Anda di halaman 1dari 13

Apakah itu Stem Sel?

Stem Sel adalah sel yang belum terspesialisasi dengan kemampuan memperbarui
diri sendiri dan mampu menumbuhkan satu tipe atau banyak tipe sel yang telah
terspesialisasi sesuai dengan fungsinya di dalam tubuh.1 Sel ini memiliki
kemampuan untuk membelah diri dalam periode yang tak terbatas dan mampu
berkembang menjadi beberapa tipe sel yang berbeda-beda di dalam tubuh
sepanjang hidup dan menunjang pertumbuhan manusia dan hewan.2 Stem sel ini
merupakan sel yang berperan dalam perbaikan internal, yang secara esensial
membelah diri tanpa batas untuk menggantikan atau menambah sel yang lain
sepanjang manusia atau hewan itu tumbuh. Ketika Stem sel membelah, masing-
masing sel yang baru memiliki potensi sebagai stem sel atau menjadi sel yang telah
terspesialisasikan fungsinya seperti sel otot, sel darah merah, atau sel otak.

Stem sel berbeda dengan tipe-tipe sel lainnya karena memiliki 2 karakter khas: (1)
Stem sel adalah sel yang belum terspesialisasi dengan kemampuan memperbarui
diri mereka sendiri. Kemampuan memperbarui diri ini ditampakkan dengan
kemampuan membelah diri, meski sel itu tidak aktif dalam periode yang cukup
panjang; (2) Bila distimulasi secara psikologis atau percobaan tertentu, stem sel
dapat dibuat/dijadikan sebagai jaringan atau organ dengan sel khusus yang
fungsinya telah terspesialisasi. Sebagai contoh misalnya: Di dalam jaringan usus
dan tulang sumsum, stem sel secara reguler memperbaiki dan menggantikan
jaringan yang mati atau rusak. Dalam organ yang lain, seperti pankreas atau
jantung, stem sel hanya membelah diri dalam kondisi yang khusus.

Ada 2 jenis stem sel dalam tubuh manusia dan binatang yakni: (1) Embryonic Stem
Cells, dan (2) Non-Embryonic Stem Cells (Somatic/Adult Stem Cells). Pada tahun
1981, para ahli pertama kali menemukan Embryonic Stem Cells dari embrio tikus.
Penelitian ini akhirnya membawa para ahli untuk menemukan Embryonic Stem
Cells pada manusia. Penemuan Embryonic Stem Cells pada manusia terjadi pada
tahun 1998. Sel ini disebut sebagai Human Embryonic Stem Cells. Embrio yang
digunakan untuk penelitian ini pertama-tama diciptakan demi tujuan reproduksi
melalui prosedur in vitro fertilization. Ketika embrio yang diciptakan melalui in
vitro fertilization tidak digunakan lagi demi tujuan reproduksi (sisa embrio yang
diciptakan dalam usaha reproduksi melalui in vitro fertilization), embrio tersebut
didonasikan demi kepentingan penelitian dengan terlebih dahulu mendapatkan
informed consent dari pendonornya.

Somatic Stem Cells atau disebut juga sebagai Adult Stem Cells adalah stem sel
yang dihasilkan dari sel tubuh (bukan dari embrio). Stem sel ini merupakan stem
sel yang dibuat dari stem sel jaringan atau organ tubuh tertentu yang pada awalnya
bersifat unipotent (satu potensi) menjadi multipotent (banyak potensi). Hingga
akhirnya pada tahun 2006 para peneliti membuat suatu ‘breakthrough’ yang baru
yakni mampu mengidentifikasikan kondisi yang akan memungkinkan beberapa sel
somatic (sel tubuh manusia/hewan selain sel seks/gamet) dapat diprogram ulang
(reprogrammed) secara genetik untuk mendapatkan Stem sel. Stem sel ini disebut
sebagai Induced Pluripotent Stem Cells (IPSCs).

Stem sel amat penting untuk organisme yang hidup, sebab stem sel inilah yang
memungkinkan manusia dan hewan itu bertumbuh dan memiliki berbagai macam
organ. Ini terjadi ketika manusia dan hewan itu masih dalam taraf embrio. Ketika
embrio berusia 3-5 hari, atau yang disebut sebagai blastokista. Pada saat itu,
embryoblast (yang akan tumbuh sebagai janin) memiliki sifat pluripotent (banyak
potensi). Embryoblast inilah yang akan tumbuh menjadi organisme utuh dengan
sel-sel yang mulai terspesialisasi dengan banyak fungsi. Selain di dalam
blastokista, stem sel juga terdapat di tali pusar, darah, sumsum tulang belakang,
otak, kornea mata, dll.3 Stem sel ini dapat mengganti sel yang rusak ataupun
membelah diri membentuk sel yang baru (baik yang belum terspesialisasi maupun
yang telah terspesialisasi). Dengan ditemukannya kemampuan regeneratif yang
unik pada Stem sel ini, penelitian tentang Stem sel berlanjut untuk menyediakan
potensi baru bagi pengobatan beberapa penyakit seperti diabetes dan penyakit
jantung.

