ABSTRAK
Oleh
Diah Apriani
Sebagai bentuk tindak preventif untuk menghadapi pemeriksaan pajak ekualisasi dan
rekonsiliasi bisa menjadi petunjuk bahwa kewajiban penyampaian SPT Masa dengan
SPT Tahunan PPh Badan sudah dilakukan sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku.
Kata Kunci :
Ekualisasi, Rekonsiliasi, Pemeriksaan Pajak.
ABSTRACT
ANALYSIS of EQUALIZATION AND RECONCILIATION UPON
MONTLY CORPORATE TAX REPORT TO THE ANNUAL
CORPORATE TAX REPORT
IN DEALING TAX INVESTIGATION
By
Diah Apriani
This research aims find out several factors causing differences between monthly and
annual corporate tax report.
From the analysis can be found several factors causing differences between monthly
and annual corporate tax report as well as as exchange rate differences, VAT object
was not recorded in sales, cash discount awarding, final income tax object,
differences of purchase recognition. Equalization and reconciliation between SPT
Masa PPh Pasal 21 and annual tax report caused by salary expenses is not PPh Pasal
21 object. Equalization and reconciliation between SPT PPh Pasal 23 and annual tax
report caused by human error. This differences also caused by the expenses and
donations that are not allowed as a deduction of taxable income.
Key Words :
Equalization, Reconciliation, Tax Investigation.
1. Pendahuluan
Dalam Pajak Penghasilan (PPh), ekualisasi dan rekonsiliasi seyogianya diterapkan
terhadap masing-masing jenis pajak, termasuk pada PPN, PPh Pasal 23, dan PPh
Pasal 21. Ini dilakukan karena pada kenyataannya, perbedaan sudut pandang antara
PPh badan dan salah satu jenis withholding tax ini adalah suatu hal yang wajar terjadi.
Tergantung bagaimana kita menelusuri di mana letak perbedaan tersebut melalui
ekualisasi dan rekonsiliasi. Sebelum melaporkan pajak penghasilan badan tahunan,
sebaiknya perusahaan membandingkan peredaran usaha di SPT Masa PPN, biaya-
biaya di SPT Masa PPh Pasal 23, dan biaya gaji dan upah tenaga kerja langsung di
SPT Masa PPh Pasal 21 dengan laporan laba rugi akuntansi atau pajak.
Ekualisasi dan rekonsiliasi merupakan salah satu alat kontrol bagi Wajib Pajak dalam
menjalankan kewajiban perpajakannya. Ekualisasi dan rekonsiliasi bisa menjadi
petunjuk bahwa kewajiban penyampaian SPT Masa PPN, SPT Masa PPh Pasal 23,
dan SPT Masa PPh Pasal 21 dengan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan sudah
dilakukan dengan benar. Ekualisasi dan rekonsiliasi dibuat Wajib Pajak, khusunya
pemberi kerja, sebagai bentuk tindak preventif untuk menghadapi pemeriksaan pajak.
Pemeriksaan pajak dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian ekualisasi dan rekonsiliasi yang
dilakukan oleh Wajib Pajak akan dapat melacak dan memastikan apakah seluruh
omzetnya sudah dipungut PPN, seluruh transaksi yang menjadi objek PPh Pasal 23
telah dipotong pajaknya, dan seluruh biaya gaji dan upah tenaga kerja langsung sudah
sama dengan jumlah biaya gaji pada laporan laba rugi kemudian diperhitungkan saat
mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak Badan sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Landasan Teori
2.1 Pajak Penghasilan
Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak pajak penghasilan dikenakan
terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak (Waluyo, 2011). Subjek pajak diartikan sebagai orang atau badan atau
pihak yang dituju oleh undang-undang untuk dikenai pajak. Pajak Penghasilan
dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak (Waluyo, 2011). Subjek PPh terdiri atas orang
pribadi, badan, dan bentuk usaha tetap. Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan,
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk (Woro, 2010).
Objek PPh bersifat final yaitu penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan
lainnya, penghasilan berupa hadiah undian, penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya, penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, penghasilan tertentu lainnya.
3. Metode Penelitian
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian analisis ekualisasi dan rekonsiliasi adalah SPT Masa PPN,
SPT Masa PPh Pasal 23, SPT Masa PPh Pasal 21 dengan yang dilaporkan di SPT
Tahunan PPh Badan dalam menghadapi pemeriksaan pajak.
