I. PENDAHULUAN
Menurut World Health Organization(WHO), Rumah Sakit merupakan suatu
bagian dari organisasi medis dan sosial yang mempunyai fungsi untuk memberikan
pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat, baik kuratif maupun preventif
pelayanan keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan rumah. Rumah sakit juga
merupakan pusat untuk latihan tenaga kesehatan dan penelitian biologi, psikologi, sosial
ekonomi dan budaya. Tetapi dalam praktiknya dalam pelayanan di rumah sakit memiliki
resiko baik langsung maupun tidak langsung baik kepada pasien maupun kepada
petugas kesehatan maupun non medis dan salah satu yang paling terjadi adalah infeksi
nosokomial.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat dari Rumah Sakit, infeksi tidak
terjadi di Rumah Sakit, infeksi tidak terjadi atau tidak dalam masa inkubasi pada saat
pasien masuk Rumah Sakit. Sedangkan menurut Depertemen Kesehatan (2003), Infeksi
nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dirawat
di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di
rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke
rumah sakit
2
menyebabkan kematian pasien akan tetapi ia menjadi penyebab penting pasien dirawat lebih
lama di rumah sakit. Ini berarti pasien membayar lebih mahal dan dalam kondisi tidak
produktif, di samping pihak rumah sakit juga akan mengeluarkan biaya lebih besar.
Dalam meningkatkan kualitas mutu pelayanau di rumah sakit perlu dilaksanakan
program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Kegiatan program ini sangat komplek dan
menyangkut berbagai sasaran antara lain personil, alat/peralatan medis ruang perawatan, kamar
bedah dan lingkungan. Kegiatan tersebut harus dilaksanakan secara terpadu oleh semua pihak
termasuk semua petugas rumah sakit baik dokter, perawat, petugas kesehatan lainnya, petugas
kebersihan, petugas pemeliharaan sarana rumah sakit dan masyarakat lingkungan rumah sakit.
II. TUJUAN
A. Tujuan Umum :
Terciptanya kondisi lingkungan rumah sakit yang memenuhi persyaratan agar
menjamin pencegahan infeksi nosokomial dan membantu proses pengobatan serta
penyembuhan pasien, sehingga rumah sakit dapat meningkatkan mutu pelayanan, cakupan
dan efisiensi.
B. Tujuan Khusus :
Menjalankan tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dengan jalan
pemutusan rantai infeksi nosokomial, surveillance epidemiologi yang terpadu
yang meliputi petugas rumah sakit, pasien/keluarga, pengunjung dan masyarakat
sekitar.
V. SASARAN
3
Semua personil yang berkaitan dengan resiko terkena infeksi nosokomial seperti petugas
kesehatan, pasien/keluarga, pengunjung, dan masyarakat sekitar.
Alat / peralatan medis yang ada di ruang perawatan, kamar bedah dan lingkungan rumah
sakit.
VIII. PELAPORAN
Program Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi dilaporkan dan evaluasi setiap 3 bulan, 6 bulan
dan 1 tahun atau bila ada kejadian luar biasa (KLB) kepada Direktur.
IX. PENUTUP
Demikian program Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi ini kami susun semoga dapat
membantu peningkatan mutu pelayanan pencegahan dan pengendalian Infeksi pada khususnya
dan pelayanan RSIA Tanjungsari Blitar pada umumnya.
4
JADWAL KEGIATAN
PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RSIA TANJUNGSARI BLITAR
TAHUN 2018
BULAN
NO URAIAN KEGIATAN Ket
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
1 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
rumah sakit :
1.Kebersihan Tangan
2.Alat Pelindung Diri
3.Pemrosesan peralatan pasien
4.Penatalaksanaan Linen
5.Pengelolaan Limbah
6.Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit
7.Perlindungan Petugas Inklut SDM
Kesehatan/Kesehatan Karyawan: RS
a.Chek-up Kesehatan
b.Pemberian Imunisasi Hepatitis B
c.Penanganan pasca pajanan
8.Penempatan Pasien
9.Hygiene Respirasi/Etika Batuk
10.Praktik Menyuntik yang Aman
11.Praktik Lumbal Pungsi
2 Survaillance :
1.ILO
2.ISK
3.Plebitis
7 Evaluasi
8 Laporan
dr. Rudy B
Ketua Komite PPI
6
TOR PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RSIA TANJUNGSARI BLITAR
I. PENDAHULUAN
Infeksi Nosokomial menurut WHO adalah adanya infeksi yang tampak pada pasien
ketika berada didalam rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, dimana infeksi tersebut
tidak tampak pada saat pasien diterima dirumah sakit. Yang disebut infeksi nosokomial ini
termasuk juga adanya tanda tanda infeksi setelah pasien keluar dari rumah sakit dan juga
termasuk infeksi pada petugas petugas yang bekerja di fasilitas kesehatan. Infeksi yang
tampak setelah 48 jam pasien diterima dirumah sakit biasanya diduga sebagai suatu infeksi
nosokomial. Bagi pasien di rumah sakit ia merupakan persoalan serius yang dapat menjadi
penyebab langsung atau tidak langsung kematian pasien. Beberapa kejadian infeksi nosokomial
mungkin tidak menyebabkan kematian pasien akan tetapi ia menjadi penyebab penting pasien
dirawat lebih lama di rumah sakit. Ini berarti pasien membayar lebih mahal dan dalam kondisi tidak
produktif, di samping pihak rumah sakit juga akan mengeluarkan biaya lebih besar.
Dalam meningkatkan kualitas mutu pelayanau di rumah sakit perlu dilaksanakan program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Kegiatan program ini sangat komplek dan menyangkut
berbagai sasaran antara lain personil, alat/peralatan medis ruang perawatan, kamar bedah dan
lingkungan. Kegiatan tersebut harus dilaksanakan secara terpadu oleh semua pihak termasuk semua
petugas rumah sakit baik dokter, perawat, petugas kesehatan lainnya, petugas kebersihan, petugas
pemeliharaan sarana rumah sakit dan masyarakat lingkungan rumah sakit.
II. TUJUAN
A. Tujuan Umum :
Terciptanya kondisi lingkungan rumah sakit yang memenuhi persyaratan agar menjamin
pencegahan dan pengendalian infeksi dan membantu proses pengobatan serta penyembuhan
penderita, sehingga rumah sakit dapat meningkatkan mutu pelayanan, cakupan dan efisiensi.
B. Tujuan Khusus :
Menjalakan tindakan pencegahan dan pemberantasan Infeksi Nosokomial dengan jalan memutus
rantai infeksi nosokomial, surveillance epidemiologi yang terpadu yang meliputi karyawan,
pasien/keluarga pasien, dan pengunjung.
1
IV. LANGKAH KEGIATAN
1. Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
a. Kebersihan Tangan
b. Alat Pelindung Diri
c. Pemrosesan Peralatan Pasien
d. Penatalaksanaan Linen
e. Pengelolaan Limbah
f. Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit
g. Kesehatan Karyawan / Perlindungan Petugas Kesehatan
h. Penempatan Pasien
i. Hygiene Respirasi / Etika Batuk
j. Praktek Menyuntik yang Aman
2. Survailance :
1. ILO
2. ISK
3. PLEBITIS
4. Orientasi terhadap :
1. Karyawan Baru
2. pasien dan keluarga pasien
V. BIAYA
2
Biaya program sesuai dengan RAK yang telah disetujui oleh Direktur.
Blitar, 2018
3
TOR KEBERSIHAN TANGAN
RSIA Tanjungsari Blitar
I.LATAR BELAKANG
Kegagalan melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar dianggap sebagai penyebab
utama infeksi nosokomial (HAIs) dan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas
pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai konstributor yang penting terhadap timbulnya wabah
(Boyce dan Pittet,2002).menurut Perry
& Potter (2005), mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling
penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi. Cuci tangan adalah
proses membuang kotoran dan debu secara mekanik dari kulit kedua belah
tangan dengan memakai sabun dan air (Tietjen, et.al., 2004).
II.TUJUAN
Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu untuk
Mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan, Mencegah infeksi silang
(cross infection), Menjaga kondisi steril, Melindungi diri dan pasien dari
infeksi, Memberikan perasaan segar dan bersih.
Umum : Untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan.
Khusus : 1. Untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan
mengurangi jumlah mikroorganisme sementara.
2. Untuk mencapai cost efektif dalam perawatan pasien
III.SASARAN
1. Petugas kesehatan
2. Petugas penunjang
3. Petugas lain yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
4. Pasien / keluarga pasien / pengunjung
5. Petugas non kesehatan
6. Masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit
IV.LANGKAH KEGIATAN
1. Tim PPI melakukan sosialisasi / edukasi kebersihan tangan.
2. Komite PPI membuat poster / gambar tentang cara kebersihan tangan.
3. Komite PPI memasang poster / gambar cara kebersihan tangan di seluruh unit
Rumah Sakit
4. Manajemen rumah sakit menyediakan sarana kebersihan tangan
4
5. Tim PPI melakaukan monitoring kebersihan tangan terhadap karyawan, pasien/keluarga dan
pengunjung
6. Tim PPI melakukan audit kebersihan tangan 1- 3 bulan sekali
7. Komite PPI mengevaluasi dan menganalisa serta membuat laporan kepada Direktur.
V. BIAYA
Biaya program sesuai dengan RAK yang telah disetujui oleh Direktur.