Embryonic Stem Cells

Sesuai dengan namanya, Embryonic Stem Cells didapatkan dari embrio. Sebagian
besar Embryonic Stem Cells didapatkan dari embrio yang berkembang dari sel
telur yang telah dibuahi melalui prosedur in vitro fertilization (pembuahan
artifisial) . Embryonic Stem Cells tidak pernah didapatkan dari sel telur yang telah
dibuahi di dalam rahim perempuan. Embrio yang darinya Embryonic Stem Cells
didapatkan adalah embrio yang berumur 3-5 hari, ketika embrio mengalami
perkembangan sebagai blastokista. Blastokista terdiri dari 3 struktur: (1)
Trophoblast: lapisan tipis bagian luar, bagian ini akan menjadi plasenta (ari-ari)
yang akan menyampaikan makanan yang berasal dari ibunya; (2) kelompok
Blastocoels: rongga di dalam blastokista yang berisi cairan yang nantinya akan
berkembang menjadi air ketuban; (3) Embryoblast: sekelompok sel yang terletak di
dalam trophoblast yang nantinya akan berkembang menjadi janin. Akan tetapi
setelah adanya penelitian tentang Stem sel, dimana Stem sel diambil dari
embryoblast yang menyebabkan kematian blastokista, maka nama sel itu berubah
menjadi inner cell mass.4
Embryonic Stem Cells pada manusia dilakukan dengan cara mentransfer
embryoblast (inner cell mass/ICM) ke dalam sebuah mangkuk pembiakan di
laboratorium yang telah diberi nutrisi yang disebut sebagai culture-medium. Sel
tersebut lalu membelah diri dan berkembang biak di permukaan mangkuk.
Permukaan mangkuk dilapisi dengan sel kulit embryonic dari tikus yang telah
direkayasa sehingga mereka tidak akan membelah diri. Setelah beberapa bulan
tumbuh di mangkuk culture, sel-sel itu mulai membelah diri tanpa terdiferensiasi.
Sel-sel ini memiliki kemampuan untuk membentuk sel-sel dalam tubuh seperti sel
otot, darah, syaraf, dan sel-sel yang lain. Kemampuan untuk berkembang biak dan
pertumbuhan dari inner cell mass yang telah ditransfer dari blastokista ini
menjanjikan suatu kemajuan dalam bidang kedokteran dalam hal pengobatan
penyakit-penyakit seperti penyakit jantung, Parkinson, hingga leukemia. Sel-sel
yang membelah diri dan membiakan diri tanpa terdiferensiasi (terspesialisasi) ini
bersifat pluripotent dan inilah yang disebut sebagai human embryonic stem cells
(stem sel dari embrio manusia).5

Adult Stem Cells (Somatic Stem Cells)

Adult Stem Cell ini adalah Stem sel yang didapatkan bukan dari embrio, melainkan
dari sel-sel yang telah terdiferensiasi dalam tubuh manusia dan hewan. Dengan
demikian, Adult Stem Cell ini termasuk sebagai Non Embryonic Stem Cells. Adult
stem cell (stem sel dewasa) ini juga sering disebut sebagai somatic stem cell (stem
sel somatic). Somatic stem cell adalah sel-sel yang belum terdiferensiasi yang
ditemukan diantara sel-sel terdiferensiasi dalam jaringan atau organ. Sel itu dapat
memperbarui diri sendiri dan dapat menjadi sel yang telah terdiferensiasi untuk
menghasilkan beberapa atau seluruh tipe sel yang telah terspesifikasi dalam
jaringan atau organ tertentu. Peranan pertama dari somatic stem cell dalam
organisme hidup adalah untuk memelihara dan memperbaiki jaringan dimana
somatic stem cell ditemukan. Apabila dalam embryonic stem cell, asal muasal stem
sel terletak pada inner cell mass, dalam somatic stem cell, asal muasal stem sel ini
masih dalam penelitian khusus dari para ilmuwan. Setelah diadakan penelitian
yang panjang, para ahli ternyata menemukan bahwa somatic stem cell terdapat di
dalam banyak jaringan, lebih banyak dari yang mereka pikirkan sebelumnya.
Penemuan ini telah membawa para peneliti dan para ilmuwan di bidang kedokteran
bekerja keras untuk menemukan lebih lanjut kemungkinan penggunaan somatic
stem cell ini dalam proses transplantasi jaringan atau organ. Hingga saat ini, para
ilmuwan menemukan bahwa somatic stem cell juga terdapat di jantung dan otak.
Apabila proses diferensiasi somatic stem cell ini dapat dikontrol/dikendalikan di
laboratorium, sel-sel ini dapat menjadi penemuan luar biasa bagi kemajuan bidang
kedokteran, khususnya untuk kepentingan transplantasi jaringan.6