4.2. Ekualisasi dan rekonsiliasi SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN
Dalam ekualisasi dan rekonsiliasi SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN,
pemeriksaan yang dilakukan meliputi peredaran usaha dan harga pokok penjualan
dalam SPT Tahunan PPh Badan dengan total penyerahan dan perolehan dalam SPT
Masa PPN, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Peraturan yang menjadi dasar dari
ekualisasi dan rekonsiliasi ini adalah UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, dan UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai. Peredaran
usaha dan total penyerahan yang dibandingkan adalah peredaran usaha dan total
penyerahan dalam satu tahun pajak yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan
dan SPT Masa PPN. Sebelum melaporkan pajak penghasilan badan
tahunan, sebaiknya pe rusahaan membandingkan peredaran usaha di SPT Masa
PPN selama satu tahun (mulai masa Januari sampai dengan masa Desember) dengan
peredaran usaha di laporan laba rugi akuntansi atau pajak. Pada umumnya perbedaan
yang timbul antara nilai omset menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai
penyerahan menurut SPT Masa PPN bisa timbul karena dua kondisi. Pertama, karena
karakteristik transaksi dan yang kedua karena peraturan yang berlaku memang
mengakibatkan timbulnya perbedaan. Perbedaan tersebut bisa diketahui
dengan melakukan analisis equalisasi dan rekonsiliasi. Sebab-sebab
perbedaan omzet di SPT Tahunan PPh Badan dengan Penyerahan BKP di SPT
Masa PPN adalah:
1. Beda kurs valas dalam pengakuan penjualan dan pembuatan faktur pajak.
Penjualan yang menggunakan kurs valas dalam menghitung DPP PPN harus
menggunakan nilai kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan
faktur pajak dengan lampiran II butir 13 PER-13/PJ/2010, sedangkan untuk
menghitung PPh Badan harus menggunakan kurs tengah Bank Indonesia (BI)
pada tanggal transaksi sesuai dengan paragraf 20 ED PSAK No. 10, yang
dimaksud dengan tanggal transaksi adalah tanggal pada saat pertama kali suatu
transaksi memenuhi kriteria pengakuan sesuai dengan standard akuntansi
keuangan.
Contoh kasus :
Pada tanggal 10 Agustus 2011, PT ABC menyewakan komputer selama 1 (satu)
bulan PT XYZ seharga US$ 20.000 (belum termasuk PPN). Faktur pajak dibuat
pada tanggal 15 September 2011, dan dilunasi pada tanggal 10
Oktober 2011. Kurs tengah BI per 10 Agustus 2011 sebesar Rp. 8.530. Kurs
Menteri Keuangan (1010/KM.1/2011) per 15 September 2011 sebesar Rp.
8.554, dan kurs pada saat pelunasan tanggal 10 Oktober 2011 sebesar Rp. 9.000.
Perbedaan semacam ini seharusnya bisa dijelaskan dengan baik oleh Wajib
Pajak melalui rekonsiliasi.
Jumlah peredaran usaha (PPh)
US$ 20.000 x Rp. 8.530 = Rp. 170.600.000.
Jumlah penyerahan (PPN)
US$ 20.000 x Rp. 8.554 = Rp. 171.080.000
Pelunasan
US$ 20.000 x Rp. 9.000 = Rp. 180.000.000
Sehingga laba kurs = Rp. 180.000.000 – Rp. 171.080.000 = Rp. 8.920.000
Atas perbedaan kurs tersebut, laba kurs dikoreksi fiskal positif dalam laporan
laba rugi fiskal sebagai penambahan pendapatan.
2. Objek PPN tidak dicatat dalam akun penjualan. Tidak semua transaksi
penyerahan BKP yang dilakukan oleh PKP, dapat dicatat sebagai akun
penjualan atau omzet, Pasalnya, tidak semua transaksi penyerahan BKP
memiliki karakteristik sebagai transaksi penjualan. Adapun yang dimaksud
dengan transaksi-transaski disini adalah seperti halnya penjualan aktiva tetap
bekas, pemaikan sendiri dan atau pemberian cuma-cuma. Hasil atau penerimaan
dari penjualan aktiva tetap sebenarnya tetap dimasukkan ke dalam SPT PPh,
akan tetapi dalam akun penghasilan lain-lain dan bukan akun peredaran usaha.
contoh kasus:
Pada tahun 2011 PT ABC melakukan penjualan aktiva tetap berupa mesin untuk
kepentingan peremajaan dengan nilai perolehan mesin sebesar Rp.
