Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Resiko Perilaku Kekerasan

Nama Mahasiswa : Mirahmawati

NIM : 2015750027

Tempat Praktek : Rs. Jiwa Islam Klender

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Desember, 2017
I. Kasus (masalah utama)
Resiko perilaku kekerasan

II. Proses Terjadinya Masalah


a.) Definisi
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang diekspresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau merusak
lingkungan (keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2013)
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. (yosep, 2010)
Pengertian marah adalah perasaan jengkel yang timbul karena adanya
kecemasan seseorang yang dianggap sebagai ancaman yang akan datang
(stuart & sundeen, 2005)
b.) Factor predisposisi
- Psikoanalisa
Dorongan untuk hidup seksualitas
Dorongan untuk mati agresifitas
- Biologis/neurobiologist
 Limbic system : ekspresi emosi dan perilaku meningkat atau
menurun (rusak)
 Lobus frontal : kerusakan pada penilaian, kepribadian,
pengambilan keputusan, perilaku tidak sesuai, agresif
 Lobus temporal : epilepsy -> agresi
c.) Factor presipitasi
1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri
kurang.
2. Interaksi : kritikan, penghinaan, kekerasaan orang lain, kehilangan orang
yang dicintai, provokatif dan konflik, lingkungan (padat, rebut)
d.) Fase-fase
a. Tringgering Intcidens
Fase ini ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresif klien.
Beberapa factor yang mungkin menjadi pemicu agresi meliputi :
provokasi, respon terhadap kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi
yang menyebabkan frustasi, pelanggaran batas terhadap jarak personal,
dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini petugas kesehatan perlu
memahami berbagai macam pemicu yang menjadi factor bagi klien untuk
melakukan agresi dan melakukan upaya meminimalkan factor pemicu
tersebut.
b. Asclation Phase
Fase ini ditandai dengan kondisi kebangkitan kebangkitan fisik dan
emosional dapat disetarakan dengan respon flight of flight karena kondisi
ini adalah kondisi sebelum terjadinya kekerasan maka diagnose
keperawatan yang tepat pada fase ini adalah “risk for other directed
violence” (NANDA, 2007). Pada fase ini kecemasan dan kemarahan klien
meningkat dan tujuan utama petugas kesehatan fase ini adalah untuk
menurunkan kemarahan dan kecemasan orang yang berada difase ini. Pada
klien dengan gangguan psikiatri, pemicu dan perilaku agresif lebih
bervariasi. Misalnya karena adanya halusinasi, gangguan kognitif,
kerusakan neurologi, koping tidak efektif. Pengenalan petugas kesehatan
terhadap penyebab dari perilaku kekerasan diperlukan untuk memberikan
penanganan yang tepat sesuai penyebab dari perilaku kekerasan.
c. Crisis point
Fase ini merupakan fase lanjutan dari asclation phase apabila megosiasi
dan teknik desclation gagal mencapai tujuan. Emosi menonjol yang
ditunjukan klien adalah bermusuhan. Karena kondisi ini klien sedang
melakukan perilaku kekerasan maka diagnose yang tepat untuk
menggambarkan situasi saat itu adalah diagnose “ violence/aggresissve
behavior actual “ (NANDA, 2005).
d. Setting phase
Fase dimana klien melakukan perilaku kekerasan telah mencapai energy
marahnya. Meski begitu, klien mungkin masih merasa cemas atau marah
dan mempunyai resiko kembali kemasa awal. Karena memungkinkan 90
menit setelah insiden hormone adrenalin bisa kembali terpicu dank lien
kembali ke fase crisis point.
e. Post crisis point
Dalam fase ini klien mungkin mengalami kecemasan, depresi, dan
berfokus pada kemarahan dan kelelahan. Pada saat intervensi petugas
kesehatan berfokus pada debriefing atau memperoleh informasi dari klien.
f. Return to normal functional
Ini adalah fase dimana klien telah kembali kepada keseimbangan normal,
dari perasaan cemas, depresi, dan kelelahan. Fase yang sangat baik untuk
klien melatih kemampuan kognitif, fisik, dan control emosi jika suatu saat
klien terpicu untuk menjadi agresif.
e.) Rentang respon

Keterangan:

- Asertif : kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain


- Frustasi : kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis
- Pasif : klien tidak mampu mengungkapkan perasaanya
- Agresif : perilaku destruktif tapi masih terkontrol
- Amuk : perilaku destruktif dan tidak terkontrol
f.) Mekanisme koping
1. Sublimasi : menerima sesuatu sasaran pengganti yang mulian artinya
dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluran secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahanya pada objek lain, seperti meremas adonan,
meninju tembok,dsb. Tujuanya untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
2. Proyeksi : menyalahkan orang lain mengenai kesukaranya atau
keinginanya yang tidak baik. Misalnya seorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
kerjanya kemudian berbalik menuduh temanya tersebut mencoba merayu
dan mencumbunya.
3. Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
sadar. Mislanya seorang anak yang sangat benci dengan orang tuanya akan
tetapi menurut ajaran dan didikanya bahwa membenci orang tua adalah
tindakan yang dibenciTuhan dan akhirnya dapat melakukanya.
4. Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakanya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya maka akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan
pada objek yang tidak begitu berbahaya.
III. Pohon masalah
B. Masalah keperawatan

Data subjektif Data objektif

- Ungkapan kekesalan, - Jalan mondar-mandir atau gelisah


kemarahan,ketidakpuasan, - Ekspresi wajah: pandangan mata tajam,
memaki-maki tegang, muka merah, mengatupkan
- Ungkapan mendominasi orang lain, rahang dengan kuat
argumentasi keras - Tangan mengepal sewaktu
- Bicara kasar menceritakan marahnya
- Suara tinggi, menjerit dan berteriak - Emosi labil, melakukan perilaku
- Mengancam secara verbal destruktif pada diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan, melempar / memukul
benda / orang lain.