Induced Pluripotent Stem Cells (IPSCs)

Secara sederhana, Induced Pluripotent Stem Cells (IPSCs) adalah tipe stem sel
pluripotent, yang memiliki kemampuan sama dengan embryonic stem cell, namun
dibentuk dengan memasukkan gen ke dalam somatic sel. Induced Pluripotent Stem
Cells ini didapatkan dengan memprogram ulang (reprogramming) sel menjadi tipe
sel yang spesifik hingga seperti embryonic stem cells dengan memasukkan gen-
gen. Induced Pluripotent Stem Cells ini adalah hasil dari rekayasa genetika
terhadap sel somatic hingga menghasilkan sel dengan sifat pluripotent
sebagaimana embryonic stem cell. Induced Pluripotent Stem Cells pertama kali
dilaporkan pada tahun 2006, yakni Induced Pluripotent Stem Cell pada tikus.
Sedangkan Induced Pluripotent Stem Cells pada manusia dilaporkan pertama kali
pada tahun 2007.

Penemuan Induced Pluripotent Stem Cells ini mendukung perkembangan dalam


bidang kedokteran dan obat-obatan. Para ahli berharap dapat menggunakannya
dalam pengobatan dengan menggunakan model transplantasi. Bahkan beberapa
penelitian selanjutnya, para ahli mulai mengembangkan reprogramming pada virus
dan memasukkannya ke somatic sel. Harapannya, penelitian ini dapat
menghasilkan obat-obatan bagi berbagai macam penyakit. Para ahli berharap
bahwa penemuan IPSCs ini dapat memajukan dunia pengobatan dengan
memprogram ulang sel agar dapat menjadi sel dengan sifat pluripotent yang akan
memperbaiki jaringan-jaringan yang rusak dalam tubuh manusia.7

Kloning

Dalam bukunya yang berjudul Problem Etis Kloning Manusia, CB. Kusmaryanto,
SCJ mengungkapkan bahwa istilah ‘Kloning’ berasal dari kata Klon (Yunani) yang
artinya: tunas. Oleh karena itu, secara sederhana, kloning dapat dipahami sebagai
suatu metode reproduksi biologis tanpa menggunakan sel seks (reproduksi
aseksual). Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang terjadi tanpa peleburan sel
sperma dan sel telur. Cara-cara reproduksi ini dapat dilakukan dengan membelah
diri ataupun dengan model stek pada tanaman singkong.8 Dalam bioetika, kloning
dipahami sebagai sebuah bentuk usaha menciptakan replika gen yang
memunculkan organisme sama persis dengan organisme induknya. Reproduksi
dengan cara kloning ini akan menghasilkan organisme dengan informasi genetik
sama. Ada 3 macam cara untuk melakukan reproduksi dengan kloning:
embryo splitting: pemisahan embrio. Pemisahan embrio ini dilakukan pada embrio
biasa (peleburan sel sperma dan sel telur) ketika memasuki tahap pre-nidasi, yakni
ketika embrio memiliki sifat totipotent. Pada tahap ini, embrio terdiri dari 8 sel
yang memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi individu. Apabila ke-8 sel
itu dipisahkan, maka akan menjadi 8 individu. Pada tahap itulah sel-sel tersebut
dipisahkan sehingga akan menghasilkan 8 individu yang memiliki kesamaan
genetis. Hal ini terjadi juga dalam kasus anak kembar dimana satu sel telur yang
telah dibuahi menjadi dua individu karena proses pemisahan pada tahap totipotent
tesebut.9

Recombinant DNA Technology


Recombinant DNA Technology adalah cara mengklon organisme dengan
menggabungkan gen yang akan diklon dengan sebuah vektor. Vektor ini bisa
plasmide, bacteriophage, Yeast Artificial Cosmide, dll. DNA baru yang disebut
sebagai recombinant DNA sekurang-kurangnya harus terdiri dari dua bit DNA,
yakni gen dan vektornya, lalu sesudahnya diletakkan dalam organisme yang cocok,
misalnya bakteri atau ragi. Perpaduan antara gen dan vektor ini akan mengalami
pembiakan di dalam organisme tersebut sehingga terjadi kloning sel. Sel-sel ini
memiliki gen yang sama.10

