Anda di halaman 1dari 25

PORTOFOLIO

AF dengan HIPERTIROID

Oleh:
dr. Muhammad Mahmud Ansori

Pembimbing:
dr. Christofel Korah Tooy,Sp.PD.,FINASIM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH A.M PARIKESIT


KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
TENGGARONG
2017

1
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.B
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Tanggal masuk : 12 Maret 2017

B. ANAMNESIS (autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 14 maret 2017 pukul


14.00 WITA)
Keluhan Utama : Berdebar-debar

Keluhan Tambahan : Mual (+), Nyeri Kepala (+),nyeri ulu hati

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Poli Penyakit Dalam RSUD A.M Parikesit dengan keluhan
berdebar-debar sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan
nafas terasa berat dan lemas. Nafas terasa berat dikeluhkan sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit sedangkan keluhan lemas dirasakan sejak 1 tahun yang
Pasien juga mengaku sering keluar keringat pada malam hari dan tangan yang
gemetar. Keluhan ini dirasakan sudah hampir 1 tahun yang lalu.
Pasien merasakan keluhannya semakin mengganggu sehingga memutuskan
untuk berobat ke Poli Penyakit Dalam RSUD A.M Parikesit
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya, pasien memiliki
riwayat hipertensi selama 2 tahun yang lalu dan jarang control terhadap penyakitnya ,
pasien tidak memiliki riwayat asthma, penyakit paru, darah tinggi, dan kencing manis.
Riwayat alergi obat disangkal oleh pasien.

2
Riwayat penyakit keluarga :
Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dan
tidak ada yang mempunyai penyakit kencing manis dan darah tinggi.

Riwayat Sosio Ekonomi


Pasien tinggal bersama anak dan suami. Pasien berobat dengan BPJS

C. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 14 maret 2017)


1. Status generalis
a. Keadaan umum : tampak sakit berat
b. Tanda vital :
 Tekanan darah : 140/90 mmHg
 Nadi : 120 x/menit
 Pernafasan : 24 x/menit
 Suhu : 36.6oC
c. Kepala :
 Bentuk : normocephal
 Simetris : simetris
 Nyeri tekan : tidak ada
d. Mata:
Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
e. Leher :
 Sikap : normal
 Gerakan : bebas
 Pulsasi a. carotis : teraba
 Tekanan vena jungularis : < 5 cm
 Limfanodi : tidak teraba membesar
f. Thorax : normochest
g. Jantung :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V garis axillaries anterior kiri.
 Perkusi Batas jantung :

3
o Batas atas jantung : sela iga III garis parasternalis kiri
o Batas kiri jantung : sela iga V garis axillaries anterior kiri
2
cm linea mid clavikula
o Batas kanan jantung : sela iga V linea parasternalis kanan
 Auskultasi : BJ S1 dan S2 murnii regular, murmur sistolik (-), gallop (-).
h. Paru : bunyi nafas vesikular, ronki -/- ,
i. Abdomen : Bu (+) normal, CVA -/-
 Hepar : tidak teraba pembesaran hepar
 Lien : tidak teraba pembesaran lien
j. Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time kurang dari 2
detik, edema (+
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Hematologi Rutin
a. WBC : 8.500 /mm3 (5000-10000)
b. HGB : 11.2 g/dl (11 - 17 g/dl)
c. HCT : 44 vol% (35 - 55%)
d. PLT : 168.000 (150 – 400 103 /μL)
 Limfosit :32
 Monosit : 12.6
Fungsi Tiroid

FT4 : 74.9 ( 12-22 p mol/l)

T3 : 3,73 ( 1,3-3,3 p mol/l)

GDS : 248

Albumin : 2.1

EKG

4
KESAN AF

kardiomegali efusi pluera dekstra minimal

E. Diagnosa
Hipertiroid dengan AF
CHF
DM TIPE 2
HIPOALBUMIN
EFUSI PLUERA D.MINIMAL

F. Penatalaksanaan
Terapi diruangan
 O2 nassal kanul 3-5 liter/menit
 IVFD RL 10 tpm
 Inj. Furosemid 1x1
 Bisoprolol 1 x ½ PO
 cpg 1x10 mg
 Glimepiride 1x 3 mg
 PO Propanolol 2x1
 Vip albumin 3x2 caps
 Elevasi kepala 30º Istirahat

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI MAKROSKOPIK KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan
pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertana
dan kedua. Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa
menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan
selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas
kelenjar tiroid. Sifat inilah yang digunakan klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan
dileher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Setiap lobus tiroid yang berbentuk
lonjong berkuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid
dipengaruhi oleh berat badan masukan yodium. Pada orang dewas beratnyab berkisar antara
10-20 gram. Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A tiroidea superior berasal dari
a.karotis komunis atau a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari a.subklavia dan a.tiroid ima
berasal dari a.brakiosefalik salah satu cabang dari arkus aorta. Ternyata setiap folikel tiroid
diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus
perifolikular yang manyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan
inferior. Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/gram kelenjar/menit, dalam
keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar
bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar1,2.

ANATOMI MIKROSKOPIK KELENJAR TIROID

Sel padA kebanyakan organ endokrin menimbun produk sekresinya di dalam sitoplasmanya.
Kelenjar tiroid adalah organ endokrin unik karena sel-selnya tersusun membentuk struktur
bulat yang disebut folikel, bukan berupa kelompok atau deretan seperti biasanya. Sel-sel yang
mengelilingi folikel, yaitu sel folikel, menyekresi dan menimbun produknya di luar sel, di
dalam lumen folikel sebagai substansi mirip gelatin yang disebut koloid. Koloid terdiri atas
tiroglobulin, yaitu suatu glikoprotein yang mengandung sejumlah asam amino teriodinasi.

6
Hormon kelenjar tiroid disimpan di dalam folikel sebagai koloid terikat pada tiroglobulin.
Oleh karena itu, folikel adalah satuan struktural dan fungsional kelenjar tiroid. Selain sel
folikel, sel-sel parafolikel yang lebih besar juga terdapat di kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat
di dalam epitel folikel atau dicelah anatar folikel. Adanya banyak pembuluh darah di sekitar
folikel memudahkan pencurahan hormon ke dalam aliran darah3.

METABOLISME HORMON TIROID

Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang keduanya harus
diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin, suatu asam amino, disintesis dalam jumlah
memadai oleh tubuh, sehingga bukan merupakan kebutuhan esensial dalam mekanan.
Dipihak lain, iodium diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari makanan.
Pembentukan, penyimpanan dan sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut4 :
1. Semua langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam
koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks Golgi/retikulum endoplasma
sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin sewaktu molekul
besar ini diproduksi. Setelah diproduksi, tiroglobulin yang mengandung tirosin
dikeluarkan dari sel folikel ke dalam koloid melalui eksositosis (langkah 1)
2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui
suatu pompa iodium yang sangat aktif atau iodine-trapping mechanism, suatu protein
pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi yang terletak di membran luar sel
folikel (langkah 2). Hampir semua iodium di tubuh dipindahkan melawan gradien
konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensisntesis hormon tiroid. Selain untuk
sintesis hormon tiroid, iodium tidak memiliki manfaat lain di tubuh.
3. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam molekul
tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin
(MIT) (langkah 3a). Perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin
(DIT) (langkah 3b).
4. Kemudian, terjadi proses penggaabungan antara molekul-molekul tirosin beriodium
untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua DIT (masing-masing
mengandung dua atom iodiumir) menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin),
yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat iodium (langkah 4a). Penggabungan satu

7
MIT (dengan satu iodium) dan sati DIT (dengan dua iodium) menghasilkan
triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium) (langkah 4b). Penggabungan tidak terjadi
antara dua molekul MIT.

Pengaluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik memerlukan proses yang


agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum dikeluarkan T4 dan T3 tetap terikat ke
molekul tiroglobulin. Kedua, hormon-hormon ini disimpan di tempat ekstrasel pedalaman,
lumen folikel, sebelum dapat memasuki pembuluh darah yang berjalan di ruang interstisium,
mereka harus diangkut menembus folikel. Proses sekresi hormon tiroid pada dasarnya
melibatkan “penggigitan” sepotong koloid oleh sel folikel sehingga molekul tiroglobulin
terpecah menjadi bagian-bagiannya dan “peludahan” T4 dan T3 bebas ke dalam darah.
Apabila terdapat rangsangan yang sesuai untuk mengeluarkan hormon tiroid, sel-sel folikel
memasukan sebagian dari kompleks hormon tiroglobulin dengan memfagositosis sekeping
koloid (langkah 5). Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan
lisosom, yang enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon tiroid aktif secara biologid,
T4 dan T3 serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan DIT (langkah 6). Hormon-hormon tiroid,
karena sangat lipofilik, dengan mudah melewati membran luar sel folikel dan masuk ke
dalam darah (langkah 7a). MIT dan DIT tidak memiliki nilai endokrin. Sel-sel folikel
mengandung suatu enzim yang sangat cepat mengeluarkan iodium dari MIT dan DIT,
sehingga iodium yang dibebaskan dengan didaur ulang untuk sintesis lebih banyak hormon
(langkah 7b) enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodium hanya dari MIT dan
DIT, yang tidak berguna, bukan dari T4 dan T34.

Sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian diubah menjadi T3, atau diaktfkan, melalui
proses pengeluaran satu iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari
sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran iodium di jaringan perifer. Dengan demikian,
T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara bilogis aktif ditingkat sel, walaupun tiroid
mengeluarkan lebih banyak T44.
Setelah dikeluarkan di dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik dengan cepat
berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang daro 0,1% T4
tetap berada dalam bentuk tidak terikar (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat
bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel
sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek. Terdapat tiga protein plasma yang penting
dalam pengikat hormon tiroid : globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin) yang
secra selektif mengikat hormon tiroid (55%) dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi,
walaupun namanya hanya menyebutkan secara khusus “tiroksin” (T4) ; albumin yang secara
non selektif mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3 dan
thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T44.

8
EFEK METABOLIK HORMON TIROID

Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses tubuh
termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme berpengaruh
atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara alin seperti di bawah ini2,4 :
1. Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan temperatur sub-
optimal) dan kalorigenik
2. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam
dosis besar bersifat katabolik
3. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabeto-genik, karena resorpsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis dan
degradasi insulin meningkat.
4. Metabolisme lipid. Meski t4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi
kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada
hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidsm kolesterol total,
kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
5. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon
tiroid. Sehingga pada hipotiroidsme dapat dijumpai karotenemia, kulit kekuningan.
6. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatinin fosfat menyebabkan miopati, tonus
traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare,
gangguan faal hati, anemia defisiensi besi dan hipertiroidsm.

9
EFEK FISIOLOGIK HORMON TIROID

Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai hari. Efek genomnya menghasilkan
panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi otak dan susunan saraf yang
melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena reseptor beta adrenergik yang bertambah.
Tetapi ada juga efek yang nongenomik misalnya meningkatnya transpor asam amino dan
glukosa, menurunnya enzim tipe-2 5’-deyodinasi di hipofisis. Efek fisilogi dapat berupa2,4 :
1. Pertumbuhan Fetus. Sebelum mi 11 tiroid fetus belum bekerja, juga TSHnya. Dalam
keadaan ini karena DIII tinggi di plasenta hormon tiroid bebas yang masuk fetus amat
sedikit, karena di inaktivasi di plasenta. Meski amat sedikit krusial, tidak adanya
hormon yang cukup menyebabkan lahirnya bayi kretin (retardasi mental dan cebol).
2. Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas. Kedua peristiwa
diatas dirangsang oleh T3 lewat Na+K+ATPase disemua jaringan kecuali otak, testis
dan limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon tiroid menurunkan kadar
superoksida dismutase hingga radikal bebas anion superoksida meningkat.
3. Efek Kardiovaskular. T3 menstimulasi a). Transkripsi miosin hc-B dan menghambat
miosin hcB, akibatnya kontraksu otot miokard menguat. b). Transkripsi Ca2+ ATPase
di retikulum sarkoplasma meningkatkan tonus diatolik. c). Mengubah konsentrasi
protein G,b reseptor adrenergik, sehingga akhirnya hormon tiroid ini punya efek
yonotropik positif. Secara klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardi.
4. Efek simpatik. Karena bertambahnya reseptor adrenergik-beta miokard, otot skelet,
lemak dan limfosit, efek pasca reseptor dan menurunnya reseptor adrenergik alfa
miokard, maka sensitivitas terhadap katekolamin amat tinggi pada hipertiroidsme dan
sebaliknya pada hipotiroidsme.
5. Efek hematopoetik. Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidsme menyebabkan
eritopoesis dan produksi eritopoetin meningkat. Volume darah tetap namun red cell
turn over meningkat.
6. Efek Gastrointestinal. Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat. Kadang ada
diare. Pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit lambung melambat. Hal ini
dapat menyebabkan bertambah kurusnya seseorang.
7. Efek pada skelet. Turn over tulang meningkat resprbsi tulang lebih terpengaruh dari
pada pembentukannya. Hipertiroidisme dapat menyebabkan osteopenia. Dalam
keadaan berat mampu menghasilkan hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan penanda
hidroksiprolin dan cross-link piridium.
8. Efefk neuromuskular. Turn over meningkat juga menyebabkan miopati disamping
hilangnya otot. Dapat terjadi kreatinuria spontan. Kontraksi serta relaksasi otot
meningkat (hiperfleksia).
9. Efek Endokrin. Hormon tiroid meningkatkan metabolik turn-over banyak hormon
serta bahan farmakologik. Contoh : waktu paruh kortisol adalah 100 menit pada orang
normal tetapi menurun jadi 50 menit pada pada hipertiroidsme dan 150 menit pada
hipotiroidsme. Untuk ini perlu diingat bahwa hipertiroidsme dapat menutupi
(masking) atau memudahkan unmusking kelainan adrenal.

10
PENGATURAN FAAL KELENJAR TIROID

Ada 3 dasar pengaturan faal tiroid yaitu oleh4 :


1. Autoregulasi
Seperti disebutkan di atas, hal ini lewat terbentuknya yodolipid pada pemberian
yodium banyak dan akut, dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff. Efek ini bersifat
selflimiting. Dalam beberapa keadaan mekanisme escape ini dapat gagal dan
terjadilah hipotiroidisme

2. TSH
TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Efek pada tiroid akan terjadi dengan
ikatan TSH dengan reseptor TSH (TSHr) di membran folikel. Sinyal selanjutnya
terjadi lewat protein G (khusus Gsa). Dari sinilah terjadi perangsangan protein kinase
oleh cAMP untuk ekspresi gen yang penting untuk fungsi tiroid seperti pompa
yodium, Tg, pertumbuhan sel tiroid dan TPO, serta faktor transkripsi TTF1, TTF2 dan
PAX8. Efek klinisnya terlihat sebagai perubahan morfologi sel, naiknya produksi
hormon, folikel dan vaskularisasinya bertambah oleh pembentukan gondok dan
peningkatan metabolisme.
T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan keluarnya (mekanisme umpan balik)
sedang TRH mengontrol glikosilasi, aktivitas dan keluarnya TSH. Beberapa obat
bersifat menghambat sekresi TSH : somatostatin, glukokortikoid, dopamin, agonis
dopamin (misalnya bromokriptin), juga berbagai penyakit kronik dan akut.
Pada morbus Graves, salah satu penyakit autoimun, TSHr ditempati dan dirangsang
oleh imunoglobulin, antibodi-anti-TSH (TSAb = thyroid stimulating antibody, TSI =
thyroid stimulat-ing immunoglobulin), yang secara fungsional tidak dapat dibedakan
oleh TSHr dengan TSH endogen. Rentetan peristiwa selanjutnya juga tidak dapat
dibedakan dengan rangsangan akibat TSH endogen

3. TRH
TRH melewati median eminence, tempat ia disimpan dan dikeluarkan lewat sistem
hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis. Akibatnya TSH meningkat. Meskipun
tidak ikut menstimulasi keluarnya growth hormone dan ACTH, tetapi TRH
menstimulasi keluarnya prolaktin, kaddang-FSH dan LH. Apabila TSH naik dengan
sendirinya kelenjar tiroid mengalami hiperplasi dan hiperfungsi.
Sekresi hormon hipotalamus dihambat oleh hormon tiroid (mekanisme umpan balik),
TSH, dopamin, hormon korteks adrenal dan somatostatin, serta stres dan sakit berat
(non thtoidal illness).
Kompensasi penyesuaian terhadap proses umpan balik ini banyak memberi informasi
klinis, sebagai contoh, naiknya TSH serum sering menggambarkan produksi hormon
tiroid oleh kelenjar tiroid yang kurang memadai, sebaliknya respon yang rata (blunted
response) TSH terhadap stimulasi TRH eksogen menggambarkan supresi kronik
ditingkat TSH karena kebanyak hormon, dan sering merupakan tanda dini bagi
hipertiroidisme ringan atau subklinis.

11
HIPERTIROID

Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi lebih banyak
hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang disebut juga tirotoksikosis. 1
persen populasi di Amerika memiliki resiko untuk menderita hipertiroid. Wanita lebih banyak
mengalami kejadian ini dibandingkan dengan pria5.
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidsme. Tirotoksikosis ialah
manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidsme
adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperkatif. Apapun sebabnya
manifestasi kliniknya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti
yang makin penuh6.

ETIOLOGI HIPERTIROID
Beberapa penyebab terjadinya hipertiroid adalah7,8 :

1. Penyakit Grave
Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid stimulating
immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir sama dengan TSH dan
menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang lebih banyak dalam tubuh.

2. Nodul Tiroid
Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang terdapat pada
tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7% populasi memiliki resiko
terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi hipereaktif dan menghasilkan banyak
hormon tiroid. Suatu nodul yang hiperaktif disebut adenoma toksik dan apabila
melibatkan banyak nodul yang mengalami hiperaktif disebut sebagai goiter
multinodular toksik. Meskipun jarang ditemukan pada orang dewasa goiter
multinodular toksik dapat memproduksi lebih banyak hormon tiroid.

