


mengenai Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan
Kepuasan Kerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung
Republik Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa
pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik
Indonesia?
2. Bagaimana Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan pada
Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia?
3. Bagaimana Kepuasan Kerja Karyawan berpengaruh terhadap Kinerja
Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik
Indonesia?
5

4. Bagaimana Budaya Organisasi melalui Kepuasan Kerja Karyawan


berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan
Mahkamah Agung Republik Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung
Republik Indonesia
2. Mengidentifikasi pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi terhadap Kinerja
Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik
Indonesia.
3. Mengidentifikasi pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja
Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik
Indonesia.
4. Menganalisis pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi melalui Kepuasan
Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karayawan pada Unit Kerja Kepaniteraan
Mahkamah Agung Republik Indonesia.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah pengaruh budaya organisasi terhadap


kpuasan kerja dan kinerja karyawan difokuskan pada Unit Kerja Kepaniteraan
Mahkamah Agung RI yang merupakan sebuah Unit Kerja dari Kantor pusat
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kepaniteraan mempunyai tugas
melaksanakan pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi justisial
kepada Majelis Hakim Agung dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara,
serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan Mahkamah Agung.

1.5. Manfaat Penulisan

1.5.1. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Mahkamah Agung
Republik Indonesia untuk mengetahui tingkat kinerja dan kepuasan karyawan
terhadap budaya organisasi yang sekarang dianut oleh Mahkamah Agung
Republik Indonesia.
6

1.5.2. Teroritis
Penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan teori-teori yang
didapat selama masa perkuliahan khususnya bidang ilmu Manajemen Sumber
Daya Manusia.
7

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budaya Organisasi


2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi

Beberapa definisi budaya organisasi dikemukakan oleh para ahli, menurut


Moeljono (2003) menyatakan bahwa budaya korporat atau budaya manajemen
atau juga dikenal dengan istilah budaya kerja merupakan nilai-nilai dominan yang
disebar luaskan didalam organisasi dan diacu sebagai filosofi kerja karyawan.
Kemudian Susanto (1997) mengemukakan bahwa budaya organisasi sebagai nilai-
nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi
permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan
sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada
dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku.
Robbins (2002) mendefinisikan budaya organisasi (organizational culture)
sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang
membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Lebih lanjut,
Robbins (2002) menyatakan bahwa sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk
oleh warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem
pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai
organisasi ("a system of shared meaning held by members that distinguishes the
organization from other organization. This system of shared meaning is, on closer
examination, a set of key characteristics that the organization values"). Robbins
memberikan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
1. Inovasi dan keberanian mengambil risiko (Inovation and risk taking), adalah
sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan
berani mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai
tindakan pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide
karyawan;
2. Perhatian terhadap detil (Attention to detail), adalah sejauh mana organisasi
mengharapkan karyawan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian
kepada rincian. Penerapan pada Mahkamah Agung RI antara lain : dilakukan
8

pencatatan jumlah perkara yang masuk dan yang keluar, membuat laporan
bulanan dan tahunan;
3. Berorientasi kepada hasil (Outcome orientation), adalah sejauh mana
manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian pada
teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut. Penerapan
pada Mahakamah Agung RI antara lain: hasil putusan yang berkualitas sesuai
dengan fakta, penyelesaian proses perkara tepat waktu;
4. Berorientasi kepada manusia (People orientation), adalah sejauh mana
keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di
dalam organisasi. Penerapan pada Mahkamah Agung RI antara lain:
mendorong karyawan yang menjalankan ide-ide mereka, memberikan
penghargaan kepada karyawan yang berhasil menjalankan ide-ide;
5. Berorientasi tim (Team orientation), adalah sejauh mana kegiatan kerja
diorganisasikan sekitar tim-tim tidak hanya pada individu-individu untuk
mendukung kerjasama. Penerapan pada Mahkamah Agung RI antara lain:
dukungan atasan pada karyawan untuk bekerja sama dalam satu tim,
dukungan atasan untuk menjaga hubungan dengan rekankerja di anggota tim
lain;
6. Agresifitas (Aggressiveness), adalah sejauh mana orang-orang dalam
organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi
sebaik-baiknya. Penerapannya pada Mahkamah Agung RI antara lain:
persaingan yang sehat antar karyawan dalam bekerja, karyawan didorong
untuk mencapai produktivitas optimal;
7. Stabilitas (Stability), adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan
status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
Robbins (2002) mengatakan bahwa tiap karakteristik ini berlangsung pada
suatu satu kesatuan dari rendah ketinggi. Maka dengan menilai organisasi itu
berdasarkan tujuh karakteristik tersebut akan diperoleh gambaran mejemuk dari
budaya organisasi. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman
bersama yang dimiliki oleh para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana
urusan diselesaikan didalamnya, dan cara para anggota diharapkan berperilaku.
Mahkamah Agung RI mengembangkan nilai-nilai utama badan peradilan/Budaya
9

Organisasi berdasarkan visi dan misi yang dimilikinya. Nilai-nilai yang dimaksud
adalah :
1. Kemandirian Kekuasaan Kehakiman
2. Integritas dan Kejujuran
3. Akuntabilitas
4. Responsibilitas
5. Keterbukaan
6. Ketidakberpihakan
7. Perlakuan yang sama dihadapan hukum
2.1.2. Kegunaan Budaya Organisasi
Dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan mempertahankan
kelangsungan hidupnya, serta dalam melakukan integrasi internal, budaya
melakukan sejumlah fungsi untuk mengatasi permasalahan anggota organisasi
untuk beradaptasi dengan lingkungan eksternalnya yaitu dengan memperkuat
pemahaman anggota organisasi, kemampuan untuk merealisir terhadap misi dan
strategi, tujuan, cara, ukuran dan evaluasi. Budaya juga berfungsi untuk mengatasi
permasalahan integrasi internal dengan meningkatkan pemahaman dan
kemampuan anggota organisasi untuk berbahasa, berkomunikasi, kesepakatan
atau consesus internal, kekuasan dan aturannya, hubungan anggota organisasi
(karyawan), serta imbalan dan sangsi (Schein, 1992).

Identitas Organisasi

Alat sense-making Budaya Organisasi Komitmen Kolektif

Stabilitas Sistem
Sosial

Gambar 1 Kegunaan budaya organisasi


(Kreitner dan Kinicky dalam Doloksaribu 2010)
Gambar 1 Kreitner dan Kinicky dalam Doloksaribu (2010) menjelaskan
ada empat kegunaan budaya organisasi, yaitu :
1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya
10

2. Memudahkan komitmen kolektif


3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial
4. Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya.
Budaya dapat dikatakan stabil sifatnya, budaya biasanya berubah sangat
lamban, karena hal ini merupakan pola dari belief, behavior dari setiap anggota
organisasi, hal ini dapat terlihat dari beberapa fungsi budaya antara lain sebagai
identitas dan citra suatu masyarakat dimana kita bisa melihat identitas masyarakat
melalui budaya yang ada pada mereka, kemudian sebagai pengikat diantara
anggota organisasi dikarenakan adanya kesamaan akan suatu budaya yang sama
seperti bahasa, sistem komunikasi, sistem kekeluargaan didalam suatu
masyarakat.
Budaya juga dapat digunakan sebagai sumber inspirasi, kebanggaan dan
sumber daya yang kemudian diarahkan untuk menjadi kekuatan penggerak
sehingga dapat menghasilkan suatu kemampuan untuk membentuk nilai tambah.
Budaya sebagai pola perilaku merupakan gambaran tingkah laku, tindak tanduk
dari para anggota organisasinya yang menjadi satu pola. Kemudian tingkah laku
yang terpola tersebut diwariskan kepada para anak cucu mereka. Budaya juga
dapat digunakan sebagai pengganti formalisasi, dimana aturan-aturan dalam
pergaulan diantara sesama anggota organisasi terbentuk karena adanya kebiasaan-
kebiasaan yang disepakati bersama sebagai aturan main yang tidak tertulis.
Dengan adanya budaya maka dapat digunakan sebagai mekanisme adaptasi
terhadap perubahan yang terjadi.
Robbins (2002) menjelaskan fungsi budaya organisasi berperan
menetapkan batasan, menetapkan perbedaan yang jelas antara satu organisasi
dengan lainnya, dimana ini bisa membawa suatu rasa identitas bagi para anggota,
sehingga budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
luas daripada kepentingan individu. Dengan adanya budaya, maka sistem sosial di
masyarakat anggota organisasi menjadi mantap dan menjadi perekat sosial yang
membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar yang tepat
untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Budaya juga
berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap dan perilaku para karyawan.
11

Budaya yang bermacam-macam ragamnya dan memiliki ciri khas


tersendiri yang terbentuk dikarenakan pengaruh-pengaruh kepercayaan, tingkah
laku, hubungan sosial maupun solidaritas para anggota-anggotanya, ini
menciptakan suatu tipe-tipe budaya berbeda dan unik diantara organisasi satu
dengan yang lainnya, dalam penelitian Goffe & Jones dalam Robbins (2002)
mengidentifikasikan empat tipe budaya yang unik, yaitu :
1. Budaya Jaringan (tinggi pada hubungan sosial, rendah pasa solidaritas).
Organisasi ini melihat anggotanya sebagai teman dan keluarga. Anggota
organisasi tahu dan senang memberi bantuan pada orang lain dan
memberikan informasi yang terbuka. Aspek dominan yang sifatnya negatif
dengan model budaya-budaya seperti ini adalah fokus pada persahabatan
tetapi memberikan dampak pemberian toleransi pada kinerja yang rendah
dan terjadinya permainan politik.
2. Budaya Upahan (rendah pada hubungan sosial, tinggi pada solaritas).
Organisasi ini benar-benar memfokuskan diri pada tujuan. Anggota
organisasi diharuskan berorientasi kepada tujuan. Mereka harus
mengerjakan segala sesuatu dengan cepat. Fokus pada tujuan dan obyektif
dapat mengurangi faktor politik. Dampak dari perlakuan budaya ini adalah
kurang adanya perlakuan manusiawi pada anggota organisasi yang
berkinerja rendah.
3. Budaya Fragmen (rendah pada hubungan sosial, rendah pada solidaritas).
Organisasi ini dibuat secara individualistis. Komitmen adalah faktor penting
yang diletakkan pada unsur pertama pada semua anggota organisasi dan
pada tugas pekerjaannya. Anggota organisasi dituntut untuk produktif dan
orientasi pada kualitas pekerjaan. Dampak dominan yang terjadi pada
budaya organisasi seperti ini adalah saling kritik diantara anggota dan
kurang erat hubungan antara anggota organisasi.
4. Budaya Komunal (tinggi pada hubungan sosial, tinggi pada solidaritas).
Penilaian pada persahabatan dan kinerja. Anggota organisasi mempunya
perasaan memiliki tetapi tetap fokus pada pencapaian prestasi. Pemimpin
dari budaya organisasi ini sangat inspiratif dan karismatik dengan visi yang
jelas untuk masa depan organisasi. Tetapi di budaya organisasi seperti ini
12

seorang pemimpin karismatik lebih banyak menghasilkan murid daripada


pengikut, sehingga iklim kerja adalah terjadinya pemujaan terhadap
pemimpinnya.
Jadi ada dua dimensi yang menggarisbawahi budaya organisasi, yang
pertama disebut dengan hubungan sosial (sociability) adalah pengukuran
terhadap persahabatan. Hubungan sosial berkaitan dengan orientasi tinggi
pada hubungan antar manusia, orientasi pada tim dan fokus pada proses
daripada hasil. Sedangkan yang kedua disebut dengan solidaritas (solidarity)
adalah pengukuran pada orientasi tugas. Berkaitan dengan perhatian tinggi
pada hal yang detail dan tingkat agresifitas yang tinggi.
2.1.3. Pembentukan Budaya Organisasi
Menurut Robbins (2002) budaya pada organisasi tidak terbentuk dengan
sendirinya, namun budaya organisasi berasal dan diturunkan dari filsafat
pendirinya, kemudian budaya yang unik tersebut mempengaruhi kriteria yang
digunakan untuk mempekerjakan karyawan, segala tindakan dari manajemen
puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima baik dan yang
tidak, kemudian disosialisasikan dimana tingkat sukses yang dicapai dalam
mencocokkan nilai-nilai karyawan baru dengan organisasi dalam seleksi maupun
preferensi manajemen puncak.
Agar budaya perusahaan yang telah terbentuk dengan baik, diperlukan
usaha-usaha untuk memelihara agar budaya yang telah terbentuk itu tetap hidup,
Robbins (2002) mengatakan bahwa usaha-usaha yang dapat dilakukan adalah
dengan cara :
1. Menyeleksi anggota atau karyawan baru dengan kriteria yang sesuai dengan
budaya yang ada. Tujuan eksplisit dari proses seleksi adalah
mengidentifikasikan dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan
dengan sukses pada organisasi tersebut.
2. Menjadikan manajemen puncak sebagai model panutan dan pelopor.
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya
organisasi, melalui apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka
berperilaku.
13

3. Sosialisasi atau adaptasi yang dilakukan melalui interaksi anggota


perusahaan. Dapat dikonsepkan ke dalam tiga tahap yaitu prakedatangan,
perjumpaan dan metamorfosis.
2.1.4. Pengaruh Budaya Organisasi pada Kinerja dan Kepuasan
Robbins (2002) mengatakan budaya organisasi sebagai variabel campur
tangan, dimana anggota organisasi membentuk suatu persepsi subyektif
keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan pada faktor-faktor seperti inovasi,
perhatian terhadap detail, orientasi hasil, dukungan orang tekanan pada tim,
agresivitas dan stabilitas.

Faktor Subyektif:
1. Inovasi dan ambil resiko Kekuatan
2. Perhatian terhadap detail
3. Berorientasi kepada hasil Tinggi
4. Beroriantasi kepada Kinerja
Dispersikan Budaya
manusia Budaya
5. Berorientasi tim Organisasi
6. Agresivitas Kepuasan
7. Stabilitas Rendah

Gambar 2 Budaya organisasi berdampak pada kepuasan dan kinerja karyawan.


(Robbins, 2002)
2.2. Kinerja

Menurut Miner (1990), kinerja adalah bagaimana seseorang diharapkan


dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang dibebankan kepadanya.
Setiap harapan mengenai bagaimana seseorang harus berperilaku dalam
melaksanakan tugas, berarti menunjukkan suatu peran dalam organisasi. Suatu
organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi privat dalam mencapai
tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang
digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku (actors)
dalam upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi bersangkutan
(Prawirosentono, 1999).
Kinerja menurut Irianto dalam Sutrisno (2010) adalah prestasi yang
diperoleh seseorang dalam melakukan tugas. Keberhasilan organisasi tergantung
pada kinerja para pelaku organisasi bersangkutan. Oleh karena itu, setiap unit
kerja dalam suatu organisasi harus dinilai kinerjanya, agar kinerja sumber daya
14

manusia yang terdapat dalam unit-unit dalam suatu organisasi tersebut dapat
dinilai secara objektif.
Berbeda dengan Irianto, Cormick & Tiffin dalam Sutrisno (2010),
mengemukakan kinerja adalah kuantitas, kualitas, dan waktu yang digunakan
dalam menjalankan tugas. Kuantitas adalah hasil yang dapat dihitung sejauh mana
seseorang dapat berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kualitas adalah
bagaimana seseorang dalam menjalankan tugasnya, yaitu mengenai banyaknya
kesalahan yang dibuat, kedisiplinan dan ketepatan. Waktu kerja adalah mengenai
jumlah absen yang dilakukan, keterlambatan, dan lamanya masa kerja dalam
tahun yang dijalani. Miner (1990), mengemukakan ada empat aspek dari kinerja,
yaitu :
1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu,
dan ketepatan dalam melakukan tugas.
2. Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk dan jasa
yang dapat dihasilkan.
3. Waktu kerja, menerangkan tentang berapa jumlah absen, keterlambatan,
serta masa kerja yang telah dijalani individu karyawan tersebut.
4. Kerja sama, menerangkan tentang bagaimana individu membantu atau
menghambat usaha dari teman sekerjanya.
Dengan keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa individu
mempunyai kinerja yang baik bila dia berhasil memenuhi keempat aspek tersebut
sesuai dengan target atau rencana yang telah ditetapkan oleh organisasi.
2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengahuri Kinerja Karyawan
Ada empat faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu :
1. Efektivitas dan efesiensi
Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik
buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Dikatakan efektif bila
tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan,
sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan
dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Bagaimanapun wewenang dan
tanggung jawab para karyawan adalah salah satu hal yang perlu mendapat
perhatian demi tercapainya tujuan organisasi.
15

2. Otoritas dan tanggung jawab


Organisasi yang baik selalu mendelegasikan wewenang dan tanggung
jawab masing-masing karyawannya dengan baik, dengan demikian mereka
mengetahui apa yang menjadi hak dan tanggung jawabnya dalam rangka
mencapai tujuan organisasi. Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap
karyawan dalam suatu organisasi akan mendukung kinerja karyawan tersebut.
3. Disiplin
Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat
antara organisasi dan karyawan. Dengan demikian, bila peraturan atau
ketetapan yang ada dalam organisasi tersebut diabaikan atau sering dilanggar,
maka karyawan mempunyai disiplin yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan
tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin
yang baik.
Disiplin juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan
kepada pihak yang melanggar. Dalam hal seseorang karyawan melanggar
peraturan yang berlaku dalam organisasi, maka karyawan bersangkutan harus
sanggup menerima hukuman yang telah disepakati. Masalah disiplin para
karyawan yang ada dalam organisasi baik atasan maupun bawahan akan
memberi corak terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai,
apabila kinerja individu maupun kinerja kelompok ditingkatkan. Untuk itu
diperlukan inisiatif dari para karyawannya dalam melaksanakan tugas.
4. Inisiatif
Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreatifitas dalam
bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan
organisasi. Setiap inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan
positif dari atasan, jika atasan selalu menghambat setiap inisiatif, tanpa
memberikan penghargaan berupa argumentasi yang jelas dan mendukung, hal
ini dapat menyebabkan organisasi akan kehilangan energi atau daya dorong
untuk maju.
2.2.2 Pengukuran Kinerja Karyawan
Pengukuran kinerja karyawan pada dasarnya merupakan faktor kunci
guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya
16

kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada
dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika
pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat
diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan.
Menurut Rummler dan Brache (1995), sistem pengukuran kinerja adalah
mekanisme mengumpulkan informasi kinerja yang aktual, membandingkannya
dengan sasaran dan mengkomunikasikannya bagi manajemen untuk perbaikan
organisasi. Tanpa adanya pengukuran kinerja, pemimpin tidak memiliki basis
untuk harapan kinerja yang spesifik yang dikomunikasikan kepada bawahannya,
mengetahui apa yang sedang terjadi dalam organisasi, mengidentifikasi jurang
kinerja yang harus dianalisa dan dikurangi, memberikan umpan balik dengan
membandingkan antara kinerja dengan standar, mengidentifikasi kinerja yang
harus diberikan imbalan dan membuat mendukung keputusan efektif mengenai
sumber, perencanaan, kebijakan, jadwal dan sturktur.
Ukuran kinerja dari para karyawan memang beragam jenisnya, sementara
itu Mondy, Sharplin dan Flipo (1995), mengajukan sejumlah standar untuk
melihat kinerja karyawan, yaitu:
1) Time standards. Time standards state the length of time it should take to
make a certain product or perform a certain service. Standar waktu
didasaekan pada jangka waktu membuat suatu produk atau jasa.
2) Produktivity standards. The standards are based on the amount or product
or service produced during a set time period. Standar produktivitas
didasarkan kepada banyaknya suatu produk atau jasa yang dihasilkan dalam
suatu waktu tertentu.
3) Cost standards. These standards are based on the cost associated with
producing the goods or service. Standar biaya didasarkan kepada biaya yang
berhubungan dalam memproduksi atau menghasilkan barang ataupun jasa.
4) Quality standards. These are based on the level of perfection desired.
Standar kualitas didasarkan kepada tingkatan kesempurnaan yang
diinginkan dari produk ataupun jasa yang ada.
17

5) Behavioral standards. These are based on the type or behavioral desired or


wokers in the organization. Standar tingkah laku didasarkan kepada macam
tingkah laku yang diinginkan dari para pekerja didalam organisasi.
Mahkamah Agung menilai kinerja karyawannya dengan melakukan
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). DP3 adalah daftar yang memuat
hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang karyawan dalam jangka waktu satu
tahun yang dibuat oleh pejabat penilai. Tujuan dilakukannya DP3 adalah untuk
memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan
karyawan, antara lain dalam pertimbangan kenaikan pangkat, penetapan dalam
jabatan, pemindahan, kenaikan gaji berkala dan lain-lain. Unsur-unsur yang
dinilai adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran,
kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan. Sedangkan tata cara penilaian nilai DP3
dinyatakan dengan sebutan huruf dan angka sebagai berikut :
- Amat baik = 91 – 100
- Baik = 76 – 90
- Cukup = 51 – 60
- Sedang = 51 – 60
- Kurang = 50 ke bawah
Setelah penilaian dilakukan DP3 disimpan dan dipelihara dengan baik
oleh pejabat-pejabat yang diserahi urusan kekaryawanan. DP3 disimpan untuk
selama lima tahun, misalnya DP3 dibuat pada akhir tahun 2009 maka disimpan
sampai dengan akhir tahun 2014. DP3 yang telah disimpan lebih dari lima tahun
tidak digunakan lagi.
2.2.3 Meningkatkan Kinerja Melalui Pengembangan Budaya Organisasi
Nilai-nilai dan keyakinan dasar para pendiri melahirkan sejumlah
kebijakan dan praktik manajemen yang disebarkan kepada karyawannya secara
lisan dan tertulis, ataupun melalui perilaku mereka. Semakin sering kebijakan dan
praktik manajemen ini digunakan dan terbukti keberhasilannya, semakin dalam
tertanam dalam perilaku dan kebiasaan kerja anggotanya sehari-hari. Perusahaan
yang mengombinasikan nilai dan keyakinan, kebijakan dan praktik manajemen,
serta hubungan antar keduanya akan menunjukkan keberhasilan yang terlihat dari
18

budaya organisasi yang memiliki sifat keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas, dan


penghayatan misi. Indikator keterlibatan adalah :
1. Pemberdayaan (para karyawan mempunyai otoritas, inisiatif, dan kemampuan
untuk mengatur pekerjaannya sendiri sehingga terbentuk rasa memiliki dan
tanggung jawab pada organisasi.
2. Orientasi tim (organisasi bergantung pada usaha tim untuk menyelesaikan
pekerjaan ke arah tujuan bersama namun masing-masing karyawan saling
bertanggung jawab).
3. Pengembangan kemampuan (organisasi menginvestasikan dananya pada
pengembangan kemampuan keterampilan para karyawannya agar lebih
kompetitif dalam memenuhi tantangan bisnis).
Organisasi dengan sifat konsistensinya menanamkan sistem kepercayaan,
nilai, dan simbol yang dihayati dan dipahami oleh para anggota organisasi agar
terbentuk tindakan atau perilaku terkoordinasi berdasarkan dukungan konsesus.
Indikator konsesus adalah:
1. Nilai-nilai inti (para anggota organisasi berbagi sejumlah nilai untuk
membentuk sense of identity yang kuat dan sejumlah harapan yang jelas).
2. Kesepakatan (organisasi mampu mencapai kesepakatan mengenai masalah-
masalah kritis, yang mencakup tingkat kesepakatan utama dan kemampuan
untuk merekonsiliasi perbedaan-perbedaan yang terjadi).
3. Koordinasi dan integrasi (unit-unit kerja yang berbeda dalam organisasi
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama).
Organisasi dengan sifat penghayatan misi mempunyai kemampuan untuk
memahami arah jangka panjang yang bermanfaat bagi organisasi. Indikator
penghayatan misi adalah :
1. Arah dan intensi strategis yang jelas membawa manfaat bagi oganisasi
sehingga menjadi jelas bagaimana setiap karyawan dapat memberi kontribusi
dan membuat organisasinya terkenal dalam industrinya.
2. Tujuan dan sasaran (tujuan dan sasaran yang jelas dapat dihubungkan dengan
misi, visi dan strategi, serta memnetukan arah yang jelas dalam melakukan
pekerjaanya).
19

3. Pemahaman visi (organisasi mempunya pandangan bersama mengenai


kondisi masa depan yang diinginkan, yang mewujudkan nilai-nilai inti serta
menangkap pokok dan pikiran para anggota organisasinya sehingga dapat
menjadi panduan dan arah dalam berkarya, (Sutrisno, 2010).
2.2.4 Pengaruh Kinerja Terhadap Efektivitas Organisasi
Kinerja karyawan sangat penting untuk dinilai karena kinerja yang
diberikan karyawan kepada organisasi akan berdampak langsung terhadap
efektivitas organisasi tersebut. dua jenis perilaku atau tugas pekerjaan mencakup
unsur-unsur penting kinerja, yaitu tugas fungsional dan perilaku. Agar penilaian
kinerja dapat dilaksanakan dengan baik diperlukan metode yang memenuhi
persyaratan-persyaratan berikut :
1. Yang diukur adalah benar-benar prestasi dan bukan faktor-faktor lain,
seperti yang menyangkut pribadi seseorang.
2. Menggunakan tolok ukur yang jelas dan yang pasti menjamin bahwa
pengukuran itu bersifat objektif.
3. Dimengerti, dipahami, dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua anggota
organisasi yang terlibat.
4. Dilaksanakan secara konsisten, dan didukung sepenuhnya oleh pemimpin
puncak organisasi.

2.3 Kepuasan Kerja

Dole and Schroeder (2001) menjelaskan bahwa kepuasan kerja dapat


didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan
pekerjaannya, sedangkan menurut Testa (1999) dan Locke (1983) kepuasan kerja
merupakan kegembiraan atau pernyataan emosi yang positif hasil dari penilaian
salah satu pekerjaan atau pengalaman-pengalaman pekerjaan.
Luthans (2006) menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi penting dari
kepuasan kerja, yaitu :
1. Kepuasan kerja merupakan respon emosional terhadap situasi dan kondisi
kerja.
2. Kepuasan kerja seringkali menentukan seberapa besar hasil yang akan dicapai
atau harapan-harapan yanga kan dilampaui. Misalnya, bila anggota organisasi
merasa bahwa mereka bekerja lebih keras daripada yang lainnya dalam suatu
20

departemen tetapi menerima imbalan lebih sedikit, maka mereka akan


memiliki sikap negatif terhadap pekerjaan, pimpinan dan rekan sekerjanya.
Mereka akan menjadi tidak puas. Sebaliknya jika mereka merasa
diperlakukan dengan baik dan dibayar dengan adil, maka mereka akan
memiliki sikap yang positif terhadap pekerjaannya.
3. Kepuasaan kerja mencerminkan sikap yang berhubungan dengan pekerjaan
itu sendiri.
Teori-teori kepuasan kerja merupakan bagian dari teori motivasi. Menurut
Campbel, yang dikutip Gibson (1996), mengatakan bahwa teori motivasi terbagi
dalam dua kategori, yaitu: teori kepuasan dan teori proses. Teori kepuasan
memusatkan perhatian pada faktor-faktor didalam individu yang mendorong,
mengarahkan, mempertahankan dan menghentikan perilaku. Sedangkan teori
proses, menerangkan dan menganalisa bagaimana perilaku didorong, diarahkan,
dipertahankan dan dihentikan.
Adapun teori-teori kepuasan kerja yang lazim dikenal dari berbagai ahli,
adalah:
a. Teori Pertentangan (Discrepancy Theory)
Teori ini dipelopori oleh Porter (1961), yang mengukur kepuasan
kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya
dengan kenyataan yang dirasakan (As’ad, 1995). Kemudian Locke (1969)
dalam Munandar (2001), menyatakan bahwa kepuasan atau tidak kepuasan
terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua
nilai yaitu pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan
seseorang individu dengan apa yang diterima dan pentingnya apa yang
diinginkan bagi individu. Menurut Locke seorang individu akan merasa
puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang pribadi, tergantung bagaimana
ia mempersepdikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-
keinginannya dan hasil keluarannya.
b. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Stacy Adams tahun 1963. Zalesnik tahun
1958, dikutip oleh Gibson (1996). Prinsip dari teori ini adalah: orang akan
merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan keadilan atau
21

tidak atas suatu situasi. Perasaan adil (equity) atau tidak adil (inequity) atas
suatu situasi, diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya
dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain (As’ad,
1995).
c. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory) Herzberg
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Frederick Herzberg pada
tahun 1959 dalam bukunya “The Motivation to Work” (Gibson, 1996).
Prinsip pada teori ini adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja
merupakan dua hal yang berbeda (As’ad, 1995).
Berdasarkan hasil penelitiannya, Herzberg (1959) membagi situasi
yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap perkerjaannya menjadi dua
kelompok satisfier atau motivator, dan kelompok dissatisfier atau hygiene
factors. Satisfier (motivator) ialah faktor-faktor atau situasi yang
dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: Pencapaian
prestasi, Pengakuan, Tanggung jawab, Kemajuan, Pekerjaan itu sendiri dan
kemungkinan berkembang.
Menurut Herzberg (1959) hadirnya faktor ini akan menimbulkan
kepuasan kerja, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu
mengakibatkan ketidakpuasan. Sedangkan dissatisfaiers(hygiene factors)
ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri
dari upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu
kepenyeliaan dan mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja,
atasan dan bawahan. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan
mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan
menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja.
Jadi menurut teori ini perbaikan salary dan working condition tidak
akan menimbulkan kepuasan tetapi hanya menguragi ketidakpuasan.
Selanjutnya dikatakan Herzberg, bahwa yang bisa memacu orang untuk
bekerja dengan baik dan bergairah hanyalah kelompok satisfier. Untuk
satisfiers ini kadang-kadang diberi nama lain sebagai intrinsic factor, job
content dan motivator. Sedangkan sebutan lain yang sering digunakan untuk
22

dissatisfiers ialah external factor, job context dan hygiene factor (As’ad,
1995).
d. Model dari Kepuasan Bidang/Bagian (Facet Satisfaction) Lowler
Teori ini bersal dari model Lowler dari kepuasan bidang berkaitan erat
dengan teori keadilan dari Adams (Munandar, 2001). Menurut teori ini,
orang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka (misalnya:
rekan sekerja, atasan dan gaji) jika jumlah dari bidang mereka persepsikan
harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah
yang mereka persepsikan dari yang secara actual mereka terima. Untuk
menentukan tingkat kepuasan kerja bagi para tenaga kerja, Lowler
memberikan bobot kepada setiap bidang sesuai dengan nilai pentingnya bagi
individu, ia kemudian mengkombinasikan semua skor kepuasan bidang
yang dibobot kedalam suatu skor total.
e. Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Process Theory)
Teori ini diangkat berdasarkan penemuan dari Landy yang
memandang kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda secara mendasar
daripada pendekatan yang lain. Teori ini menekankan bahwa orang ingin
mempertahankan suatu keseimbangan emosional atau emotional equilibrium
(Munandar, 2001). Teori ini berangkat dari asumsi bahwa kondisi emosional
yang ekstrim tidak memberikan kemaslahatan. Karena kepuasan atau
ketidakpuasan kerja akan memacu mekanisme fisiologikal dalam sistem
pusat saraf yang membuat aktif emosional yang bertentangan atau
berlawanan.
Dihipotesakan bahwa emosi yang berlawanan, meskipun lebih lemah
dari emosi yang asli akan terus ada dalam jangka waktu yang lama.
Implikasi teori ini bahwa kepuasan kerja bervariasi secara mendasar dari
waktu ke waktu, akibatnya ialah bahwa pengukuran kepuasan kerja perlu
dilakukan secara periodik dengan interval waktu yang sesuai.
f. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Hirarki kebutuhan Maslow telah diterima semenjak teori tersebut
diperkenalkan. Maslow (1954) Membuat hipotesis lima tingkat kebutuhan:
jasmani, keamanan, sosial, harga diri, dan aktualisasi diri.
23

Maslow menyatakan bahwa, jika semua kebutuhan seseorang tidak


terpuaskan pada suatu waktu tertentu, pemuasan kebutuhan yang lebih
dominan akan lebih merusak daripada yang lain. Kebutuhan yang timbul
lebih dahulu harus dipuaskan sebelum tingkat kebutuhan yang lebih tinggi
muncul (Gibson, 1996).

Aktualisasi Mendapatkan kepuasan diri dalam menjalankan


diri profesinya

Berprestasi, kompetisi, dukungan dan


Penghargaan penghargaan

Cinta & Rasa Sosial, berafiliasi dengan orang lain, diterima, me


memiliki memiliki

Aman, terlindung, jauh dari bahaya


Rasa Aman

Fisiologi Rasa lapar, haus, dingin dan panas

Gambar 3 Hirarki Motivasi Maslow (Gibson, 1996)


2.3.1 Standar Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Muchinsky (1997), variabel-variabel yang dapat dijadikan
indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah absenteeism, turnover, and job
performance. Mengutip pendapat tersebut As’ad (1995) menjelaskan bahwa
variable yang dapat dijadikan menurunnya kepuasan kerja keluar masukknya
karyawan (turnover), menurunnya produktivitas kerja atau prestasi kerja
karyawan (performance). Apabila indikasi menurunnya kepuasan kerja tersebut
muncul kepermukaan, maka hendaknya segera ditangani agar tidak merugikan
perusahaan. Mengacu pada pendapat Handoko (1992) dan As’ad (1995), Nimran
(1998) bahwa dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan mengaitkannya pada
output yang dihasilkan, yaitu produktivitas kerja menurun, turnover meningkat,
dan efektivitas lainnya seperti menurunnya kesehatan fisik mental, berkurangnya
kemampuan mempelajari pekerjaan baru dan tingginya tingkat kecelakaan.
24

2.3.2 Faktor Penentu Kepuasan Kerja Karyawan


Tingkat kepuasan kerja dari masing-masing orang berbeda baik jenisnya
maupun ukurannya, banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. Beberapa
pendapat seperti yang disampaikan oleh Robbins (2002) bahwa faktor-faktor yang
menetukan kepuasan kerja adalah adanya pekerjaan yang secara mentalitas
memberikan tantangan, dimana karyawan cenderung memilih pekerjaan yang
memberikan peluang untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan, serta
menawarkan bermacam-macam tugas, kebebasan dan umpan balik terhadap
pekerjaan yang dilakukannya.
Faktor lainnya seperti memberikan penghargaan yang adil dimana
karyawan ingin sistem penggajian dan kebijakan promosi yang diterapkan
dirasakan adil, tidak ambisius dan serah dengan harapan mereka. Kepuasan akan
terwujud apabila penggajian adil berdasarkan kebutuhan pekerjaan, tingkatan
keterampilan individu dan standar penggajian yang umum untuk pekerjaan yang
sejenis. Faktor kondisi yang mendukung perkerjaan, bahwa pada umumnya
karyawan akan memilih fasilitas yang sekelilingnya tidak berbahaya, suhu udara
dan penerangan yang cukup, yang tempatnya relatif dekat dengan rumah, bersih
dan memiliki fasilitas modern serta peralatan kerja memadai.
Faktor dukungan teman sekerja juga dapat menentukan kepuasan kerja,
dimana orang bekerja tidak hanya untuk mencari uang atau prestasi, tetapi juga
untuk kebutuhan interaksi sosial, sehingga mempunyai teman-teman dan
dukungan teman sekerja menimbulkan peningkatan kepuasan kerja. Faktor
terakhir menurut Robbins (2002), mengemukakan teori “Halland Personality Job
Fit” yang menyatakan bahwa kesepakatan yang tinggi antara kepribadian dan
pekerjaan menimbulkan individu yang lebih puas. Orang yang memiliki
kepribadian yang sama dengan pekerjaan yang dipilihnya akan menemukan
talenta yang benar yang ia miliki dan kemampuan untuk menemukan kebutuhan
pekerjaannya. Kesuksesan kemungkinan lebih besar akan menghasilkan kepuasan
yang tinggi dari pekerjaannya.
Pada dasarnya makin positif sikap kerja makin besar pula kepuasan kerja,
untuk itu berbagai indikator dari kepuasan kerja perlu memperoleh perhatian
khusus agar pekerja dapat meningkatkan kinerjanya. Pada umumnya seseorang
25

merasa puas dengan pekerjaanya karena berhasil dan memperoleh penilaiaan yang
adil dari pimpinannya. Menurut Luthans, ukuran kepuasan kerja dapat diketahui
dengan mengetahui lima indikator yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja,
yaitu:
1) Pembayaran, seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan sistem upah
yang dipersepsikan sebagai adil, tidak merugikan dan segaris dengan
pengharapannya. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkanpada
tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar pengupahan
komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepusan. Uang tidak hanya
membantu orang memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk
memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat tinggi. Karyawan melihat
gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi
mereka terhadap perusahaan. Pembayaran gaji dan upah besarnya
berprinsipkan pada keadilan, dan obyektifitas dari kinerja, tugas dan
tanggung jawab para karyawan.
2) Pekerjaan itu sendiri. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-
pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan
keterampilannya, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik
mereka bekerja. Karakteristik ini membuta kerja lebih menantang.
Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang
terlalu menantang juga dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal.
Sejauh mana perusahaan memberikan pekerjaan kepada para anggota
organisasi dengan bekerja sesuai dengan kemampuannya dan para anggota
menyukai pekerjaan yang dibebankan.
3) Rekan kerja. Bagi kebanyakan karyawan kerja juga mengisi kebutuhan
akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila
mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung menghantar kepada
kepuasan kerja yang meningkat. Sejauh mana terciptanya lingkungan kerja
yang baik diantara para karyawan dan lingkungan kerja yang ada, sehingga
tercipta interaksi sosial yang baik diantara para karyawan yang mendorong
peningkatan produktivitas dan motivasi dalam kerja.
26

4) Promosi pekerjaan. Promosi terjadi pada saat seorang karyawan berpindah


dari suatu pekerjaan ke posisi lainnya yang lebih tinggi, dengan tanggung
jawab dan jenjang organisasionalnya. Pada saat dipromosikan karyawan
umumnya menghadapi peningkatan tuntutan dan keahlian, kemampuan
dan tanggung jawab. Sebagian besar karyawan meras apositif karena
dipromosikan. Promosi memungkinkan perusahaan untuk
mendayagunakan kemampuan dan keahlian karyawan setinggi mungkin.
Sejauh mana manajemen membuat sistem promosi pekerjaan yang
obyektif yang didasarkan pada penilaian kinerja para karyawan disertai
tanggung jawabnya.
5) Kepenyeliaan (supervise). Supervisi mempunyai peran yang penting dalam
manajemen. Supervisi berhubungan dengan karyawan secara langsung dan
mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Umumnya
karyawan lebuh suka mempunyai supervise yang adil, terbuka dan mau
bekerjasama dengan bawahan. Sejauh mana para atasan memiliki sifat
kepemimpinan yang baik yang bisa membangun dan memotivasi pada
anggotanya dengan baik.