Somatic Cell Nuclear Transfer


Somatic Cell Nuclear Transfer adalah metode kloning dengan menggunakan inti
sel somatic (nukleus sel somatic) yang ditanamkan ke dalam sel telur yang telah
dibuang inti selnya. Setelahnya, sel tersebut dirangsang dengan listrik yang
memungkinkan terjadinya pertumbuhan sel tersebut. Ternyata sel tersebut mampu
berkembang menjadi embrio yang kemudian dimasukkan ke dalam rahim
binatang/wanita yang sudah dipersiapkan secara biologis untuk dapat menerima
dan mengembangkan embrio kloning. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan
Dolly (kloning pada biri-biri). Secara genetis, embrio baru itu memiliki gen yang
sama dengan induknya (gen dalam nukleus somatic sel yang telah ditanamkan
dalam sel telur yang telah dibuang inti selnya ).11

Jenis Kloning12

Dalam bioteknologi, ada dua jenis kloning. Pembagian jenis kloning ini
berdasarkan tujuan dari tindakan membuat kloning. Kedua jenis kloning tersebut
adalah:

Reproductive Cloning: Kloning yang diadakan demi tujuan reproduksi. Kloning


jenis ini pertama-tama bertujuan untuk mendapatkan keturunan, atau mengadakan
pertambahan jumlah organisme. Kloning demi tujuan reproduksi ini menjadi
menarik bagi orang-orang yang mengalami kesulitan mendapatkan keturunan. Di
samping itu, kloning demi tujuan reproduksi ini juga menarik perhatian para
pelaku industri. Dengan ditemukannya teknologi kloning untuk kepentingan
reproduksi, berarti membuka peluang untuk mengembangkan industri reproduksi
manusia, hewan, maupun tumbuhan demi kepentingan bisnis.

Therapeutic Cloning: Kloning yang diadakan demi tujuan pengobatan. Therapeutic


Cloning ini berhubungan erat dengan proses mendapatkan stem sell yang akan
digunakan dalam berbagai macam pengobatan. Kloning dengan tujuan pengobatan
ini pertama-tama tidak menginginkan hadirnya organisme baru yang memiliki
kesamaan genetis dengan induknya, melainkan memanfaatkan stem sel dari embrio
klon yang tidak diimplantasikan ke dalam rahim. Singkatnya, Kloning jenis ini
adalah kloning untuk mendapatkan embryonic stem cell dari embrio hasil kloning.

Kaitan Antara Stem Sel dan Kloning

Dengan adanya penemuan tentang Stem Sel demi kemajuan teknologi pengobatan,
para ahli mencoba melanjutkan penelitian mengenai reproduksi stem sel
(khususnya embryonic stem cell). Hal ini didukung oleh penemuan teknologi
kloning. Para peneliti bioteknologi mulai mengembangkan kloning demi
memperoleh dan mereproduksi embryonic stem cell. Dengan menggunakan
metode kloning, embryonic stem cell yang didapatkan akan memiliki kesamaan
genetis dari induk biologisnya. Hal ini dipandang oleh para ahli sebagai sebuah
penemuan yang pesat dalam bidang pengobatan. Dengan memiliki kesamaan
genetis, stem cell yang digunakan untuk mengganti atau memperbaiki jaringan
yang rusak karena penyakit tentu memiliki prospek keberhasilan yang cukup
signifikan.13

Pandangan Bioetika terhadap Stem Sel dan Kloning

Pandangan Bioetika terhadap Teknologi Stem Sel

Penemuan teknologi Stem sel dan kloning telah mengejutkan komunitas ilmuwan
dan masyarakat pada umumnya. Penemuan teknologi ini setidaknya memicu
banyak kontroversi dalam bidang bioetika. Pada tahun 1999, di Amerika Serikat,
Presiden Bill Clinton meminta pada National Bioethics Advisory Commision
(NBAC) untuk mempelajari permasalahan ini. Selain itu, banyak kalangan religius
Amerika yang menyatakan penolakannya atas tindakan penciptaan embrio dan
perusakan embrio demi penelitian tentang stem sel dan kloning ini. Sementara itu,
penemuan ini pun memicu para ahli etika untuk mempelajari lebih lanjut tentang
stem sel dan kloning dalam kaitannya dengan tanggungjawab etika moral secara
umum.14

Pada bulan November 1998 Presiden Bill Clinton meminta pada National
Bioethics Advisory Commission untuk turut memikirkan dan memperhatikan
persoalan tentang penelitian embryonic stem cell. Pada tanggapannya terhadap
Panel Penelitian Embrio Manusia (Human Embryo Research Panel) yang diadakan
pada tahun 1994, Presiden mengatakan bahwa meski beliau dapat mengabsahkan
penelitian terhadap embrio demi tujuan reproduksi melalui IVF (in vitro
fertilization), beliau tidak dapat mengabsahkan penggunaan IVF untuk
menciptakan embrio demi tujuan penelitian. Namun pada tahun 1998, akhirnya
presiden Bill Clinton mengindikasikan bahwa beliau mengabsahkan penggunaan
kloning melalui somatic cell nuclear transfer (SCNT) dalam menciptakan embrio
demi tujuan penelitian. Hal ini tertuang dalam Statement of Administration Policy
pada tahun 1998 yang mengatakan bahwa tidak dilarang untuk menggunakan
SCNT sel manusia demi mengembangkan teknologi stem sel yang berguna bagi
pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit yang serius.15

Kebijakan pemerintah Amerika Serikat melalui presiden Bill Clinton tentang


penelitian embryonic stem cell ini memicu beberapa pertanyaan sekaligus kritik
dari para ahli etika. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul antara lain: (1)
Bagaimana para pembuat kebijakan tersebut memandang dan berbicara tentang
hubungan antara penelitian human embryonic stem cell dengan penelitian embrio?
(2) Bagaimana argumen para pembuat kebijakan tersebut tentang penelitian embrio
secara terbatas? (3) Bila secara umum penelitian embrio secara terbatas itu dapat
diterima, apakah tujuan awal dari para pembuat embrio ini telah membuat suatu
perbedaan nilai moral? Dengan kata lain, apakah masuk akal jika mengabsahkan
penelitian pada embrio yang akan dibuang, namun menolak penelitian dalam
menciptakannya? (4) Apakah masuk akal jika mengabsahkan SCNT untuk
menciptakan embrio demi penelitian namun menolak IVF demi tujuan yang sama?
(5) Jika penggunaan SCNT pada manusia untuk menciptakan embrio demi
penelitian itu diterima, akankah penggunaan SCNT pada sel manusia dan hewan
dapat diterima demi tujuan yang sama?16

Pertanyaan-pertanyaan ini mengantar para ahli bioteknologi dan etika dalam


perdebatan panjang mengenai legalitas penelitian penciptaan embrio demi
memperoleh embryonic stem cell. Argumen dari para ahli bioteknologi
mengatakan bahwa embryonic stem cell bukanlah embrio dan dengan demikian
penelitian itu absah. Tapi bagaimanapun juga embryonic stem cell dihasilkan
dengan merusak embrio. Dengan demikian, segala bentuk perusakan terhadap
embrio, demi tujuan penelitian yang baik sekalipun, tidak dapat dibenarkan secara
moral. Untuk itu, pemahaman yang akurat mengenai hubungan antara embryonic
stem cell dan penelitian penciptaan embrio harus dimiliki demi mengadakan
penilaian moral terhadap teknologi embryonic stem cell, baik itu yang dilakukan
dengan cara IVF maupun SCNT. Selain itu, para pembuat kebijakan hendaknya
juga memahami proses SCNT yang juga mampu menciptakan embrio secara klon.
Apa yang terjadi dalam SCNT juga merupakan suatu penelitian yang menciptakan
embrio. Apakah menggunakan SCNT demi memperoleh embryonic stem cell yang
juga merusak embrio hasil SCNT dapat dibenarkan secara moral?

Perdebatan juga berlanjut pada persoalan tentang penggunaan sisa embrio hasil
IVF demi tujuan mendapatkan stem sel dan pelarangan penggunaan IVF demi
mendapatkan embryonic stem cell. Apakah tujuan akhir dari suatu perbuatan
merusak embrio dapat meringankan beban moral atas perusakan tersebut? (demi
tujuan reproduksi dan atau mendapatkan embryonic stem cell). Bukankah
penciptaan embrio dengan menggunakan metode IVF itu pun dapat diabsahkan
secara moral jika akhirnya menyisakan embrio-embrio yang tidak terpakai dan
dibuang/atau digunakan untuk penelitian demi mendapatkan embryonic stem cell?
Dan juga apakah sungguh dapat dibenarkan secara moral jika mengadakan
penelitian dan produksi embryonic stem cell demi tujuan yang mulia sekalipun
yakni demi keuntungan medis semata? Apa yang tidak dapat dibenarkan secara
moral dalam usaha mendapatkan embryonic stem cell adalah perusakan embrio.
Sebab embryonic stem cell tidak bisa diperoleh tanpa merusak embrio, baik itu
embrio yang dihasilkan melalui IVF maupun SCNT (kloning model somatic
nuclear transfer).17

Berikut ini adalah salah satu contoh perdebatan yang muncul seputar problem etika
moral atas teknologi stem sel dan kloning. Meski tujuan dan manfaat dari
penelitian tentang stem sel maupun kloning sungguh amat menjanjikan bagi
kemajuan bidang pengobatan, namun tindakan menciptakan embrio pada manusia
dan kemudian merusak serta memutus pertumbuhan normalnya sebagai individu
baru sungguh tidak dapat dibenarkan secara etis dan moral. Satu-satunya penelitian
dan penggunaan stem sel yang dapat dibenarkan secara moral dan tidak melanggar
hak hidup embrio adalah penggunaan somatic stem cell. Meski demikian
hendaknya penelitian ini tepat menerapkan informed consent dari para pendonor
somatic stem cell.
Pandangan Bioetika terhadap Teknologi Kloning
Penelitian tentang kloning pada hewan dan manusia ini telah diadakan sejak tahun
1975 melalui keberhasilan Dr. John Gurdon dalam mengklon katak. Keberhasilan
ini tentu memicu penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan penerapan teknologi
kloning ini pada hewan lain dan manusia. Hingga akhirnya pada tanggal 13
Oktober 1993, dua peneliti Amerika, Jerry L. Hall dan Robert J. Stillman dari
Universitas George Washington mengumumkan hasil kerjanya tentang kloning
manusia dengan menggunakan metode embryo splitting (pemisahan embrio ketika
berada dalam tahap totipotent) atas embrio yang dibuat secara in vitro fertilization
(IVF). Dari proses embryo splitting tersebut, Hall dan Stillman mendapatkan 48
embrio baru yang secara genetis sama persis.18 Penelitian terhadap kloning ini pun
tetap berlanjut. Pada tanggal 23 Februari 1997, Dr. Ian Wilmut dan kawan-kawan
peneliti dari Roslin Institute di Edinburg (Skotlandia) mengumumkan dalam
majalah Nature bahwa ia telah berhasil mengklon biri-biri yang diberi nama Dolly.
Metode kloning yang digunakan untuk mengklon biri-biri tersebut adalah metode
somatic cell nuclear transfer (SCNT).

Atas penemuan-penemuan baru dalam teknologi kloning ini, berbagai kalangan


mereaksi dengan keras bahwa jika teknologi ini diterapkan pada manusia, maka
teknologi kloning sungguh tidak dapat dibenarkan secara moral. Teknologi kloning
pada manusia akan menimbulkan begitu banyak persoalan etis dan moral yang
amat serius. Salah satu contoh pelarangan teknologi kloning pada manusia muncul
dari National Bioethics Advisory Commision (Amerika Serikat) yang menyatakan
bahwa: “Untuk saat ini, secara moral tidak dapat diterima bila seseorang mencoba
untuk menciptakan anak dengan mempergunakan teknik somatic cell nuclear
transfer cloning, baik secara pribadi maupun secara umum, baik dalam lingkup
riset maupun dalam lingkup klinis”.19 Hal yang sama juga terjadi di Parlemen Uni
Eropa yang melarang setiap negara anggotanya melakukan kloning terhadap
manusia. Meski demikian, perdebatan mengenai kloning pada manusia masih terus
berlanjut. Sampai saat ini, umum diterima bahwa kloning pada manusia adalah
tidak benar secara moral karena melanggar hak asasi dan martabat manusia, selain
juga membahayakan terhadap kelangsungan genetis manusia.20