3. Tiroiditis
Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme. Tiroiditis tidak
menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan. Sebaliknya, hal itu
menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor keluar dari kelenjar yang
meradang dan meningkatkan kadar hormon dalam darah.
a. Tiroiditis subakut
Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid yang dapat
diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.
b. Tiroiditis postpartum
Tiroiditis post partum diyakini kondisi autoimun dan menyebabkan
hipertiroidisme yang biasanya berlangsung selama 1 sampai2 bulan. Kondisi ini
akan terulang kembali dengan kehamilan berikutnya.
c. Tiroiditis “silent”

12
Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa sakit, seperti
tiroiditis post partum, meskipun tiroid dapat membesar. Seperti tiroiditis post
partum, tiroiditis “silent” mungkin suatukondisi autoimun.

4. Penggunaan Yodium
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon tiroid, sehingga jumlah
yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah hormon tiroid yang dihasilkan.
Pada beberapa orang, mengkonsumsi sejumlah besar yodium dapat menyebabkan
tiroid untuk membuat hormon tiroid berlebihan. Kadang-kadang jumlah yodiumyang
berlebihan terkandung dalam obat - seperti amiodarone, yang digunakan untuk
mengobati masalah jantung. Beberapa obat batuk juga mengandung banyak yodium.
5. Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid
Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon tiroid lebih
banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon tiroid dalam tubuh.
Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan sekresi hormon tiroid. Oleh sebab
itu, penggunaan obat-obat haruslah dengan konsultasi pada tenaga kesehatan.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves2


Sistem Gejala dan Tanda Sistem Gejala dan Tanda
Umum Tak tahan hawa Psikis dan saraf Labil. Iritabel,
panas, hiperkinesis, tremor, psikosis,
capek, BB turun, nervositas, paralisis
tumbuh cepat, periodik dispneu
toleransi obat, youth
fullness
Gastrointestinal Hiferdefekasi, lapar, Jantung hipertensi, aritmia,
makan banyak, haus, palpitasi, gagal
muntah, disfagia, jantung
splenomegali
Muskular Rasa lemah Darah dan limfatik Limfositosis, anemia,
splenomegali, leher
membesar
Genitourinaria Oligomenorea, Skelet Osteoporosis, epifisis
amenorea, libido cepat menutup dan
turun, infertil, nyeri tulang
ginekomastia
Kulit Rambut rontok,
berkeringat, kulit
basah, silky hair dan
onikolisis

13
Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan5 :
Optalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus korne
Dermopati (0,5-4%)
Akropaki (1%)

PEMERIKSAAN PENUNJANG5
- Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila timbul
infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)
- Sidik Tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit
Graves dengan komponen nodosa
- EKG
- Foto torak
Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema dibawah ini :

DIAGNOSIS
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk ini telah dikenal
indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti.
Kemudian diteruskan dengen pemeriksaan penunjang untuk konfirmasi diagnosis anatomis,
status tiroid dan etiologi6.

14
15
Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 (T-total) (dalam keadaan
tertentu sebaiknya fT4 dan fT3 dan TSH, ekskresi yodium urin, kadar tiroglobulin, uji
tangkap, sintigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA (fine needle aspiration biopsy), antibodi
tiroid (ATPO-Ab, Atg-Ab), TSI. Tidak semua diperlukan6,8.
Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada pemantauan
cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal keadaan membaik. Hal ini
karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormon tiroid sehingga lamban putih (lazy
pituitary). Untuk memeriksa mata disamping klinis digunakan alat eksoftalmeter Herthl.
Karena hormon tiroid berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya
ditemukan pada semua organ kita.
Pada kelompok usia lanjut dan tanda tanda tidak sejelas pada usia muda, malahan dalam
beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain dalam hal : a). Berat bedan menurun
mencolok (usia muda 20% justru naik) b). Nafsu makan menurun, mual, muntah dan sakit
perut c). Fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung sering merupakan gejala awal dari
occult hyperthyroidism, takiartmia d). Lebih jarang dijumpai takikardia (40%) e). Eye signs
tidak nyata atau tidak ada f) bukannya gelisah justru apatis (memberi gambaran masked
hyperthyroidsm dan apathetic form)10.