VI .WAKTU KEGIATAN
1.Monitoring dilakukan oleh TIM PPI
2.Audit dilakukan oleh TIM PPI
3.Evaluasi dilakukan oleh TIM PPI
4.Laporan Tahunan oleh Komite PPI
VII. PELAKSANA
1. Petugas kesehatan
2. Petugas penunjang
3. Petugas lain yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
4. Pasien / keluarga pasien / pengunjung
5. Petugas non kesehatan
6. Masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit
Blitar, 2018
dr. Rudy
5
TOR ALAT PELINDUNG DIRI
RSIA Tanjungsari Blitar
I.LATAR BELAKANG
Pelindung barrier, yang disebut secara umum disebut sebagai alat pelindung diri
(APD), telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculya AIDS dengan
Hepatitis C, serta meningkatkan kembali Tuberkulosis di banyak Negara, pemakaian APD
menjadi juga sangat penting untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru
seperti flu burung, SARS dan infeksi lainnya (Emerging Infectious Diseases), pemakaian
APD yang tepat dan benar menjadi semakin penting.
Agar menjadi lebih efektif, APD harus digunakan secara benar. Misalnya gaun dan duk lobang
telah tebukti dapat mencegah infeksi luka bila hanya dalam keadaan kering. Sedangkan dalam
keadaan basah, kain beraksi sebagai spons yang menarik dari kulit atau peralatan melalui bahan
kain sehingga dapat mengkontaminasi luka operasi. Sebagai konsekuensinya,
pengolahan Rumah Sakit, penyelia dan para petugas kesehatan harus mengetahui tidak hanya
kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi peran APD sesungguhnya dalam mencegah
penyakit infeksi sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien.
Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata (pelindung wajah
dan kaca mata), topi, gaun apron dan pelindung lainnya. Di banyak Negara lain, topi, masker,
gaun dan duk sering terbuat dari kain atau kertas, namun pelindung yang paling baik adalah
yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sinetik yang tidak tembus air atau cairan
lain (darah atau cairan tubuh). Bahan yang tahan air ini tidak banyak tersedia karena harganya
yang mahal. Di banyak Negara, kain katun ringan (dengan jumlah benang 140/inci 2) adalah
bahan yang paling umum digunakan untuk pamakaian bedah (masket, topi dan gaun) serta duk.
Sayangnya, katun yang ringan tersebut tidak merupakan penghalang yang efektif, karena cairan
dapat tembus dengan mudah sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi. Denim, kanvas
dan bahan berat lainnya, disisi lain, terlalu tebal untuk ditembus oleh uap pada waktu
pengukusan sehingga tidak dapat di sterilkan, sulit dicuci dan memerlukan waktu yang terlalu
lama untuk kering. Sebaliknya bahan kain yang digunakan berwarna putih atau terang kotoran
dan kotaminasi dapat terlihat dengan mudah. Topi atau masker yang terbuat dari kertas tidak
boleh digunakan ulang karena tidak ada cara untuk membersihkannya dengan baik. Jika tidak
dapat dicuci jangan digunakan lagi. (Depertemen Kesehatan, 2009).
6
II.TUJUAN
Umum : Sebagai alat pelindung diri untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan.
Khusus :1.Melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari resiko pajanan
darah, semua jenis cairan tubuh,sekret,ekskreta,kulit yang tidak
utuh dan selaput lendir pasien.
2.Untuk mencapai cost efektif dalam perawatan pasien
III.SASARAN
1. Seluruh petugas kesehatan
2. Petugas penunjang kesehatan
3. Petugas sanitasi
4. Petugas kamar jenazah
5. Pasien, keluarga pasien dan pengunjung
III.LANGKAH KEGIATAN
1.Komite PPI membuat kebijakan dan SPO tentang penggunaan APD
2.Komite PPI melakukan sosialisasi / edukasi tentang penggunaan APD
3.Komite PPI memasang poster / gambar cara penggunaan APD yang efektif
di seluruh unit keperawatan dan penunjang
4.Manajemen rumah sakit menyediakan sarana Alat Pelindung Diri
5.Tim PPI melakaukan monitoring penggunaan APD terhadap karyawan dan
pasien/keluarga/pengunjung
6.Tim PPI melakukan audit penggunaan APD 1- 3 bulan sekali
7.Komite PPI mengevaluasi, menganalisa, dan merekomendasi serta membuat
laporan kepada Direktur untuk di tindak lanjuti.
V. BIAYA
Biaya program sesuai dengan RAK yang telah disetujui oleh Direktur.
VI .WAKTU KEGIATAN
1.Monitoring dilakukan oleh IPCN
2.Audit dilakukan TIM PPI
3.Evaluasi dilakukan TIM PPI
4.Laporan Tahunan dilakukan oleh Komite PPI
7
VII. PELAKSANA
1.Petugas kesehatan
2.Petugas penunjang
3.Petugas kebersihan
4.Petugas kamar jenazah
5.Petugas taman rumah sakit
6.Petugas pemeliharaan sarana rumah sakit.
Blitar, 2018
dr. Rudy
Ketua Komite PPI
8
TOR PEMROSESAN PERALATAN PASIEN
RSIA Tanjungsari Blitar
I.LATAR BELAKANG
Untuk menciptakan lingkungan bebas infeksi, yang terpenting adalah bahwa rasional setiap
proses pencegahan infeksi yang dianjurkan dan keterbatasannya di mengerti oleh staf kesehatan pada
setiap tingkat,dari petugas pelayanan kesehatan sampai ke petugas pembersihsn dan pemeliharaan.
Proses pencegahan infeksi dasar yang dianjurkan untuk mengurangi penularan penyakit dari
instrument yang kotor, sarung tangan bedah, dan barang-barang habis pakai lainnya adalah
(precleaning / prabilas), pencucian dan pembersihan, strerilisasi atau disinfeki tingkat tinggi (DTT)
atau sterilisasi. Pasien dan tenaga kesehatan berisiko mendapatkan infeksi jika tidak melaksanakan
tindakan pencegahan infeksi. HAIs dapat dicegah / dikendalikan dengan beberapa strategi
pencegahan infeksi, salah satu strategi pencegahan HAIs adalah dekontaminasi yaitu : Pembersihan,
Disinfeksi dan Sterilisasi.
II.TUJUAN
Umum : Untuk mengurangi penularan penyakit dari instrument yang
kotor, sarung tangan bedah, dan barang-barang habis pakai lainnya.
Khusus : 1.Memutus mata rantai penularan infeksi dari peralatan medis kepada
Pasien, Petugas kesehatan, Pengunjung dan lingkungan rumah sakit.
2.Untuk mencapai cost efektif dalam perawatan pasien
III.SASARAN
Petugas CSSD, Keperawatan dan unit khusus.
III.LANGKAH KEGIATAN
1 Komite PPI membuat kebijakan tentang pemrosesan peralatan pasien.
2.Unit CSSD membuat SPO tentang pemrosesan peralatan pasien.
3.Unit CSSD dan Tim PPI melakukan sosialisasi tentang pemrosesan peralatan
pasien di seluruh unit keperawatan dan unit khusus.
5.Tim PPI melakaukan monitoring pemrosesan peralatan pasien di unit CSSD.
6.Komite PPI mengevaluasi, menganalisa, dan merekomendasi serta membuat
laporan kepada Direktur untuk di tindaklanjuti.
V. BIAYA
Biaya program sesuai dengan RAK yang telah disetujui oleh Direktur.
9
VI .WAKTU KEGIATAN
1.Monitoring harian dilakukan oleh IPCN
2.Laporan setiap bulan dilakukan oleh petugas CSSD
3.Evaluasi dilakukan oleh TIM PPI
4.Laporan Tahunan dilakukan oleh Komite PPI
VII. PELAKSANA
1.Petugas CSSD
2.Keperawatan dan unit khusus
dr. Rudy
Ketua Komite PPI
10
TOR PENGELOLAAN LINEN
RSIA Tanjungsari Blitar
I.LATAR BELAKANG
Penanganan linen dan laundry merupakan salah satu bagian dari standar precaution.
Linen dan Laundry menghasilkan microorganisme pathogen dalam jumlah besar dan dapat meningkat
5 kali lipat selama periode sebelum cucian mulai diproses (Dekes RI tahun 2000 tentang bakteri pada
instalasi laundry).
Dasar Hukum Pengelolaan Linen Di Rumah Sakit :
1. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia tahun 1992 tentang Pengelolaan Linen
2. UU NO 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. Standar Pelayanan Rumah Sakit tahun 1999.
4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 tahun 1990 tentang air bersih
UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
4. PP NO. 85/1999 tentang Perubahan PP NO. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Berbahaya dan Beracun
5. PP No. 20 tahun 1990 tentang Pencemaran Air
6. PP No. 27 tahun 1999 AMDAL
7. Permenkes RI No. 472/Menkes/Peraturan/V/1996 tentang Penggunaan Bahan
Berbahaya bagi Kesehatan
8. Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1992 tentang Penyediaan Air Bersih dan Air
Minum
9. Permenkes No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Penyehatan Lingkungan Rumah
Sakit
II.TUJUAN
Tujuan disusunnya program penyehatan linen di Rumah Sakit Ibu dan Anak tanjungsari Blitar
sebagai berikut :
a. Tujuan umum
Untuk mencapai kondisi yang memungkinkan terciptanya kesempurnaan operasional linen serta
berdaya guna dan berhasil guna secara maksimal yang terintegrasi dalam system pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit Umum Aulia Blitar
b. Tujuan khusus
11
1. Mencegah terjadinya infeksi silang, infeksi nosokomial bagi pasien dan petugas rumah sakit
dengan mengelola dan mengendalikan bahan-bahan linen
2. Efisien biaya
3. Cost Saver (menghindari biaya yang tidak perlu).
III.SASARAN
Semua linen yang ada di Rumah Sakit Ibu dan Anak tanjungsari Blitar , yaitu :
a. Ruang perawatan
b. Ruang penunjang medis
c. Perkantoran
IV.WAKTU.
1. Pencucian Gordyn 1 tahun 3x di cucikan di bagian laundry Rumah Sakit Umum Aulia Blitar
2. Pencucian linen di lakukan 2x dalam sehari yaitu penyetoran linen kotor ke laundry pagi
jam 08.00 kemudian pencucian di lanjutkan jam 12.00 – selesai untuk pencucian sore hari di
lakukan sesuai kondisi bila memungkinkan.
V.PEMBIAYAAN
Sumber pembiayaan sesuai rencana anggaran kerja Rumah Sakit Umum Aulia Blitar .
VI.PELAKSANA
Tenaga laundry yang mempunyai kemauan dan sudah mengetahui tentang prosedur
proses pencucian yang telah di sosialisasikan oleh koordinator yang terlatih.
VII.METODE
1.Pencucian pakai mesin cuci.
2.Pengering.
Blitar, 2018
dr. Rudy
Ketua Komite PPI
12
TOR PENGELOLAAN LIMBAH
RSIA TANJUNGSARI
I.LATAR BELAKANG
Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit atau di fasilitas pelayanan kesehatan. Limbah
dari rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya dapat berupa yang telah
terkontaminasi(secara potensial sangat berbahaya) atau tidak terkontaminasi.
Sekitar 85% limbah umumnya dihasilkan dari rumah sakit atau fasilitas kesehatan
lainnya tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang menangani,
namun demikian penanganan limbah ini harus dikelola dengan baik dan benar.
Semua limbah yang tidak terkontaminasi seperti kertas, kotak botol, wadah plastik
dan sisa makanan dapat dibuang dengan biasa atau dikirim ke Dinas Pembuangan Limbah setempat
atau tempat pembuangan limbah umum (CDC 1985, Rutala 1993).
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah
sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.
Limbah padat rumah sakit adalah libah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah
kimiawi.
Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan rumah
sakit luar medis yang berasal dari, dapur, perkantoran, taman dan halaman yang
dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun
dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan
Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pambakaran di rumah sakit seperti dapur, perlengkapan generator, dan
anastesi.
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh pasien,
ekskresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain
Minimalisasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumahsakit untuk mengurangi jumlah
limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan, menggunakan kembali limbah (reuse)
dan daur ulang limbah (recycle)
II.TUJUAN
1. Tujuan umum
Terciptanya suatu kondisi lingkungan rumah sakit yang sehat, nyaman dan aman
2. Tujuan khusus
13
Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan.
Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan.
Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya.
III.SASARAN
Seluruh tempat sampah yang ada di unit Rumah Sakit baik limbah infeksius maupun limbah non
infeksius.
IV.KEGIATAN
1. Melakukan identifikasi limbah padat, cair, tajam infeksius maupun non infeksius dengan baik
dan teratur.
2. Melakukan pemisahan di mulai dari awal penghasilan limbah, limbah sesuai dengan jenisnya,
tempat limbah sesuai dengan jenisnya.
3. Melakukan labeling untuk limbah:
1. padat infeksius : plastik kantong kuning atau plastik kantong hitam dan diikat tali warna
kuning.
2. padat non infeksius : plastik kantong warna hitam
3. benda tajam : wadah tahan tusuk dan air
4. Melakukan packing :
1. Tempatkan dalam wadah limbah tertutup
2. Tutup mudah dibuka,sebaiknya bisa menggunakan kaki (injak)
3. Container dalam keadaan bersih
4. Container terbuat dari bahan yang kuat,ringan dan tidak berkarat
5. Tempatkan setiap container limbah pada jarak 10 – 20 meter
6. Ikat limbah jika sudah terisi ¾ penuh
7. Container limbah harus dicuci setiap hari
5. Melakukan penyimpanan :
1.simpan limbah di tempat penampungan sementara khusus
2.tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat
3.beri label pada kantong plastik limbah
4.setiap hari limbah di angkat dari tempat penampungan sementara
5.tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau(oleh
kendaraan), aman dan selalu di jaga kebersihannya dan kondisi kering
6. Pengawasan transportasi/pengangkutan :
1.mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
2.kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
3.tidak boleh ada yang tercecer
14
4.gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah
7. Treatment :
1.limbah infeksius diangkut oleh pihak ketiga (PT. Prima )
2.limbah non infeksius dibawa ke tempat pembuangan limbah umum
3.limbah benda tajam diangkut oleh pihak ketiga (PT. Prima)
4.limbah cair dalam wastafel di unit sterilisasi
5.limbah feces, urine kedalam WC
V.WAKTU PELAKSANAAN
1.Monitoring dilaksanakan harian
2.Laporan dilaksanakan setiap bulan
VI.PETUGAS PELAKSANA
1.Cleaning service khusus petugas pengambil limbah infeksius dan non infeksius.
2.Bagian Sanitasi.
3.Unit keperawatan
VII.PEMBIAYAAN
Sumber dana dalam pengelolaan limbah padat baik infeksius maupun non infeksius
menjadi tanggung jawab Instalasi Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah sakit
yang di setujui oleh Direktur.
Blitar, 2018
dr. Rudy
Ketua Komite PPI
15
TOR PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
RSIA TANJUNGSARI
I.LATAR BELAKANG
Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan
salah satu aspek dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit atau fasilitas
kesehatan lainnya. Lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya jarang
menimbulkan transmisi penyakit infeksi nosokomial, namun pada pasien-pasien yang
immunocompromise harus lebih diwaspadai dan perhatian karena dapat menimbulkan beberapa
penyakit infeksi lainnya seperti saluran pernafasan Aspergillus, Legionella, Mycobacterium TB,
Varicella Zoster, Virus Hepatitis B, HIV.
Berbagai hal perlu diperhatikan dalam pengendalian lingkungan rumah sakit
atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya seperti ruang bangunan, penghawaan, kebersihan, saluran
limbah dan lain sebagainya.
II.TUJUAN
Umum : Meningkatkan keamanan dan kenyamanan pasien
Khusus : Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih aman dan nyaman sehingga
dapat meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari
lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat disekitar rumah
sakit dan fasilitas kesehatan sehingga infeksi nosokomial dan kecelakaan kerja
dapat dicegah.
III.SASARAN
Seluruh pasien Rawat Inap dan Intensif yang dirawat di Rumah Sakit Umum Aulia Blitar
petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar.
III.LANGKAH KEGIATAN
1. Petugas kebersihan melakukan pembersihan lingkungan di areanya masing-masing sesuai
prosedur
2. Petugas kesehatan memantau kebesihan di unit masing – masing
3. Tim PPI dan bagian Sanitasi melakukan edukasi dan motivasi terhadap petugas kebersihan
4. Tim PPI dan bagian Sanitasi melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan –
kegiatan yang dilakukan oleh petugas kebrsihan
5. Petugas sanitasi melakukan pengecekan dengan menggunakan ceklis harian
6. Tim PPI dan bagian Sanitasi membuat laporan bulanan, triwulan, semester dan tahunan
7. Komite PPI mengevaluasi dan menganalisa serta membuat laporan kepada Direktur.
16
IV.WAKTU PELAKSANAAN
a. Monitoring dilaksanakan harian
b. Laporan dilaksanakan setiap bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun
c. Analisa dilaksanakan setiap 3 bulan sekali.
V.PELAKSANA
1. Petugas kebersihan
2. Petugas kesehatan
3. Tim PPI
4. Sanitasi
17
RSU AULIA BLITAR
I.LATAR BELAKANG
Infeksi Luka Operasi (ILO) adalah infeksi luka operasi nosokomial yang terjadi pada operasi
bersih, dalam waktu 2x24 jam. Keadaan ini berdampak pada kesehatan pasien dengan menimbulkan
karakteristik berupa nyeri, panas, pembengkakan, kemerahan, bernanah dan berakibat bertambahnya
waktu penyembuhan serta meningkatkan biaya perawatan.
II.TUJUAN
Umum : Meningkatkan keamanan dan kenyamanan pasien
Khusus : 1.Sebagai monitor kejadian Infeksi Luka Operasi (ILO) di Rumah Sakit .
2. Meningkatkan mutu pelayanan terhadap pasien yang dilakukan
operasi
3. Untuk mencapai cost efektif dalam perawatan pasien
III.SASARAN
Pasien Rawat Inap dan Intensif yang dilakukan tindakan operasi bersih
III.LANGKAH KEGIATAN
1.Perawat UKO/Ruangan mempunyai pengetahuan tentang Operasi Bersih, Operasi
Bersih Terkontaminasi dan Operasi Kotor.
2.Perawat ruangan mengisi Check list monitoring infeksi pasien rawat inap
terhadap semua pasien yang dilakukan tindakan operasi
3.Perawat Ruangan memonitor tanda-tanda infeksi yang terjadi pada luka Operasi
bersih selama dirawat di rumah sakit.