C. Diagnose keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

D. Rencana tindakan keperawatan (terlampir)


STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

SP 1 (pertemuan 1)

Nama Mahasiswa : Mirahmawati

A.) Proses keperawatan


Kondisi klien
Ds : - Klien mengatakan pernah melakukan tindakan kekerasan
- Klien mengatakan sering marah tanpa sebab

Do : - wajah klien tampak tegang saat bercerita

- Mata melotot, pandangan tajam


- Nada suara tinggi, tangan mengepal
- Pembicaraan klien kasar, marah, berteriak

B.) Diagnosa keperawatan


Resiko perilaku kekerasan

C.) Tujuan
Umum : klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara fisik
Khusus :
- Klien dapat membina hubungan saling percaya
- Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan
- Klien dapat mengidentifikasikan tanda gejala PK
- Klien dapat mengidentifikasikan PK yang dilakukan
- Klien dapat mengidentifikasikan akibat PK
- Klien dapat mempraktekan cara mengontrol PK fisik 1: tarik nafas dalam
- Klien dapat memasukan latihan kedalam jadwal harian

D.) Tindakan keperawatan


- Bina hubungan saling percaya
- Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya
- Bantu klien mengungkapkan penyebab PK
- Bantu klien mengungkapkan tanda gejala PK
- diskusikan dengan klien PK yang dialami salami ini
- ajarkan cara mengontrol PK dengan latihan fisik 1
- anjurkan klien untuk memasukan kegiatan didalam jadwal harian
PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN:
ORIENTASI
1. salam terapeutik
“assalamualaikum/selamat pagi/selamat siang, pak/ibu perkenalkan nama saya mirah
perawat yang bertugas pada pagi/siang hari ini, saya mahasiswa universitas
muhammadiyah Jakarta. bapak/ibu nama nya siapa? senang dipanggil apa?.
bagaimana kabar bapak/ibu hari ini? atau bagaimana perasaan bapak/ibu saat ini? “

2. kontrak
topic: “bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang hal-hal yang membuat
bapak/ibu marah dan cara mengontrolnya? apa bapak/ibu bersedia? “
waktu & tempat: “ oke, pak/ibu ingin berbincang-bincang dimana? dan berapa lama?
bagaimana kalau kita berbincang-bincang disini saja selama 10 menit? “
tujuan : “ agar bapak/ibu mengetahui bagaimana cara mengontrol emosi”

3. fase kerja
“ baiklah, sekarang coba bapak/ibu ceritakan apa yang membuat bapak/ibu merasa
marah? oh seperti itu. apa sebelumnya bapak/ibu pernah marah? lalu penyebabnya
apa? samakah dengan yang sekarang?”
“lalu, saat bapak/ibu marah apa yang bapak/ibu rasakan? setelah itu apa yang
bapak/ibu lakukan? apakah dengan cara tersebut rasa marah atau kesal bapak/ibu
dapat diselesaikan? apa kerugian yang bapak/ibu alami? menurut bapak/ibu adakah
cara lain untuk lebih baik? oke baiklah jika bapak/ibu tidak tahu. nah, sebenarnya ada
beberapa cara pak/bu untuk mengontrol rasa marah. salah satunya dengan tarik nafas
dalam”
“seperti ini pak/bu, ketika bapak/ibu merasa ingin marah maka bapak/ibu berdiri atau
duduk rileks, lalu tarik napas dari hidung tahan sebentar kemudian keluarkan lewat
mulut”
“coba bapak/ibu lakukan yang sudah saya praktikan tadi! wahh,bagus sekali pak/bu.
ayo lakukan sekali lagi! iya,bagus sekali. sebaiknya bapak/ibu lakukan latihan ini
secara rutin, sehingga sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak/ibu sudah terbiasa
melakukanya”
4. fase terminasi
a. evaluasi respon klien
1. evaluasi subjektif : “bagaimana perasaan bapak/ibu setelah berbincang-
bincang? dan melakukan teknik relaksasi nafas dalam tadi? “
2. evaluasi objektif : “coba bapak/ibu sebutkan lagi alasan yang membuat
bapak/ibu marah? coba tunjukan bagaimana teknik relaksasi nafas dalam!
wahh, bagus sekali pak/bu”
b. rencana tindak lanjut
“bagaimana kalau kegiatan ini rutin dilakukan 5 kai dalam 1 hari dan ditulis dalam
jadwal kegiatan harian bapak/ibu?”
c. kontrak yang akan datang
topic : “ nah, pak/ibu tadi adalah salah satu cara untuk mengontrol marah yaitu
latihan fisik I. bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol marah latihan fisik II (memukul bantal) ?
waktu : “ bapak/ibu ingin berbincang-bincang jam berapa? berapa lama pak/bu?
bagaimana kalau 10 menit ? oke, baiklah”
tempat : “bapak/ibu ingin berbincang-bincang dimana? oke, baiklah kalau begitu
besok kita akan berbincang-bincang disini lagi ya pak/bu”
DAFTAR PUSTAKA

Yoseph, Iyus, (2010). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Revika Aditama

Struart Dan Sudart, (2007). Buku Saku Keperawatn Jiwa (Edisi 5). Alih Bahasa: Ramono
P, Kapoli. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai