Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari
mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) menjadi visi untuk
mewujudkan “Keluarga Berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah
keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal,
berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru program Keluarga Berencana ini, misinya
sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak – hak reproduksi, sebagai
upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga
menyebutkan bahwa program keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,
perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga
yang berkualitas.
Sasaran pelaksanaan program KB yaitu Pasangan Usia Subur. Pasangan Usia
Subur (PUS) adalah pasangan suami-istri yang terikat dalam perkawinan yang sah,
yang istrinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun. Peserta KB Aktif adalah
Pasangan Usia Subur (PUS) yang saat ini menggunakan salah satu alat kontrasepsi
tanpa diselingi kehamilan. Peserta KB Baru adalah pasangan usia subur yang baru
pertama kali menggunakan alat/cara kontrasepsi dan atau pasangan usia subur yang
kembali menggunakan metode kontrasepsi setelah melahirkan/keguguran.
Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama diperlukannya
pelayanan keluarga berencana. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga
berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita,
khususnya bagi ibu dengan kondisi 4 Tyaitu terlalu muda melahirkan (dibawah 20
tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu tua
melahirkan (diatas usia 35 tahun). Masih banyak alasan lain, misalnya membebaskan
wanita dari rasa khawatir terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, terjadinya
gangguan fisik atau psikologik akibat tindakan abortus yang tidak aman, serta tuntutan
perkembangan sosial terhadap peningkatan status perempuan di masyarakat.

1
Persentase peserta KB baru terhadap pasangan usia subur di Indonesia pada
tahun 2015 sebesar 13,46%. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian tahun 2014
yang sebesar 16,51%. Tiga provinsi yang memiliki persentase tertinggi yaitu Maluku
Utara sebesar 57,85%, DKI Jakarta sebesar 31,14%, dan Maluku sebesar 25,07%.
Sedangkan capaian terendah terdapat di Provinsi Bali sebesar 9,45%, Jawa Timur
sebesar 10,8%, dan Banten sebesar 11,21% (Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015 ).
Cakupan peserta KB aktif Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 78,24
persen, mengalami sedikit penurunan dibandingkan pencapaian tahun 2014 yaitu 78,6
persen. Kabupaten/kota dengan cakupan tertinggi adalah Rembang yaitu 83,5 persen,
diikuti Semarang 83,2 persen, dan Pemalang 81,5 persen. Kabupaten/kota dengan
cakupan terrendah Tegal yaitu 71,4 persen, diikuti Cilacap 71,5 persen, dan Sukoharjo
74,4 persen. Pada peserta KB baru, persentase metode kontrasepsi yang terbanyak
digunakan adalah suntikan, yakni sebesar 57,4 persen, kemudian pil sebesar 15,3
persen. Metode yang paling sedikit dipilih oleh para peserta KB baru adalah metode
operasi pria (MOP) sebanyak 0,1 persen, kemudian metode operasi wanita (MOW)
sebanyak 2,1 persen, dan kondom 4,5 persen (Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun
2015 )
Peserta Keluarga Berencana (KB) baru merupakan Pasangan Usia Subur (PUS)
yang baru pertama kali menggunakan salah satu cara/ alat dan/ atau PUS yang
menggunakan kembali salah satu cara/ alat kontrasepsi setelah mereka berakhir masa
kehamilannya. Pada peserta KB baru, persentase metode kontrasepsi yang terbanyak
digunakan adalah suntikan, yakni sebesar 57,4 persen, kemudian pil sebesar 15,3
persen. Metode yang paling sedikit dipilih oleh para peserta KB baru adalah metode
operasi pria (MOP) sebanyak 0,1 persen, kemudian metode operasi wanita (MOW)
sebanyak 2,1 persen, dan kondom 4,5 persen. Cakupan peserta KB baru di Jawa
Tengah tahun 2015 sebesar 12,5 persen, sedikit menurun dibandingkan cakupan tahun
2014 yaitu 13,9 persen. Salah satu peranan penting bidan adalah untuk meningkatkan
jumlah penerimaan dan kualitas metode KB kepada masyarakat. Sesuai dengan
pengetahuan dan keterampilan bidan, metode KB yang dapat dilaksanakan adalah
metode sederhana (kondom, pantang berkala, pemakaian spermisid, senggama
terputus), metode kontrasepsi efektif (MKE) (hormonal [suntikan KB dan susuk KB],
AKDR), metode MKE kontap (bidan dapat memberi petunjuk tempat dan waktu kontap
dapat dilaksanakan), metode menghilangkan kehamilan (bidan dapat menunjuk tempat
pelayanan untuk menghilangkan kehamilan yang tidak dikehendaki).