1.650.000.000 dan akumulasi penyusutan sebesar Rp. 1.127.500.000. Penjualan
mesin tersebut bernilai Rp. 660.000.000 belum termasuk PPN. Pencatatan atas
penjualan tersebut adalah :
Kas/Bank Rp. 726.000.000
Akumulasi Penyusutan Rp. 1.127.500.000
Mesin Rp. 1.650.000.000
Pendapatan lain-lain (laba penjualan mesin) Rp. 137.500.000
PPN Keluaran Rp. 66.000.000
Akibat dari transaksi tersebut, besaran omzet dalam SPT Tahunan PPh WP
Badan dan total penyerahan dalam SPT Masa PPN menjadi timbul selisih.
Pendapatan dari penjualan aktiva tetap mesin yang bersangkutan tidak masuk ke
dalam peredaran usaha penjualan, akan tetapi masuk ke dalam pendapatan lain-
lain. Sementara itu dalam SPT PPN terdapat penyerahan sebesar
Rp. 660.000.000, sehingga akan terdapat perbedaan antara peredaran usaha SPT
PPh dengan total penyerahan dalam SPT PPN sebesar Rp. 660.000.000.
Selisih tersebut dapat ditelusuri melalui rekonsiliasi PPN dengan PPh Badan.
Atas perbedaan tersebut, penjualan aktiva bekas dikoreksi fiskal positif dalam
laporan laba rugi fiskal sebagai penambahan pendapatan.
3. Pemberian diskon tunai penjualan. PKP biasanya memberikan diskon kepada
konsumen yang membayar lebih cepat dari syarat pembayaran yang telah
disepakati sebelumnnya. Dalam parktik, PKP penjual tidak bisa meramal
apakah pembeli akan memanfaatkan diskon atau tidak. Oleh karena faktur pajak
harus dibuat pada saat penyerahan BKP/JKP, maka secara otomatis PKP penjual
akan membuat faktur pajak dengan nilai penyerahan tanpa diskon. Jika pembeli
memanfaatkan diskon besarnya nilai penyerahan dalam SPT Masa PPN bisa
jadi akan lebih besar dari nilai omzet dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Badan.
Contoh kasus:
Pada tanggal 1 Desember 2011 PT ABC menjual barang secara kredit kepada
PT XYZ senilai Rp. 500.000.000 belum termasuk PPN, dengan syarat
pembayaran 2/10, n/30. Sesuai Pasal 13 ayat (1a) UU PPN, Faktur Pajak atas
transaksi ini harus dibuat pada saat terjadinya penyerahan BKP, yaitu pada
tanggal 1 Desember 2011. Dari syarat tersebut diketahui bahwa PT XYZ dapat
melunasi dalam periode diskon, yaitu pada tanggal 5 Desember 2011. Dengan
demikian, besaran omzet terakait dengan transaksi tersebut yang harus diakui
dalam pembukuan atau PPh Badan adalah :
PT XYZ
Harga Barang Rp. 500.000.000
Diskon Pembayaran (2% x Rp. 500.000.000) (Rp. 10.000.000)
Harga Neto Rp. 490.000.000
PPN Rp. 50.000.000
Yang Harus Dibayar Rp. 540.000.000
PT ABC
Penjualan Rp. 500.000.000
Diskon Pembayaran (2% x Rp. 500.000.000) (Rp. 10.000.000)
Peredaran Usaha (PPh Badan) Rp. 490.000.000
Penyerahan (SPT Masa PPN) Rp. 500.000.000
Selisih Rp. 10.000.000
Terdapat selisih peredaran usaha dalam SPT Tahunan PPh Badan dengan
penyerahan dalam SPT Masa PPN sebesar Rp. 10.000.000. Perbedaan tersebut
dapat dijelaskan kepada fiskus oleh PT ABC sehubungan dengan pemberian
diskon tunai penjualan.
4. Adanya penghasilan yang dikenakan PPh final tetapi dipungut PPN dan
dilaporkan di SPT Masa PPN.
Contoh kasus :
PT ABC menyewakan bangunan kepada PT XYZ sebesar Rp. 100.000.000
selama 1 (satu) tahun. Pendapatan sewa bangunan merupakan objek PPh Final
sehingga tidak diperhitungkan dalam SPT PPh Badan, sedangkan
penyerahannya adalah objek PPN. Oleh sebab itu, pendapatan sewa bangunan
dikoreksi negatif karena merupakan penghasilan yang didapat dari penghasilan
yang sudah dikenakan PPh final.
5. Perbedaan pengakuan pembelian dalam SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa
PPN. Menurut SPT Tahunan PPh Badan, pembelian diakui menggunakan
metode accrual basis, sedangkan dalam SPT Masa PPN, pajak masukan baru
dapat dikreditkan apabila faktur pajak pembelian telah diterima oleh pembeli.
Contoh kasus:
PT ABC membeli barang dagangan dari PT XYZ pada bulan Desember 2011,
sedangkan PT XYZ akan menyerahkan faktur pajak kepada PT ABC pada bulan
Januari 2012. Dalam SPT Tahunan PPh Badan pembelian diakui pada tahun
2011, tidak berdasarkan kapan faktur pajak diperoleh tetapi dalam SPT Masa
PPN pajak masukan baru dapat dikreditkan pada bulan faktur pajak itu diterima,
yaitu pada bulan Januari 2012. Akibat dari transaksi tersebut faktur pajak
masukan dari PT XYZ tidak dapat dikreditkan pada bulan Desember 2011.
Dalam ekualisasi dan rekonsiliasi SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPh Pasal
21, pemeriksaan yang dilakukan memastikan bahwa seluruh penghasilan
bruto pada laporan SPT Masa PPh Pasal 21 telah sama dengan pos biaya gaji yang
ada di laporan laba rugi yang telah dituangkan di dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Kesalahan tulis atau hitung (human error) atas Penghasilan yang tidak dipotong PPh
Pasal 21 (bukan objek PPh Pasal 21).
Contoh kasus :
Biaya gaji pada laporan laba rugi PT ABC sebesar Rp. 729.575.926, sedangkan pada
SPT Masa PPh Pasal 21 sebesar Rp. 650.161.586.
Selisih dari Rp. 729.575.926 - Rp. 650.161.586 = Rp. 79.414.340
Setelah dilakukan ekualisasi perbedaan tersebut disebabkan oleh penghitungan biaya
gaji pada laporan laba rugi adalah adanya penghasilan yang bukan objek pemotongan
PPh Pasal 21 yaitu berupa iuran pensiun.
Prosedur pengecekan yang dilakukan fiskus terhadap jumlah biaya gaji dan tunjangan
serta biaya lainnya yang dibayarkan kepada pihak perorangan lainnya yang berkaitan
dengan hubungan kerja, yang tercantum dalam SPT PPh Badan, dengan jumlah DPP
yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 21. DPP ini terdiri dari gaji dan tunjangan yang
dibayarkan kepada pihak perorangan lainnya yang menjadi objek PPh Pasal 21.
Perbedaan Rp. 79.414.340 dikoreksi fiskal positif karena iuran pensiun tersebut
dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan dan merupakan biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf g.
Dalam ekualisasi dan rekonsiliasi SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPh Pasal
23, pemeriksaan yang dilakukan memastikan bahwa seluruh transaksi yang menjadi
objek PPh telah dipotong pajaknya. Ekualisasi dan rekonsiliasi objek PPh Pasal 23
dilakukan dengan membandingkan objek pajak yang ada dalam bukti potong PPh
Pasal 23 dengan biaya-biaya dalam pembukuan yang akan dilaporkan di SPT
Tahunan PPh Badan. Ekualisasi dan rekonsiliasi tidak bertujuan untuk mencari angka
yang sama antara objek yang terutang dalam SPT Masa PPh Pasal 23 dan SPT
Tahunan PPh Wajib Pajak Badan. Lebih dari itu, ekualisasi dan rekonsiliasi dilakukan
untuk mencari di mana letak penyebab timbulnya perbedaan (ITR:Volume IV/Edisi
05/2011). Penyebab perbedaan antara SPT Masa PPh Pasal 23 dan SPT Tahunan PPh
Wajib Pajak Badan karena kesalahan pencatatannya (human error), yaitu :
Contoh kasus :
PT ABC menyewakan mesin selama 1 (satu) bulan kepada PT XYZ sebesar
Rp. 150.000.000,- (belum termasuk PPN). Pencatatan PT ABC atas pendapatan jasa
tersebut adalah :
Jurnal atas transaksi pendapatan PT ABC tersebut adalah :
Piutang/kas Rp. 162.000.000
Pendapatan Rp. 147.000.000
PPN Keluaran Rp. 15.000.000
Jurnal koreksi atas pendapatan jasa yang dicatat terlalu kecil tersebut adalah :
UM PPh Pasal 23 Rp. 3.000.000
Pendapatan Jasa Sewa Mesin Rp. 3.000.000
Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP. Adanya beban-beban yang
berdasarkan keputusan manajemen dan standar akuntansi keuangan dapat
diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan, namun secara fiskal tidak dapat
diperhitungkan atau hanya dapat diperhitungkan dengan syarat-syarat tertentu.