Beberapa permasalahan yang memberatkan dilakukannya kloning pada manusia


antara lain: (1) Kloning pada manusia melanggar martabat manusia yang unik
sebagai individu keturunan manusia (buah cinta dari laki-laki dan perempuan).
Manusia hasil kloning merupakan kopian dari induk biologisnya yang memiliki
kesamaan genetis sama persis; (2) Melanggar hak hidup manusia. Embrio hasil
kloning akan tumbuh juga menjadi manusia, namun ketidakjelasan identitas dan
keutuhannya sebagai manusia dari sel sperma dan sel telur telah didegradasikan
sedemikian rupa hanya demi tujuan produksi manusia, terlebih jika akhirnya
kloning ini dibuat demi tujuan memperoleh human embryonic stem cell; (3)
Teknik yang dipakai dalam kloning manusia sungguh tidak aman dan efektif. Hal
ini justru dapat merendahkan martabat manusia karena resiko kerusakan masih
sangat tinggi. Hal ini tidak etis karena hasil yang akan dicapai dengan program itu
masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan resiko kerusakan yang dihasilkan
oleh teknik kloning tersebut; (4) Erosi Kehidupan Keluarga. Dengan teknik
kloning manusia, berarti kehidupan keluarga mengalami degradasi makna, sebab
anak dari kloning dapat dibuat tanpa sel sperma dari ayahnya, atau tidak pernah
memiliki ibu biologis yang jelas. Di samping juga persoalan psikologis yang akan
muncul dalam relasi antara anak hasil kloning dengan induk biologisnya; (5)
Pelanggaran terhadap martabat prokreasi. Prokreasi terjadi dengan adanya
persatuan seksualitas manusia antara laki-laki perempuan secara natural (ada
hubungan seksual). Teknik kloning mengabaikan itu semua; (6) Hak untuk
dikandung secara natural. Setiap individu memiliki hak untuk dikandung secara
natural oleh ibunya. Dalam kloning, terbentuknya embrio terjadi dibawah rekayasa
manusia (tidak secara natural), dan terjadi tidak di dalam rahim seorang
perempuan; (7) Melanggar hak atas indentitas individu dan keunikannya. Anak
hasil kloning tidak memiliki keunikan identitas genetisnya. Ia merupakan kopian
dari pribadi yang membuat kloning atas dirinya; (8) Eugenic: usaha manusia dalam
memperoleh keturunan unggul dengan merekayasa gen dan menciptakan pribadi-
pribadi yang telah terekayasa; (9) Manusia sebagai objek. Dalam kloning, amat
jelas bahwa manusia yang dihasilkan dengan menggunakan metode kloning
ditempatkan sebagai objek reproduksi dan penelitian semata; (10) Mempermiskin
faktor keturunan. Kloning tidak menambah kemungkinan baru dalam keturunan
manusia karena berasal dari gen yang sama (hanya merupakan kopian gen); (11)
Ketidakadilan Sosial. Biaya yang dibutuhkan dalam kloning tentu akan sangat
besar, dan hanya orang-orang kayalah yang mampu membuat kloning. Hal ini tentu
akan semakin memperlebar jurang antara orang kaya dan orang miskin.21

Pandangan Etika Moral Gereja Katolik tentang Stem Sel Embrio Manusia dan
Kloning Manusia
Pandangan Etika Moral Gereja Katolik dalam menanggapi persoalan Stem Sel
Embrio Manusia dan Kloning pada manusia kiranya amat jelas bahwa Gereja
Katolik menolak segala macam bentuk pembunuhan terhadap manusia (sekalipun
manusia itu masih dalam tahap embrio). Dengan demikian, sikap Gereja amat jelas
akan menolak teknologi human embryonic stem cell karena didapatkan dengan
membunuh embrio. Hal ini dapat disamakan dengan pelanggaran moral
sebagaimana terjadi dalam tindakan aborsi. Sikap Gereja Katolik berkaitan dengan
kloning pun senada dengan penolakannya terhadap teknologi human embryonic
stem cell. Dengan jelas kloning pada manusia telah mengingkari martabat
prokreasi dan keunikan identitas manusia sebagai pribadi yang bermartabat di
hadapan Allah. Beberapa sikap Gereja Katolik tersebut didasarkan pada pokok-
pokok ajaran tentang hidup dan martabat manusia yang adalah seorang pribadi,
sebagai berikut:

Dasar Alkitabiah Mengenai Human Cloning dan Human Embryonic Stem Cells

Salah satu sumber inspirasi iman, sikap moral dan etika Gereja Katolik adalah
Alkitab. Bagi Gereja Katolik, Alkitab merupakan refleksi iman terhadap Allah
yang mau terlibat dalam sejarah keselamatan manusia di dalam Yesus Kristus.
Dalam setiap langkah hidupnya, Gereja Katolik selalu dihidupi oleh refleksi iman
tersebut yang akan menghantar setiap umat beriman kepada pengalaman akan
Allah yang sungguh-sungguh terlibat dalam hidup dan sejarah keselamatan
manusia. Dalam menanggapi persoalan-persoalan duniawi pun, Gereja Katolik
senantiasa mempertanggungjawabkan imannya berdasarkan refleksi iman yang
telah tertuang dalam Alkitab. Melalui Alkitab pula umat Katolik diajak untuk
semakin mau mendengarkan intisari kehendak Tuhan dalam hidup ini, termasuk
ketika menanggapi persoalan-persoalan etis tentang perkembangan teknologi
manusia.

Dalam menanggapi persoalan tentang human embryonic stem cells dan kloning
pada manusia, Marion L. Soard mengajak untuk melihat dasar-dasar Alkitab yang
melarang keras tindakan pembunuhan terhadap manusia (termasuk ketika manusia
itu masih dalam wujud embrio). Beberapa perikop berikut merupakan ajaran dasar
iman Katolik terhadap penghargaan hidup dan pribadi manusia:22

Kejadian 1-2. Teks berikut merupakan dasar dari iman Katolik terhadap indahnya
kehidupan. Dalam teks tersebut terungkap bahwa Allah menciptakan segala
sesuatu. Oleh para pendukung penelitian human embryonic stem cells, ayat ini
digunakan sebagai salah satu alasan bahwa teknologi dan penelitian tentang human
embryonic stem cells ini juga atas prakarsa Allah. Allah memberi kemampuan
kepada manusia untuk membuat kehidupan manusia ini semakin baik, termasuk
menciptakan human embryonic stem cells demi tujuan kemanusiaan. Namun
kerangka pikir tentu tidak benar. Jika menelaah lebih dalam, “ Segala sesuatu
diciptakan oleh Allah”, maka manusia yang masih berwujud embrio pun adalah
ciptaan Allah. Teknologi human embryonic stem cells dilakukan dengan
merusak/membunuh embrio. Hal ini tentu bertentangan dengan tindakan Allah
yang menciptakan segala sesuatu. Campur tangan manusia dalam menghentikan
kehidupan dan perkembangan embrio (yang adalah ciptaan Allah) demi tujuan
kemanusiaan sekalipun merupakan bentuk pelanggaran terhadap previlese Allah
yang adalah pencipta segala sesuatu. Dengan demikian, penciptaan embrio demi
penelitian human embryonic stem cells telah melanggar kehendak Allah Sang
Pencipta segala sesuatu.

Kejadian 1: 26-27. Teks ini merupakan prinsip dasar dalam iman Katolik untuk
menolak teknologi human embryonic stem cells dan kloning pada manusia bahwa
manusia adalah citra Allah (gambar Allah). Dalam teks ini hendak dikatakan
bahwa setiap manusia adalah citra Allah dan Allah tidak membeda-bedakannya di
antara manusia, entah itu manusia (sejak pembuahan hingga kesudahannya)
dewasa ataupun yang masih dalam tahap embrio. Dengan demikian, teknologi
human embryonic stem cells merupakan pelanggaran terhadap harkat martabat
manusia, bahkan sejak pembuahannya, karena dalam human embryonic stem cells,
manusia (yang berwujud embrio) terdiskriminasi dan tercabut hak hidupnya demi
mendapatkan stem cell bagi manusia lain.

Keluaran 20 : 13. Teks ini berisi perintah Tuhan yang melarang setiap manusia
melakukan pembunuhan atas sesamanya. Hak hidup dan hak mati sepenuhnya
berada di tangan Allah. Dengan demikian, teknologi human embryonic stem cells
(baik dilakukan secara in vitro fertilization maupun human somatic cell nuclear
transfer/cloning) bertentangan dengan perintah Tuhan dan melanggar hak hidup
manusia.

Hakim-Hakim 13: 3-5; Ayub 3:3; Ayub 10: 8-12; Mzm 51: 5; Mzm 139:13-16;
Yesaya 44: 2, 21, 24; 49:1; Yeremia 1:5 dan Galatia 1: 15-16. Teks-teks berikut
mengungkapkan kebenaran iman Katolik tentang panggilan Allah sejak manusia
dikandung ibunya (sejak pembuahan terjadi). Setiap individu (bahkan dalam tahap
embrio pun) telah memiliki alur hidup yang telah direncanakan Tuhan untuknya.
Dengan demikian, teknologi human embryonic stem cells dan kloning pada
manusia telah mengacaukan sekaligus melanggar martabat panggilan manusia
sejak dalam kandungan.

Mzm 113:5-9. Teks ini mengungkapkan tentang pembelaan Allah terhadap orang-
orang yang lemah dan tersingkir. Allah telah berkenan dengan orang-orang yang
hina itu. Dalam kasus teknologi human embryonic stem cells dan kloning pada
manusia, embrio merupakan bagian dari individu/orang yang mendapatkan
pembelaan Allah dan perhatian Allah. Jika embrio itu dirusak/dibunuh demi
kepentingan penelitian ataupun kemajuan teknologi pengobatan, maka tindakan itu
sama artinya dengan melawan Allah sendiri yang telah berkenan mengasihi dan
memelihara serta mengangkat orang-orang yang hina, lemah dan tersingkir.
Mat 7: 21-23. Teks ini hendak mengatakan bahwa Tuhan Allah bukanlah Allah
yang pragmatis seperti manusia. Tindakan membunuh embrio demi mendapatkan
stem cell ataupun k

Anda mungkin juga menyukai