4.Perawat mencatat kejadian infeksi luka Operasi Bersih pada format ceklis
monitoring infeksi
5.Setiap bulan IPCLN yang ditunjuk merekap angka kejadian Infeksi
Luka Operasi Bersih di unit masing-masing
6.Setiap awal bulan IPCLN melaporkan angka kejadian infeksi luka operasi kepada
IPCN
7.Setiap bulan IPCN melaporkan angka kejadian infeksi luka operasi kepada
Komite PPI untuk menjadi sasaran mutu
8.Komite PPI mengevaluasi, menganalisa dan merekomendasi serta membuat
laporan kepada Komite Mutu dan Direktur untuk di tindaklanjuti
IV.WAKTU PELAKSANAAN
a. Monitoring dilaksanakan harian
b. Laporan dilaksanakan setiap bulan, 3 bulan dan 1 tahun
18
c. Analisa dilaksanakan setiap 3 bulan sekali.
V.PELAKSANA
a. Perawat Kamar Operasi
b. Perawat pelaksana/IPCLN Rawat Inap dan Intensif
c. Komite PPI
d. Komite Mutu
19
TOR ANGKA KEJADIAN DEKUBITUS
RSU AULIA BLITAR
I.LATAR BELAKANG
Dekubitus merupakan suatu keadaan dimana daerah jaringan cutaneusnya
mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh tekanan yang terus menerus pada
pasien non ambulatory yang tidak dilakukan alih posisi. Luka dekubitus akan terjadi pada daerah
yang sering tertekan yaitu sekitar pantat, punggung, siku atau terkadang pada mata kaki / tumit.
Tirah baring adalah pasien yang berbaring total (tidak dapat bergerak) dan bukan karena instruksi
pengobatan.
II.TUJUAN
Umum : Meningkatkan keamanan dan kenyamanan pasien.
Khusus :1. Sebagai alat kontrol dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit.
2. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan
kegiatan yang akan datang
3. Sebagai tolok ukur pemberian asuhan keperawatan di Rawat Inap dan
Intensive.
III.SASARAN
Seluruh pasien Rawat Inap dan Intensive.
IV.LANGKAH KEGIATAN
1.Perawat pelaksana mencatat pasien yang dilakukan tirah baring pada Cek
list monitoring infeksi pasien rawat inap
2.Perawat mencatat kejadian dekubitus padat ceklis monitoring infeksi
3.Setiap bulan IPCLN yang ditunjuk merekap angka kejadian dekubitus di unit
masing-masing
4.Setiap awal bulan IPCLN melaporkan angka kejadian decubitus kepada IPCN
5.Setiap bulan IPCN melaporkan kepada Komite PPI untuk menjadi laporan
sasaran mutu
6.IPCN / Sekretaris Komite PPI mengarsip laporan angka kejadian decubitus
7. Komite PPI mengevaluasi, menganalisa dan merekomendasi serta membuat
laporan kepada Komite Mutu dan Direktur untuk di tindaklanjuti
V.WAKTU PELAKSANAAN
1.Monitoring dilaksanakan harian.
2.Laporan dilaksanakan setiap bulan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun.
20
3.Analisa dilaksanakan setiap 3 bulan sekali.
VI.PELAKSANA
1. Perawat pelaksana/IPCLN rawat inap dan intensive
2. Tim PPI.
3. Komite PPI.
4. Komite Mutu
21
TOR PLEBITIS
RSU AULIA BLITAR
I.LATAR BELAKANG
Infeksi Luka Infus / plebitis yang terjadi akan berdampak pada kesehatan pasien dengan
menimbulkan karakteristik berupa nyeri, rasa tidak enak, panas, pembengkakan lokal dan kemerahan
pada atau sekitar insersi jarum infus dan berakibat mengurangi mobilitas ekstremitas serta
meningkatkan biaya perawatan.
II.TUJUAN
Umum : Meningkatkan keamanan pasien
Khusus : 1. Sebagai alat kontrol dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit
2. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan
kegiatan yang akan datang
III.SASARAN
Pasien Rawat Inap dan Intensive yang terpasang infus
IV.LANGKAH KEGIATAN
1. Perawat pelaksana mencatat pasien yang terpasang infus dan setiap mengganti infus pada
Cek list monitoring infeksi pasien rawat inap
2. Perawat mencatat angka kejadian plebitis pada ceklis monitoring infeksi
3. Setiap bulan IPCLN yang ditunjuk merekap angka kejadian plebitis di unit masing-masing
4. Setiap awal bulan IPCLN melaporkan angka kejadian plebitis kepada Tim PPI / IPCN
5. Setiap bulan IPCN melaporkan kepada Komite PPI untuk menjadi laporan sasaran mutu.
6. IPCN / Sekretaris Komite PPI mengarsip laporan angka kejadian plebitis
7. Komite PPI mengevaluasi, menganalisa dan merekomendasi serta membuat laporan kepada
Komite Mutu dan Direktur untuk ditindaklanjuti
V.WAKTU PELAKSANAAN
1.Monitoring dilaksanakan harian.
2.Laporan dilaksanakan setiap bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun.
3.Analisa dilaksanakan setiap 3 bulan.
VI.PELAKSANA
1. Perawat pelaksana/IPCLN rawat inap dan intensive
2. Tim PPI
3. Komite PPI
22
4. Komite Mutu
23
TOR MONITORING ANGKA KUMAN
RSU AULIA BLITAR
I.LATAR BELAKANG
Infeksi Nosokomial dapat terjadi setiap saat dan di setiap tempat di rumah sakit, dengan
sumber penularan dapat berasal dari bangunan, sarana, peralatan, udara, air maupun petugas rumah
sakit. Salah satu cara untuk mengetahui sumber infeksi adalah dengan monitoring angka kuman atas
bangunan, sarana, peralatan, udara dan air.
II.TUJUAN
Umum : Meningkatkan keamanan pasien
Khusus : 1. Untuk mengidentifikasi jenis dan jumlah kuman
2. Untuk memastikan adanya sumber penularan
3. Menurunkan angka infeksi nosokomial di rumah sakit
III.SASARAN
Bangunan, sarana, peralatan, udara dan air.
IV.LANGKAH KEGIATAN
1. Penanggungjawab atas terselenggaranya kegiatan monitoring angka kuman adalah Ketua
Komite PPI.
2. Ketua Komite PPI mengajukan proposal pemeriksaan angka kuman kepada Direktur.
3. Persiapan ruangan/alat yang akan diambil sampel.
4. Pengambilan sampel dilakukan oleh petugas laboratorium mikrobiologi.
5. Setelah hasil pemeriksaan angka kuman diterima dilakukan analisa dan dilaporkan
kepada Direktur.
6. Sosialisasi dan tindak lanjut atas laporan diselenggarakan melalui rapat Komite PPI
kemudian disosialisasikan kepada para dokter melalui Komite Medis.
V.WAKTU PELAKSANAAN
Pemeriksaan angka kuman dilaksanakan 2 kali dalam setahun (6 bulan sekali)
di unit OK, HCU, HD, VK, PERI dan IGD.
24
VI.PELAKSANA
1. Komite PPI
2. Petugas Laboratorium
3. Petugas Bagian Sanitasi
25
TOR INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
RSU AULIA BLITAR
1 .LATAR BELAKANG
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah: Infeksi yang di dapat dari rumah sakit dalam waktu
2x24 jam setelah di lakukan tindakan pemasangan kateter urine, dan yang terjadi akan
Berdampak pada kesehatan pasien dengan menimbulkan karakteristik berupa : nyeri,rasa
tidak enak,panas,sakit pada waktu mau kencing dan berakibat mengurangi mobilitas
eksttremitas serta menigkatkan biaya perawatan.
11. TUJUAN
Umum : meningkatkan kenyamanan pasien
Khusus : 1.Sebagai monitor kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit
2.Untuk mencapai Cost Efektif dalam perawatan pasien.
111. SASARAN
Pasien rawat inap dan intensif yang terpasang kateter urine
2. Perawat / IPCLN mencatat kejadian infeksi saluran kemih pada ceklis monitoring infeksi
.
3. Setiap bulan IPCLN / perawat yang di tunjuk merekap angka kejadian infeksi
saluran kemih di unit masing-masing
4. Setiap awal bulan IPCLN melaporkan angka kejadian infeksi saluran kemih ke Tim PPI / IPCN
tembusan kepada kabag keperawatan dan manajer keperawatan
5. Setiap bulan IPCN melaporkan kepada Komite PPI untuk menjadi laporan sasaran
mutu
26
V. WAKTU PELAKSANAAN
1. Monitoring di laksanakan harian
V1. PELAKSANAAN
Perawat pelaksana/IPCLN rawat inap dan intensif
1. Tim PPI
2. Komite PPI
3. Komite Mutu
27
TOR INFEKSI VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP)
RSU AULIA BLITAR
1.LATAR BELAKANG
Infeksi Ventilator Associated Pneumonia ( VAP ) adalah : infeksi pada pasien yang terjadi akibat
pemakaian ventilasi mekanik lebih dari 48 jam, dan akan berdampak pada kesehatan pasien dengan
menimbulkan karakteristik berupa : batuk, panas, sesak nafas, mengeluarkan cairan lendir / sputum bila
batuk.
11. TUJUAN
Umum : Meningkatkan keamanan pasien
Khusus : 1. Sebagai alat kontrol dalam pelayanan keperawatan di Rumah Sakit
2. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan
kegiatan yang akan datang
111. SASARAN
Pasien rawat inap dan intensif yang terjadi akibat pemakaian ventilasi mekanik
V. WAKTU PELAKSANAAN
1. Monitoring di laksanakan harian.
28
2. Laporan di laksanakan setiap bulan, 3 bulan dan 1 tahun.
3. Analisa di laksanakan setiap 3 bulan.
V1. PELAKSANAAN
1. Perawat rawat inap dan intensif
2. Tim PPI
3. Komite PPI
4. Komite Mutu
29
TOR PEMELIHARAAN KESEHATAN KARYAWAN
RSU AULIA BLITAR
1. LATAR BELAKANG
Karyawan adalah sebagai tenaga yang bekerja memberi pelayanan di Rumah Sakit secara menyeluruh,
baik di bidang kesehatan maupun non kesehatan yang beresiko terjadi penularan penyakit antara pasien
dengan petugas, atau dari petugas ke petugas, yang akan berdampak pada kesehatan karyawan berupa
sakit.
II. TUJUAN
Umum : Meningkatkan derajat kesehatan karyawan
111. SASARAN
Semua karyawan yang bekerja di Rumah Sakit baik karyawan kesehatan maupun non kesehatan
V. WAKTU PELAKSANAAN
1. Monitoring di laksanakan 6 bulan sekali.
30
2. Laporan di laksanakan setiap 6 bulan atau 1 tahun.
3. Analisa di laksanakan setiap 6 bulan atau 1 tahun.
V1. PELAKSANAAN
1. Personalia.
2. Tim PPI.
3. Ketua Komite PPI.
4. SDM
31
TOR SURVEILANS INFEKSI
RSU AULIA BLITAR
I. Latar Belakang
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya
kegiatan untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya infeksi kepada pasien, pengunjung,
karyawan RS, serta masyarakat sekitar rumah sakit. Salah satu program dari Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi RS adalah kegiatan surveilens, disamping adanya kegiatan lain seperti
pendidikan, kewaspadaan isolasi serta kebijakan penggunaan antimikroba yang rasional. Kegiatan
surveilens infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu kegiatan yang penting dan
luas dalam program pengendalian infeksi, dan suatu hal yang harus dilakukan untuk mencapai
keberhasilan dari program PPI.
Setiap RS dapat merencanakan dan menetapkan jenis surveilens yang akan dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing RS. Untuk mendapatkan angka infeksi RS diperlukan
suatu kegiatan surveilans infeksi yang dilakukan oleh IPCN sebagai tugas utamanya. Kegiatan
surveilans infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan ini merupakan suatu proses yang dinamis,
komprehensif dalam mengumpulkan, mengidentifikasi, menganalisa data kejadian yang terjadi
dalam suatu populasi yang spesifik dan melaporkannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Hasil kegiatan surveilans ini dapat digunakan sebagai data dasar laju infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan, untuk menentukan adanya kejadian luar biasa, sebagai tolok ukur akreditasi RS.
II. Tujuan
Tujuan umum:
Kegiatan Surveilans pada program Pencegahan Pengendalian Infeksi di rumah sakit (PPIRS)
diharapkan dapat menurunkan laju infeksi di rumah sakit.
Tujuan khusus:
●Mendapatkan data dasar Infeksi Rumah sakit.
●Menurunkan Laju Infeksi RS.
●Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit.
●Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan penanggulangan.
●Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPIRS.
●Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan.
●Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi RS.
32
III. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
Kegiatan Pokok
Menyelenggarakan surveilens dengan metode aktif target surveilens yaitu surveilens di lakukan di
ruang perawatan yang berisiko tinggi terjadi infeksi
Rincian Kegiatan
1. Perencanaan surveilans terdiri dari : indentifikasi populasi, penilain hasil pelayanan dan
penetapan definisi HAIs
2. Pengumpulan data
Proses pengumpulan data didapatkan secara pasif atau aktif
Proses pengumpulan data secara aktif adalah kegiatan yang secara aktif dilakukan oleh
IPCN, IPCLN, IPCO dan atau orang yang terlatih untuk mencari kasus HAIs dari berbagai
sumber untuk mengumpulkan informasi dan memutuskan apakah terjadi HAIs atau tidak.
Data penunjang bisa didapatkan dari hasil pemeriksaan laboratorium.
Tehnik pengumpulan data:
Pengumpulan data denominator dan numerator dilakukan oleh IPCN yang dibantu oleh IPCLN.
Data Denominator dikumpulkan setiap hari, yaitu jumlah pasien, jumlah pemakaian
alat-alat kesehatan (kateter urine menetap, ventilasi mekanik, kateter vena perifer) dan jumlah
kasus operasi.
Data Numerator dikumpulkan bila ada kasus baru infeksi seperti infeksi saluran kemih (ISK),
pneumonia baik yang terpasang dengan ventilator maupun tidak terpasang dengan ventilator,
infeksi luka operasi (ILO).
3. Analisa data
Analisa data di mulai dari penghitungan data dan stratifikasi data . Data harus dianalisa
dengan cepat dan tepat, untuk mendapatkan informasi apakah ada masalah infeksi, yang
memerlukan penanggulangan atau investigasi lebih lanjut. Interpretasi yang dibuat harus
menunjukkan informasi tentang penyimpangan yang terjadi. Bandingkan angka infeksi apakah
ada penyimpangan , dimana terjadi kenaikkan atau penurunan yang cukup tajam. Perhatikan dan
bandingkan kecenderungan menurut jenis infeksi, ruang perawatan dan patogen penyebab bila
ada. Perlu dijelaskan sebab-sebab peningkatan atau penurunan angka infeksi, jika ada data yang
mendukung relevan dengan masalah yang dimaksud.
33
Cara perhitungan :
Catat data secara manual atau komputerisasi sebagai data base.
Angka infeksi VAP adalah Jumlah VAP dibagi dengan jumlah hari pemakaian alat ventilasi
mekanik
4. Pelaporan
Laporan dibuat secara periodik, tergantung institusi bisa setiap bulan, triwulan, Tahunan. Laporan
dilengkapi dengan rekomendasi tindak lanjut bagi pihak terkait dengan peningkatan infeksi.
Laporan sebaiknya dibuat sistematik, tepat waktu, informative. Data dapat disajikan dalam
berbagai bentuk, yang penting mudah dianalisa dan diinterpretasi. Penyajian data harus jelas,
sederhana, dapat dijelaskan dengan narasi singkat.
5. Desiminasi
Surveilans belumlah sempurna dilaksanakan apabila datanya belum didesiminasikan kepada yang
berkepentingan untuk melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi. Oleh sebab itu hasil
surveilans angka infeksi harus disampaikan ke seluruh anggota komite, direktur rumah sakit,
ruangan atau unit terkait secara berkesinambungan. Disamping itu juga perlu didesiminasikan
kepada kepala unit terkait dan penanggung jawab ruangan beserta stafnya berikut
rekomendasinya.
6. Pelaksanaan
Pelaksanaan surveilens adalah setiap hari oleh IPCN dengan melakukan observasi, pencatatan
dan pendokumentasian.
7. Tempat
Tempat pelaksanaan surveilens yaitu ruangan yang berisiko tinggi terjadi infeksi sesuai dengan
metode aktif target surveilans yaitu ruangan rawat inap, HCU, HD dan VK.
34
8. Sasaran
Seluruh pasien yang dilakukan tindakan yaitu tindakan operasi dan pemasangan alat yang
dilakukan di RSU Aulia Blitar.
9. Sumber Biaya
Seluruh biaya pelaksanaan dibebankan ke RSU Aulia Blitar ( rincian terlampir )
No Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Perencanaan
2 Pengumpulan data
3 Analisa dan penghitungan
4 Pembuatan laporan
5 Diseminasi
11. Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan kegiatan adalah evaluasi dari jadwal (skedul) kegiatan, misalnya tiap
triwulan, sehingga bila ada pergeseran jadwal dapat segera diperbaiki, tidak menggangu program
keseluruhan.
Pelaporan Galahad bagaimana membuat laporan evaluasi pelaksanaan kegiatan tersebut, dan
I. PENDAHULUAN
36
Kejadian surgical site infections (SSI) di pengaruhi oleh banyak faktor antara lain dari perawatan
sebelum operasi,intra operatif termasuk lingkungan kamar operasi,perawatan pasca operasi dan jenis
tindakan serta dari pasien itu sendiri. Untuk mengurangi kejadian surgical site infections ( SSI )
diperlukan perawatan pasien yang optimal sebelum selama dan sesudah operasi.
III. TUJUAN
TUJUAN UMUM :
Mengurangi insiden kejadian infeksi pada pasien pasca bedah atau surgical site
infections ( SSI )
TUJUAN KHUSUS :
Meningkatkan pemahaman petugas tentang surgical site infections
Melaksanakan pencegahan infeksi pada pasien yang dioperasi baik sebelum operasi selama
operasi dan sesudah operasi
Rincian kegiatan
A. Persiapan pasien sebelum operasi
Lakukan kebersihan tangan sesuai prosedur
Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga
oleh dr anestesi/dr bedah dan ners yang merawat
Siapkan file pasien dan obat – obatan yang diperlukan
Mandikan pasien dengan zat antiseptik (chlorhexidine 4 %) sore hari sebelum hari
operasi
Cukur rambut jika perlu dengan menggunakan electrik clipper disekitar daerah operasi
satu jam sebelum dibawa kekamar operasi
37
Mandikan pasien dengan memakai zat antiseptik (chlorhexidine 4 % ) satu jam sebelum
di bawa kekamar operasi
Cuci lokasi pembedahan dan sekitarnya dengan menggunakan zat antiseptik
(chlorhexidine 4 % )
Preparasi kulit yang luas menggunakan zat antiseptik (povidine iodine 10 % dan
alkohol 70 % ) secara melingkar dari dalam keluar
B. Selama operasi berlangsung
Lakukan tehnik aseptik dan antiseptik pada samua prosedur
Catat kejadian yang memungkinkan penyebab terjadinya infeksi pada luka operasi
Lakukan tindakan prosedur sesuai dengan SPO yang baku
Lakukan pembuangan limbah sesuai dengan SPO yang baku.
Lakukan pembersihan permukaan lingkungan sesuai dengan SPO yang baku ( contoh :
bila ada tumpahan atau tetesan darah, harus segera dibersihkan).
C. Setelah operasi berlangsung
Pertahankan tehnik aseptik dan antiseptik
Catat semua tindakan/kejadian yang berhubungan dengan resiko terjadinya infeksi pada
lembaran surveilens infeksi yang telah ditetapkan
Pindahkan pasien ke Unit ICU sesuai prosedur yang ditetapkan dan pastikan peralatan yang
terpasang di pasien pada posisi yang seharusnya
Bersihkan lingkungan kamar operasi sesuai dengan SPO yang baku
Buang limbah/ sampah sesuai dengan SPO yang baku.
SASARAN
Menurunnya angka kejadian infeksi luka opersi dalam waktu 3 tahun menjadi 1.5%
WAKTU PELAKSANAAN
38
Kegiatan pencegahan infeksi luka operasi /surgical site infection adalah setiap hari oleh petugas yang
berhubungan dengan pasien dan keluarga yang dioperasi. Dilakukan survailans infeksi secara aktif
oleh perawat pengendali infeksi
39
I. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia. Ditinjau
dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (Community Aquired Infection) atau
berasal dari rumah sakit (Hospital Aquired Infection). Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang dimaksud dengan tujuan perawatan dan penyembuhan pasien bila tidak dilakukan sesuai
prosedur berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi baik bagi pasien (pasien lain) atau bahkan pada
petugas kesehatan itu sendiri. Untuk mengurangi risiko infeksi patogen yang berbahaya maka sangat
diperlukan adanya pencegahan transmisi dengan memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab
infeksi dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terifeksi atau
terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau
permukaan terkontaminasi.
II. Tujuan
Tujuan Umum
- Meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit
Tujuan Khusus
- Petugas bisa menjaga sikap dan perilaku yang benar sehingga dapat mencegah / meminimalkan
resiko tertular infeksi
- Mengetahui resiko-resiko yang ditimbulkan akibat tidak melakukan kewaspadaan standar dan
transmisi
- Memahami tindakan perlindungan terhadap bahaya penyakit menular pada petugas kesehatan
- Mampu menerapkan kewaspadaan untuk keselamatan petugas maupun pasien dan keluarga.
III. Sasaran
Pasien yang dirawat di ruang isolasi
40
4. Perawat pelaksana/IPCLN memonitor penggunaan linen infeksius
5. Tim PPI membuat laporan bulanan, triwulan, semester dan tahunan
6. Komite PPI mengevaluasi dan menganalisa serta membuat laporan kepada Direktur.
V. Waktu Pelaksanaan
1. Monitoring dilaksanakan setiap ada pasien dengan penyakit menular (harian)
2. Laporan dilaksanakan setiap bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun.
3. Analisa dilaksanakan setiap 3 bulan sekali.
VI. Pelaksanaan
1. Perawat pelaksana/IPCLN rawat inap dan intensive
2. Tim PPI
3. Komite PPI
4. Komite Mutu
41
I. Latar Belakang
Batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernafasan dan merupakan gejala suatu
penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan karena adanya lendir, makanan, debu, asap
dan sebagainya. Etika adalah Suatu norma atau aturan yang berlaku pada masyarakat. Etika batuk
adalah cara penting untuk mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya.
II. Tujuan
Umum : Mengurangi resiko infeksi
Khusus : a. Agar tidak menularkan kepada orang sekitar
b. Mencegah terjadinya penyebaran virus di udara dan lingkungan sekitarnya
III. Sasaran
Semua yang mengalami batuk (yang penularannya lewat udara) baik karyawan medis dan non
medis, pasien, keluarga maupun mahasiswa.
V. Waktu Pelaksanaan
1. Monitoring dilakukan setiap hari
2. Pencatatan dan pelaporannya dilakukan setiap bulan, 3 bulan, 6 bulan dan tahunan
3. Evaluasi dilakukan tiap 3 bulan
VI. Pelaksanaan
1. Perawat pelaksana/IPCLN ruang isolasi
2. Tim PPI
3. Komite PPI
4. Komite Mutu
42
Blitar, 11 Februari 2016
43
I. Latar Belakang
Praktek Menyuntik Aman adalah suatu tindakan insersi yang dilakukan oleh dokter atau perawat
kepada pasien dengan menjaga keamanan pasien dan dokter atau perawat yang melakukan insersi
II. Tujuan
Umum : mengurangi resiko infeksi baik petugas maupun pasien
2. Untuk melindungi dokter atau perawat dalam melakukan insersi agar tidak terjadi
kecelakaan kerja
3. Untuk mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah sakit dengan meningkatkan
kewaspadaan standar
III. Sasaran
Semua pasien baik rawat inap maupun rawat jalan.
V. Waktu Pelaksanaan
1. Monitoring dilaksanakan harian
2. Laporan dilaksanakan setiap bulan, 3 bulan,6 bulan dan 1 tahun
3. Analisa dilaksanakan setiap 3 bulan.
VI. Pelaksanaan
a. Perawat pelaksana/IPCLN rawat inap dan rawat jalan
b. Tim PPI
44
c. Komite PPI
d. Komite Mutu
45
I. Latar Belakang
Lumbar puncture (lumbal fungsi) adalah uapaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan
memasukan jarum ke dalam ruang subarakhnoid. Test ini dilakukan untuk pemeriksaan cairan
serebrospinalis, mengukur dan mengurangi tekanan cairan serebrospinal, menentukan ada tidaknya
darah pada cairan serebrospinal, untuk mendeteksi adanya blok subarakhnoid spinal, dan untuk
memberikan antibiotic intrathekal ke dalam kanalis spinal terutama kasus infeksi.
(Brunner and Suddarth’s, 1999, p 1630).
II. Tujuan
Umum : mengurangi resiko infeksi
Khusus :
1. Sebagai alat kontrol dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit
2. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan kegiatan yang akan
datang
III. Sasaran
Pasien Rawat Inap dan Intensive yang dilakukan lumbal pungsi.
V. Waktu Pelaksanaan
1. Monitoring dilaksanakan harian
2. Laporan dilaksanakan setiap bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun
3. Analisa dilaksanakan setiap 3 bulan.
VI. Pelaksanaan
1. Perawat pelaksana/IPCLN rawat inap
2. Tim PPI
46
3. Komite PPI
4. Komite Mutu
47
A. PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh
karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar
yang sudah ditentukan (Depkes RI, 2007).
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama dirawat di rumah
sakit. Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba patogen yang bersumber dari
lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat
penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta merupakan bukti bahwa
manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang bermutu (Darmadi, 2008).
Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung di rumah sakit
dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi atau infeksi nosokomial yaitu infeksi yang diperoleh di rumah
sakit, baik karena perawatan atau datang berkunjung ke rumah sakit. Angka infeksi nosokomial terus
meningkat (Al Varado, 2000) mencapai sekitar 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat
inap di rumah sakit seluruh dunia (Pedoman PPI Depkes RI, 2008)
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu program pelatihan (diklat)
pencegahan dan pengendalian penyakit menular.
B. LATAR BELAKANG
6. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Nomor HK.03.01/III/3744/08 tentang
Pembentukan Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit.
48
C. TUJUAN KEGIATAN
Pelatihan ini dilakukan sebagai tahap awal pelaksanaan program kerja Tim PPI, dalam
pelatihan ini dipaparkan tentang pencegahan pengendalian infeksi, struktur organisasi Tim PPI
dan uraian tugas serta tanggung jawab masing-masing anggota. Pelatihan ini diselenggarakan
oleh tim PPI dan Bidang Diklat.
Pelatihan ini berisi hal-hal yang harus dilakukan oleh petugas dalam menangani pasien
tanpa mengetahui terlebih dahulu diagnosanya, petugas harus melakukan kewaspadaan standar
yaitu cuci tangan. Pelatihan cuci 6 langkah sesuai standar WHO harus diajarkan kepada seluruh
karyawan, mulai dari teori sampai mendemonstrasikannya. Pelatihan akan dilakukan oleh Tim
PPI dan Bidang Diklat.
Pelatihan ini berisi mengenai pentingnya prinsip steril dalam pemasangan kateter, cara
pemasangan kateter yang benar, komplikasi pemasangan kateter urin. Pelatihan ini akan
dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Bidang Diklat, dan Keperawatan.
Pelatihan ini ditujukan kepada seluruh staf medis ataupun non medis serta cleaning
service outsourcing tentang penempatan sampah sesuai dengan standar pencegahan dan
pengendalian Infeksi dan dipaparkan mulai proses pemilahan sampai dengan proses pemusnahan
sampah/limbah rumah sakit.
