Anda di halaman 1dari 7

MASA DEPAN BUDAYA DAERAH

Resensi
Diajukan Sebagai Ujian Tengah Semester Mata Kuliah JUrnalistik Sunda
Oleh
Fajriani Liza Agustina 1154050063
Irma Nurfajri Aunulloh 1154050085

Jurnalistik 5-B

ILMU KOMUNIKASI JURNALISTIK


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2017
Identitas Buku :

Judul Buku : Masa Depan Budaya Daerah

Pengarang : Ajip Rosidi

Penerbit : PT Dunia Pustaka Jaya

Cetakan : Kedua, Mei 2010

Ketebalan Buku : 215 halaman

Nomor Edisi : 978-979-419-369-3

Resensi Buku Masa Depan Budaya Daerah :

Masa Depan Kebudayaan Daerah

Meskipun dalam Pasal 32 UUD 1945 tercantumbahwa “Pemerintah memajukan


kebudayaan nasional” dan dalam penjelasannya dikatakan bahwa “Kebudayaan bangsa
ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya,”
artinya termasuk juga kebudayaan-kebudayaan daerah yang merupakan manifestasi
“buah usaha budi rakyat Indonesia” sejak berabad-abad, namun sampai sekarang belum
juga ada kebijaksanaan dasar Pemerintah RI tentang kebudayaan secara umum,
khususnya terhadap kebudayaan daerah.

Pendidikan dan Kebudayaan

Sudah lama banyak orang yang mempertanyakan pendidikan kita, mengapa


hasilnya tidak memperkuat dan memperkembangkan budaya bangsa? Mengapa anak-
anak kita, setelah bersekolah malah meninggalkan budaya leluhurnya sendiri? Mengapa
bangsa kita mudah sekali larut dalam pengaruh budaya yang datang dari luar? Mengapa
budaya asli kita tidak dapat menahan banjir bandang globalisasi yang datang menyerbu?

Jika kita melihat sejarah, kita akan melihat bahwa sebagai bangsa jajahan sejak
sekitar 3-4 abad terakhir, budaya kita adalah budaya-bawahan, yang menganggap
budaya bangsa yang menjadi tuan-penjajah sebagai cermin keunggulan. Hal itu
menumbuhkan mentalitas bangsa jajahan, yang selalu merasa rendah diri berhadapan
dengan kaki penguasanya. Dalam masyarakat demikian, orang pribumi dianggap
sebagai kesetan sepatu tuan penjajah.
Dalam hal ini, kita melihat bahwa mentalitas para elit penguasa pribumi itulah
yang menyebabkan rakyat kita sengsara dalam kemiskinan yang luar biasa. pandangan
masyarakat kita pada masa itu adalah feodalistis. Nilai-nilai yang ditanamkan dan
diwariskan oleh orangtua-orangtua pada masa itu adalah nilai-nilai yang cocok dengan
ajaran feodal yang menunjang kepentingan dan kelestarian penjajahan. Ajaran itu
disebarkan secara lebih intensif melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah
Hindia-Belanda.

Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan Daerah Sunda

Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya
rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat sebagai puncak-puncak
kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan
bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan
dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat
memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi
derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari
kebudayaan Indonesia yang hidup.

Kebudayaan Sunda

Secara umum dapat dikatakan bahwa ciri utama kebudayaan sunda adalah sifatnya
sebagai kebudayaan rakyat. Baru pada akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19, ada
beberapa kabupaten (rumah tempat tinggal bupati yang sering bertindak dan
diperlakukan sebagai raja kecil) yang agaknya bercermin kepada keraton-kerato Jawa,
mencoba memupuk tradisi kerajaan keraton, dengan mengembangkan jenis-jenis
kesenian atau kegiatan tertentu seperti tembang dan penca di kabupaten Cianjur,
disamping menumbuhkan tradisi undak-usuk dalam pemakaian bahasa dengan segala
atribut tatakramanya.

Peranan Bahasa dalam Kebudayaan

Peran bahasa dalam kebudayaan sangat penting, karena bahasalah yang menjadi
wahana kebudayaan (Iih. Samsuri, 79). Dengan demikian bahasa sunda adalah wahana
kebudayaan sunda, yang dengan tepat dapat melahirkan semua gagasan, pikiran,
kegiatan dan kreativitas manusia Sunda. Karena bahasa selalu berkembang sesuai
dengan masyarakat pemakainya maka bahasa Sunda pun mencerminkan kebudayaan
masyarakat sunda pada setiap tahap perkembangan sejarahnya.

Visi Konferensi Internasional Budaya Sunda

Untuk mempertahankan nilai-nilai budaya dan bentuk-bentuk kesenian yang


masih hidup- meskipun kian merana-maka perlua ada usaha pewarisannya kepada
generasi yang lebih muda. Karena itulah Yayasan Kebudayaan Rancage menganggap
perlu menyelenggarakan Konferensi Internasional Budaya Sunda (KIBS).

Tujuan utama KIBS adalah mencari inti persoalan supaya kita dapat membuat
peta yang akan dijadikan pegangan dalam melaksanakan berbagai langkah yang
disarankan oleh KIBS. Dengan adanya peta permasalahan yang jelas diharapkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya kebudayaan dalam kehidupan yang selama ini
diabaikan, akan meningkat. Kalau masyarakat luas menyadari hal itu maka mudah-
mudahan segala usaha pewarisan akan berhasil dengan baik.

Posisi Bahasa Daerah

Pada tahun 1928, bahasa Indonesia yang diakui berasal dari bahasa Melayu
ditetapkan sebagai bahasa persatuan yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda pada
tanggal 28 oktober 1928 di Jakarta dan kemudian Bahasa Indonesia secara unanim
disebut sebagai bahasa nasional. Dan pada tahun 1945, dalam UUD yang disahkan pada
tanggal 18 Agustus bahasa Indonesia dijadikan bahasa negara di Republik Indonesia.
Belum ada undang-undang atau peraturan pemerintah yang memberikan uraian apa
yang dimaksud dengan bahasa persatuan, atau bahasa nasional dan apapula yang
dimaksud dengan bahasa negara.

Peran bahasa dalam kebudayaan adalah yang paling sentral. Krisis yang melanda
bangsa kita, baik bahasa nasional Indonesia maupun bahasa daerah yang mana pun.
Bahasa-bahasa daerah mengalami kekacauan yang disebabkan oleh berbagai hal. Yang
paling mudah disebut ialah karena pelajaran bahasa-Indonesia dan daerah disekolah-
sekolah sangat kurang memadai. Disamping keadaan bahasa Indonesia dan daerah yang
sama-sama terpuruk, adapula anggapan dalam masyarakat yang menempatkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional lebih tinggi dari bahasa daerah. Adanya anggapan
seperti itu sangat merugikan bahasa daerah.

Jadi, tujuan usaha kebudayaan haruslah memperkembangkan dan memperkaya


kebudayaan bangsa serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Dengan
demikian tujuan usaha-usaha dalam bidang kebudayaan todak dapat dilepaskan dari
tujuan mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Apa yang terjadi dalam
tahun-tahun terakhir dimana kita saksikan manusia sesama bangsa saling bunuh dengan
kejam, bentrokan fisik antar agama atau antar kampung, perampokan dan penodongan
yang diluar batas rasa kemanusiaan, jelas membuktikan bahwa tujuan pembinaan
kebudayaan bangsa yang harusnya meningkatkan derajat kemanusiaan bangsa tidak
tercapai.

Bahasa dan Budaya Sunda

Saat ini, bahasa sunda hanya digunakan dalam bidang kehidupan tertentu, yaitu
untuk menuliskan karya sastra baik prosa maupun puisi, untuk menyampaikan berita
walaupun kebanyakan wartawan yang menulisnya memamerkan kekurang mampuannya
dalam menggunakan bahasa Sunda.

Bahasa sesuatu komunitas adalah yang paling tepat untuk mengekspresikan


budaya yang dimiliki oleh komunitas tersebut. Maka bahasa sunda adalah sarana yang
paling tepat untuk mengekspresikan budaya Sunda. Tetapi masyarakat berubah, begitu
juga komunitas orang sunda. Yang tadinya menganggap diri sebagai “bangsa” Sunda,
sekarang menjadi “seler” (suku bangsa) Sunda, karena masuk dalam lingkungan bangsa
Indonesia.