2.4 Hasil Penelitian Terdahulu

Soedjono (2005) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Budaya


Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan pada
Terminal Penumpang Umum di Surabaya dengan menggunakan alat analisis
Structural Equation Modeling (SEM) yamg menunjukkan bahwa budaya
organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja organisasi, kinerja
organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan kerja karyawan.
Sedangkan budaya organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap
kepuasan kerja karyawan. Selanjutnya Soedjono membuktikan bahwa dari hasil
output diperoleh nilai-nilai koefisien jalur pengaruh langsung budaya organisasi
ke kepuasan kerja (0,748) lebih besar dibandingkan dengan melalui kinerja
(0,726), sehingga budaya organisasi melalui kinerja organisasi tidak berpengaruh
terhadap kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa budaya organisasi yang kuat
dapat mempengaruhi langsung kepuasan kerja karyawan tanpa melalui kinerja
organisasi.
27

Mariani (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Nilai-nilai


Budaya Perusahaan (Corporate Culture) dan Stressors Kerja dengan Kinerja
Karyawan (Studi kasus : Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan)
melakukan analisa data dengan menggunakan metode uji korelasi Rank Spearman
dan analisis regresi. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa dari
delapan butir nilai-nilai utama budaya perusahaan PT. Pos Indonesia (Persero)
terdapat tujuh nilai budaya yang dinyatakan memiliki hubungan nyata dan positif
dengan kinerja karyawan. Selain itu ditemukan juga bahwa unsur-unsur stressors
kerja yang dikaji memiliki hubungan dengan kinerja karyawan, dengan kekuatan
korelasi sebagai berikut (secara berurut): konflik kerja, dukungan serta
kepemimpinan, beban dan waktu kerja serta karakteristik tugas. Sedangkan
budaya perusahaan memiliki hubungan negatif dengan stressors kerja, semakin
baik pelaksanaan budaya perusahaan maka dapat menurunkan stressors kerja yang
berpotensi menimbulkan stres kerja pada karyawan.
Yusuf (2011) yang melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Nilai-nilai
Budaya Perusahaan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT Pupuk Kaltim
(Kantor Perwakilan Jakarta). Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan
metode analisis persepsi dan regresi berganda. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya perusahaan PT. Pupuk Kaltim (KPJ) telah
diterapkan dengan baik oleh karyawan dalam lingkungan kerja, yang dapat dilihat
dari hasil skor rataan total sebesar 4.08 dalam rentang skala setuju. Hal yang sama
juga terjadi terhadap variabel kepuasan kerja karyawan, hasil analisis persepsi
dengan skor rataan sebesar 3.72 menjelaskan bahwa kepuasan kerja karyawan
berada pada kategori baik. Sedangkan, hasil analisis regresi berganda diperoleh
nilai Adjusted R Square sebesar 0.395 yang berarti bahwa 39.5 persen variabel
kepuasan kerja bisa dijelaskan oleh variabel kebersamaan dan kepuasan
pelanggan.
28

METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Konseptual

Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman serta peradilan


negara tertinggi mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan
kehakiman karena tidak hanya membawahi empat lingkungan peradilan tetapi
juga sebagai puncak manajemen dibidang administratif, personil dan finansial
serta sarana prasarana. Kebijakan “satu atap”, memberikan tanggungjawab dan
tantangan karena Mahkamah Agung dituntut untuk menunjukkan kemampuannya
guna mewujudkan organisasi sebagai lembaga yang profesional, efektif,
transparan serta akuntabel.
Penyatuan atap beserta semua konsekuensi logis yang muncul untuk menjadi
lembaga yang mumpuni dalam bidang peradilan dan mampu mengelola
administratif, personil, finansial dan sarana prasarana, membuat Mahkamah
Agung melakukan perubahan atau pembaruan (reformasi birokrasi) di semua
aspek secara hampir bersamaan. Menyadari keterbatasan sumber daya dan terus
mendesaknya perkembangan kebutuhan publik akan perubahan di Mahkamah
Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya, maka perencanaan adalah hal
mutlak yang harus dilakukan. Hal ini menjadi latar belakang disusunnya Cetak
Biru Peradilan 2004 - 2009 (yang mulai disusun pada tahun 2003). Cetak Biru ini
merupakan sebuah pedoman/arah dan pendekatan yang akan ditempuh untuk
mengembalikan citra Mahkamah Agung serta badan-badan peradilan di bawahnya
sebagai lembaga yang terhormat dan dihormati.
Kerangka konseptual dibuat untuk menghubungkan antara visi dan misi
Mahkamah Agung RI dengan strategi yang digunakannya untuk mencapai
tujuan/goal yang telah ditetapkan. Kerangka konseptual merupakan deskripsi
masalah dalam bentuk hubungan antara variabel masukan dengan variabel
keluaran. Melalui kerangka konseptual dapat dilihat proses-proses yang harus
dilalui oleh Mahkamah Agung RI agar tercapainya tujuan/goal tersebut.
Terdapat tujuh karakteristik yang membentuk variabel budaya organisasi,
seperti yang diungkapkan oleh Robbins (2002), yaitu : pertama, inovasi dan
pengambilan resiko, kedua, perhatian terhadap detail, ketiga, berorientasi kepada
29

hasil, keempat, berorientasi pada manusia, kelima, berorientasi pada tim, keenam,
agresivitas dan ketujuh, stabilitas. Nilai-nilai utama badan peradilan/budaya
organisasi MA-RI diukur menggunakan karakteristik-karakteristik diatas, seperti
nilai kemandirian kekuasaan kehakiman diukur menggunakan karakteristik
perhatian terhadap detail, nilai Integritas dan kejujuran diukur menggunakan
karakteristik perhatian terhadap manusia, nilai akuntabilitas diukur menggunakan
karakteristik perhatian terhadap detail, nilai responsibilitas diukur menggunakan
karakteristik agresivitas, nilai keterbukaan diukur menggunakan karakteristik
perhatian terhadap manusia, nilai ketidakberpihakan diukur menggunakan
karakteristik perhatian terhadap detail, dan nilai perlakuan yang sama dihadapan
hukum diukur menggunakan karakteristik perhatian terhadap detail. Kemudian
yang membentuk variabel kepuasan kerja karyawan ada lima faktor, seperti yang
disampaikan oleh Luthans (2006), yaitu : pembayaran, pekerjaan itu sendiri, rekan
kerja, promosi pekerjaan dan kepenyeliaan. Untuk variabel penilain kinerja
karyawan terdapat lima faktor, seperti yang diungkapkan oleh Mondy et al (1995),
yaitu : standar waktu, standar produktivitas, standar kualitas dan standar tingkah
laku.
Gambar 4 menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan/goal Mahkamah Agung
RI menjalankan misinya dengan menggunakan sebuah alat yang berupa budaya
organisasi, yang mana budaya organisasi tersebut memiliki hubungan dengan
kepuasan dan kinerja karyawan yang harus di perhatikan oleh Mahkamah Agung
RI sebagai senjata untuk menjadi sebuah organisasi yang profesional, efektif,
efisien, transparan, dan aktual.
30

Visi MA-RI

Misi MA-RI

Budaya Organisasi
(Robbins 2002)
- Inovasi dan keberanian mengambil resiko
- Perhatian terhadap detail
- Berorientasi kepada hasil
- Berorientasi kepada manusia
- Berorientasi kepada tim
- Agresivitas
- Stabilitas

Kepuasan Kerja Karyawan (Luthans 2006)

- Gaji
- Pekerjaan
- Promosi
- Rekan Kerja
- Penyelia

Kinerja Kerja Karyawan


(Mondy et al 1995)

- Waktu
- Produktif
- Kualitas
- Perilaku

Tujuan/Goal MA-RI

(Organisasi lembaga yang profesional, efektif, efisien, transparan, dan aktual)

Gambar 4 Kerangka konseptual

3.2. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan

Adanya keterkaitan hubungan antara budaya korporat dengan kinerja


organisasi yang dapat dijelaskan dalam model diagnosa budaya organisasi Tiernay
bahwa semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi
semakin baik kinerja organisasi tersebut (Moeljono, 2003).
Miller (1984), menyebutkan bahwa budaya perusahaan adalah nilai-nilai dan
semangat yang mendasar dalam cara mengelola serta mengorganisasikan
perusahaan. Nilai-nilai tersebut merupakan keyakinan yang dipegang teguh dan
31

kadang-kadang tidak terungkapkan. Nilai-nilai tersebut akan mendasari sifat


perusahaan dalam usaha mengatasi tantangan.
Karyawan yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan
menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi. Nilai dan
keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam
bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individu. Didukung dengan sumber daya
manusia yang ada, sistem dan teknologi, strategi organisasi dan logistik, masing-
masing kinerja individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik
pula.

3.3. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Karyawan

Terdapat hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan karyawan,


dimana budaya (culture) dikatakan memberi pedoman seorang karyawan
bagaimana dia mempersepsikan karakteristik budaya suatu organisasi, nilai yang
dibutuhkan karyawan dalam bekerja, berinterksi dengan kelompoknya, dengan
sistem dan administrasi, serta berinteraksi dengan atasannya. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Aripin et al (2013) di salah satu Kantor Polisi di Cimahi
menunjukkan hasil bahwa budaya organisasi memiliki dampak positif terhadap
kepuasan kerja. faktor kepuasan kerja merupakan faktor penting untuk
menjadikan budaya organisasi yang lebih kuat.

3.4. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan

Menurut Strauss dan Syales, yang dikutip Handoko (1992), kepuasan kerja
juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan
kerja tidak akan pernah mengalami kematangan psikologik dan pada gilirannya
akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai
semangat rendah, cepat lelah dan bosan, emosi yang tidak stabil, sering absen dan
melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus
dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapat kepuasan kerja biasanya
mempunyai catatan kehadiran yang baik, dan berprestasi kerja lebih baik dari
pada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja
mempengaruhi tingkat perputaran karyawan dan absensi. Jika kepuasan karyawan
32

meningkat maka perputaran karyawan dan absensi. Jika kepuasan karyawan


meningkat maka perputaran karyawan dan absensi menurun.
Penelitian yang dilakukan oleh Soedjono (2005) kepuasan kerja merupakan
cermin dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap
positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya, sebaliknya,
pekerja yang tidak puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaan dan bentuk yang
berbeda-beda satu dengan lainnya.

3.5. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan kumpulan individu atau objek penelitian yang memiliki


kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Berdasarkan kualitas dan
ciri-ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai sekelompok unit analisis atau
objek pengamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan yang
terdaftar sebagai Karyawan Negeri Sipil pada Mahkamah Agung sampai tahun
2012 yang berlokasi di Jl. Medan Merdeka Utara No. 9-13 Jakarta Pusat, sejumlah
491 orang selain Hakim Agung dan Karyawan Honorer.
Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relative
sama (homogen) dan dianggap bisa mewakili populasi. Dalam penelitian ini
dilakukan penarikan sampel yang dapat mewakili seluruh populasi. Metode
penarikan sampel yang dipakai yaitu Stratified Random Sampling Jumlah anggota
sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang. Dasar dari pengambilan sampel
yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui (Umar, 2003).
Rumus Slovin :
N
n=
1 + N e2
dimana :
1 = konstanta
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e2 = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat
ditolerir.
33

Perhitungan dengan N = 491 sedangkan error yang digunakan adalah 10 % atau


0,1 (Umar, 2003) bahwa untuk data yang kecil < 100.000 digunakan error – 10 %.
Maka :
491
n=
1 + 491 x (0,1)2
n = 83,07 (dibulatkan menjadi 83)

3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Mahkamah Agung Republik Indonesia, yang


beralamat di Jalan Medan Merdeka Utara No. 9-13 Jakarta Pusat, dilaksanakan
selama tiga bulan, dimulai bulan Maret 2013 sampai dengan Mei 2013.

3.7. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif


sebenarnya tidak hanya berurusan dengan “kuantita”. Kata kuantitatif ditafsirkan
secara bebas sebagai “keakuratan” deskripsi suatu variable dan keakuratan
hubungan antara satu variable dengan variable lainnya, serta memiliki daerah
aplikasi (generalisasi) yang luas. Kebenaran dalam penelitian kuantitatif adalah
kebenaran ilmiah yang diperoleh melalui deskripsi akurat tentang suatu variable
dan hubungan antara variable. Ciri utama penelitian kuantitatif adalah
permasalahan penelitian terbatas dan sempit, mengikuti pola berpikir deduktif,
mempercayai angka (statistika dan matematika) sebagai instrument untuk
menjelaskan kebenaran dan membangun validitas internal untuk menjelaskan
kebenaran dan membangun validitas internal dan eksternal sebaik mungkin
(Irawan, 2006). Salah satu metode penelitian kuantitatif adalah metode survei.
Survei yang dilakukan terhadap karyawan Mahkamah menggunakan alat
survei berupa kuesioner, pertimbangan digunakan kuesioner ini adalah sebagai
alat pengumpulan data mengingat jumlah karyawan Mahkamah Agung RI pada
unit kerja Kepaniteraan sebesar 491 orang, penyebaran kuesioner dilakukan
dengan cara menyebar lembar kertas kuesioner kepada responden. Kuesioner
adalah merupakan alat pengumpulan data yang paling tepat untuk kondisi
lingkungan penelitian ini. Dalam kuesioner setiap pertanyaan yang harus dijawab
34

dan dipilih oleh responden dikuantitatifkan dengan memberikan angka


menggunakan skala Likert, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Nilai 5 bila memilih jawaban SS (Sangat Setuju)
b. Nilai 4 bila memilih jawaban S (Setuju)
c. Nilai 3 bila memilih jawaban KS (Kurang Setuju)
d. Nilai 2 bila memilih jawaban TS (Tidak Setuju)
e. Nilai 1 bila memilih jawaban STS (Sangat Tidak Setuju)

3.8. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan langsung dari sumber informasi, yaitu dengan
cara wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap sumber-sumber yang
dianggap tepat dan terpercaya, selain itu data primer juga didapat dengan cara
memberikan pertanyaan-pertanyaan secara tertulis melalui kuesioner terhadap
responden. Kuesioner yang disebarkan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian
pertama berisikan identitas responden dan bagian kedua berisikan item-item
pertanyaan dari variabel-variabel yang dikaji (budaya organisasi, kepuasan kerja
karyawan, dan kinerja karyawan).
Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan berasal dari studi pustaka, yaitu
pengumpulan data dari buku-buku, karya akademis, internet, dan sumber-sumber
lainnya yang bertujuan untuk memperoleh informasi tambahan serta pemahaman
yang lebih mendalam mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

3.9. Uji Coba Instrumen

Data mempunyai kedudukan yang paling tinggi dalam penelitian, karena


data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat
pembuktian hipotesis. Benar tidaknya data, sangat menentukan dari baik tidaknya
instrumen pengumpulan data.
Menurut Umar (2003), instrumen yang baik memenuhi lima kriteria yaitu,
(1) validitas, yaitu sejauh mana data yang ditampung pada suatu kuesioner akan
mengukur yang ingin diukur, (2) reliabilitas, yaitu sejauh mana suatu hasil
pengukuran relatif konsisten apabila alat ukur digunakan berulang kali, (3)
sensitivitas, yaitu kemampuan suatu instrumen untuk melakukan diskriminasi, (4)
35

objektivitas, yaitu data yang diisikan pada kuesioner terbebas dari penilaian yang
subjektif, dan (5) fisibilitas, yaitu berkenaan dengan teknis pengisian kuesioner,
serta penggunaan sumber daya dan waktu. Sebelum digunakan, Instrumen dalam
penelitian ini akan diuji dengan uji validitas dan uji reliabilitas yang diujicobakan
kepada responden.
3.9.1 Uji Validasi
Uji ini merupakan kemampuan dari konstruk indikator untuk mengukur
tingkat keakuratan sebuah konsep. Hal ini berarti apakah konsep yang telah
dibangun tersebut sudah akurat atau belum. Jika telah akurat, anak variabel
tersebut dapat dilanjutkan, sedangkan apabila belum akurat, maka perlu dilakukan
pengujian ulang. Tujuan dari pengujian tersebut yaitu, untuk menguji indikator-
indikator yang dirumuskan dalam pertanyaan agar penelitian tersebut reliabel dan
valid (Lampiran 1).
3.9.2 Uji Reliabilitas
Setelah diuji validitas, langkah selanjutnya adalah uji reliabilitas yaitu
tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran. Pengukuran yang memiliki
reliabilitas tinggi, yaitu pengukuran yang mampu memberikan hasil ukur yang
terpercaya (reliabel). Reliabilitas merupakan salah satu ciri atau karakter utama
instrumen pengukuran yang baik. Kadang-kadang reliabilitas disebut juga sebagai
keterpercayaan, keterandalan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya, namun ide
pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya, artinya sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan
pengukuran (measurement error). Berdasarkan skala pengukuran dari butir
penyataan-peryataan maka teknik perhitungan koefisien reliabilitas yang
digunakan adalah koefisien reabilitas Alpha-Cronbach. Hasil uji reliabilitas
mencerminkan dapat dipercaya atau tidaknya suatu instrument penelitian
berdasarkan tingkat kemantapan dan ketepatan suatu ukur dalam pengertian
bahwa hasil pengukuran yang didapatkan merupakan ukuran yang benar
(Lampiran 1).
36

3.10. Metode Pengolahan Data

Data jawaban responden yang telah terkumpul selanjutnya diperiksa


kelengkapannya. Hanya jawaban yang lengkap dan tidak cacat yang akan
disertakan dalam pengolahan data selanjutnya. Kemudian data dihitung kembali
dan jawaban responden dimasukkan ke dalam program SPSS. Pengolahan dengan
SPSS akan menghasilkan informasi-informsi yang dibutuhkan untuk mengetahui
jawaban keseluruhan responden terhadap item-item yang ditanyakan dalam
kuesioner. Hasil dari perolehan data berguna untuk menampilkan data latar
belakang responden dan kecenderungan umum jawaban responden, pemberian
tafsiran atas angka-angka statistik yang ditemukan.
Selain itu guna menjawab pertanyaan penelitian, menggunakan program
LISREL dengan Model Persamaan Struktural atau Structural Equation Modelling
(SEM) untuk menghitung pengaruh yang muncul dari hubungan antar variabel
diolah berdasarkan hasil dari pengumpulan data yang telah dilakukan dan data
yang lengkap diperoleh dari responden. Metode ini sering disebut juga LISREL
(Linear Structural Relationship), diperkenalkan oleh Karl Jöreskog tahun 1973.
SEM menyediakan teknik estimasi yang sesuai dan paling efisien untuk
serangkaian estimasi persamaan regresi berganda terpisah-pisah secara simultan.
Untuk penetapan model serta penentuan variable independent dan variabel
dependent yang disusun berdasarkan teori. Setiap skala variabel baik nominal,
ordinal, interval, maupun ratio dapat digunakan dalan SEM namun tidak
direkomendasikan untuk menggunakan berbagai macam skala tersebut secara
bersama-sama.
SEM merupakan suatu teknik statistik yang mampu menganalisa variabel
latent, variabel indikator dan kesalahan pengukuran secara langsung, seperti : uji
validitas dan reabilitas data, mengetahui hubungan variabel latent dengan variabel
latent lainnya (biasanya analisa regresi), mengetahui kekuatan hubungan atau
pengaruh dari indikator ke variable maupun antar variabel latent (biasanya uji
korelasi), menganalisa hubungan dua arah atau timbal balik yang biasanya sering
muncul dalam ilmu sosial dan perilaku, Confirmatory Factor Analysis yang
merupakan pendekatan analisa faktor yang dibahas pasa SEM, dan mengetahui
besar kesalahan pengukuran.
37

Penggunaan SEM secara statistik memberikan keuntungan yaitu efisiensi,


dengan metode ini dapat dihitung secara simultan berbagai macam pola hubungan
yang sudah dibuat sebelumnya. Paket software yang dapat melakukan perhitungan
ini adalah LISREL, melalui LISREL dapat dibuat diagram jalur yang berupakan
basis analisis jalur. LISREL menganalisis struktur kovarians yang memiliki dua
bagian, yaitu :
Bagian pertama, model pengukuran (measurement model) merupakan
model yang secara hipotesis kontruk tidak dapat diukur secara langsung, model
pengukuran dipakai untuk menghubungkan variabel teramati atau dapat diukur
dengan kontruk. Bagian kedua, model persamaan struktural merupakan model
yang memperlihatkan hubungan sebab akibat diantara variabel tersembunyi dan
menjelaskan pengaruh sebab akibat dan varian yang tidak dapat dijelaskan, untuk
pemahaman yang lebih baik model persamaan structural sering dinyatakan dalam
diagram. Diagram ini berupa analisis jejak (Path analysis) merupakan prosedur
untuk melakukan estimasi dari kekuatan setiap hubungan atau jalur. Analisis jalur
dapat menghitung kekuatan hubungan hanya dengan menggunakan matrik
korelasi atau kovarian sebagai masukan. Mencari hubungan antara dua variabel
atau lebih dilakukan dengan menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari
hubungannya.
Korelasi merupakan angka yang menunjukkan kuatnya hubungan antar
variabel dinyatakan dalam koefisien relasi dimana korelasi positif terbesar adalah
satu (1) dan korelasi negatif terbesar adalah minus satu (-1). Model yang akan
dianalisis dengan SEM harus memiliki dasar teori yang mendukungnya, dalam
penelitian ini, model yang akan dianalisis adalah hubungan kausal antara variabel
exogenous : variabel endogenous.
Analisis pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja
dapat diketahuai dengan melakukan analisa data dengan menggunakan software
LISREL versi 8.30. Pengolahan data yang terkumpul dari hasil penyebaran
kuesioner dan pengumpulan dilakukan dalam empat langkah yaitu : editing, entry,
tabulasi dan analis data. Nilai tiap-tiap komponen diambil dari nilai rata-rata yang
telah diubah untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda
dalam suatu populasi. Pendekatan ini untuk mengetahui bagaimana kuatnya
38

hubungan antara Budaya Organisasi dengan kepuasan kerja dan kinerja karyawan
pada Mahkamah Agung RI.
Berdasarkan kerangka konseptual dibuat model SEM yang digunakan
untuk pengolahan data penelitian yang mana menghubungkan antara variabel
budaya organisasi dalam pengaruhnya terhadap kepuasan kerja karyawan, dan
pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja kerja karyawan. Kerangka konseptual
yang dibuat menggambarkan hubungan dimensi dan dilengkapi indikator-
indikator (variabel manifest) yang dijadikan alat untuk mengukur variabel laten.
Gambar 5 dibawah ini menggambarkan hubungan antar ketiga variabel tersebut.