49
Pelatihan ini dilakukan untuk mencegah petugas dari penularan yang dapat ditimbulkan
dari berbagai macam jenis infeksi melalui kegiatan yang dilakukan di rumah sakit. Pelatihan ini
meliputi pengenalan berbagai macam APD yang harus dipakai untuk masing-masing unit kerja,
cara pemakaian, cara melepas, serta kegunaannya. Pelatihan ini dilakukan oleh Tim PPI dan
Bidang Diklat.
Pelatihan ini berisi mengenai cara pemasangan infus yang benar, sehingga meminimalkan
terjadinya komplikasi. Dalam pelatihan ini juga akan disampaikan apa yang dimaksud dengan
phlebitis, tanda dan gejalanya, dan penanganannya. Pelatihan ini akan dilakukan oleh Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Bidang Diklat dan Keperawatan.
Hand hygiene tidak hanya dibudayakan pada petugas yang ada di rumah sakit, teapi juga
kepada seluruh keluarga pasien dan pengunjung rumah sakit. Pelatihan ini dikhususkan untuk
keluarga dan pengunjung pasien seluruh unit rawat inap dan rawat jalan yang melakukan
pengobatan ataupun kontrol ke Rumah Sakit. Pelatihan ini dilakukan dengan metode kampanye
hand hygiene yang dilakukan di koridor, pintu masuk unit ruang rawat, ruang tunggu keluarga
pasien, ruang tunggu obat. Pelatihan dilakukan oleh Tim PPI dan Bidang Diklat.
Pelatihan ini berisi tentang cara perawat melakukan perawatan luka secara benar dan
sesuai dengan prinsip steril. Pelatihan ini dilaksanakan oleh Tim PPI dan Bidang Diklat di Rumah
Sakit
Pelatihan ini berisi pengelolaan linen kotor dan linen bersih mulai dari pemisahan sampai
pendistribusian. Pelatihan ini akan dilaksanakan oleh Tim Pengendalian Infeksi, Bagian Diklat
dan Keperawatan.
Pelatihan ini dilakukan secara berkala dan dititkberatkan pada cara kebersihan setiap
ruangan di rumah sakit meliputi ruang rawat inap, ruang rawat jalan, kantor, laboratorium,
farmasi dan ruang-ruang khusus untuk pemeriksaan penunjang. Sasaran pelatihan ini adalah
seluruh petugas kebersihan meliputi pramu kebersihan dan cleaning service outsourcing.
Pelatihan ini dilaksanakan oleh tim PPI dan bagian diklat.
50
11. Pelatihan tentang dekontaminasi alat dan sterilisasi
Pelatihan ini berisi cara pengelolaan alat kesehatan mulai dari dekontaminasi sampai
dengan sterilisasi. Pelatihan ini dilaksanakan oleh Tim Pengendalian Infeksi khususnya
penanggungjawab sterilisasi bekerjasama dengan bagian Diklat.
Sosialisasi ini dilakukan kepada seluruh staf medis maupun staf non medis yang bertugas
di Rumah Sakit dalam hal kemungkinan kejadian tertusuk jarum dan cara pelaporan apabila
terjadi kejadian tersebut.
1. Persiapan software:
PENANGGUNGJAWAB URAIAN
Komite PPI Kebijakan dan dukungan Komite PPI RSU Aulia Blitar.
Bidang Pelayanan a. Melengkapi prosedur pelayanan keperawatan
Keperawatan b. Mengusulkan peralatan non medis
c. Mengusulkan pelatihan
Bag. Diklit Menyelenggarakan pelatihan
Bagian Umum Melengkapi sarana prasarana
2. Persiapan hardware:
URAIAN KET
51
Ruangan Menggunakan ruang pertemuan
Alat kesehatan Peralatan yang dibutuhkan
a. Peralatan Intravena
b. Peralatan Kateter
c. Handrub, washtafel, dan gloves
d. Alat sterilisasi
e. Yang mendukung dalam pendidikan
maupun pelatihan
Alat non kesehatan/ a. Meja counter/meja
mebelair b. Kursi
Sarana Prasarana a. LCD Monitor
b. Sound system
1. Terpenuhinya sarana prasarana pelayanan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSU
Aulia Blitar dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dan patient safety
2. Terlaksananya kegiatan pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang multidisiplin antar
profesi dan bekerja secara interdisiplin.
(belum ditentukan)
Evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap bulan dan dilakukan oleh IPCN melalui
rapat rutin yang dilaksanakan bersama dengan anggota tim PPI.
2. Pelaporan
52
1. Pencatatan
Pada setiap kegiatan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilakukan,
ada beberapa hal yang harus didokumentasikan seperti:
a. Pre planning kegiatan
b. Materi
c. Undangan
d. Daftar hadir
e. Laporan hasil kegiatan
f. Dokumentasi (foto) kegiatan
2. Pelaporan
3. Evaluasi Kegiatan
Evaluasi pelaksanaan program dilakukan 1 tahun sekali dengan cara melihat seluruh
pelaksanaan kegiatan yang sudah dilakukan dan kegiatan yang belum dilakukan beserta hambatan
pelaksanaan kegiatan.
B. PENUTUP
Dengan mempertimbangkan kebutuhan anggaran dan biaya serta manfaatnya bagi RSU
Aulia Blitar maka kegiatan ini diharapkan dapat terlaksana.
53
Blitar, 11 Februari 2016
TOR ORIENTASI
RSU AULIA BLITAR
I. Latar Belakang
54
Banyak penelitian menunjukkan bahwa para karyawan merasa gelisah ketika pertama kali
memasuki suatu tempat kerja baru. Mereka merasa was-was tentang seberapa jauh mereka dapat
berprestasi di tempat kerjanya, bagaimana bekerjasama dengan rekan-rekan kerja baru yang belum
begitu mereka kenal. Mereka merasa tidak sebanding dengan rekan kerja yang lebih berpengalaman.
Hal tersebut di perparah ketika para karyawan tersebut kurang memahami posisi dirinya dalam suatu
lingkungan kerja dan harapan perusahaan atau atasan terhadap dirinya. Hal-hal seperti itulah yang
menyebabkan banyak ketidaksinkronan antara karyawan baru dengan organisasi tempatnya bekerja,
walaupun mungkin dari sisi skill para karyawan baru tersebut telah memenuhi standar atau bahkan
memiliki banyak nilai tambah. Kondisi tersebut selain menyebabkan hasil kerja yang tidak
memuaskan bahkan tidak jarang menimbulkan perselisihan antar bagian dalam tempat kerja dan hasil
akhirnya adalah penurunan kualitas output perusahaan. Oleh karena itulah sangat dibutuhkan suatu
program orientasi bagi para karyawan baru termasuk di Rumah Sakit Umum Aulia Blitar dalam rangka
menjebatani proses adaptasi para karyawan baru terhadap lingkungan kerjanya sehingga mereka dapat
bekerja dengan nyaman dan memberikan hasil sesuai yang diharapkan oleh Rumah Sakit.
II. Tujuan
Umum : meningkatkan mutu layanan rumah sakit melalui pembentukan sumber daya manusia
Khusus : 1. Mengenalkan karyawan baru tentang profil Rumah Sakit Umum Aulia Blitar
2. Mengenalkan karyawan baru tentang hak dan kewajiban sebagai karyawan Rumah Sakit
Umum Aulia Blitar
3. Mengenalkan karyawan baru tentang tata tertib yang berlaku di RSU Aulia Blitar
4. Mengenalkan karyawan baru terhadap unit lingkungan kerja dan pekerjaannya
55
3. Berkoordinasi dengan bagian- bagian yang akan memberi materi orientasi kelas (Direksi,
Sekretariat, Kepegawaian, KMKPRS, Panitia K3 RS, PPI, kerohanian)
4. Memberikan surat panggilan untuk pelaksanaan kegiatan orientasi kepada karyawan baru
5. Menyampaikan materi orientasi kepada karyawan baru dalam bentuk orientasi kelas/ materi
umum
6. Menyerahkan karyawan baru kepada unit kerja terkait untuk mengikuti orientasi unit kerja
7. Berkoordinasi dengan bagian personalia dan KMKPRS dalam pengawasan dan evaluasi kegiatan
orientasi melalui laporan kasus yang melibatkan karyawan baru
VI. Sasaran
1. Tercapainya 100% karyawan baru yang mengikuti kegiatan orientasi
Jadwal kegiatan pelaksanaan
NO KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Menyusun jadwal agenda
kegiatan dan silabus materi
orientasi karyawan baru
2. Berkoordinasi dengan bagian Disesuaikan dengan jadwal perekrutan karyawan baru oleh
personalia tentang daftar bagian kepegawaian (Personalia)
karyawan baru yang ada di RSU
Aulia Blitar
3. Berkoordinasi dengan bagian- Disesuaikan dengan jadwal agenda Orientasi kelas,
bagian yang akan memberi dilakukan minimal H-2
materi orientasi kelas (Direksi,
Sekretariat, Kepegawaian,
KMKPRS, Panitia K3 RS, PPI,
kerohanian)
4. Memberikan surat panggilan Waktu menyesuaikan dengan ada tidaknya perekrutan
untuk pelaksanaan kegiatan karyawan baru
orientasi kepada karyawan baru
5. Menyampaikan materi orientasi Dilaksanakan pada hari pertama dan kedua orientasi
kepada karyawan baru dalam
bentuk orientasi kelas/ materi
umum
6. Menyerahkan karyawan baru Dilaksanakan pada hari ketiga orientasi dan selanjutnya
kepada unit kerja terkait untuk kegiatan orientasi berjalan sesuai dengan program dari unit
mengikuti orientasi unit kerja. kerja terkait
7. Berkoordinasi dengan bagian
kepegawaian (personalia) dan
KKPRS dalam pengawasan dan
evaluasi kegiatan orientasi
56
melalui laporan kasus yang
melibatkan karyawan baru
1) Pencatatan Dokumen
a. Formulir Daftar Karyawan baru yang diterima RSUI Kustati, berasal dari data kepegawaian
b. Undangan acara orientasi kelas
c. Absensi acara orientasi kelas
d. Salinan Materi/ silabus/ jadwal orientasi kelas
e. Formulir penyerahan orientasi unit kepada unit yang terkait
f. Salinan Absensi acara orientasi unit
g. Salinan materi/ silabus/ jadwal acara orientasi unit
h. Salinan laporan kasus yang melibatkan karyawaian baru dari kepegawaian dan KKPRS
2) Pelaporan Program
Pelaporan sesuai jenis sasaran :
a. Untuk sasaran pertama (Tercapainya 100% karyawan baru yang mengikuti kegiatan
orientasi) dibuat dengan membandingkan data karyawan baru suatu periode yang mengikuti
acara orientasi secara penuh (kelas dan unit) di bandingkan dengan data jumlah karyawan
57
baru yang diterima pada periode tersebut dan dikalikan 100 %, hasil dilaporkan kepada
Direksi setiap bulan dalam rapat koordinasi.