DIAGNOSIS BANDING
- Hipertiroidsme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma toksik,
metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma oavarii, mutasi reseptor TSH, obat :
kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow)6
- Tiroroksikosis tanpa hipertiroidsme : tiroiditis subakut, tiroiditis silent, destruksi
tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid berlebihan
(tirotoksikosis factitia)6
- Hipertiroidsime sekunder : adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom
reisistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksigosis gestasional6

PENATALAKSANAAN
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis,
usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya
serta penyakit lain yang menyertainya.2,6
Obat – obatan
a. Obat Antitiroid :
Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil
dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama
metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol
yang isinya sama dengan metimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi
intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4,
dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling
iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin.
Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi

16
T-3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan
menghambat konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang
memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol
adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat
diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu
pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-obat
anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya
dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan.
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya
diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis
pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6
jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali sehari.
Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat menghambat
konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon secara cepat pada
fase akut dari penyakit Graves.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis
tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2
bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 – 20 mg perhari. (2)
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada
beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200 mg/hari dan
metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama.
Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia.
Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU
50mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan
klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum
memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai
dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan
pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek samping,
yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih kecil),
gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama
pengobatan. Agranulositosis merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian
terapi dengan Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium
radioaktif.. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk
mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan Obat
Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity dan
Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut, sebelum memulai
terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan
diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping,
penghentian penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu,
dan selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi.

17
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti
dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.
Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves adalah
penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi pengobatan
paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis dan biokimia guna
menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga
dosis tertentu yang dapat mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan
hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian
evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap dapat diprediksi
pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid bila ditemukan keadaan-
keadaan sebagai berikut :
1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid dosis
rendah.
3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.

Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3
toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis, sementara kadar
TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai beberapa bulan setelah keadaan
eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan
darah, kelenjar tiroid, dan mata.

b. Obat Golongan Penyekat Beta

Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat


untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti
palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik.
Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit-
menurunkan kadar T-3 melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal
propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4
Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan durasi
kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan
metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol.
Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping yang
dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi, dan yang lebih
jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan trombositopenia. Obat golongan
penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien asma dan gagal jantung, kecuali gagal
jantung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada
keadaan bradiaritmia, fenomena Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi
penghambat monoamin oksidase.

18
c. Obat-obatan Lain

Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic contrast,


potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek menurunkan kadar
hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan penyakit Graves.
Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi
tiroidektomi atau setelah terapi iodium radioaktif.
Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda dengan ukuran
kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan dengan Obat Anti Tiroid
(OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun jangka waktu pengobatan lama
yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih lama lagi. Kelemahan utama pengobatan
dengan OAT adalah angka kekambuhan yang tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu
berkisar antara 25% sampai 90%. Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
dosis, lama pengobatan, kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium
yang tinggi didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.
Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau respons terapi,
dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4 dan TSH.

Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin


Yang banyak diperdebatkan adalah pengobatan penyakit Graves dengan cara kombinasi OAT
dan tiroksin eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991 melaporkan bahwa angka
kekambuhan renddah yaitu hanya 1,7 % pada kelompok penderita yang mendapat terapi
kombinasi methimazole dan tiroksin., dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok kontrol
yang hanya mendapatkan terapi methimazole.

Protokol pengobatannya adalah sebagai berikut :

Pertama kali penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan, selanjutnya 10 mg


perhari ditambah tiroksin 100 μg perhari selama 1 tahun, dan kemudian hanya diberi tiroksin
saja selama 3 tahun. Kelompok kontrol juga diberi methimazole dengan dosis dan cara yang
sama namun tanpa tiroksin. Kadar TSH dan kadar TSH-R Ab ternyata lebih rendah pada
kelompok yang mendapat terapi kombinasi dan sebaliknya pada kelompok kontrol. Hal ini
mengisyaratkan bahwa TSH selama pengobatan dengan OAT akan merangsang pelepasan
molekul antigen tiroid yang bersifat antigenic, yang pada gilirannya akan merangsang
pembentukan antibody terhadap reseptor TSH. Dengan kata lain, dengan mengistirahatkan
kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin eksogen eksogen (yang menekan produksi TSH),
maka reaksi imun intratiroidal akan dapat ditekan, yaitu dengan mengurangi presentasi
antigen. Pertimbangan lain untuk memberikan kombinasi OAT dan tiroksin adalah agar
penyesuaian dosis OAT untuk menghindari hipotiroidisme tidak perlu dilakukan terlalu
sering, terutama bila digunakan OAT dosis tinggi.

Pembedahan
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma yang besar.
Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan pemberian OAT

19
(biasanya selama 6 minggu). Disamping itu , selama 2 minggu pre operatif, diberikan larutan
Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi
vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang
pendapat mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat.
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan oftalmopati Graves
yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan ,
dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah menyisakan 2-3 gram jaringan
tiroid. Walaupun demikan kebanyakan penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah
mengalami tiroidektomi pada penyakit Graves.
Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan komplikasi
pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.

Terapi Yodium Radioaktif

Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50 tahun yang
lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek ionisasi partikel beta
dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local pada sel-sel folikel tiroid
tanpa efek yang berarti pada jaringan lain disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti
dengan nekrosis seluler, dan dalam perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai
respons inflamasi kronik. Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang
ditangkap dan tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi
hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun.
Iodine131 dengan cepat dan sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian
dengan cepat pula terakumulasi didalam kelenjar tiroid. Berdasarkan pengalaman para ahli
ternyata cara pengobatan ini aman , tidak mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat
karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang dilahirkan
dari ibu yang pernah mendapat pengobatan yodium radioaktif.
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau menyusui.
Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium radioaktif perlu dipastikan dulu
bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain kedua keadaan diatas, tidak ada kontraindikasi
absolut pengobatan dengan yodium radioaktif. Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan
secara ketat, bahkan ada yang berpendapat bahwa pengobatan yodium radioaktif merupakan
cara terpilih untuk pasien hipertiroidisme anak dan dewasa muda, karena pada kelompok ini
seringkali kambuh dengan OAT.
Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang kambuh.
Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena massa yodium dalam
dosis I131 yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram.

Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 – 12 minggu, dan bila perlu terapi dapat diulang.
Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obat-obat penyekat beta dan / atau
OAT.
Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif terutama dipengaruhi oleh besarnya dosis
I131 dan beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis kelamin, ras dan asupan yodium
dalam makanan sehari-hari.

20
Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme.
Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis; makin besar dosis yang
diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian hipotiroidisme.

Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 μCi/g berat jaringan tiroid, didapatkan
angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun pertama dan sekitar 3% untuk tiap
tahun berikutnya.

Efek samping lain yang perlu diwaspadai adalah :

- memburuknya oftalmopati yang masih aktif (mungkin karena lepasnya antigen tiroid dan
peningkatan kadar antibody terhadap reseptor TSH), dapat dicegah dengan pemberian
kortikosteroid sebelum pemberian I131

- hipo atau hiperparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara (ketiganya sangat jarang terjadi)

- gastritis radiasi (jarang terjadi)

- eksaserbasi tirotoksikosis akibat pelepasan hormon tiroid secara mendadak (leakage) pasca
pengobatan yodium radioaktif; untuk mencegahnya maka sebelum minum yodium radioaktif
diberikan OAT terutama pada pasien tua dengan kemungkinan gangguan fungsi jantung.
Setelah pemberian yodium radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau selama 3 sampai 6 bulan
pertama; setelah keadaan eutiroid tercapai fungsi tiroid cukup dipantau setiap 6 sampai 12
bulan sekali, yaitu untuk mendeteksi adanya hipotiroidisme.

Pengobatan oftalmopati Graves

Diperlukan kerjasama yang erat antara endokrinologis dan oftalmologis dalam menangani
oftalmopati Graves. Keluhan fotofobia, iritasi dan rasa kesat pada mata dapat diatasi dengan
larutan tetes mata atau lubricating ointments, untuk mencegah dan mengobati keratitis. Hal
lain yang dapat dilakukan adalah dengan menghentikan merokok, menghindari cahaya yang
sangat terang dan debu, penggunaan kacamata gelap dan tidur dengan posisi kepala
ditinggikan untuk mengurangi edema periorbital. Hipertiroidisme sendiri harus diobati
dengan adekuat. Obat-obat yang mempunyai khasiat imunosupresi dapat digunakan seperti
kortikosteroid dan siklosporin, disamping OAT sendiri dan hormon tiroid. Tindakan lainnya
adalah radioterapi dan pembedahan rehabilitatif seperti dekompresi orbita, operasi otot
ekstraokuler dan operasi kelopak mata.

Yang menjadi masalah di klinik adalah bila oftalmopati ditemukan pada pasien yang eutiroid;
pada keadaan ini pemeriksaan antibody anti-TPO atau antibody antireseptor TSH dalam
serum dapat membantu memastikan diagnosis. Pemeriksaan CT scan atau MRI digunakan
untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab kelainan orbita lainnya.