Gaji (Y1)

Inovasi (X1)
Pekerjaan (Y2)
Kepuasan
Details (X2) Kerja (Y)
Promosi (Y3)

Hasil (X3)
Rekan Kerja (Y4)

Individu(X4)
Budaya Penyelia (Y5)
Organisasi (X)
Tim (X5)

Agresiv (X6)
Waktu (Z1)

Stabil (X7)
Produktif (Z2)

Kinerja Kualitas (Z3)


Karyawan (Z)

Perilaku (Z4)

Gambar 5 Model SEM


Gambar 5 menjelaskan model SEM untuk pengaruh budaya organisasi
terhadap kepuasan dan kinerja karyawan pada Mahkamah Agung RI. Konsepnya
adalah terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan dan
kepuasan karyawan (Robbins, 2002), dan selanjutnya terdapat pengaruh kinerja
karyawan terhadap kepuasan kerja karyawan (Paloepi, 1999).
39

3.11. Hipotesis

H0 : Tidak ada pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan


pada Mahkamah Agung RI.
H1 : Adanya pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
pada Mahkamah Agung RI.
H0 :Tidak ada pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawa pada
Mahkamah Agung RI.
H1 :Ada pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada
Mahkamah Agung RI.
H0 : Tidak ada pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan
pada Mahkamah Agung RI.
H1 : Ada pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan pada
Mahkamah Agung RI.
H0 : Tidak ada pengaruh Budaya Organisasi melalui Kepuasan Kerja Karyawan
terhadap Kinerja Karyawan pada Mahkamah Agung RI.
H1 : Ada pengaruh Budaya Organisai melalui Kepuasan Kerja Karyawan terhadap
Kinerja Karyawan pada Mahkamah Agung RI.
40

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Organisasi

Mahkamah Agung merupakan lembaga tinggi negara dalam sistem


ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegag kekuasaan kehakiman
bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-
cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.

4.2. Sejarah dan Perkembangan

Sejarah berdirinya Mahkamah Agung RI tidak dapat dilepaskan dari masa


penjajahan di bumi Indonesia ini. Hal mana terbukti dengan adanya kurun-kurun
waktu, dimana bumi Indonesia sebagian waktunya dijajah oleh Belanda dan
sebagian lagi oleh Pemerintah Inggris dan terakhir oleh Pemerintah Jepang. Oleh
karenanya perkembangan peradilan di Indonesia pun tidak luput dari pengaruh
kurun waktu tersebut.
4.2.1 Hindia Belanda
Pada tahun 1807 Mr. Herman Willem Deandels diangkat menjadi
Gubernur Jenderal oleh Lodewijk Napoleon untuk mempertahankan jajahan-
jajahan Belanda di Indonesia terhadap serangan-serangan pihak Inggris. Deandels
banyak sekali mengadakan perubahan-perubahan di lapangan peradilan terhadap
apa yang diciptakan oleh VOC, diantaranya pada tahun 1798 telah mengubah
Raad van Justitie menjadi Hooge Raad. Kemudian tahun 1804 Betaafse Republiek
telah menetapkan suatu Piagam atau Regeringsreglement buat daerah-daerah
jajahan di Asia. Dalam Pasal 86 Piagam tersebut, yang merupakan perubahan-
perubahan nyata dari zaman pemerintahan Daendels terhadap peradilan di
Indonesia, ditentukan sebagai berikut :
“Susunan pengadilan untuk bangsa Bumiputera akan tetap tinggal menurut
hukum serta adat mereka. Pemerintah Hindia Belanda akan menjaga dengan
alat-alat yang seharusnya, supaya dalam daerah-daerah yang langsung ada
dibawah kekuasaan Pemerintahan Hindia Belanda sedapat-dapatnya dibersihkan
41

segala kecurangan-kecurangan, yang masuk dengan tidak diketahui, yang


bertentangan dengan tidak diketahui, yang bertentangan degan hukum serta adat
anak negeri, lagi pula supaya diusahakan agar terdapat keadilan dengan jalan
yang cepat dan baik, dengan menambah jumlah pengadilan-pengadilan negeri
ataupun dengan mangadakan pengadilan-pengadilan pembantu, begitu pula
mengadakan pembersihan dan pengenyahan segala pengaruh-pengaruh buruk
dari kekuasaan politik apapun juga.”
Piagam tersebut tidak pernah berlaku, oleh karena Betaafse Republiek
segera diganti oleh Pemerintah Kerajaan, akan tetapi ketentuan di dalam “Piagam”
tidak sedikit memengaruhi Deandels di dalam menjalankan tugasnya.
4.2.2 Inggris
Sir Thomas Stamford Raffles, yang pada tahun 1811 diangkat menjadi
Letnan Gubernur untuk pulau Jawa dan wilayah di bawahnya, mengadakan
perubahan-perubahan antara lain, di kota-kota Batavia, Semarang dan Surabaya
dimana dulu ada Raad van Justitie, didirikan Court Of Justice, yang mengadili
perkara perdata maupun pidana. Court of Justice yang ada di Batavia merupakan
juga Supreme Court of Justice, pengadilan banding terhadap putusan-putusan
Court onvoeldoende gemotiveerd Justitie yang ada di Semarang dan Surabaya.
4.2.3 Kembalinya Pemerintahan Hindia Belanda
Setelah peperangan di Eropa berakhir dengan jatuhnya Kaisar Napoleon,
maka menurut Konvensi London 1814, semua daerah-daerah jajahan Belanda
yang diduduki oleh Inggris, dikembalikan kepada negeri Belanda. Penyerahan
kembali Pemerintahan Belanda tersebut di atur dalam Staatsblad 1816 No.5, yang
berisi ketetapan bahwa akan dibuat Reglement yang mengatur acara pidana dan
acara perdata yang berlaku bagi seluruh Jawa dan Madura, kecuali Jakarta,
Semarang dan Surabaya dengan daerah sekitarnya. Bagi Jakarta, Semarang dan
Surabaya dengan daerah sekitarnya untuk perkara pidana dan sipil tetap menjadi
kekuasaan Raad van Justitie. Dengan demikian ada perbedaan dalam susunan
pengadilan buat Bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di kota-kota dan
sekitarnya dan bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di “desa-desa” (di
pedalaman). Untuk bangsa Eropa, berlaku susunan Pengadilan sebagai berikut :
42

 Hooggerechtshof di Jakarta dengan Raad van Justitie yaitu masing-masing di


Jakarta, Semarang dan Surabaya.
Dengan Keputusuan Gubernur Jenderal tanggal 3 Desember 1847 No.2a (St.1847
No.23 yo No.57) yang diperlakukan tanggal 1 Mei 1948 (R.O) ditetapkan bahwa
Susunan Peradilan di Jawa dan Madura sebagai berikut :
1. Districtgerecht
2. Regentschapsgerecht
3. Landraad
4. Rechtbank van Omgang
5. Raad van Justitie
6. Hooggerechtshof
Dalam fungsi judisialnya, Hooggrechtshof memutus perkara-perkara banding
mengenai putusan–putusan pengadilan wasit tingkat pertama di seluruh Indonesia,
jikalau nilai harganya lebih dari £.500 dan mengenai putusan-putusan
residentiegerechten – di luar Jawa dan Madura.

4.2.4 Pendudukan Jepang


Setelah pulau Jawa diduduki dan dikuasai sepenuhnya oleh Bala tentara
Jepang, maka dikeluarkanlah Undang-Undang No.1 tanggal 8 Maret 1942, yang
menentukan bahwa buat sementara segala Undang-Undang dan peraturan-
peraturan dari Pemerintahan Hindia Belanda dahulu terus berlaku, asal tidak
bertentangan dengan peraturan-peraturan Balatentara Jepang.
Mengenai peradilan sipil, maka dengan Undang-Undang No.14 tahun
1942 ditetapkan “Peraturan Pengadilan Pemerintah Balatentera Dai Nippon”. Atas
dasar peraturan ini didirikan pengadilan-pengadilan sipil yang akan mengadili
perkara-perkara pidana dan perdata. Disamping itu dibentuk juga Kejaksaan.
Pengadilan-pengadilan bentukan Dai Nippon adalah sebagai berikut :
1. Gun Hooin (Pengadilan Kewedanaan) lanjutan districtsgerecht dahulu.
2. Ken Hooi (Pengadilan Kabupaten) lanjutan regentschapgerecht dahulu.
3. Keizai Hooin (Pengadilan Kepolisian) lanjutan landgerecht dahulu.
4. Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri)lanjutan Landraad dahulu, akan tetapi hanya
dengan seorang hakim saja (tidak lagi majelis), kecuali terhadap perkara
43

tertentu apabila Pengadilan Tinggi menentukan harus diadili dengan 3 orang


Hakim.
Dengan dicabutnya Undang-Undang No.14 tahun 1942 dan diganti dengan
Undang-Undang No.34 tahun 1942, maka ada penambahan badan pengadilan
diantaranya Kootoo Hooin (Pengadilan Tinggi), lanjutan dari Raad van Justitie
dahulu dan Saikoo Hooin (Mahkamah Agung), lanjutan dari Hooggerechtshof
dahulu.

4.3 Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi

Mahkamah Agung memiliki visi “Terwujudnya Badan Peradilan indonesia


yang Agung”, dan untuk mencapai visi tersebut, misi yang dilakukannya adalah
menjaga kemandirian badan peradilan, memberikan pelayanan hukum yang
berkeadilan kepada pencari keadilan, meningkatkan kualitas kepemimpinan badan
peradilan, dan meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.
Berdasarkan visi dan misi diatas, dikembangkanlah nilai-nilai utama badan
peradilan. Nilai-nilai inilah yang akan menjadi dasar perilaku seluruh warga badan
peradilan dalam upaya mencapai visinya. Pelaksanaan dari nilai-nilai ini pada
akhirnya akan membentuk budaya badan peradilan. Nilai-nilai utama tersebut
adalah Kemandirian Kekuasaan Kehakiman, Integritas dan Kejujuran,
Akuntabilitas, Responsibilitas, Keterbukaan, Ketidakberpihakan, dan Perlakuan
yang sama dihadapan hukum.
Mahkamah Agung Republik Indonesia mempunyai visi, misi, tujuan, dan
strategi yaitu :
1. Visi : Terwujudnya badan peradilan Indonesia yang agung
2. Misi : (1) Menjaga kemadirian badan peradilan, (2) Memberikan pelayanan
hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan, (3) Meningkatkan kualitas
kepemimpinan badan peradilan, (4) Meningkatkan kredibilitas dan
transparansi badan peradilan.
3. Tujuan : Tegaknya hukum dan keadilan
Strategi : Badan peradilan yang menjalankan tugas pokok dan fungsinya
secara efektif dengan didasari keagungan, keluhuran, dan kemuliaan institusi
44

TERWUJUDNYA NILAI-NILAI UTAMA MA-RI:


BADAN PERADILAN INDONESIA  KEMANDIRIAN
 INTEGRITAS
Visi YANG AGUNG
 KEJUJURAN
 AKUNTABILITAS
MENJALANKAN KEKUASAAN KEHAKIMAN YANG  RESPONSIBILITAS
MERDEKA UNTUK MENYELENGGARAKAN
PERADILAN GUNA MENEGAKKAN HUKUM DAN
 KETERBUKAAN
KEADILAN  KETIDAKBERPIHAKAN
 PERLAKUAN YANG SAMA
DIHADAPAN HUKUM
KEKUASAAN PENYELENGGARA
KEHAKIMAN AN PERADILAN
YANG YANG JUJUR DAN
MERDEKA ADIL

MEMBERIKANPELAY
ANAN HUKUM YANG
BERKEADILAN
KEPADA PENCARI TUJUAN PENYELENGGARAAN
KEADILAN PERADILAN:
MENJAGA TEGAKNYA HUKUM DAN KEADILAN
Misi KEMANDIRIA MENINGKATKAN
KUALIATS
N BADAN KEPEMIMPINAN
PENGAKUAN, JAMINAN,
PERADILAN BADAN PERADILAN
PERLINDUNGAN DAN KEPASTIAN
MENINGKATKAN HUKUM YANG ADIL BAGI SETIAP
KREDIBILITAS DAN ORANG
TRANSPARANSI
BADAN PERADILAN

BADAN PERADILAN YANG MENJALANKAN TUGAS HASIL : KEPERCAYAAN MASYARAKAT,


Strategi POKOK DAN FUNGSINYA SECARA EFEKTIF KEPUASAN PENGGUNA JASA PENGADILAN,
DENGAN DIDASARI KEAGUNGAN, KELUHURAN, KETERJANGKAUAN PENGADILAN
DAN KEMULIAAN INSTITUSI

Gambar 6 Relasi antara visi, misi, dan nilai-nilai utama Badan Peradilan.
4.3.1 Struktur Organisasi
Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang ketua, 2 (dua) wakil ketua,
dan beberapa orang ketua muda. Wakil Ketua Mahkamah Agung terdiri atas wakil
ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang nonyudisial. wakil ketua bidang
yudisial yang membawahi ketua muda perdata, ketua muda pidana, ketua muda
agama, dan ketua muda tata usaha negara sedangkan wakil ketua bidang
nonyudisial membawahi ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasan.
Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung, dan diangkat oleh
Presiden (Lampiran 1).

4.4 Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan terhadap karyawan tetap Mahkamah Agung RI


dalam unit kerja Kepaniteraan, responden yang diambil adalah sebanyak 100
responden. Karakteristik responden diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan
kepada karyawan, faktor karakteristik yang didapat kemudian dianalisis
45

menggunakan analisis deskriptif. Informasi karakteristik responden dideskripsikan


berdasarkan jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan, usia, dan
jabatan/pekerjaan dari responden. Berikut hasil analisis untuk karakteristik-
karakteristik tersebut.
4.4.1 Karakteristik Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil analisis deskriptif yang diperoleh dapat dilihat bahwa
sebagian besar responden merupakan laki-laki yaitu sebanyak 63 orang,
sedangkan responden perempuan hanyalah sebanyak 37 orang. Hal ini disebabkan
unit kerja kepaniteraan memiliki tugas dibidang teknis dan administrasi yang
mana dalam pelaksanaannya setiap berkas perkara yang telah selesai di proses
oleh satu majelis hakim akan di edar ke majelis hakim lainnya untuk diproses
kembali. Dalam peredaran perkara tersebut tenaga staff laki-laki sangat
diperlukan, oleh karena itu jumlah karyawan laki-laki mendominasi jumlah
karyawan wanita di unit kerja kepaniteraan MA-RI.
4.4.2 Karakteristik Masa kerja
Masa kerja rata-rata responden berada dalam kisaran 0 sampai dengan 10
tahun, yang berarti karyawan junior lebih mendominasi dari pada karyawan
senior, hal ini dapat disebabkan karena karyawan senior yang memiliki masa kerja
lebih tinggi biasanya telah dipromosikan untuk menjadi eselon, yang mana dalam
penelitian ini tidak dijadikan sebagai responden.

3%

≤ 10 Tahun
35% 46% 10 ≤ 20 Tahun
21 ≤ 30 Tahun
31 ≤ 40 Tahun
16%

Gambar 7 Sebaran karyawan menurut masa kerja


4.4.3 Karakteristik Tingkat Pendidikan
Responden dengan latar pendidikan Sarjana (S1) mendominasi responden
dengan latar pendidikan lainnya dalam penelitian ini. Sedangkan responden
dengan latar belakang Diploma (D1/D2/D3) berada diposisi kedua setelah Sarjana
46

(S1), hal ini dapat disebabkan pada saat penerimaan karyawan baru (CPNS)
karyawan dengan latar pendidikan Sarjana dan Diploma lebih banyak dibutuhkan
dari pada karyawan dengan latar pendidikan lainnya.

1%

17% 16% SLTA


Diploma (D1/D2/D3)

21% S1
S2
45% S3

Gambar 8 Sebaran karyawan menurut latar pendidikan.


4.4.4 Karakteristik Usia
Karakteristik responden dalam penelitian ini dikelompokkan dalam
kelompok usia, dengan usia responden berkisar antara 18 sampai dengan 56 tahun,
sebagian besar responden berada dalam kelompok usia 41 sampai dengan 50
tahun yaitu sebanyak 37 orang, sedangkan responden dengan kelompok usia 18
sampai dengan 30 tahun berada diposisi kedua yaitu sebanyak 32 orang. Hal ini
dapat disebabkan karena karyawan dengan rentang usia 18 sampai dengan 50
tahun berada dalam masa peningkatan karir, dapat juga diartikan bahwa dalam
rentang usia tersebut seseorang sudah mulai bekerja, membentuk keluarga, dan
berada dalam pengembangan masa karir.

19% 18 ≤ 30 Tahun
32%
31 ≤ 40 Tahun
41 ≤ 50 Tahun
37% 12% 51 ≤ 56 Tahun

Gambar 9 Sebaran karyawan menurut usia.