Rumus : jml KB satu periode yg ikut acr orientasi pnh
Angka capaian Orientasi KB = ____________________________________x 100 %
Jmlh seluruh KB yg diterima periode tsb
b. Untuk sasaran kedua (Tercapainya adaptasi yang baik para karyawan baru terhadap
lingkungan kerjanya dengan parameter tidak adanya (0%) laporan kasus yang melibatkan
karyawan baru dalam jangka waktu satu tahun awal masa kerjanya sejak penerimaannya
sebagai karyawan) di buat dengan membandingkan data karyawan baru yang dilaporkan
bermasalah (data berasal dari bagian kepegawaian dan KKPRS) dalam satu tahun awal masa
kerjanya dengan jumlah seluruh karyawan baru yang masa kerjanya kurang atau sama
dengan setahun dan pernah mengikuti acaara orientasi dikalikan 100 %, hasilnya dilaporkan
kepada Direksi setiap bulan dalam rapat koordinasi
Rumus :
Jml KB (masa kerja ≤ 1 th) yg bermasalah
Angka misadaptasi KB = __________________________________x 100 %
Jml slrh KB (masa kerja ≤ 1 th) dan prnh mnjlni orientasi
3) Evaluasi kegiatan orientasi karyawan baru secara keseluruhan dilakukan setiap akhir tahun dengan
membandingkan data capaian akhir dengan sasaran/ standar tentang jumlah karyawan baru yang
bisa ikut dalam acara orientasi penuh (kelas dan unit) dan angka misadaptasi karyawan baru dalam
jangka waktu ≤ satu tahun masa kerjanya, hasil yang diperoleh berupa kriteria program TERCAPAI
atau TIDAK. Hasil tersebut nantinya berguna untuk:
a. Menilai apakah program ini bermanfaat untuk menekan angka kasus yang diakibatkan oleh
Karyawan baru
b. Apakah program ini layak dilanjutkan di tahun berikutnya
c. Mengevaluasi metode dan materi orientasi
58
TOR PENGAWASAN ANTIBIOTIK YANG RASIONAL
RSU AULIA BLITAR
59
TOR EVALUASI
RSU AULIA BLITAR
A. PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar, dan padat modal.
Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di rumah sakit menyangkut berbagai tingkatan maupun jenis
disiplin. Agar rumah sakit mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, rumah sakit harus
memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi
kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu Rumah Sakit harus mempunyai suatu ukuran yang
menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan. Dalam kegiatan peningkatan mutu pelayanan
keperawatan perlu ada suatu program yang terencana dan berkesinambungan sebagai pedoman bagi
pelayanan keperawatan dalam mengevaluasi dan membuat rencana tindak lanjut sehingga tercapai
peningkatan mutu pelayanan yang diharapkan. Salah satu program yang dibuat adalah pemantauan dan
evaluasi kejadian infeksi di ruang rawat inap.
60
B. LATAR BELAKANG
Kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat di
Rumah Sakit. Bagi pasien di rumah sakit ia merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab
langsung atau tidak dapat langsung kematian pasien. Beberapa kejadian infeksi nosokomial mungkin
tidak menyebabkan kematian pasien akan tetapi ia menjadi penyebab penting pasien dirawat lebih lama
dirumah sakit. Ini berarti pasien membayar lebih mahal dan dalam kondisi tidak produktif, disamping
pihak rumah sakit juga akan mengeluarkan biaya lebih besar. Penyebabnya oleh kuman yang berada di
lingkungan rumah sakit atau oleh kuman yang sudah dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman endogen.
Dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang secara
potensial dapat dicegah atau sebaliknya ia juga merupakan infeksi yang tidak dapat dicegah. Untuk itu
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan perlu adanya program pemantauan dan evaluasi
terhadap kejadian infeksi di ruang rawat inap dan menurunkan kejadian infeksi nosokomial di RSU Aulia
Blitar.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memberikan pelayanan pencegahan Infeksi Nosokomial Rumah Sakit yang optimal.
2. Tujuan Khusus.
a. Adanya peningkatkan kualitas Pengendalian Infeksi Nosokomial.
b. Mencegah terjadinya infeksi silang baik bagi pasien maupun petugas Rumah Sakit.
c. Meningkatkan komunikasi antar unit kerja RSU Aulia Blitar.
d. Memantau dan mengevaluasi kejadian infeksi di ruang rawat inap.
e. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petugas.
f. Terpenuhinya standar dan parameter pada Akreditasi Rumah Sakit.
E. CARA PELAKSANAAN
61
1. Pencatatan dilakukan cukup satu kali saja yaitu bila ditemukan kelainan sesuai jenis infeksi
nosokomial yang ada maka petugas yang pertama kali menemukan si pasien harus langsung
mencatat dan bila pindah tidak usah dicatat lagi
2. Pencatatan dilakukan oleh perawat yang ditunjuk dengan menggunakan format harian sederhana RS
yang mencakup semua variabel (satuan) yang ada dalam form dari seluruh jenis infeksi nosokomial
yang ada
3. Pencatatan dengan menggunakan form sederhana, digunakan pada :
4. Petunjuk Pengisian
a. Cari indikasi adanya infeksi nosokomial dengan melakukan telaah/kajian laboratorium. Dapat
pula dilakukan kunjumgan laboratorium untuk mengetahui apakah ada hasil isolasi positif pada
waktu tersebut di ruang perawatan dmana dilakukan kegiatan surveilans
b. Kajian catatan atau status pasien untuk melihat tanda infeksi dan hasil kultur. Bila ada, pasien
infeksi nosokomial catat kapan mulai terjadi dan kapan pasien masuk rumah sakit
c. Jika gejala atau tanggal mulainya tanda infeksi kurang jelas tanyakan dokter atau perawat
pasien yang bersangkutan
d. Kajian catatan obat untuk melihat pasien dengan antibiotika (kemungkinan infeksi nosokomial)
e. Kajian kurva suhu untuk mengidentifikasi pasien dengan demam
f. Tanyakan pada perawat dan dokter ruangan apakah ada pasien dengan infeksi
g. Jika ada pasien infeksi nosokomial catat pada daftar isian
h. Lakukan pengecekan apakah pasien infeksi nosokomial sebelumnya (kalau ada) sudah sembuh
atau belum
i. Sambil melakukan kunjungan ruangan perhatikan apakah ada staf baik perawat, dokter maupun
keluarga pasien yang tidak melakukan standar pencegahan infeksi dengan benar jika ada catat
pada formulir checklist penerapan prosedur kewaspadaan universal
j. Perhatikan apakah fasilitas/bahan seperti anti septik, sabun,dll tidak digunakan dengan benar
k. Sewaktu-waktu lakukan wawancara/diskusi dengan perawat ruangan tentang ketersediaan
fasilitas untuk tindakan pencegahan infeksi meliputi kemudahan memperoleh, kecukupan
persediaan, kemudahan pemakaian dan kenyamanan.
F. SASARAN
62
a. Meningkatkan perilaku petugas terhadap upaya pencegahan infeksi nosokomial
b. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petugas RSU Aulia Blitar
c. Menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial sebesar 75% di RSU Aulia Blitar
d. Meningkatkan kualitas pelayanan Pengendalian Infeksi Nosokomial.
G. JADWAL PELAKSANAAN
a. Setiap bulannya IPCN mencatat kejadian pasien infeksi nosokomial di ruang rawat inap kepada tim
pengendalian mutu keperawatan
b. Setiap 1 (satu) bulan sekali tim pengendalian mutu keperawatan membuat laporan pelaksanaan
pencatatan kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap kepada Direktur Rumah Sakit.
63
TOR LAPORAN
RSU AULIA BLITAR
64
65