2
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengambil studi kasus
tentang asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny.F usia 19 Tahun P1A0 calon
akseptor KB AKDR di Ruang Bougenville VK RSUD Tugurejo.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan kebidanan keluarga berencana pada Ny.F usia 19 Tahun P1A0
calon akseptor KB AKDR (IUD) di PKM Klambu Kabupaten Grobogan sesuai standar
kebidanan dengan dokumentasi dalam bentuk SOAP.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan kebidanan kehamilan normal diharapkan mahasiswa
mampu :
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subyektif pada calon akseptor
KB AKDR (IUD) dengan benar.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data obyektif pada calon akseptor
KB AKDR (IUD) dengan benar.
c. Mahasiswa mampu menentukan analisa, masalah dan kebutuhan yang sesuai
pada calon akseptor KB AKDR (IUD) .
d. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan pada calon akseptor KB AKDR
(IUD) dengan tepat.
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi dari penatalaksanaan asuhan yang telah
diberikan.

C. Manfaat Penulisan
1. Untuk Institusi Pendidikan (Poltekkes Semarang)
Studi kasus ini dijadikan sebagai salah satu bahan evaluasi terhadap mahasiswa
kebidanan untuk mengukur kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan
asuhan kebidanan keluarga berencana, penambah bahan kepustakaan yang dapat
dijadikan studi banding bagi studi kasus selanjutnya.
2. Untuk Instansi Pelayanan Kesehatan (PKM Klambu)
Studi kasus ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak pelayanan kesehatan
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya dalam
pelayanan keluarga berencana.

3
3. Untuk Penulis
a. Melatih dalam mengembangkan ketrampilan membaca yang efektif
b. Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber
c. Memperluas wawasan ilmu pengetahuan
d. Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan

D. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II : TINJAUAN TEORI
Ditulis berdasarkan judul kasus yang di ambil, sebaiknya dari
rujukan/daftar pustaka yang jelas dari jurnal-jurnal ilmiah
BAB III : TINJAUAN KASUS
Diulas tentang kasus yang diambil dari pengkajian (data
subyektif dan data obyektif ), analisa, penatalaksanaan (
mencangkup intervensi, implementasi, dan evaluasi )
BAB IV : PEMBAHASAN
Diulang berkaitan dengan masalah – masalah yang muncul
pada saat memberikan asuhan, kesenjangan yang ada antara
tinjauan teori dan tinjauan kasus.
BAB V : KESIMPULAN
Berisi kesimpulan berdasarkan tujuan disertai dengan saran

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Keluarga Berencana
1. Pengertian Keluarga Berencana
Keluarga berencana adalah suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan
sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarga yang
bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan
(Maryani, 2008).
Menurut WHO, keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau
pasutri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur interval diantara
kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri
serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Maryani, 2008).
2. Tujuan Keluarga Berencana
Membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan social ekonomi suatu keluarga
dengan cara mengatur kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan
sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Mochtar, 1998).
3. SasaranProgramKeluargaBerencana
Adapun sasaran program keluarga berencana adalah pasangan usia subur istri<20
tahun dengan tujuan menunda kehamilan. Pasangan Usia Subur istri 20-30 tahun dengan
tujuan mengatur kesuburan dan menjarangkan kehamilan, pasangan usia subur dengan
usia istri>30 tahun dengan tujuan untuk mengakhiri kehamilan (Maryani, 2008).

B. Kontrasepsi
1. Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” berarti mencegah atau melawan, sedangkan
kontrasepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma
(sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari
atau mencegah terjadinya kehamilan, sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur
yang matang dengan sel sperma tersebut (Maryani, 2008).
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat
bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen (Wiknjosastro, 2005).

5
2. Cara Kerja Kontrasepsi
Cara kerja kontrasepsi bermacam-macam tetapi pada umumnya terdapat 3 cara
yaitu : Mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma dan menghalangi
pertemuan sperma dengan sel telur (Winkjosastro, 2005).
3. Syarat-syarat Metode Kontrasepsi
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu metode kontrasepsi yang baik adalah
Aman dan tidak berbahaya, dapat diandalkan, sederhana, murah, dapat diterima oleh
orang banyak, pemakaian jangka lama/continuationrate tinggi (Hartanto, 2004)
4. Metode Kontrasepsi
Pada umumnya cara untuk metode kontrasepsi dapat dibagi dalam beberapa metode,
yakni :
a. Metode Sederhana
1) Tanpa alat
a) KB alamiah : metode kalender (osino-knaus), metode suhu basal (termal),
metode lendir servik (bllings), metode simto termal.
2) Dengan alat :
a) Mekanis
Kondom pria, barier intra vaginal (diafragma, kap serviks/serviksl kap,
spons/sponge, kondon wanita).
b) Kimiawi
Spermisid.
b. Metode modern
1) Kontrasepsi hormonal
Per oral (Pil Oral Kombinasi/POK, mini pil, morning after pil), injeksi/suntikan
(DMPA), sub cutis (implant).
2) Intra Uterine Devices (IUD, AKDR).
3) Kontrasepsi mantap dengan cara :
Tubektomi pada wanita dan Vasektomi pada pria (Saifuddin, 2006).

C. AKDR (AlatKontrasepsiDalam Rahim)


1. Pengertian
AKDR/ IUD adalah sebuah alat kecil yang dimasukkan kedalam rahim oleh
dokter atau petugas kesehatan terlatih atau bidan. Setelah dirahim, IUD mencegah
sel sperma pria untuk bertemu dengan sel telur wanita (Burns, 2005)

6
2. Macam-macam IUD
Menurut Siswosudarmo, dkk (2002) macam-macam IUD antara lain:
a. AKDR Lippes loop sebagai AKDR generasi pertama atau AKDR polos (inert IUD)
yakni AKDR yang terbuat dari bahan polietiler.
b. CuT-380 A, Nova-T, Cu-7, merupakan AKDR generasi kedua yang mengandung
lilitan tembaga pada batangnya.
c. Progestasert dan lavanova merupakan AKDR yang mengandung obat
(medicated IUD) dan merupakan AKDR generasi ketiga.
3. Cara Kerja IUD
Ada beberapa mekanisme kerja implant (Sarwono, 2010) yaitu:
a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falipii
b. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri
c. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR
membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan
mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi
d. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus
4. Keuntungan dan kerugian Kontrasepsi IUD
a. Menurut Saifuddin (2003), keuntungan kontrasepsi IUD antara lain :
1) Efektifitas tinggi
2) Efektif setelah pemasangan
3) Merupakan metode jangka panjang
4) Efektif karena tidak perlu mengingat-ingat
5) Tidak mempengaruhi hibungan seksual
6) Meningkatkan kenyamanan dalam seksual
b. Menurut Hartanto (2003), kerugian kontrasepsi IUD antara lain :
1) Dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit radang panggul
2) Bertambahnya darah haid dan rasa sakit selama beberapa bulan pertama
pemakaian IUD
3) IUD tidak dapat memberikan perlindungan terhadap PMS pada akseptor KB
4) Dapat terjadi ekspulsi
5) IUD tidak dapat dicampur/dihentikan pemakaian oleh akseptor sandiri dan
harus dengan bantuan tenaga medis.