Contoh kasus :
1. Penyusutan menurut WP lebih tinggi dalam menghitung penyusutan atas aktiva
yang dimilikinya dapat menggunakan berbagai macam metode. Demikian pula
dalam menentukan masa manfaat aktivanya sesuai dengan perkiraan WP
sendiri. Kondisi inilah yang menyebabkan adanya perbedaan perhitungan
penyusutan dibandingkan dengan hasil penyusutan yang diakui secara akuntansi
pajak. Apabila besarnya penyusutan yang dihitung oleh WP lebih besar dari
besarnya penyusutan menurut fiskus, maka akan terjadi koreksi fiskal positif.
Metode penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus (straight line
method). Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan dan
memudahkan Wajib Pajak dan memberikan keseragaman dalam pengelompokan
harta tetap berwujud, keluarlah KMK No. 82/KMK.04/1995 tanggal 7 Februari
1995 yang mengatur tentang pengelompokkan jenis-jenis Harta Berwujud yang
telah diperbarui dengan KMK No. 520/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember
2000 diubah dengan KMK No. 138/KMK.03/2002 tanggal 8 April 2002 yang
berlaku sejak tanggal ditetapkan. Berikut ini adalah perhitungan penyusutan
aktiva tetap menurut laporan keuangan komersil dan fiskal tahun 2011 :
Penyusutan Bangunan
Penyusutan bangunan permanen termasuk kelompok harta berwujud
golongan II yaitu bangunan permanent dengan masa manfaat 20 tahun dan
tarif penyusutan berdasarkan metode garis lurus (straight line method)
sebesar 5%.
Penyusutan bangunan menurut laporan keuangan komersil tahun 2011 =
7% x Rp. 766.429.000 = Rp. 51.095.267
Penyusutan bangunan menurut laporan keuangan fiskal tahun pajak 2011 =
5% x Rp. 766.429.000 = Rp. 38.321.450
Selisih dari perhitungan penyusutan bangunan komersil dan fiskal adalah:
Rp. 51.095.267 - Rp. 38.321.450 = Rp. 12.773.817
Penyusutan Mesin
Penyusutan mesin termasuk kelompok harta berwujud golongan I kelompok
2 (dua) yaitu mesin dengan masa manfaat 8 (delapan) tahun dan tarif
penyusutan berdasarkan metode garis lurus (straight line method) sebesar
12.5%.
Penyusutan mesin menurut laporan keuangan komersil tahun 2011 =
20% x Rp. 47.532.600.143 = Rp. 9.506.520.029
Penyusutan mesin menurut laporan keuangan fiskal tahun pajak 2011 =
12,5% x Rp. 47.532.600.143 = Rp. 5.941.575.018
Selisih dari perhitungan penyusutan mesin komersil dan fiskal adalah:
Rp. 9.506.520.029 - Rp. 5.941.575.018 = Rp. 3.564.945.011
Biaya lain-lain sebesar Rp. 15.500.000 terdapat biaya entertainment atau jamuan dan
sejenisnya yang tidak didukung dengan bukti-bukti, maka perlu adanya koreksi fiskal
positif.
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi. Pendapatan jasa giro sebesar Rp. 101.448.902 dikoreksi fiskal
negatif karena pendapatan jasa giro tersebut sudah dikenakan pajak final (Pasal 4 (2)
a).
5. Kesimpulan
Berdasarkan analisa dari bab-bab sebelumnya, ekualisasi dan rekonsiliasi antara SPT
Masa dengan SPT Tahunan PPh Badan dalam menghadai pemeriksaan pajak Wajib
Pajak harus melengkapi pembukuan dengan berbagai dokumen, catatan, dan bukti-
bukti terkait dan peraturan perpajakan yang berlaku, maka kesimpulan yang dapat
diambil adalah:
1. Untuk objek PPN yang tidak dicatat dalam akun penjualan harus mengacu pada
UU PPN No. 42 Tahun 2009 Pasal 16D bahwa PPN atas penjualan aktiva bukan
merupakan akun peredaran usaha dan dalam SPT Tahunan PPh Badan
dikategorikan akun penghasilan lain-lain.