47

4.4.5 Karakteristik Jabatan/Pekerjaan


Jabatan/pekerjaan responden didominasi oleh Operator yaitu sebanyak 55
orang, hal ini disebabkan tugas utama unit kerja kepaniteraan adalah
menyelesaikan putusan perkara, yang mana tugas utama tersebut dikerjakan oleh
Operator komputer yang dikelompokkan sesuai dengan jenis perkara.
Jabatan/pekerjaan staff berada di urutan kedua yaitu sebanyak 27 orang, ini
disebabkan dalam peredaran berkas perkara untuk terus diproses oleh majelis
Hakim Agung dan urusan administrasi lainnya seperti laporan bulanan dan
tahunan, kepaniteraan membutuhkan tenaga staff. Sedangkan, responden dengan
jabatan/pekerjaan Panitera Pengganti menduduki urutan terakhir yaitu 18 orang,
ini terjadi karena dalam satu ruang kerja terdiri dari satu orang Hakim Agung, satu
orang Panitera Pengganti dengan posisi sebagai asi sten Hakim Agung, beberapa
orang operator komputer dan staff.

Panitera Pengganti
18% Operator Pidana
27%
Operator Perdata
Operator Perdata Khusus
21%
5% Operator TUN
Operator Agama
4% 8%
17% Staff

Gambar 10 Sebaran karyawan menurut jabatan/pekerjaan


Sebelum semua kuesioner disebar kepada responden, telah dilakukan uji
validitas terhadap item-item pertanyaan yang ada didalam kuesioner yang disebar
kepada tiga puluh dua responden untuk mengetahui apakah setiap pertanyaan
yang diajukan sudah akurat dan sesuai dengan kondisi sampel yang akan diteliti
dalam suatu populasi. Hasil pengujian validitas dihitung menggunakan software
SPSS 17, hasil yang diperoleh adalah valid untuk semua item pertanyaan yang
diajukan. Sedangkan untuk uji reabilitas menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha
sebesar 0.982 untuk 48 item pertanyaan, dengan kata lain kuesioner yang akan
disebarkan dalam penelitian ini sudah memenuhi standar, sesuai dengan keadaan
lapangan yang akan diteliti.
48

4.5 Persepsi Karyawan pada penelitian Analisis Pengaruh Budaya


Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan pada Unit
Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Analisa persepsi karyawan terhadap penelitian pengaruh budaya organisasi
terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan pada unit kerja kepaniteraan
Mahkamah Agung RI berdasarkan variabel bebas terdiri dari tiga variabel,
pertama Budaya Organisasi dengan variabel indikator Inovasi dan pengambilan
resiko, Perhatian terhadap detail, Berorientasi kepada hasil, Berorientasi kepada
manusia, Berorientasi kepada tim, Agresivitas, dan Stabilitas. Kedua, variabel
Kepuasan Karyawan dengan variabel indikator Pembayaran gaji atau upah,
Pekerjaan itu sendiri, Rekan kerja, Promosi pekerjaan, dan Kepenyeliaan. Ketiga,
variabel Kinerja Karyawan dengan variabel indikator Standar waktu, Standar
produktivitas, Standar kualitas, dan Standar tingkah laku. Jumlah pertanyaan yang
sebanyak 48 item pertanyaan yang disebarkan kepada 100 orang responden.
Jawaban yang atas pertanyaan yang disampaikan oleh responden melalui
kuesioner adalah sebagai berikut:
1. Persepsi Karyawan terhadap Pengaruh Budaya Organisasi
Analisa persepsi Karyawan terhadap pengaruh Budaya Organisasi merupakan
bagian yang sangat penting dan merupakan bagian inti dari sebuah organisasi,
persepsi responden terhadap indikator pertama dapat dilihat dalam tabel dibawah
ini:
Tabel 1. Persepsi karyawan terhadap inovasi dan pengambilan resiko
No Variabel Inovasi dan Jawaban Karyawan Modus %
Pengambilan resiko STS TS KS S SS
1. Melakukan kegiatan inovasi
dengan tetap menerapkan nilai-
2 1 3 65 29 65 65
nilai budaya organisai yang dianut
MA-RI
2. MA-RI telah memiliki teknologi
unggul untuk mendukung 1 3 15 56 25 56 56
pekerjaan
3. MA-RI sedang meningkatkan
pelayanan publik dengan
0 0 2 45 26 45 45
mempercepat proses pengerjaan
perkara
HASIL 2 3 15 65 29 65 65
Dari Tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa sebesar 65% dari karyawan berpersepsi
sangat baik terhadap inovasi dan pengambilan resiko, persepsi rata-rata karyawan
dari segala tingkat jabatan terhadap karakteristik ini sangat baik, karyawan
49

mendukung dan ikut andil dalam misi Mahkamah Agung dalam mempercepat
proses pengerjaan perkara. Hal ini sangat berpengaruh positif terhadap Mahkamah
Agung RI, semakin banyak karyawan yang berpartisipasi positif terhadap
karakteristik ini akan semakin cepat Mahkamah Agung RI dapat mencapai
tujuannya.
Tabel 2. Persepsi karyawan terhadap perhatian terhadap detail

No Variabel Perhatian Terhadap Jawaban Karyawan Modus %


Detail STS TS KS S SS
1. Mengerjakan pekerjaan sesuai
dengan prosedur yang telah 1 0 0 73 26 73 73
ditetapkan
2. Mematuhi seluruh peraturan yang
telah ditetapkan pada saat bekerja 0 1 3 58 38 58 58
di lingkungan MA-RI
3. Bekerja dan membuat keputusan
berdasarkan data-data yang 0 2 7 64 27 64 64
lengkap dari lapangan
HASIL 1 2 7 73 38 73 73
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa karyawan memiliki perhatian terhadap
detail yang sangat baik dengan mengikuti seluruh peraturan yang berlaku di
lingkungan MA-RI dan mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan.
Tabel 3. Persepsi responden terhadap berorientasi kepada hasil
No Variabel Berorientasi Kepada Jawaban Karyawan Modus %
Hasil STS TS KS S SS
1. MA-RI menyusun dan membuat
target tim (penyelesaian perkara)
0 3 10 61 26 61 61
sebagai panduan kinerja bagi
karyawan
2. Tugas yang dilakukan adalah
berharga dan dipersembahkan
0 1 4 50 45 50 50
untuk melayani masyarakat yang
mencari keadilan
3. Bekerja sungguh-sungguh untuk
menyelesaikan pekerjaan tepat 0 1 3 55 41 55 55
pada waktunya
HASIL
0 3 10 61 45 61 61

Karyawan berpersepsi sangat baik terhadap pekerjaan yang dilakukannya,


berkerja dengan sungguh-sungguh demi tercapainya target tim yang telah
ditentukan sebelumnya, dan dipersembahkan untuk masyarakat yang mencari
keadilan.
50

Tabel 4. Persepsi karyawan terhadap berorientasi kepada manusia


No Variabel Berorientasi Kepada Jawaban Karyawan Modus %
Manusia STS TS KS S SS
1. Bekerja melayani orang lain
0 1 5 58 36 58 58
dengan ramah
2. Bekerja melayani orang lain
0 0 10 59 31 59 59
dengan penuh kegembiraan
3. Bekerja melayani orang lain
0 1 2 55 42 55 55
dengan sopan santun
HASIL
0 1 10 59 42 59 59
Karyawan berpersepsi baik terhadap pelayanan masyarakat, mereka
melakukannya dengan ramah dan hati yang ikhlas disertai dengan sopan santun
demi menjaga martabat Mahkamah Agung RI dihadapan masyarakat luas.
Tabel 5. Persepsi karyawan terhadap berorientasi kepada tim
No Variabel Berorientasi Kepada Tim Jawaban Karyawan Modus %
STS TS KS S SS
1. Bekerjasama dengan baik dengan
0 1 0 52 47 52 52
rekan kerja yang ada di MA-RI
2. Hubungan kerja dengan atasan dan
rekan kerja berdasarkan
0 0 1 52 47 52 52
kepercayaan dan saling
menghormati
3. Bekerja dengan lebih
mementingkan kepentingan kantor 1 4 12 64 19 64 64
diatas segalanya
HASIL
1 4 12 64 47 64 64

Karyawan MA-RI bekerja cenderung berorientasi kepada tim seperti yang


ditunjukkan oleh Tabel 5 diatas, 64% karyawan telah bekerja sama, saling
percaya, dan saling menghormati terhadap atasan maupun rekan kerja, hal ini
dikarenakan dalam pengerjaan satu berkas perkara membutuhkan beberapa orang
dari tingkat jabatan yang berbeda untuk menyelesaikannya.
Tabel 6. Persepsi karyawan terhadap agresivitas
No Variabel Agresivitas Jawaban Karyawan Modus %
STS TS KS S SS
1. Bekerja dengan penuh semangat
dan memiliki kemauan untuk
1 0 1 63 35 63 63
menyelesaikan pekerjaan dengan
baik
2. Selalu mencari cara yang baru dan
efisien dalam menyelesaikan 1 1 7 51 40 51 51
pekerjaan agar lebih baik hasilnya
3. Selalu memberikan saran dan
solusi daripada membuat alasan 1 2 8 67 22 67 67
ketika menghadapi suatu masalah
HASIL
1 2 8 67 40 67 67
51

Karyawan berpersepsi sangat baik terhadap agresivitas, mereka bekerja secara


efektif dan efisien, memiliki kemauan untuk menyelesaikan perkerjaannya tepat
waktu, dan berpartisipasi dalam pengajuan solusi ketika menghadapi suatu
masalah.
Tabel 7. Persepsi karyawan terhadap stabilitas
No Variabel Stabilitas Jawaban Karyawan Modus %
STS TS KS S SS
1. Yakin bahwa MA-RI dapat
mencapai tugas pokok dan fungsi
2 0 7 66 25 66 66
sesuai dengan target yang telah
ditetapkan
2. Yakin bahwa MA-RI masih
dipercaya oleh masyarakat 10 2 2 5 61 30 61 61
tahun mendatang
3. Yakin bahwa jasa MA-RI masih
1 0 3 47 49 49 49
sangat dibutuhkan oleh masyarakat
HASIL
2 2 7 66 49 66 66

Sebesar 66% karyawan berpersepsi sangat baik akan stabilitas MA-RI di masa
depan, bahwa MA-RI dapat mencapai targetnya dan dapat meraih kepercayaan
yang besar dari masyarakat terhadap lembaga hukum Indonesia.
2. Persepsi Karyawan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Analisa atas persepsi karyawan terhadap variabel indikator dari kepuasan
kerja karyawan dapat dilihat dalam tabel-tabel di bawah ini:
Tabel 8. Persepsi karyawan terhadap gaji atau upah
No Variabel Gaji atau Upah Jawaban Karyawan Modus %
STS TS KS S SS
1. Puas terhadap tunjangan hari raya
dan jaminan kesehatan yang 7 16 40 36 1 40 40
diberikan
2. Gaji dan upah yang diterima
besarnya sesuai dengan pekerjaan 6 6 29 51 8 51 51
yang dibebankan
3. Remunerasi diberikan MA-RI
4 4 21 56 15 56 56
sesuai dengan kinerja
HASIL
7 16 40 56 15 56 56

Sebagian besar karyawan berpersepsi kurang setuju terhadap item tunjangan hari
raya, hal ini disebabkan oleh MA-RI tidak memberikan tunjangan hari raya
kepada karyawannya, sebagian dari karyawan hanya menerima tunjangan hari
raya dari kebijakan pribadi atasan masing-masing. Sedangkan, untuk kedua item
yang lain karyawan memberikan persepsi yang baik, karena gaji dan remunerasi
diberikan sesuai dengan kinerja masing-masing karyawan.
52

Tabel 9. Persepsi karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri


No Variabel Pekerjaan itu Sendiri Jawaban Karyawan Modus %
STS TS KS S SS
1. Menyukai pekerjaan yang
1 1 8 68 22 68 68
diberikan
2. Pekerjaan yang diberikan sesuai
2 2 12 63 21 63 63
dengan kemampuan yang dimiliki
3. Pekerjaan yang diberikan
1 2 8 64 25 64 64
menambah nilai dalam kehidupan
HASIL
2 2 12 68 25 68 68
Karyawan memberikan persepsi yang sangat baik terhadap pekerjaan yang
dilakukannya, hal ini dipengaruhi oleh MA-RI menggunakan sistem penerimaan
CPNS yang formasi bidang pekerjaan yang dibutuhkannya disesuaikan dengan
jurusan akademik yang dimiliki oleh CPNS itu sendiri, seperti yang dapat dilihat
dari tabel diatas hal tersebut berpengaruh positif terhadap pekerjaan yang
diberikan kepada karyawan.
Tabel 10. Persepsi karyawan terhadap rekan kerja
No Variabel Rekan Kerja Jawaban Karyawan Modus %
STS TS KS S SS
1. Saling menghormati antar sesama
1 0 0 61 38 61 61
rekan kerja
2. Saling membantu, berinteraksi dan
saling bekerja sama dengan rekan 1 0 1 65 33 65 65
kerja
3. Saling berbagi pengetahuan
0 2 2 68 28 68 68
sesama rekan kerja
HASIL
1 2 2 68 38 68 68

Kepuasan kerja tertinggi karyawan adalah dalam berinteraksi dengan rekan


kerjanya, hal ini dapat diartikan bahwa karyawan kepaniteraan saling
menghormati rekan kerjanya karena mereka membutuhkan bantuan antar sesama,
baik itu dalam berbagi ilmu pengetahuan atau pengalaman demi mendapatkan
solusi terbaik dalam penyelesaian berkas perkara.
Tabel 11. Persepsi karyawan terhadap promosi pekerjaan
No Variabel Promosi Pekerjaan Jawaban Karyawan Modus %
STS TS KS S SS
1. Kenaikan pangkat sangat mudah
dilakukan saat masa kerja/tingkat 1 4 14 67 14 67 67
pendidikan telah memenuhi syarat
2. MA-RI memiliki suatu sistem
kenaikan pangkat yang jelas sesuai
2 4 20 62 12 62 62
dengan masa kerja/tingkat
pendidikan karyawan
HASIL
2 4 20 67 14 67 67
53

Karyawan berpersepsi baik terhadap promosi pekerjaan, tabel diatas menunjukkan


bahwa MA-RI telah memiliki suatu sistem kenaikan pangkat yang jelas sesuai
dengan masa kerja/tingkat pendidikan karyawan, dan kenaikan pangkat mudah
dilakukan ketika semua syarat telah cukup.
Tabel 12. Persepsi karyawan terhadap kepenyeliaan
No Variabel Kepenyeliaan Jawaban Karyawan Modus %
STS TS KS S SS
1. Atasan menetapkan target kerja
3 3 15 69 10 69 69
yang jelas
2. Atasan mengetahui kebutuhan
2 2 18 64 14 64 64
untuk bekerja bagi bawahannya
3. Atasan berkompeten dalam
2 2 12 69 15 69 69
melaksanakan tugasnya
HASIL
3 3 18 69 15 69 69

Secara keseluruhan karyawan berpersepsi baik terhadap atasan mereka yang telah
melakukan penyeliaan yang baik bagi bawahannya dengan menetapkan target
kerja, mengerti dan merespon kebutuhan bawahannya, dan berkompeten dalam
melakukan pekerjaannya sehingga dapat menjadi contoh yang positif bagi
bawahannya.
3. Persepsi Responden terhadap Kinerja Karyawan
Analisa persepsi responden terhadap kinerja karyawan dapat dilihat pada
tabel-tabel dibawah ini:
Tabel 13. Persepsi karyawan terhadap standar waktu
No Variabel Standar Waktu Jawaban Karyawan Modus %
STS TS KS S SS
1. Menyelesaikan pekerjaan yang
diberikan tepat waktu yang 0 2 5 77 16 77 77
ditetapkan
2. Menggunakan waktu istirahat
sesuai dengan peraturan yang ada 1 0 4 78 17 78 78
di MA-RI
3. Sudah berada di Kantor dan siap
untuk berkerja 15 menit sebelum 2 2 15 60 21 60 60
jam kerja dimulai setiap harinya
HASIL
2 2 15 78 21 78 78

Karyawan memberikan persepsi yang sangat baik terhadap standar waktu, seperti
yang dapat dilihat didalam Tabel 13 bahwa karyawan menyelesaikan
pekerjaannya tepat waktu yang ditetapkan, dan menggunakan waktu istirahat
sesuai dengan peraturan MA-RI, hal ini dipengaruhi oleh kepenyeliaan yang
dilakukan oleh atasan karyawan yang menetapkan target kerja yang jelas yang
54

harus dicapai sesuai dengan misi MA-RI untuk mempercepat proses penyelesaian
perkara demi meminimalisir tunggakkan perkara yang ada di MA-RI, dengan
demikian karyawan ikut termotivasi untuk mencapai target tersebut.
Tabel 14. Persepsi karyawan terhadap standar produktivitas
No Variabel Standar Produktivitas Jawaban Karyawan Modus %
STS TS KS S SS
1. Bekerja dengan kecepatan tinggi 2 0 26 57 15 57 57
2. Menyelesaikan pekerjaan yang
diberikan lebih cepat dari target yang 2 1 13 72 12 72 72
diberikan
3. Mengerti dan menjalankan pekerjaan
sesuai dengan uraian standar pekerjaan 1 1 3 80 15 80 80
yang ada
HASIL
2 1 26 80 15 80 80

Karyawan berpersepsi sangat baik terhadap standar produktivitas dimana


pekerjaan diselesaikan sesuai dengan uraian standar pekerjaan yang telah
ditentukan, karyawan juga menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat dari target
yang telah ditetapkan.
Tabel 15. Persepsi karyawan terhadap standar kualitas
No Variabel Standar Kualitas Jawaban Karyawan Modus %
STS TS KS S SS
1. Mengetahui prinsip manajemen
kualitas kerja dan menjalankannya 1 1 3 77 18 77 77
dengan penuh tanggungjawab
2. Paham dan menjalankan pekerjaan
sesuai dengan peraturan yang 1 0 2 75 22 75 75
ditetapkan
3. Hasil pekerjaan yang dilakukan
berkualitas tinggi sesuai dengan 2 0 4 73 21 73 73
standar yang telah ditetapkan
HASIL
2 1 4 77 22 77 77
Sebesar 77% karyawan berpersepsi baik terhadap variabel standar kualitas, yang
berarti karyawan sudah mengerti dan paham akan prinsip manajemen kualitas
yang ada di MA-RI serta telah menjalankannya sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan.
Tabel 16. Persepsi karyawan terhadap standar tingkah laku
No Variabel Standar Tingkah Laku Jawaban Karyawan Modus %
STS TS KS S SS
1. Merapihkan peralatan kerja
1 1 6 62 30 62 62
sebelum pulang
2. Proaktif dan memberikan masukan
1 3 13 70 13 70 70
kepada atasan bila ada masalah
3. Menghargai dan menghormati
setiap saran, kritik atau pendapat 1 0 0 78 21 78 78
pimpinan dan rekan kerja
55

No Variabel Standar Tingkah Laku Jawaban Karyawan Modus %


STS TS KS S SS
4. Bekerja dengan hati senang dan
1 0 3 72 24 72 72
gembira
HASIL
1 3 13 78 30 78 78
Tabel 16 memperlihatkan bahwa MA-RI memiliki karyawan dengan tingkah laku
dan tata krama yang sangat baik dalam lingkungan kerjanya, seperti menghargai
petugas kebersihan kantor dengan merapihkan peralatan kantor yang telah
digunakan setelah jam kerja usai, dan menghargai juga menghormati kritik, saran,
ataupun pendapat yang disampaikan oleh atasan ataupun rekan kerja.

4.6 Model Pengukuran

Data yang didapat dari responden sebanyak 100 kuesioner diolah


menggunakan alat analisis Model Persamaan Struktural (SEM) dengan
menggunakan software LISREL 8.30 for Windows. Penggunaan alat analisis SEM
dipilih karena SEM menyediakan teknik estimasi yang sesuai dan paling efisien
untuk serangkaian estimasi persamaan regresi berganda terpisah-pisah secara
simultan, untuk penetapan model serta penentuan variabel independen dan
variabel dependen yang disusun berdasarkan teori. Pengolahan data menggunakan
SEM diharapkan dapat menunjukkan pengaruh yang ditimbulkan diantara variabel
laten yang diuji, untuk mengetahui ada atau tidaknya dan besar kecilnya pengaruh
antar variabel bisa didapatkan dari pengujian kecocokan antara model dengan
data, beberapa kriteria ukuran kecocokan atau Goodness-of-Fit (GOF) dapat
digunakan untuk menguji kecocokan. Ukuran-ukuran GOF dikelompokkan
kedalam 3 bagian yaitu absolute fit measures, incremental fit measures,
parsimonious fit measures. Jika indikator yang menilai model fit tersebut
menghasilkan nilai yang memenuhi standar Cut-off-value, maka dapat dikatakan
indikatornya adalah good fit, dan jika indikator yang menilai model fit tidak
memenuhi standar maka indikator tersebut termasuk dalam marginal fit/close
fit/poor fit dengan ketentuan rentang skor yang semakin jauh dari standar
sebenarnya. Hasil kriteria kesesuaian Model SEM dengan data dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
56

Tabel 17. Hasil uji kecocokan keseluruhan model


Goodness-of-Fit Cutt-off-Value Hasil ket
Absolute fit model
Chi-Square Skor kecil 103.74 Good Fit
95
Degree of freedom Skor kecil Good Fit

103.74/95 1,092
Chi-Square dengan degree of freedom ( λ 2)/2 Good Fit
0.25
P-value ≥0,05 Good Fit

GFI (Goodness of Fit) ≥ 0,90 0.99 Good Fit

RMSEA (Root Mean square Error of Approximation)


≤ 0,08 0.030 Good Fit

≤ 0,05 atau ≤ 0.059


RMR (Root Mean Square Residual) Good Fit
0,1
Incremental fit model
AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) ≥ 0,90 0.98 Good Fit
CFI (Comparative Fit Index) ≥ 0,90 1.00 Good Fit
NFI (Normed Fit Index ) ≥ 0,95 0.98 Good Fit
NNFI (Non-Formed Fit Index) ≥ 0,90 1.02 Good Fit
IFI (Incremental Fit Index) ≥ 0,90 1.02 Good Fit
RFI (Relative Fit Index) ≥ 0,90 0.98 Good Fit
Parsimonious Goodness Of Fit Index
PNFI (Parsimony Normed Fit Index) Skor Tinggi 0.78 Good Fit
PGFI (Parsimony Goodness of Fit Index) Skor Tinggi 0.69 Good Fit

Tabel 17 menunjukan uji kecocokan model secara keseluruhan, Chi-


Square (X2) digunakan untuk menguji seberapa dekat kecocokan antara matrik
kovarian sampel dengan matrik kovarian model. Nilai Chi-Square (X2) yang baik
adalah nilai yang rendah karena dapat menghasilkan significance level lebih besar
atau sama dengan 0,05 (p≥0,05).
Joreskog et al. 1989) dalam Wijayanto (2008) mengatakan bahwa Chi-
Square (X2) seharusnya lebih diperlakukan sebagai ukuran goodness of it atau
badness of fit dan bukan sebaga uji statistik. Badness of fit terjadi karena nilai Chi-
Square (X2) yang besar menunjukkan kecocokan yang tidak baik (bad fit) dan
sebaliknya. Kemudian Mueller (1996) dalam Wijayanto (2008) memberikan
beberapa catatan tentang kekurangan Chi-Square (X2) untuk uji hipotesis
kecocokan data model, pertama, uji Chi-Square (X2) tergantung pada beberapa
57

asumsi (validitas dari uji hipotesis nol, normalitas multivariat dari variabel
teramati, ukuran sample besar yang mencukupi) yang dalam praktek jarang bisa
terpenuhi secara lengkap. Kedua, untuk memperoleh kecocokan data model yang
lebih baik sering diperlukan model-model yang lebih kompleks dibandingkan
yang lebih sederhana, hal ini mendorong peneliti untuk tidak mengikuti prinsip
parsimoni. Ketiga, ketika ukuran sampel meningkat nilai Chi-Square (X2) akan
meningkat dan mengarah ke penolakan model berdasar Chi-Square (X2),
meskipun nilai perbedaan antara sampel dan matrik kovarian model telah minimal
dan kecil. Oleh karena itu Chi-Square (X2) tidak dapat digukanan sebagai satu-
satunya ukuran dari kecocokan keseluruhan model. Hasil pada Tabel 17
menunjukkan bahwa model yang diperoleh telah memenuhi persyaratan model
secara umum. Ini ditunjukkan oleh nilai yang telah memenuhi kriteria
sebagaimana yang telah ditampilkan dalam tabel tersebut.
Tabel 18. Hasil analisis validitas model
Indikator Loading Factor T-Hitung Keterangan
X1 0.58 15.14 VALID
X2 0.73 19.05 VALID
X3 0.71 18.29 VALID
X4 0.69 18.02 VALID
X5 0.74 19.19 VALID
X6 0.86 22 VALID
X7 0.67 17.34 VALID
Y1 0.44 19.64 VALID
Y2 0.93 4.30 VALID
Y3 0.92 4.36 VALID
Y4 0.52 3.81 VALID
Y5 0.69 4.20 VALID
Z1 0.72 13.66 VALID
Z2 0.81 9.45 VALID
Z3 0.90 10.11 VALID
Z4 0.91 9.16 VALID

Hasil uji validitas model dapat dikatakan signifikan bila nilai t hasil
penelitian lebih besar dari 1,96. Tabel 18 menunjukkan bahwa seluruh item
pertanyaan valid, sehingga data yang diperoleh dari item-item pertanyaan tersebut
dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.
58

4.7 Model Struktural

Gambar 11 Koefisien lintasan antar variabel


Ket Gambar :
X1 : Inovasi Y1 : Gaji Z1 : Waktu
X2 : Details Y2 : Pekerjaan Z2 : Produktivitas
X3 : Hasil Y3 : Promosi Z3 : Kualitas
X4 : Individu Y4 : Rekan Kerja Z4 : Perilaku
X5 : Tim Y5 : Penyelia
X6 : Agresivitas
X7 : Stabilitas

Pada Gambar 11 di atas dapat dilihat bahwa Budaya Organisasi memiliki


pengaruh positif terhadap Kepuasan dan Kinerja yaitu masing-masing sebesar
0,78 dan 0,40, dan Kepuasan memiliki pengaruh positif terhadap Kinerja sebesar
0,60. Budaya organisasi lebih kuat pengaruhnya terhadap kepuasan karyawan di
bandingkan terhadap kinerja karyawan. Demikian juga pengaruh budaya
organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan lebih kuat pengaruhnya di
bandingkan budaya organisasi langsung terhadap kinerja. Jadi, berdasarkan
Gambar 12 dapat dikatakan bahwa karyawan MA-RI akan memberikan kinerja
yang tinggi jika mereka mendapatkan kepuasan kerja yang tinggi pula.

Gambar 12 Diagram lintasan konstruk


59

Gambar 12 merupakan bagian dari gambar 11 yang menunjukkan nilai


muatan faktor budaya organisasi terhadap karakteristik inovasi dan keberanian
pengambilan resiko (X1) sebesar 0.58 dengan varian kesalahannya (error
variance) sebesar 0.66. Secara keseluruhan budaya organisasi yang dianut oleh
MA-RI sudah baik sehingga dapat memicu timbulnya kepuasan pada para
karyawannya dan karyawan memberikan kinerja yang baik sebagai timbal
baliknya.
Budaya organisasi juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kepuasan dan kinerja seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13 karena memiliki t-
value lebih besar dari 1.96 yaitu sebesar 22,97 dan 6,96, begitu juga dengan
variabel kepuasan yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja dengan t-
value sebesar 6,16. Hal ini menunjkukkan bahwa budaya organisasi yang disusun
dan dianut oleh MA-RI mempengaruhi kepuasan kerja karyawannya, dapat
dikatakan bahwa budaya organisasi dan kepuasan kerja karyawan yang tinggi
akan menghasilkan kinerja yang baik pula.

Gambar 13 Skor signifikan tes (uji-t)

4.8 Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja

Pada Tabel 19 dapat dilihat hubungan antara variabel laten Budaya


Organisasi terhadap variabel laten Kepuasan Kerja yang menunjukkan budaya
organisasi berpengaruh signifikan dan kuat positif terhadap kepuasan kerja dengan
60

nilai γ = 0,78 dan t = 22,97, nilai γ tersebut memberikan pengertian bahwa


dalam penelitian ini terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap variabel
kepuasan kerja sebesar 0,78.
Tabel 19. Hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja
Kepuasan Kerja
Variabel Eksogen
γ (gamma) t
Budaya Organisasi 0,78 22,97

Tingkat signifikan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja


ditunjukkan oleh nilai t yaitu sebesar 22,97, lebih besar dibandingkan nilai t table
yaitu 1,96 yang berarti bahwa hubungan antara budaya organisasi dengan
kepuasan kerja adalah signifikan. Oleh karena itu hipotesa pertama dalam
penelitian ini yang menyatakan bahwa ada pengaruh budaya organisasi terhadap
kepuasan kerja karyawan pada Mahkamah Agung RI adalah dapat diterima. hal
ini menguatkan pendapat Robbins (2002) yang mengatakan bahwa budaya
organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-
anggota yang membedakan organisasi itu dengan organisasi-organisasi lain.
Pada Mahkamah Agung RI, budaya organisasi yang ada dibentuk dan
dikembangkan sesuai dengan tujuan organisasi yang akan dicapai, lalu nilai-nilai
budaya tersebut disebarkan keseluruh karyawan untuk dipahami, kemudian
diharapkan dapat menumbuhkan peningkatan kerjasama tim. Untuk menjaga agar
budaya tersebut tetap ada maka dalam proses ini berlaku seleksi alamiah, dimana
para karyawan yang tidak dapat beradaptasi denga budaya organisasi MA-RI
tersebut, maka dapat dipastikan akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan
promosi jabatan ke jenjang yang lebih tinggi, dan dalam merekrut karyawan baru
dimasukkan unsur-unsur budaya organisasi dalam seleksi CPNS. Seperti yang
diungkapkan oleh Robins (2002) agar budaya organisasi tetap hidup maka tiga
kekuatan yang memainkan peran penting, pertama, proses seleksi, kedua, tindakan
manajemen puncak, dan ketiga, metode sosialisasi.
Budaya organisasi yang telah disepakati bersama baik oleh pihak
manajemen, pimpinan satuan kerja, dan karyawan akan menjadi nilai-nilai atau
peraturan yang dianut yang jika dilaksanakan dengan benar maka akan membawa
kepuasan dalam bekerja bagi karyawan. Jika budaya organisasi ini menjadi pola
61

perilaku para karyawan maka karyawan baru yang akan bekerja di MA-RI secara
otomatis akan terdorong untuk mengikuti perilaku ini.
Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa konstribusi terbesar pada
Budaya organisasi terhadap kepuasan adalah agresivitas. Agreasivitas memiliki
konstribusi terhadap kepuasan sebesar 0,450 (bernilai positif) sebagai hasil
penguadratan koefisien konstruk agresivitas yang memiliki nilai 0,671. Besar
konstribusi budaya organisasi terhadap kepuasan dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan
Indikator Loading factor (λ Koefisien Konstruk Konstribusi
) (γ )
Inovasi (X1) 0,58 0,452 0,204
Detail (X2) 0,73 0,569 0,328
Hasil (X3) 0,71 0,554 0,307
Individu (X4) 0,69 0,539 0,290
Tim (X5) 0,74 0,577 0,333
Agresivitas (X6) 0,86 0,671 0,450
Stabilitas (X7) 0,67 0,523 0,273

Konstribusi tersebut menunjukkan bahwa agresivitas berpengaruh positif


dan signifikan terhadap kepuasan karyawan. Konstribusi terendah diberikan oleh
inovasi yaitu sebesar 0,204 (bernilai positif) sebagai hasil penguadratan koefisien
konstruk inovasi yaitu sebesar 0,452, dimana nilai koefisien konstruk (γ ) berasal
dari hasil pengalian antara loading factor (λ) indikator terhadap nilai konstruk
pada model. Pengaruh agresivitas terhadap kepuasan berdasarkan koerfisien
lintas modelnya dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Koefisien lintas model budaya organisasi


62

4.9 Hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan

Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan


dan sedang positif terhadap kinerja dengan nilai γsebesar 0,40 dan t sebesar 6,96.
Nilai γ memberikan pengertian bahwa pada penelitian ini terdapat pengaruh
budaya organisasi terhadap variabel kinerja sebesar 0,40.
Tabel 21. Hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja
Kinerja
Variabel Eksogen
γ (gamma) t
Budaya Organisasi 0,40 6,96

Untuk tingkat signifikan antara budaya organisasi dengan kinerja dapat


dilihat dari nilai t yaitu sebesar 6,96, maka dapat dikatakan bahwa hubungan
antara budaya organisasi dengan kinerja adalah signifikan. Oleh karena itu
hipotesa kedua penelitian ini yang menyatakan bahwa ada pengaruh budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan pada Mahkamah Agung RI adalah dapat
diterima.
Budaya organisasi yang dianut oleh Mahkamah Agung RI dapat dikatakan
sudah baik sehingga membawa pengaruh positif terhadap kinerja para
karyawannya, seperti yang dikatakan Robbins (2002) bahwa budaya organisasi
dapat mempengaruhi terhadap kinerja dan kepuasan kerja, makin tinggi kekuatan
budaya yang ada pada organisasi, maka semakin tinggi pula kinerja dan kepuasan
anggota organisasi tersebut. Begitu juga yang dikemukakan oleh Moeljono (2003)
semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi maka
semakin baik kinerja organisasi tersebut.
Tabel 22. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan

Loading factor (λ ) Koefisien Konstruk (γ ) Konstribusi


Indikator
Inovasi (X1) 0,58 0,232 0,053
Detail (X2) 0,73 0,292 0,085
Hasil (X3) 0,71 0,284 0,081
Individu (X4) 0,69 0,276 0,076
Tim (X5) 0,74 0,296 0,088
Agresivitas (X6) 0,86 0,344 0,118
Stabilitas (X7) 0,67 0,268 0,071
Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa agresivitas masih memberikan
konstibusi terbesar terhadap hubungan antara budaya organisasi terhadap kinerja
63

dengan nilai konstribusi sebesar 0,118. Hal ini memberi artian bahwa indikator
agresivitas harus terus dipertahankan dan dikembangkan juga dioptimalkan
mengaplikasiannya terhadap karyawan MA-RI karena indikator tersebut
memberikan pengaruh besar pada Budaya organisasi terhadap kinerja. Sedangkan
inovasi memberikan pengaruh paling rendah pada budaya organisasi terhadap
kinerja yaitu sebesar 0,53, yang berarti bahwa jika MA-RI mampu
mengoptimalkan indikator inovasi menjadi lebih baik, tidak diragukan lagi bahwa
karyawan akan memberikan kinerja yang lebih baik lagi terhadap MA-RI.

4.10 Hubungan Antara Kepuasan Kerja Karyawan dengan Kinerja


Karyawan
Dari Tabel 23 dapat dilihat bahwa kepuasan berpengaruh signifikan
terhadap kinerja dengan nilai β sebesar 0,60 dan t sebesar 6,16. Nilai β
mem/berikan pengertian bahwa pada penelitian ini terdapat pengaruh kepuasan
terhadap variabel kinerja sebesar 0,60.
Tabel 23. Hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja
Kinerja
Variabel Eksogen
β (beta) t
Kepuasan 0,60 6,16

Untuk tingkat signifikan antara kepuasan dengan kinerja dapat dilihat dari
nilai t yaitu sebesar 6,16, maka dapat dikatakan bahwa hubungan antara kepuasan
dengan kinerja adalah signifikan. Oleh karena itu hipotesa ketiga penelitian ini
yang menyatakan bahwa ada pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap kinerja
karyawan pada Mahkamah Agung RI adalah dapat diterima.
Hal ini membuktikan bahwa kepuasan kerja karyawan sangat berpengaruh
dengan kinerja yang dihasilkan. Semakin tinggi kepuasan kerja karyawan akan
pekerjaannya, maka semakin meningkat pula kinerjanya. Kepuasan kerja
ditentukan oleh karakteristik pekerjaan dan tingkat dimana kebutuhan pribadi
seseorang dipenuhi dalam suasan kerja. Demikian juga yang dikatakan Handoko
(2001) bahwa para karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan
melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik serta pernyataan Strauss dan Saylee
yang dikutip oleh Handoko bahwa karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja
biasanya mempunyai tingkat kehadiran dan turn over yang lebih baik serta
64

berprestasi dengan baik. Kepuasan karyawan akan pekerjaannya bukan hanya


terletak pada pekerjaannya semata dimana karyawan tersebut dapat melaksanakan
pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki namun juga harus
ditunjang oleh lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar yang dimaksud adalah
lingkungan dimana para karyawan tersebut bekerja mendukungmya untuk
melaksanakan kinerja yang lebih baik, seperti rekan kerja yang dapat diajak untuk
bekerja sama dalam satu tim kerja, atasan yang selalu memberi petunjuk kerja
dengan cara yang menyenangkan tanpa bersikap otoriter, serta dilibatkan dalam
pengambilan keputusan melalui pendekatan tim.
Luthans (2006) juga berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja adalah pekerjaan yang menarik, memberikan kesempatan untuk
belajar, kemudian gaji yang diterima cukup pantas dibandingkan dengan orang
lain di organisasi, adanya kesempatan untuk promosi, kemampuan penyelia dalam
memberikan dukungan teknis dan rekan kerja yang pandai secara teknis dan
mendukung secara sosial. Hal itu semua akan mempengaruhi motivasi dan
semangat kerja karyawan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja kerja
karyawan. Mahkamah Agung RI merupakan sebuah lembaga tinggi negara yang
selalu memberikan perhatian kepada kepuasan karyawannya dengan selalu
memperhatikan keadaan lingkungan yang ada baik di dalam organisasi maupun di
luar organisasi, juga selalu berusaha untuk memberikan lingkungan dan fasilitas
yang baik bagi karyawan, agar mereka dapat bekerja dengan baik dan
menghasilkan kinerja yang tinggi.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Smith (2004) bahwa
kepuasan kerja dapat mempengaruhi kinerja karyawan yang ditunjukkan dengan
meningkatnya efektifitas sistem, efisiensi biaya dan kehandalan kerja karyawan.

Tabel 24. Pengaruh kepuasan terhadap kinerja karyawan


Indikator Loading factor (λ ) Koefisien Konstruk (γ ) Konstribusi
Gaji (Y1) 0,44 0,264 0,069
Pekerjaan (Y2) 0,93 0,558 0,311
Rekan Kerja (Y3) 0,92 0,552 0,304
Promosi (Y4) 0,52 0,312 0,097
Kepenyeliaan (Y5) 0,69 0,414 0,171
Berdasarkan Tabel 24 dapat dilihat bahwa indikator pekerjaan
memberikan konstribusi terbesar pada pengaruh kepuasan terhadap kinerja
65

karyawan yaitu sebesar 0,311, sedangkan indikator gaji memberikan konstribusi


terendah yaitu sebesar 0,069. Hal ini menggambarkan bahwa karyawan MA-RI
senang melakukan pekerjaannya dan yang memberikan kepuasan kepada mereka
sehingga mereka memberikan kinerja yang baik pula, tetapi karyawan tidak puas
dengan gaji yang diterima sehingga gaji menjadi konstribusi terkecil yang
mempengaruhi kepuasan karyawan terhadap kinerja. Jika Mahkamah Agung RI
mengoptimalkan indikator gaji menjadi lebih baik, karyawan tentu akan
mendapatkan kepuasan yang tinggi dan akan memberikan kinerja yang lebih
tinggi lagi.

4.11 Hubungan Antara Budaya Organisasi Melalui Kepuasan Kerja


Karyawan dengan Kinerja Karyawan
Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa budaya organisasi melalui kepuasan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja dengan nilai γ sebesar 0,47 dan t sebesar
6,16. Nilai β memberikan pengertian bahwa pada penelitian ini terdapat
pengaruh kepuasan terhadap variabel kinerja sebesar 0,60.
Tabel 25. Hubungan antara budaya organisasi melalui kepuasan kerja
dengan kinerja
Variabel Eksogen
γ (gamma) t
Budaya Organisasi 0,47
Nilai loading antara budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan
diperoleh dari perkalian antara Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan
Kepuasan Kerja (0,78) dengan Hubungan Antara Kepuasan dengan Kinerja (0,60)
yaitu sebesar 0,47. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung
sebesar 0,47 dari budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan. Nilai ini
berpengaruh signifikan secara statistik karena Hubungan Antara Budaya
Organisasi dengan Kepuasan dan Hubungan Antara Kepuasan dengan Kinerja
memiliki pengaruh signifikansi yang baik. Oleh karena itu hipotesa keempat
penelitian ini yang menyatakan bahwa ada pengaruh budaya organisasi melalui
kepusan kerja karyawan terhadap kinerja karyawan pada Mahkamah Agung RI
adalah dapat diterima.
Seperti yang diungkapkan Robbins (2002) bahwa budaya organisasi dapat
mempengaruhi terhadap kinerja dan kepuasan kerja, makin tinggi kekuatan
66

budaya yang ada dalam suatu organisasi, maka semakin tinggi pula kinerja dan
kepuasan anggota organisasi.

4.12 Implikasi Manajerial

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dan positif


antara budaya organisasi dengan kepuasan dan kinerja karyawan Mahkamah
Agung RI. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik budaya organisasi semakin
tinggi pula kepuasan yang didapatkan dan kinerja yang diberikan oleh karyawan.
Berdasarkan hasil analisis dapat dibuat implikasi manajerial untuk Mahkamah
Agung RI dan diharapkan dapat dijadikan rekomendasi kepada Mahkamah Agung
RI. Adapun implikasi manajerial tersebut adalah sebagai berikut :
1. Variabel budaya organisasi mempunyai hubungan yang signifikan dan
positif terhadap kepuasan dan kinerja karyawan, yang berarti memberikan
pengaruh yang baik terhadap keduanya, dan dari indikator-indikator budaya
organisasi tersebut indikator agresifitas memiliki pengaruh terbesar terhadap
terciptanya kepuasan dan kinerja karyawan, seperti yang dikatakan Robbins
(2002) bahwa agresifitas (aggressiveness), adalah sejauh mana orang-orang
dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya
organisasi sebaik-baiknya. sehingga perlu bagi MA-RI untuk
mempertahankan faktor agresivitas karyawan. Mempertahankan agresifitas
karyawan agar tetap agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya
organisasi dan tetap bersaing secara sehat untuk mencapai produktivitas
yang optimal. Untuk mempertahankan agresifitas karyawan dapat dilakukan
dengan cara memberikan penghargaan bagi karyawan atas kinerja yang
diberikan baik dengan materi ataupun secara moril. Pengahargaan yang
sudah ada perlu ditingkatkan, tidak hanya dari segi kinerja karyawan tetapi
melalui etika-etika yang telah ditaati oleh karyawan sebagai salah satu acuan
pemberian penghargaan, seperti keteladanan dan kepedulian karyawan yang
selalu memberikan masukan bagi Mahkamah Agung RI. Indikator yang
memberikan pengaruh terlemah yaitu inovasi dan pengambilan resiko, hal
ini dapat diperbaiki dengan mendorong dan menyemangati karyawan untuk
terus berinovasi dan memberikan penghargaan ketika karyawan berhasil
melakukannya. Selain itu, dukungan secara materil (pemberian insentif)
67

ataupun moril dapat diberikan kepada karyawan yang menkonstribusikan


inovasinya kepada Mahkamah Agung RI dan tidak menjatuhkan karyawan
jika mereka mengambil resiko yang sangat riskan terhadap pekerjaan
mereka, melainkan tetap mendukung dan membimbing mereka agar mereka
merasa bahwa tempat mereka bekerja peduli terhadap mereka, dengan
demikian akan timbul rasa loyalitas pada diri karyawan yang berdampak
pada pemberian kinerja yang tinggi terhadap Mahkamah Agung RI.Seiring
dengan meningkatnya kepuasan kerja karyawan, diharapkan dapat
meningkatkan kinerja karyawan yang berarti secara akumulatif akan
meningkatkan kinerja Mahkamah Agung RI.

2. Indikator yang memberikan konstribusi terendah bagi kepuasan terhadap


kinerja karyawan adalah indikator gaji. Hal ini menunjukkan bahwa
karyawan Mahkamah Agung RI merasa bahwa gaji yang mereka terima
tidak sesuai dengan porsi pekerjaan yang mereka lakukan, dengan demikian
mereka tidak mendapatkan kepuasan yang tinggi sehingga kinerja yang
mereka berikan juga rendah. Oleh karena itu diharapkan Mahkamah Agung
dapat menindaklanjuti hal ini dengan memberikan upah yang sesuai dengan
apa yang dilakukan oleh masing-masing karyawan, karena dapat dipastikan
jika indikator ini dapat ditingkatkan dan dioptimalkan maka akan
memberikan konstribusi yang lebih besar lagi pada kepuasan karyawan
sehingga Mahkamah Agung RI akan memperoleh kinerja yang lebih tinggi
lagi yang diberikan oleh karyawan.
3. Variabel kepuasan kerja karyawan memberikan pengaruh yang signifikan
dan positif terhadap kinerja karyawan, indikator yang paling berpengaruh
adalah indikator pekerjaan yang dikerjakan oleh karyawan, hal ini
menunjukkan bahwa Mahkamah Agung RI telah membagi porsi-porsi kerja
yang tepat kepada karyawan yang tepat pula, sehingga karyawan
mengerjakan pekerjaan mereka sesuai dengan kemampuan yang mereka
miliki, hal ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan oleh Mahkamah Agung
RI agar para karyawan tetap merasa puas akan pekerjaan mereka dengan
memberikan kinerja yang tinggi sebagai tindakbalasnya. Mempertahankan
dan meningkatkan indikator pekerjaan pada pengaruhnya terhadap kinerja
68

dapat dilakukan dengan cara merekrut CPNS yang memiliki kemampuan


bidang yang sesuai dengan jabatan yang tersedia. Selain itu dapat juga
dilakukan dengan tidak membebani karyawan dengan pekerjaan diluar
kemampuan yang dapat mereka tanggung, serta memberikan pujian sebagai
tanda keperdulian terhadap apa yang mereka raih dalam pekerjaan mereka
akan memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan.
4. Variabel budaya organisasi melalui variabel kepuasan kerja cukup
mempengaruhi variabel kinerja karyawan dengan hubungan yang positif,
dengan demikian makin tinggi kekuatan budaya organisasi yang dianut oleh
Mahkamah Agung RI, maka semakin tinggi pula kepuasan dan kinerja
karyawan. Oleh karena itu, perlu bagi Mahkamah Agung untuk terus
menanamkan nilai-nilai budaya kepada setiap karyawan dengan cara tetap
mensosialisaikannya kepada karyawan, baik yang baru atau yang lama, agar
karyawan mengerti dan tetap menjalankan nilai-nilai tersebut seutuhnya.
69

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Budaya Organisasi berpengaruh signifikan positif terhadap Kepuasan Kerja


Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia,
budaya organisasi dapat mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja, makin tinggi
kekuatan budaya yang ada pada suatu organisasi, maka semakin tinggi pula
kinerja dan kepuasan anggota organisasi tersebut. Semua indikator-indikator
budaya secara rata-rata cukup kuat dalam membentuk variabel budaya organiasi
yang ada.
Budaya Organisasi berpengaruh signifikan positif terhadap Kinerja
Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia,
budaya organisasi dapat mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja, makin tinggi
kekuatan budaya yang ada pada suatu organisasi, maka semakin tinggi pula
kinerja dan kepuasan anggota organisasi tersebut. Semakin baik kualitas faktor-
faktor yang terdapat dalam budaya organisasi semakin baik kinerja organisasi
tersebut. Semua indikator-indikator budaya secara rata-rata cukup kuat dalam
membentuk variabel budaya organisasi yang ada.
Kepuasan Kerja Karyawan berpengaruh signifikan positif terhadap Kinerja
Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Kepuasan kerja dapat mempengaruhi kinerja karyawan yang ditunjukkan dengan
meningkatnya efektivitas sitem, efesiensi biaya dan kehandalan kerja karyawan
dan kepuasan kerja merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi kinerja.
Semua indikator-indikator kepuasan kerja secara rata-rata cukup kuat dalam
membentuk variabel budaya organisasi yang ada.
Budaya Organisasi melalui Kepuasan Kerja Karyawan berpengaruh
terhadap Kinerja Karayawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung
Republik Indonesia, budaya organisasi dapat mempengaruhi kinerja dan kepuasan
kerja, makin tinggi kekuatan budaya yang ada pada suatu organisasi, maka
semakin tinggi pula kinerja dan kepuasan anggota organisasi.
70

2. Saran
a. Indikator inovasi dan pengambilan resiko harus ditingkatkan dengan
cara mendorong dan menyemangati karyawan untuk terus berinovasi
dan memberikan penghargaan ketika karyawan berhasil melakukannya.
Seiring dengan meningkatnya kepuasan kerja karyawan, diharapkan
dapat meningkatkan kinerja karyawan yang berarti secara akumulatif
akan meningkatkan kinerja Mahkamah Agung RI.
b. Indikator pembayaran gaji atau upah harus ditingkat, hal ini dapat
dilakukan dengan cara meninjau ulang seberapa besar porsi pekerjaan
yang dilakukan oleh karyawan dan seberapa besar gaji yang mereka
terima, jika karyawan mendapatkan timbal balik yang sesuai dengan
kinerja yang telah mereka berikan maka kepuasan kerja akan tercipta
dengan sendirinya, yang kemudian akan berdampak positif terhadap
kinerja karyawan.
c. Kinerja karyawan MA-RI harus dapat dipertahankan dan ditingkatkan
kembali, dengan memfasilitasi karyawan secara memadai untuk
mendukung karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan lebih
efektif dan efisien, hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan
penyuluhan kepada karyawan tentang bagaimana menyelesaikan
pekerjaan mereka secara efektif dan efisien dengan menggunakan
fasilitas yang telah disediakan, dan juga menghimbau kepada karyawan
untuk menerapkan pengetahuan yang didapatkan dari penyuluhan yang
diberikan kepada mereka, hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan
secara personal kepada karyawan oleh atasan masing-masing.
d. Berdasarkan pelaksanaan hasil skripsi ini, maka saran untuk penelitian
selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Melakukan peneliatian pada Mahkamah Agung RI dengan
melibatkan unit kerja lainnya selain unit kerja Kepaniteraan.
2. Melaksanakan penelitian komparatif pada Mahkamah Agung RI
sehingga dapat dibandingkan dan diketahui perbandingan tingkat
budaya organisasi bagi jajaran hakim dan karyawan di Mahkamah
Agung RI.
71

DAFTAR PUSTAKA

Aripin, Salim U, Setiawan M, Djumahir. 2013. Implications of Organizational


Culture and Leadership Styles Effects on Job Satisfaction and
Organizational Performance Of Police Sector In Bandung, Cimahi, Garut-
West Java. Business and Management Journal. Vol 7 Issue 5 pp 44-49.
As’ad M. 1995. Psikologi Industri. Ed ke-2. Yogyakarta (ID): Liberty.
Dole C, Schroeder RG. 2001. The Impact of Varios Factors on the Personality,
Job Satisfaction and Turn Over Intentions of Profesional Accountants.
Managerial Auditing Journal. Vol. 16 No.4 pp 234-245.
Doloksaribu ETN. 2010. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Budaya
Organisasi PT Pro Car International Finance. Bogor (ID): Institur
Pertanian Bogor.
Gibson. 1996. Perilaku Organisasi. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Handoko TH. 1992. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Ed ke-2.
Yogyakarata (ID): Universitas Gadjah Mada.
Irawan P. 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Depok (ID): FISIP UI.
Locke EA. 1983. The Nature and Causes of Job Satisfaction in Dunnette. M.D.
Ed, Hand Book Of Industrial Psychology. New York (US) : John Wiley &
Sons.
Luthans F. 2006. Organizational Behavior. Ed ke-11. New York (ID): McGraw
Hill.

[MA RI] Mahkamah Agung Republik Indonesia. 2010. Cetak Biru Pembaharuan
Peradilan 2010-2035. Jakarta (ID): MA RI.
Mariani D. 2007. Hubungan Nilai-nilai Budaya Perusahaan (Corporate Culture)
dan Stressors Kerja dengan Kinerja Karyawan. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Maslow AH. 1954. Motivation and Personality. New York (US): Harper & Row
Publishers.
Miner JB. 1988. Organizational Behavior: Performance and Productivity. New
York (US): Random House.
Moeljono D. 2003. Budaya Korporat & Keunggulan Korperasi. Jakarta (ID): Elex
Media Komputindo.
Mondy RW, Sharplin A, Flippo EB. 1995. Management: Concepts and Practices.
Ed ke-4. Boston (US): Allyn and Bacon.
72

Muchinsky PM. Psychology Applied to Work. Ed ke-5. New York (US):


Brooks/Cole.
Munandar SM. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Bandung (ID): Refika Aditama.
Nimran U. 1998. Perilaku Organisasi. Surabaya (ID): Citra Media. Komputindo
Kelompok Gramedia.
Paloepi TR. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed ke-2. Jakarta (ID): Elex
Media Komputindo.
PN.Slawi. 2013. DP3 Karyawan Negeri Sipil [Internet]. [Diunduh 2013 Jan 15].
Tersedia pada: [http://pn-slawi.go.id/?page_id=375.

Prawirosentono S. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan: Kiat Membangun


Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebad Dunia. Yogyakarta
(ID): BPFE.
Robbins SP. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Ed ke-5. Jakarta (ID):
Erlangga.
Rummler GA, Brache AP. 1995. Improving Performance: How to Manage the
White Space on the Organizational Chart. San Francisco (US): Jossey-Bass.
Schein EH. 1992. Organizational Culture and Leadership. Ed ke-2. San Fransisco
(US): Jossey-Bass.
Soedjono. 2005. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan
Kepuasan Kerja Karyawan pada Terminal Penumpang Umum di Surabaya.
Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. Vol 7 No.1 pp. 22-47.
Susanto AB. 1997. Budaya Perusahaan. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.
Sutrisno E. 2010. Budaya Organisasi. Jakarta (ID): Kencana.
Testa MR. 1999. Satisfaction with Organizational Vision, Job Satisfaction and
Service Efforts: an Empirical Invetigation. Leadership & Organization
Development Journal. Vol 20 No.3 pp. 154-161.
Umar H. 2003. Metode Riset Perilaku Organisasi. Jakarta (ID): Gramedia.
Yusuf A. 2011. Pengaruh Nilai-nilai Budaya Perusahaan terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan PT Pupuk Kaltim (Kantor Perwakilan Jakarta). Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
73

LAMPIRAN
78

Lampiran 1 Struktur organisasi Mahkamah Agung RI

74
75

Lampiran 2 Hasil pengolahan SPSS uji validasi

Case Processing Summary

N %
Cases Valid 32 100,0

a
Excluded 0 ,0

Total 32 100,0

Item Statistics

Mean Std. Deviation N


X1.1 4,1875 ,64446 32

X1.2 3,9375 ,75935 32

X1.3 4,4063 ,55992 32

X2.1 4,2813 ,77186 32

X2.2 4,3125 ,69270 32

X2.3 4,1250 ,60907 32

X3.1 4,1875 ,64446 32

X3.2 4,3750 ,60907 32

X3.3 4,4688 ,71772 32

X4.1 4,3125 ,69270 32

X4.2 4,1875 ,59229 32

X4.3 4,3125 ,69270 32

X5.1 4,4063 ,66524 32

X5.2 4,5000 ,56796 32

X5.3 4,0000 ,71842 32

X6.1 4,3438 ,78738 32

X6.2 4,2813 ,88843 32

X6.3 4,1875 ,59229 32

X7.1 4,0625 ,75935 32

X7.2 4,1250 ,75134 32

X7.3 4,4063 ,83702 32

Y1.1 3,0313 ,89747 32

Y1.2 3,7500 ,80322 32


76

Lanjutan Lampiran 2

Y1.3 3,9688 ,86077 32

Y2.1 4,1875 ,73780 32

Y2.2 4,1563 ,76662 32

Y2.3 4,0625 ,80071 32

Y3.1 4,3438 ,78738 32

Y3.2 4,3125 ,78030 32

Y3.3 4,2500 ,67202 32

Y4.1 3,9375 ,71561 32

Y4.2 3,7813 ,79248 32

Y5.1 3,8438 ,84660 32

Y5.2 3,9063 ,77707 32

Y5.3 4,0938 ,73438 32

Z1.1 4,0938 ,58802 32

Z1.2 4,0313 ,73985 32

Z1.3 3,9688 ,99950 32

Z2.1 3,9688 ,82244 32

Z2.2 3,7813 ,83219 32

Z2.3 4,1875 ,64446 32

Z3.1 4,1563 ,62782 32

Z3.2 4,2188 ,75067 32

Z3.3 4,1250 ,79312 32


Z4.1 4,2188 ,83219 32

Z4.2 3,9688 ,82244 32

Z4.3 4,2188 ,75067 32

Z4.4 4,2188 ,75067 32

Reliability Statistics

Cronbach's N of
Alpha Items
,982 48
77

Lanjutan Lampiran 2

Item-Total Statistics

Scale Scale
Mean if Variance Corrected
Item if Item Item-Total Cronbach's Alpha if Item
Deleted Deleted Correlation Deleted
X1.1 194,0000 665,097 ,716 ,981

X1.2 194,2500 670,903 ,453 ,982

X1.3 193,7813 670,112 ,652 ,982

X2.1 193,9063 653,765 ,886 ,981

X2.2 193,8750 661,919 ,755 ,981

X2.3 194,0625 670,770 ,576 ,982

X3.1 194,0000 672,258 ,498 ,982

X3.2 193,8125 667,060 ,696 ,981

X3.3 193,7188 660,467 ,768 ,981

X4.1 193,8750 658,565 ,852 ,981

X4.2 194,0000 674,645 ,466 ,982

X4.3 193,8750 658,565 ,852 ,981

X5.1 193,7813 660,176 ,840 ,981

X5.2 193,6875 670,093 ,643 ,982

X5.3 194,1875 663,770 ,676 ,982

X6.1 193,8438 652,652 ,896 ,981

X6.2 193,9063 652,668 ,790 ,981

X6.3 194,0000 663,032 ,850 ,981

X7.1 194,1250 659,726 ,744 ,981

X7.2 194,0625 656,512 ,837 ,981

X7.3 193,7813 654,434 ,798 ,981

Y1.1 196,4286 257,763 ,696 ,950

Y1.2 194,4375 672,190 ,396 ,982


78

Lanjutan Lampiran 2
Y1.3 194,2188 658,241 ,687 ,982

Y2.1 194,0000 655,742 ,874 ,981

Y2.2 194,0313 653,838 ,890 ,981

Y2.3 194,1250 652,823 ,876 ,981

Y3.1 193,8438 653,878 ,865 ,981

Y3.2 193,8750 654,371 ,860 ,981

Y3.3 193,9375 660,125 ,832 ,981

Y4.1 194,2500 670,323 ,499 ,982

Y4.2 196,3571 267,113 ,590 ,950

Y5.1 194,3438 662,943 ,589 ,982

Y5.2 194,2813 658,789 ,750 ,981

Y5.3 194,0938 657,249 ,837 ,981

Z1.1 194,0938 664,217 ,817 ,981

Z1.2 194,1563 658,136 ,807 ,981

Z1.3 194,2188 659,725 ,557 ,982

Z2.1 194,2188 654,757 ,805 ,981

Z2.2 194,4063 667,604 ,489 ,982

Z2.3 194,0000 661,613 ,823 ,981

Z3.1 194,0313 661,257 ,857 ,981

Z3.2 193,9688 654,805 ,884 ,981

Z3.3 194,0625 652,512 ,893 ,981

Z4.1 193,9688 652,096 ,859 ,981

Z4.2 194,2188 657,338 ,742 ,981

Z4.3 193,9688 652,741 ,939 ,981

Z4.4 193,9688 656,225 ,846 ,981


79

Lampiran 3 Kuesioner penelitian

KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN
KINERJA KARYAWAN PADA DIVISI KEPANITERAAN MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA

Kepada
Yth. Bapak/Ibu
Di tempat

Dengan hormat,
Saat ini saya sedang melakukan penyusunan Skripsi sebagai syarat untuk menyelesaikan
Program Sarjana yang diselenggarakan oleh Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Fakultas
Ekonomi Manajemen IPB, pada kesempatan ini saya akan mengadakan penelitian di Mahkamah
Agung Republik Indonesia. Penelitian yang saya lakukan ini mengenai Analisis Pengaruh Budaya
Organisasi terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan yang ada di divisi Kepaniteraan
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Saya sangat mengharapkan kesediaan bapak/ibu
meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini.
Demikian yang dapat saya sampaikan atas bantuan dan kerjasama bapak/ibu saya ucapkan
terima kasih.

Rizki Andayani
H24096046

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Petunjuk : Berilah tanda (X) pada jawaban
1. Jenis Kelamin
[ ] Pria [ ] Wanita
2. Masa Kerja ............ Tahun
Lanjutan lampiran 4 Kuesioner Penelitian

3. Pendidikan
[ ] SLTA [ ] DIPLOMA (D1/D2/D3)
[ ] Strata (S1) [ ] Strata (S2)
[ ] Strata (S3)
4. Usia anda ............. Tahun
80

Lanjutan Lampiran 3

II. VARIABEL BUDAYA PERUSAHAAN (Stephen P. Robbins)


Petunjuk : Berilah tanda X pada jawaban yang anda rasa tepat.
STS = Sangat Tidak Setuju TS = Tidak Setuju KS = Kurang Setuju
S = Setuju SS = Sangat Setuju
STS TS KS S SS
Inovasi dan Pengambilan Risiko
1 Saya melakukan kegiatan inovasi dengan tetap
menerapkan nilai-nilai budaya organisasi yang dianut
oleh MA-RI
2 MA-RI telah memiliki teknologi unggul untuk
mendukung pekerjaan yang saya lakukan
3 MA-RI sedang meningkatkan pelayanan publik dengan
mempercepat proses pengerjaan perkara
Perhatian Terhadap Detail
1 Saya mengerjakan pekerjaan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan
2 Saya mematuhi seluruh peraturan yang telah ditetapkan
pada saat bekerja di lingkungan MA-RI
3 Saya bekerja dan membuat keputusan berdasarkan data-
data yang lengkap dari lapangan.
Berorientasi Kepada hasil
1 MA-RI menyusun dan membuat target Tim
(penyelesaian perkara) sebagai panduan kinerja bagi
karyawan
2 Tugas saya adalah berharga dan saya persembahkan
untuk melayani masyarakat yang mencari keadilan
3 Saya bekerja bersungguh-sungguh untuk menyelesaikan
pekerjaan saya tepat pada waktu yang telah ditentukan
Berorientasi Kepada Manusia
1 Saya bekerja melayani orang lain dengan ramah
2 Saya bekerja melayani orang lain dengan penuh
kegembiraan
3 Saya bekerja melayani orang lain dengan sopan santun
Berorientasi Kepada Tim
1 Saya bekerjasama dengan baik dengan rekan kerja yang
ada di MA-RI
2 Hubungan kerja antara atasan Saya dengan Saya
pribadi/rekan kerja Saya berdasarkan kepercayaan dan
saling menghormati
3 Saya bekerja dengan lebih mementingkan kepentingan
kantor diatas segalanya
Agresivitas
1 Saya bekerja dengan penuh semangat dan memiliki
kemauan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik
2 Saya selalu mencari cara yang baru dan efisien dalam
menyelesaikan pekerjaan agar lebih baik hasilnya
3 Saya selalu memberikan saran dan solusi daripada
membuat alasan ketika menghadapi suatu masalah
Stabilitas
1 Saya yakin MA-RI dapat mencapai tugas pokok dan
fungsi sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
2 Saya yakin MA-RI masih dipercaya oleh masyarakat 10 tahun mendatang
81

Lanjutan Lampiran 3
STS TS KS S SS
3 Saya yakin jasa MA-RI masih sangat di butuhkan oleh
masyarakat

III. VARIABEL KEPUASAN KARYAWAN (Luthans)


STS TS KS S SS
Pembayaran Gaji atau Upah
1 Saya puas atas tunjangan hari raya dan jaminan
kesehatan yang diberikan
2 Gaji dan upah yang saya terima besarnya sesuai dengan
pekerjaan yang dibebankan kepada saya
3 Remunerasi diberikan MA-RI karena kinerja saya
Pekerjaan itu Sendiri
1 Saya menyukai pekerjaan yang diberikan kepada saya
2 Pekerjaan yang diberikan kepada saya sesuai dengan
kemampuan yang saya miliki
3 Pekerjaan yang saya lakukan menambah nilai dalam
kehidupan saya
Rekan Kerja
1 Saya dan rekan kerja saling menghormati antar sesama
2 Saya dan rekan kerja saling membantu, beriteraksi
dan saling bekerjasama
3 Saya dan rekan kerja saling berbagi pengetahuan
sesama
Promosi Pekerjaan
1 Kenaikan pangkat saya sangat mudah untuk dilakukan
saat masa kerja/tingkat pendidikan saya telah memenuhi
syarat
2 MA-RI memiliki suatu sistem kenaikan pangkat yang
jelas sesuai dengan masa kerja/tingkat pendidikan
karyawan
Kepenyeliaan
1 Atasan langsung saya menetapkan target kerja yang
jelas kepada saya

2 Atasan langsung saya mengetahui kebutuhan untuk


bekerja bagi bawahannya
3 Atasan langsung saya berkompeten dalam
melaksanakan tugasnya

IV. VARIABEL KINERJA KARYAWAN (Mondy, Sharplin & Flipo)


STS TS KS S SS
Standar Waktu
1 Saya menyelesaikan pekerjaan yang diberikan tepat
pada waktu yang telah ditetapkan
2 Saya menggunakan waktu istirahat, sesuai dengan
peraturan yang ada di MA-RI
3 Saya datang ke kantor dan siap untuk bekerja setiap
harinya 15 menit sebelum jam kerja dimulai
Standar Produktivitas
1 Saya bekerja dengan kecepatan tinggi
2 Saya menyelesaikan pekerjaan yang diberikan lebih
cepat dari target yang diberikan
82

Lanjutan Lampiran 3
STS TS KS S SS
3 Saya mengerti dan menjalankan pekerjaan sesuai
dengan uraian dan standar pekerjaan yang ada
Standar Kualitas
1 Saya mengetahui prinsip manajemen kualitas kerja dan
menjalankannya dengan penuh tanggung jawab
2 Saya paham dan menjalankan pekerjaan sesuai dengan
peraturan yang telah ditetapkan
3 Hasil pekerjaan saya berkualitas tinggi sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan
Standar Tingkah Laku
1 Saya selalu merapihkan peralatan kerja saya seperti
meja, kursi dan tempat kerja saya sebelum pulang
2 Saya selalu proaktif dan memberikan masukan kepada
atasan saya bila ada masalah di kantor
3 Saya menghargai dan menghormati setiap saran, kritik
atau pendapat pimpinan dan rekan kerja
4 Saya selalu bekerja dengan hati senang, riang dan
gembira.
V. Kuesioner Kuantitatif
(Pilih Sesuai dengan Jabatan/Pekerjaan)
Panitera Pengganti STS TS KS S SS
1 Saya selalu menghadiri sidang perkara yang
dilaksanakan
2 Saya selalu mengoreksi draft putusan yang telah diketik
oleh Operator sebelum diserahkan kepada Hakim
Agung untuk proses selanjutnya
3 Saya selalu segera mengembalikan berkas-berkas
perkara yang telah selesai di proses kepada Panitera
Muda (Panmud) melalui Asisten Koordinator (Askor)

Operator Kamar Pidana STS TS KS S SS


1 Saya selalu mengutamakan perkara Pidana Tahanan
untuk saya kerjakan terlebih dahulu
2 Saya selalu dapat menyelesaikan draft putusan perkara
Pidana sebelum tengat waktu berakhir (7 hari)
3 Saya selalu segera memperbaiki draft putusan yang
telah dikoreksi oleh Panitera pengganti dan Hakim
Agung

Operator Kamar Perdata STS TS KS S SS


1 Saya selalu menyelesaikan draft putusan perkara
Perdata segera setelah perkara tersebut putus
2 Saya selalu dapat menyelesaikan draft putusan perkara
Perdata sebelum tengat waktu berakhir (1 bulan)
3 Saya selalu segera memperbaiki draft putusan yang
telah dikoreksi oleh Panitera pengganti dan Hakim
Agung

Operator Kamar Perdata Khusus STS TS KS S SS


1 Saya selalu mengutamakan perkara Perdata Khusus klasifikasi
perkara Pailit untuk saya kerjakan terlebih dahulu
83

Lanjutan Lampiran 3

Operator Kamar Perdata Khusus STS TS KS S SS


2 Saya selalu dapat menyelesaikan draft putusan perkara
Perdata Khusus sebelum tengat waktu berakhir (7 hari)
3 Saya selalu segera memperbaiki draft putusan yang
telah dikoreksi oleh Panitera pengganti dan Hakim
Agung

Operator Kamar Tata Usaha Negara (TUN) STS TS KS S SS


1 Saya selalu menyelesaikan draft putusan perkara TUN
segera setelah perkara tersebut putus
2 Saya selalu dapat menyelesaikan draft putusan perkara
TUN sebelum tengat waktu berakhir (1 bulan)
3 Saya selalu segera memperbaiki draft putusan yang
telah dikoreksi oleh Panitera pengganti dan Hakim
Agung

Operator Kamar Agama STS TS KS S SS


1 Saya selalu menyelesaikan draft putusan perkara
Agama segera setelah perkara tersebut putus
2 Saya selalu dapat menyelesaikan draft putusan perkara
Agama sebelum tengat waktu berakhir (1 bulan)
3 Saya selalu segera memperbaiki draft putusan yang
telah dikoreksi oleh Panitera pengganti dan Hakim
Agung

Staff STS TS KS S SS
1 Saya segera meregistrasi perkara baru yang masuk
secara sistematis
2 Saya segera mengedarkan perkara yang selesai di
proses oleh Hakim Agung/Panitera Pengganti
3 Saya selalu membuat laporan perkara tepat waktu setiap
bulannya
84

Lampiran 4 Hasil pengolahan SEM


DATE: 3/22/2013
TIME: 15:13
L I S R E L 8.30
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom

This program is published exclusively by


Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Chicago, IL 60646-1704, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99
Use of this program is subject to the terms specified in the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com

The following lines were read from file D:\SEM_RI~1\DATA.SPJ:

Observed Variables
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y1 Y2 Y3
Y4 Y5 Z1 Z2 Z3 Z4
Correlation Matrix From File D:\SEM_RI~1\DATA.COR
Sample Size = 100
Latent Variables BudayaOrg Kepuasan Kinerja
Relationships
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 = BudayaOrg
Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 = Kepuasan
Z1 Z2 Z3 Z4 = Kinerja
Kepuasan = BudayaOrg
Kinerja = BudayaOrg Kepuasan
Path Diagram
options ME=UL AD=OFF IT=500
set the error covariance between Kepuasan and Kinerja to free
set the error covariance between Y3 and Y2 to free
set the error covariance between Z2 and Y2 to free
set the error covariance between Z2 and Z1 to free
set the error covariance between Z3 and Y4 to free
set the error covariance between Z3 and Z1 to free
!set the error covariance between Z3 and Z2 to free
!set the error covariance between Z4 and Y2 to free
!set the error covariance between Z4 and Z2 to free
!set the error covariance between X7 and Z1 to free
End of Problem

Sample Size = 100


85

Lanjutan Lampiran 4
Correlation Matrix to be Analyzed

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Z1
-------- -------- -------- -------- -------- --------
Y1 1.00
Y2 0.53 1.00
Y3 0.31 0.59 1.00
Y4 0.42 0.48 0.37 1.00
Y5 0.46 0.64 0.55 0.33 1.00
Z1 0.15 0.50 0.59 0.29 0.39 1.00
Z2 0.20 0.45 0.63 0.44 0.49 0.76
Z3 0.24 0.60 0.66 0.53 0.50 0.66
Z4 0.23 0.67 0.65 0.38 0.48 0.71
X1 0.07 0.43 0.42 0.32 0.22 0.33
X2 0.30 0.51 0.57 0.17 0.39 0.41
X3 0.26 0.48 0.47 0.39 0.26 0.36
X4 0.23 0.47 0.49 0.35 0.26 0.40
X5 0.24 0.52 0.56 0.23 0.47 0.47
X6 0.32 0.57 0.65 0.33 0.52 0.54
X7 0.24 0.58 0.50 0.16 0.45 0.55

Correlation Matrix to be Analyzed

Z2 Z3 Z4 X1 X2 X3
-------- -------- -------- -------- -------- --------
Z2 1.00
Z3 0.82 1.00
Z4 0.65 0.78 1.00
X1 0.33 0.47 0.47 1.00
X2 0.51 0.58 0.62 0.46 1.00
X3 0.50 0.56 0.56 0.56 0.61 1.00
X4 0.48 0.56 0.59 0.42 0.46 0.61
X5 0.49 0.50 0.58 0.42 0.60 0.55
X6 0.62 0.70 0.73 0.46 0.59 0.56
X7 0.43 0.55 0.57 0.38 0.41 0.37

Correlation Matrix to be Analyzed

X4 X5 X6 X7
-------- -------- -------- --------
X4 1.00
X5 0.58 1.00
X6 0.53 0.63 1.00
X7 0.39 0.44 0.59 1.00
86

Lanjutan Lampiran 4

Number of Iterations = 33

LISREL Estimates (Unweighted Least Squares)

Y1 = 0.44*Kepuasan, Errorvar.= 0.80 , R² = 0.20


(0.023) (0.14)
19.64 5.81

Y2 = 0.93*Kepuasan, Errorvar.= 0.14 , R² = 0.86


(0.22) (0.17)
4.30 0.83

Y3 = 0.92*Kepuasan, Errorvar.= 0.16 , R² = 0.84


(0.21) (0.17)
4.36 0.93

Y4 = 0.52*Kepuasan, Errorvar.= 0.73 , R² = 0.27


(0.14) (0.11)
3.81 6.35

Y5 = 0.69*Kepuasan, Errorvar.= 0.53 , R² = 0.47


(0.16) (0.13)
4.20 3.94

Z1 = 0.72*Kinerja, Errorvar.= 0.48 , R² = 0.52


(0.053) (0.15)
13.66 3.16

Z2 = 0.81*Kinerja, Errorvar.= 0.34 , R² = 0.66


(0.086) (0.11)
9.45 3.13

Z3 = 0.90*Kinerja, Errorvar.= 0.19 , R² = 0.81


(0.089) (0.11)
10.11 1.69

Z4 = 0.91*Kinerja, Errorvar.= 0.17 , R² = 0.83


(0.100) (0.11)
9.16 1.58

X1 = 0.58*BudayaOr, Errorvar.= 0.66 , R² = 0.34


(0.038) (0.10)
15.14 6.59

X2 = 0.73*BudayaOr, Errorvar.= 0.47 , R² = 0.53


(0.038) (0.10)
87

Lanjutan Lampiran 4

19.05 4.62

X3 = 0.71*BudayaOr, Errorvar.= 0.49 , R² = 0.51


(0.039) (0.12)
18.29 4.23

X4 = 0.69*BudayaOr, Errorvar.= 0.52 , R² = 0.48


(0.038) (0.10)
18.02 5.06

X5 = 0.74*BudayaOr, Errorvar.= 0.45 , R² = 0.55


(0.039) (0.10)
19.19 4.51

X6 = 0.86*BudayaOr, Errorvar.= 0.27 , R² = 0.73


(0.039) (0.11)
22.00 2.55

X7 = 0.67*BudayaOr, Errorvar.= 0.56 , R² = 0.44


(0.038) (0.11)
17.34 4.98

Error Covariance for Y3 and Y2 = -0.26


(0.13)
-1.98
Error Covariance for Z2 and Y2 = -0.13
(0.11)
-1.27
Error Covariance for Z2 and Z1 = 0.17
(0.11)
1.51
Error Covariance for Z3 and Y4 = 0.16
(0.10)
1.63
Error Covariance for Z3 and Z1 = 0.0051
(0.12)
0.044

Kepuasan = 0.78*BudayaOr, Errorvar.= 0.40, R² = 0.60


(0.034)
22.97

Kinerja = 0.60*Kepuasan + 0.40*BudayaOr, Errorvar.= 0.26, R² = 0.74


(0.097) (0.058)
6.16 6.96

Error Covariance for Kinerja and Kepuasan = -0.13


88

Lanjutan Lampiran 4
(0.026)
-4.98

Correlation Matrix of Independent Variables

BudayaOr
--------
1.00

Covariance Matrix of Latent Variables

Kepuasan Kinerja BudayaOr


-------- -------- --------
Kepuasan 1.00
Kinerja 0.78 1.00
BudayaOr 0.78 0.87 1.00

Goodness of Fit Statistics

Degrees of Freedom = 95
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 103.74 (P = 0.25)
Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 8.74
90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 37.64)

Minimum Fit Function Value = 0.47


Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.088
90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.38)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.030
90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.063)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.81

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.88


90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.79 ; 2.17)
ECVI for Saturated Model = 2.75
ECVI for Independence Model = 29.58

Chi-Square for Independence Model with 120 Degrees of Freedom = 2895.98


Independence AIC = 2927.98
Model AIC = 185.74
Saturated AIC = 272.00
Independence CAIC = 2985.66
Model CAIC = 333.55
Saturated CAIC = 762.30
89

Lanjutan Lampiran 4

Root Mean Square Residual (RMR) = 0.059


Standardized RMR = 0.059
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.99
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.98
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.69

Normed Fit Index (NFI) = 0.98


Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.02
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.78
Comparative Fit Index (CFI) = 1.00
Incremental Fit Index (IFI) = 1.02
Relative Fit Index (RFI) = 0.98

Critical N (CN) = 275.65

The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance


Between and Decrease in Chi-Square New Estimate
Z3 Z2 11.3 1.26
X7 Y2 42.9 4.47

The Problem used 41512 Bytes (= 0.1% of Available Workspace)

Time used: 0.203 Seconds


90

Lanjutan Lampiran 4

Standardized Coefficient (Loading factor)

T-Hitung

Anda mungkin juga menyukai