7
5. Indikasi pemasangan IUD
Menurut Saifuddin (2003), indikasi pemasangan IUD antara lain :
a. Usia reproduksi
b. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang
c. Menyusui yang menginginkan kontrasepsi
d. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
e. Risiko rendah dari IMS
f. Tidak menghendaki metode hormonal
g. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
6. Kontraindikasi pemasangan IUD
Menurut Sarwono (2010), yang tidak diperkenankan menggunakan IUD antara lain:
a. Kemungkinan hamil atau sedang hamil
b. Perdarahan vagina yang tidak diketahui
c. Sedang mengalami infeksi alat genital seperti vaginitis, servisitis
d. Dalam 3 bulan terakhir sedang mengalami PRP atau abortus septik
e. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat
mempengaruhi kavum uteri
f. Penyakit trofoblas ganas
g. Diketahui menderita TBC pelvik
h. Kanker alat genital
i. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm
7. Efektifitas
IUD sangat efektif, Tipe Multiload dapat dipakai sampai 4 tahun, Nova T dan
Copper T 200 (CuT-200) dapat dipakai 3-5 tahun, Cu T 380A dapat untuk 8 tahun.
Kegagalan rata-rata 0,8 kehamilan per 100 pemakai wanita pada tahun pertama
pemakaian (BKKBN, 2002)
8. Waktu mulai menggunakan IUD
Setiap waktu dalam siklus haid, hari pertama sampai hari ke tujuh siklus haid,
segera setelah melahirkan, dalam 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pasca
persalinan. Setelah 6 bulan bila menggunakan metoda amenorea laktasi (MAL),
setelah mengalami abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) bila tidak ditemukan
gejala infeksi, selama 1-5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi. (Pinem, 2009)
9. Keterbatasan
a. Efek samping yang umum terjadi :

8
1) Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan
berkurang setelah 3 bulan)
2) Haid lebih lama dan banyak
3) Perdarahan (spoting) antar menstruasi
4) Saat haid lebih sakit
Hasil dari jurnal penelitihan yang dilakukan oleh Intan Riyadhul Zannah, Dkk
mengenai Gambaran Keluhan-Keluhan Akibat Penggunaan Alat Kontrasepsi
IUD Pada Akseptor Iud Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukajadi Kota
Bandung. mengatakan bahwa dari 3 responden yang mengalami perubahan
siklus menstruasi berupa lebih lamanya waktu menstruasi disetiap bulannya,
seperti waktu menstruasi yang sebelumnya hanya sekitar 4 sampai 5 hari
menjadi berkisar 7 hari setelah pemasangan alat kontrasepsi IUD. Sebagian
besar responden sudah mengetahui efek samping yang mungkin terjadi
setelah pemasangan IUD berupa lamanya waktu menstruasi yang akan
lebih panjang sehingga beberapa akseptor merasa perubahan siklus
menstruasi tersebut tidak menjadi masalah.
Tindakan kolaborasi yang dapat diberikan apabila terjadi perubahan pada
siklus menstruasi dengan pemberian zat antifibtinolytik secara oral, misalnya
proteinasi inhibitor seperti EACA (Epsiolom Aminocaproic Acid) dan AMCA
(Tranexamic Acid) (Saefuddin, dkk,2004)
b. Komplikasi lain :
1) Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan
2) Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan
penyebab anemia
3) Perporasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar)
c. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS
d. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang
seringbergantipasangan
e. Penyakit Radang Panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai
IUD. PRP dapat memicu infertilitas
f. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan
g. Sedikit nyeri dan perdarahan (Spotting) terjadi segera setelah pemasangan IUD.
Biasanya menghilang 1-2 hari.
h. Klien tidak dapat melepas IUD oleh dirinya sendiri
i. Mungkin IUD akan keluar dari uterus tanpa diketahui

9
j. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi IUD untuk
mencegah kehamilan normal
k. Perempuan harus memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke waktu

10. Efek samping


Menurut Handayani, 2010 sebagai berikut:
a. Amenore
Periksa apakah sedang hamil, apabila tidak, jangan lepas IUD, lakukan
konseling dan selidiki penyebab amenore apabila diketahui. Apabila hamil,
jelaskan dan sarankan untuk melepas IUD bila talinya terlihat, atau kehamilan
lebih dari 13 minggu, IUD jangan dilepas. Apabila klien hamil dan ingin
mempertahankan kehamilannya tanpa melepas IUD jelaskan ada resiko
kemungkinan terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi serta perkembangan
kehamilan harus lebih diamati dan diperhatikan.
b. Kejang
Pastikan dan tegaskanlah adanya penyakit radang panggul dan penyebab
lain dari kekejangan. Tanggulangi penyebabnya apabila ditemukan penyebabnya
beri analgesic untuk sedikit merngankan. Apabila klien mengalami kejang berat,
lepaskan IUD dan bantu klien menentukan metode kontrasepsi lain.
c. Perdarahan pervaginam yang hebat dan tidak teratur
Pastian dan tegaskan adanya infeksi pelvic dan kehamilan ektopik. Apabila
tidak ada kelainan patologis, perdarahan berkelanjutan serta perdarahan hebat,
lakukan konseling dan pemantauan. Beri ibuprofen (800 mg, 3x sehari selama 1
minggu) untuk mengurangi perdarahan, dan berikan tablet besi (1 tablet setiap
hari selama 1 sampai 3 bulan)
d. Benang yang hilang
Pastikan adanya kehamilan atau tidak. Tanyakan apakah IUD terlepas.
Apabila tidak hamil dan IUD tidak terlepas, berikan kondom, periksa talinya di
dalam saluran endoserviks dan kavum uteri (apabila memungkinkan adanya
peralatan dan tenaga terlatih) setelah masa haid berikutnya. Aabila tidak
ditemukan rujuk ke dokter, lakukan x-ray atau pemeriksaan ultrasound. Apabila
tidak hamil dan IUD yang hilang tidak ditemukan, pasanglah IUD yang baru atau
bantulah klien menentukan metode lain.

10
e. Adanya pengeluaran cairan dari vagina (Leukorea)
Leukorea adalah nama gejala yang diberikan pada cairan yang dikeluarkan
dari alat-alat genetalia yang tidak berupa darah (Sarwono,2005). Keseimbangan
ekosistem vaginal bergantung pada mikroflora fakultatif dalam vagina normal.
Lactobacillus memproduksi asam laktat dari glukosa sehingga dapat
mempertahankan pH vagina menjadi asam (<4,5).
Menurut Sarwono (2005) leukorea dapat dibedakan menjadi leukorea
fisiologis dan patologis. Leukorea fisiologis biasanya terjadi pada saat menjelang
atau sesudah menstruasi, ketika keinginan seksual meningkat, dan pada saat
kehamilan. Sedangkan leukorea patologis terjadi akibat terjadinya infeksi genital,
masuknya benda asing kedalam organ genital (khususnya pda anak), peserta
KB AKDR dan merupakan manifestasi klinis adanya keganasan (Manuaba,2004)
Hasil dari jurnal penelitihan yang dilakukan oleh Intan Riyadhul Zannah, Dkk
mengenai Gambaran Keluhan-Keluhan Akibat Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD
Pada Akseptor Iud Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukajadi Kota Bandung.
mengatakan bahwa Responden menyatakan leukorea yang mereka alami
meningkat setalah menggunakan IUD dengan karakteristik encer hingga kental,
namun tidak berbau, dan tidak gatal. Leukorea tersebut dirasakan tidak nyaman
dan sering dikeluhkan pasangan akseptor sebagai gangguan kenyamanan
dalam hubungan seksual. Maka dari itu sering kali akseptor datang ke pelayanan
kesehatan untuk mengontrol IUD mereka dengan keluhan keputihan. Informasi
yang harus diberikan apabila ada klien yang mengeluhkan gejala seperti ini
adalah harus menjaga kebersihan kelamin, basuh bagian genetalia setiap kali
habis BAK/BAB dengan arah dari depan ke belakang, sering mengganti celana
dalam, jangan menggunakan celana ketat dan pakaian dalam yang tidak
menyerap keringat atau menahan panas. (vulva higiene)

11
BAB IV
PEMBAHASAN

Asuhan kebidanan pada Ny “F” Usia 19 Tahun P1A0 calon akseptor KB AKDR
(IUD) telah dilakukan pengkajian (data subyektif dan data obyektif) sesuai dengan
manajemen kebidanan 7 langkah varney melalui anamnesa langsung pada pasien dan
beberapa pemeriksaan. Dari pengkajian umur didapatkan usia Ny. F “19” tahun. Hal ini
tidak sesuai dengan teori yang menyatakan pada akseptor KB IUD itu dapat diberikan
pada usia reproduksi dan pada usia > 35 tahun sampai perimenopause. Selain itu
Implant juga pilihan untuk fase menjarangkan kehamilan. Periode usia istri 20 – 30
tahun merupakan periode paling baik untuk usia melahirkan (Saifudddin, 2010). Pilihan
Ny. “F” dalam memilih kontrasepsi Implant adalah pilihan yang tepat, terutama pada
fase ini.
Dari riwayat menstruasi didapatkan pola menstruasi Ny. “F” normal dan tidak ada
keluhan gangguan haid. Siklus teratur setiap 28 hari, dengan lama menstruasi berkisar 7
hari, tidak ada nyeri saat menstruasi.Riwayat kesehatan Ny. “F” dan keluarga tidak
terdapat penyakit yang membatasi Ny. “F” dalam menggunakan KB IUD. Menurut teori
KB IUD tidak dapat digunakan pada seseorang yang sedang atau dicurigai hamil, bila
hamil disarankan untuk dilepas karena jika tidak akan menimbulkan infeksi, mengalami
perdarahan pervagina yang tidak diketahui penyebabnya, sedang mengalami infeksi
pada alat genitalnya , diketahui menderita TBC pelvik, dsb. Ny. “F” dan riwayat keluarga
tidak menderita penyakit seperti yang disebutkan di atas.
Pada pemeriksaan tekanan darah, hasil pengukuran Ny. “F” adalah 110/80
mmHg dan pemeriksaan BB 53 kg, klien pertama kali menggunakan IUDt jadi belum
dapat dikaji adanya perubahan pada BBnya, hanya BB sekarang saja . Pemeriksaan
penunjang PP test tidak dilakukan pada Ny. “F” karena pasien tidak mengalami amenore
dan tidak dilakukan pemeriksaan Hb, karena pasien tidak sedang mengalami
perdarahan .
Pada pengidentifikasian diagnosa dan identifikasi masalah tidak terjadi
kesenjangan pula, karena diagnosa diambil dari prosedur anamnesa, pada kasus ini
belum ada masalah yang muncul. Diagnosa pada kasus ini adalah Ny.F usia 19 tahun
P1A0 calon akseptor KB AKDR (IUD) dengan kebutuhan mendapat KB IUD.
Pada pengembangan rencana dan implementasi tidak ada kesenjangan,
pemasangan AKDR dilakukan setelah pasien bersalin dengan langkah-langkah
pemasangan sesuai dengan teori dan evaluasi tidak ada kesenjangan antara teori

12
dengan praktek. Dimana dalam praktek langkah langkah tersebut disesuaikan dengan
kadaaan pasien. Sehingga tujuan dilakukan asuhan kebidanan keluarga berencana
pada Ny “F” Usia 19 Tahun P1A0 calon akseptor KB AKDR (IUD) dapat tercapai.

13
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuhan kebidanan keluarga berencana yang diberikan pada Ny.”F” telah sesuai dengan
tujuan antara lain :
1. Dalam melakukan pengkajian data subjektif dan objektif, data yang ditemukan
sudah lengkap.
2. Dari hasil pengkajian subyektif dan obyektif, mampu membuat diagnosa sesuai teori
dan tidak ada diagnosa atau masalah potensial.
3. Rencana disusun sesuai kebutuhan. Evaluasi yang diberikan yaitu memberitahu ibu
tentang hasil pemeriksaan, melaksanakan prosedur pemasangan KB AKDR (IUD),
dan memberitahu ibu tanggal kembali.

B. Saran
1. Bagi petugas yang memberikan asuhan kebidanan diharapkan mengingat langkah-
langkah yang sudah ditetapkan dan tetap mempertahankan jalinan komunikasi
dalam upaya menjalin kerja sama antara petugas dan klien untuk keberhasilan
asuhan yang diberikan.
2. Bagi klien/ibu harus bisa mengingat jadwal kembali untuk melakukan kunjungan
ulang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hartanto, Hanafi. 2002. KB dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(3) Maryani, Sri. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana
dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : TIM.

Perpustakaan Nasional. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, Abdul Bari. (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta
: Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Profil kesehatan Indonesia tahun 2015 diakses melalui


http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-
kesehatan-Indonesia-2015.pdf pada tanggal 7 januari 2017

Profil kesehatan jawa tengah tahun 2015, diakses melalui


(http://www.dinkesjatengprov.go.id/v2015/dokumen/profil2014/Profil_2014.pdf) pada
tanggal 17 November 2016

Jurnal penelitihan yang dilakukan oleh intan riyadhul zannah, dkk tentang Gambaran
Keluhan-Keluhan Akibat Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD Pada Akseptor IUD Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sukajadi Kota Bandung
(http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/viewFile/613/667) di akses tanggal 7 januari 2017

15

Anda mungkin juga menyukai