2. Penghasilan yang dikenakan PPh final tetapi dipungut PPN dan dilaporkan di
SPT Masa PPN merupakan objek PPh bersifat final sesuai dengan UU No. 36
Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2) huruf d bukan merupakan peredaran usaha dalam
SPT Tahunan PPh Badan.
3. Biaya gaji yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek PPh
Pasal 21 sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf g dapat ditelusuri dengan SPT
Masa PPh Pasal 21 yang sudah dilaporkan dengan pos biaya gaji pada laporan
laba rugi perusahaan.
4. Objek PPh Pasal 23 dilakukan dengan membandingkan objek pajak yang ada
dalam bukti potong PPh Pasal 23 dengan biaya-biaya dalam pembukuan yang
akan dilaporkan di SPT Tahunan PPh Badan.
5. Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP mengacu pada UU No.
36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (1).
6. Sumbangan dan bantuan tidak boleh dikurangkan karena bagi penerimanya
pada umumnya bukan objek pajak sesuai dengan PP No. 93 Tahun 2010 Pasal 1
dan Pasal 2.
Lampiran
PT ABC
LAPORAN KEUANGAN FISKAL
31 Desember 2011
Dalam Rupiah (Rp)
L/R Koreksi L/R
Nama Rekening
Komersil Positif Negatif Fiskal
PENJUALAN
Penjualan Barang 2,483,675,550 2,483,675,550
PENDAPATAN
Jasa Sewa Komputer 12,477,641,298 8,920,000 12,486,561,298
Jasa Sewa Mesin 24,776,690,218 3,000,000 24,779,690,218
Jasa Sewa Kendaraan 18,553,002,898 18,553,002,898
JUMLAH PENJUALAN DAN PENDAPATAN 58,291,009,965 58,302,929,965
HARGA POKOK PENJUALAN
HPP Barang 1,862,756,663
HPP Sewa Komputer 4,387,599,986 4,387,599,986
HPP Sewa Mesin 10,040,102,619 10,040,102,619
HPP Sewa Kendaraan 15,300,717,643 15,300,717,643
JUMLAH HARGA POKOK PENJUALAN 31,591,176,910 29,728,420,248
BEBAN USAHA
Beban Gaji 729,575,926 79,414,340 650,161,586
Beban Penyusutan 21,035,376,092 2,814,276,845 18,221,099,246
Beban Listrik dan Telepon 272,084,726 272,084,726
Beban ATK 75,658,674 75,658,674
Beban Rumah Tangga Kantor 141,557,053 30,000,000 111,557,053
Beban Perjalanan Dinas 64,957,260 64,957,260
Beban Administrasi Bank 57,060,059 57,060,059
Beban Lain-Lain 32,650,101 15,500,000 17,150,101
JUMLAH BEBAN ADMINISTRASI DAN UMUM 22,408,919,890 19,469,728,705
DAFTAR PUSTAKA
Manihuruk, Wiston. 2010. Pajak Pertambahan Nilai Pokok Pokok Perubahan Sesuai
UU No. 42 Tahun 2009. Jakarta : Kharisma.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 93 Tahun 2010 Pasal 1 dan Pasal 2.
Resmi, Siti. 2011. Perpajakan Teori dan Kasus. Buku 1 Edisi 6, Yogyakarta :
Salemba Empat.
Resmi, Siti. 2011. Perpajakan Teori dan Kasus. Buku 2 Edisi 6, Yogyakarta :
Salemba Empat.
Roswan, Anton. 2008. Skripsi Rekonsiliasi Omzet PPN dan PPh Badan Pada
PT “X”. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra Surabaya.
Setiawan, Agus. 2008. Teknisi Penghitungan dan Pengisian SPT Pajak Badan Usaha.
Jakarta : T & A Publishing House.
Setiawan, Agus. 2008. Cara Mudah Menghitung PPh Badan dengan Undang-
Undang Pajak. Yogyakarta : ANDI.
Sukardji, Untung. 2010. Pajak Pertambahan Nilai Pemahaman Melalui Studi Kasus.
Jakarta : PT Multi Utama Consultindo.