21
Pengobatan krisis tiroid

Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme (menghambat produksi


hormon, menghambat pelepasan hormon dan menghambat konversi T4 menjadi T3,
pemberian kortikosteroid, penyekat beta dan plasmafaresis), normalisasi dekompensasi
homeostatic (koreksi cairan, elektrolit dan kalori) dan mengatasi faktor pemicu.

Penyakit Graves Dengan Kehamilan

Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai keadaan
hipertiroidisme-nya diobati dengan adekuat, karena angka kematian janin pada
hipertiroidisme yang tidak diobati tinggi. Bila ternyata hamil juga dengan status eutiroidisme
yang belum tercapai, perlu diberikan obat antitiroid dengan dosis terendah yang dapat
mencapai kadar FT-4 pada kisaran angka normal tinggi atau tepat di atas normal tinggi. PTU
lebih dipilih dibanding metimazol pada wanita hamil dengan hipertiroidisme, karena
alirannya ke janin melalui plasenta lebih sedikit, dan tidak ada efek teratogenik. Kombinasi
terapi dengan tiroksin tidak dianjurkan, karena akan memerlukan dosis obat antitiroid lebih
tinggi, di samping karena sebagian tiroksin akan masuk ke janin, yang dapat menyebabkan
hipotiroidisme.

Evaluasi klinis dan biokimia perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada trimester ketiga. Pada
periode tersebut, kadang-kadang - dengan mekanisme yang belum diketahui- terdapat
penurunan kadar TSHR-Ab dan peningkatan kadar thyrotropin receptor antibody, sehingga
menghasilkan keadaan remisi spontan, dan dengan demikian obat antirioid dapat dihentikan.
Wanita melahirkan yang masih memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui bayinya
dengan aman.

Atrial fibrilasi
Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai dengan
ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung

22
Fibrilasi atrial (FA) dapat timbul dari fokus ektopik ganda atau daerah reentri
multiple.Aktivitas atrium sangat cepat, namun setiap rangsangan listrik itu hanya
mampu sedikit mendepolarisasi miokardium atrium, sehingga sebenarnya tidak ada
kontraksi atrium secara menyeluruh. Karena tidak ada depolarisasi yang menyeluruh,
tidak terbentuk gambaran gelombang P, melainkan defleksi yang disebut gelombang
“f” yang bentuk dan iramanya sangat tidak teratur. Hantaran melalui nodus AV
berlangsung sangat acak dan sebagian tidak dapat melalui nodus AV sehingga irama
QRS yang sangat tidak teratur
Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan
menjadi 4 jenis, yaitu :
a. AF deteksi pertama
b. Paroksismal AF
c. Persisten AF
d. Kronik/permanen AF

Etiologi
 Peningkatan tekanan/resistensi atrium
0Penyakit katup jantung
o Aritmia jantung : takikardia atrial, fluter atrial, AVNRT, sindrom WPW, sick
sinus syndrome
o Hipertrofi jantung
o Kardiomiopati hipertrofik
o Kardiomiopati Dilatasi

23
o Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal
chronic)
o Tumor intracardiac
 Proses infiltratif dan inflamasi
o Pericarditis/miocarditis
o Amiloidosis dan sarcoidosis
o Faktor peningkatan usia
 Proses infeksi
o Demam dan segala macam infeksi

Tanda dan Gejala


Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas pada perjalanan
penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan denyut jantung,
ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu, AF juga
memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh penurunan oksigenisasi darah ke jaringan,
seperti pusing, kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada. Tetapi, lebih dari 90%
episode dari AF tidak menimbulkan gejala-gejala tersebut
Penatalaksanaan
• Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan irama
jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah adanya
komplikasi tromboembolisme
• dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion)
dan pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion)
Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
1. Warfarin
2. Aspirin
Mengurangi denyut jantung
1. Digitalis
2. β-blocker
3. Antagonis Kalsium
Mengembalikan irama jantung
Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 2006


2. Djokomoeljanto,R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid, Hipitiroidisme
dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta. 2006
3. Ereschenko, V. Atlas Histologi di Fiore. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta .
2003.
4. Sherwood, L .Fisiologi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.2001
5. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service. Hyperthyroidsme.
2007; 573-582
6. Rani, A. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
2009
7. Donangelo, Ines. Update on Subclinical Hyperthyroidsm. 2011; 934-938
8. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4
9. Brand, Frans. A Critical Review and Meta-Analysis of The Association Between Overt
Hyperthyroidsm and Mortality. 2011; 491-497
10. David S. Cooper, M.D. Antithyroid Drugs, N Engl J Med 2005;352:905-17
11. Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 1. Media
Aesculapius : Jakarta

25

Anda mungkin juga menyukai