Bahasa sunda yang tadinya merupakan sarana yang tepat untuk mengekspresikan
budaya sunda yang feodalistik niscaya tidak cocok lagi dengan alam demokratis. Tetapi
para guru dan mereka yang merasa menjadi ahli bahasa sunda tidak menyadari
perubahan zaman, sehingga mereka mempertahankan undak-usuk sebagai bagian dari
pengajaran bahasa sunda di sekolah-sekolah. Maka akibatnya kita saksikan para murid
tidak berminat belajar bahasa sunda dan dalam pergaulan sehari-hari mereka lebih
cenderung mempergunakan bahasa Indonesia yang lebih sesuai dengan masyarakat
demokratis.
Hal itu menunjukkan bahwa bahasa sunda yang diajarkan disekoh-sekolah dengan
dengan undak usuknya itu, tidaklah lagi menjadi sarana yang tepat untuk
mengekspresikan budaya sunda yang sudah meng-Indonesia. Agar bahasa sunda tetap
hidup dan digunakan dalam masyarakat sunda yang berubah, maka perlu perubahan
dalam bahasa sunda yang diajarkan disekolah-sekolah.

Pentingkah Bahasa Sunda

Dalam diskusi mengenai “Sosok dan Karya Nano S” yang diselenggarakan di


STSI pekan pertama bulan Agustus (2004), Ajip Rosidi menganjurkan agar diusahakan
timbulnya rasa bangga (kareueus) orang sunda berbicara dengan bahasa sunda, sebab
sudah lama nampak kecenderungan orang sunda menganggap bahasa sunda itu sebagai
bahasa kelas tiga (yang pertama bahasa asing dan yang kedua bahasa nasional),
sehingga mereka enggan berbicara dengan bahasa sunda.

Buktinya, ketika kita menawar buah-buahan atau dagangan lain di pinggir jalan di
Tatar sunda dengan bahasa sunda, selalu dijawab dengan bahasa Indonesia, walaupun
pedagang itu jelas orang Sunda.Terhadap anjuran Ajip Rosidi supaya diupayakan
timbulnya rasa kareueus memakai bahas sunda, di antara yang hadir ada yang
mengemukakan pendapat bahwa, orang sunda akan mempergunakan bahasa sunda kalau
bahasa sunda memang penting.

Tapi, bahasa akan dianggap penting tidaklah karena struktur linguistik atau
perbendaharaan katanya. Bahasa sunda akan dianggap penting kalau orang sunda dan
masyarakat sunda yang mempergunakannya memang penting. Orang dan masyarakat
sunda penting kalau prestasinya dalam hidup nyata memang penting, artinya menonjol,
sehingga orang lain pun ingin mempelajarinya.

Masa Depan Bahasa Sunda

Dalam karangan berbahasa sunda berjudul “Basa Sunda Bisa Paeh?” yang dimuat
dalam majalah cupumanik (Th. I no, 11, juni 2004), Ajip Rosidi menunjukkan bahwa
bahasa sunda dan bahasa-bahasa yang lain juga secara teoritis bisa mati kalau sudah
tidak ada lagi orang yang mempergunakannya. Dan kenyataan sekarang menunjukkan
bahwa kian sedikit saja orang sunda yang mau mempergunakan bahasa sunda dalam
masyarakat sunda.

Bahasa sunda, berdasarkan naskah yang masih terlacak, sudah dipergunakan awal
abad ke-16. Maka, kalau dalam abad ke 21 ini bahasa sunda mati, artinya usianya cukup
tua. Selama hidupnya, bahasa sunda mengalami berbagai perubahan seperti juga bahasa-
bahasa lain yang hidup, karena hanya bahasa yang sudah mati yang tidak berubah.

Kelangsungan hidup bahasa-bahasa daerah oleh pemerintah selama ini diserahkan


kepada masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan. Sementara itu kedudukan
bahasa daerah dalam kurikulum pun timbul tenggelam tetapi selalu dianggap tidak
penting, sehingga pengajaran bahasa daerah di sekolah kian kapiran saja. Padahal UUD
memerintahkan negara untuk memelihara bahasa daerah yang dipelihara oleh
masyarakat pemakainya. Salah satu usaha pemeliharaan bahasa yang menjadi
wewenang pemerintah ialah menempatkannya sebagai mata pelajaran disekolah-sekolah,
menyediakan guru, menyediakan bahan pelajaran seperti buku ajar, buku perpustakaan,
dan lain-lain.

Kelebihan dan Kekurangan Buku


1. Kelebihan : Dilihat dari isi dan pemaparannya, buku ini sangat bagus sekali.
Karena didalamnya pembaca dapat menekuni dan mempelajari kembali mengenai
Kebudayaan daerah yang perlahan-lahan mulai menghilang, terutama bahasa
sunda dan sejarah sunda.
2. Kekurangan : Tata bahasa didalam buku ini sedikit sulit dipahami dan masih
terdapat beberapa istilah asing yang belum ada terjemahannya sehingga pembaca
sedikit sulit untuk memahaminya.

Anda mungkin juga menyukai