Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karsinoma Rekti (CA Recti)


2.1.1 Definisi
Karsinoma rekti adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan
jaringan abnormal pada daerah rectum. Jenis terbanyak adalah
adenokarsinoma (65%), banyak ditemui pada usia 40 tahun keatas
dengan insidens puncaknya pada usia 60 tahun (Price A. Sylvia,
1995). Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum
terletak di anterior sakrum and coccyx panjangnya kira kira 15 cm.
rectosigmoid junction terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid.
Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh
peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah
ektraperitoneral. Vaskularisasi rektum berasal dari cabang arteri
mesenterika inferior dan cabang dari arteri iliaka interna. Vena
hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemorriodalis internus dan
berjalan ke kranial ke vena mesenterika inferior dan seterusnya
melalui vena lienalis ke vena porta. Ca Recti dapat menyebar sebagai
embulus vena kedalam hati. Pembuluh limfe dari rektum diatas garis
anorektum berjalan seiring vena hemorriodalos superior dan melanjut
ke kelenjar limfa mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk
eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkanpada anatomi saluran
limfaini Dinding rektum terdiri dari 5 lapisan, yaitu mukosa yang
tersusun oleh epitel kolumner, mukosa muskularis, submukosa,
muscularis propria dan serosa.
2.1.2 Etiologi
Penyebab pasti belum diketahu namun telah dikenali beberapa faktor
predisposisi yang penting yang berhubungan dengan carsinoma recti.
a. Diet
Makanan yang banyak mengandung serat misalnya sayur-sayuran
akan menyebabkan waktu transitbolus di intestin akan berkurang,
sehingga kontak zat yang potensial karsinogen pada mukosa lebih

KASUS MENDALAM (CA RECTI, ANEMIA, HIPOALBUMIN, INBALANCE


ELEKTROLIT) Page 4
singkat. Selain itu makan makanan yang berlemak dan protein
hewani yang tinggi dapat memicu terjadinya Ca. Rekti.
b. Kelainan di colon
- Adenoma di kolon, t.u bentuk villi dapat mengalami
degenerasi maligna menjadi adenokarsinoma.
- Familial poliposis merupakan kondisi premaligna dimana + 7
% polipasis akan mengalami degenerasi maligna.
- Kolitis ulserativa, mempunyai resiko besar yang terjadi Ca.
Rekti.
c. Herediter
Hasil penelitian menunjukkan anak – anak yang berasal dai ortu
yang menderita Ca.kolateral mempunyai frekuensi 3,5 x lebih
besar daripada anak yang mempunyai ortu yang sehat

2.1.3 Manifestasi Klinis


a. Perdarahan sejak peranal
BAB berdarah segar
b. BAB berdarah lendir
Karena darah yang dikeluarkan oleh kanker tesebut telah
bercampur dengan tinja
c. Obstruksi saluran pencernaan
- Perut kembung makin lama makin tegang
- Tidak dapat BAB dan tidak ada flatus
- Ukuran feses kecil seperti feses kambing
- Tenesmus rasa tidak puas setelah BAB
d. Lain-lain
- Anoreksia
- BB turun
- Nyeri perut ditempat kanker
- BAB tidak teratur
- Tenesmus  rasa tidak puas setelah BAB dan rasa yeri pada
saat BAB
2.1.4 Klasifikasi
Dukes Dalam Infiltrasi Prognosis Hidup Stlh 5 Thn
a. Terbatas pada dinding usus 97%
b. Menembus lapisan muskularis mukosa 80%
c. Metastosis ke kelenjar limfe
- Beberapa kelenjar limfe (1-4 bh) 65%
- Metastasis ke kelenjar limfe > 5 bh 35%
d. Metastasis ke organ lain ; hati 35%
Dikenal pada klasifikasi menurut:

KASUS MENDALAM (CA RECTI, ANEMIA, HIPOALBUMIN, INBALANCE


ELEKTROLIT) Page 5
- Stadium 1
Tumor hanya terbatas di calon dan belum menembus dinding
kolon dan belum metastasis
- Stadium 2
Tumor telah mengadakan penetrasi dinding kolon tapi belum
ada metastasis
- Stadium 3
Tumor telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening
regional
- Stadium 4
Tumor telah mengadakan metastasis ke organ lain ; hati
2.1.5 Penatalaksanaan

a. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan
terutama untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien
suspek dalam stadium III juga dilakukan pembedahan. Meskipun
begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan stadium
kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-surgical
treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi
sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy,
dan pada kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan
terutama pada stadium II dan III. Pada pasien lainnya yang hanya
dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker
sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel
kanker yang tertinggal. Tipe pembedahan yang dipakai antara lain:
 Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini,
tumor dapat dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan
lewat abdomen. Jika kanker ditemukan dalam bentuk polip,
operasinya dinamakan polypectomy.
 Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum
lalu dilakukan anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan
limfonodi disekitan rektum lalu diidentifikasi apakah
limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.

KASUS MENDALAM (CA RECTI, ANEMIA, HIPOALBUMIN, INBALANCE


ELEKTROLIT) Page 6
b. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan
III lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum
dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai
sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor
lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk
penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika
digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang
digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan
resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka
kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi
telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut,
misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai
terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang
unresectable.
c. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti
memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami
kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya
menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol
( Stadium II lanjut dan Stadium III). terapi standarnya ialah
dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin
dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU
merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon.
Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat
menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan
angka kekambuhan kira – kira 15% dan menurunkan angka
kematian kira – kira sebesar 10%.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
- Untuk mengetahui adanya tumor/kanker di kolon/rectum
- Untuk menentukan sumber pendapatan

KASUS MENDALAM (CA RECTI, ANEMIA, HIPOALBUMIN, INBALANCE


ELEKTROLIT) Page 7
- Untuk mengetahui letak obstruksi
b. Radiologi
- Foto dada : Untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker
paru
- Untuk persiapan pembedahan
- Foto colon (Banum enema)
- Dapat terlihat suatu filling deffect pada suatu tempat/suatu
striktura
- Dapat menentukan lokasi tempat kelainan
c. USG
- Untuk mengetahui apakah ada metastasis kanker ke
kelenjar getah bening di abdomen dan hati.
- Gambaran metastasis kanker dihati akan tampak massa
multi nodular dengan gema berdensitas tinggi homoge
d. Endosonggrafi
Pada karsinoma akan tampak massa yang hypoechoic tidak
teratur mengenai lapisan dinding kolon

e. Histopatologi
Gambaran histopatologi pada karsinoma recti C
adenokarsinoma dan perlu ditentukan differensiasi sel
f. Laboratorium
- Hb : menurun pada perdarahan
- Tumor marker (LEA) > 5 mg/ml
- Pemeriksaan tinja secara bakteriologis ; terdapat sigela dan
amoeba.
2.2 Anemia
2.2.1 Definisi
Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin,
hematokrit, dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal.
Anemia terjadi sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa

KASUS MENDALAM (CA RECTI, ANEMIA, HIPOALBUMIN, INBALANCE


ELEKTROLIT) Page 8
unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi timbulnya
defisiensi tersebut (Arisman, 2007).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan
besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan
pembentukan hemoglobin berkurang (Bakta, 2006). Anemia defisiensi
besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai
oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi
transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai
hematokrit yang menurun (Abdulmuthalib, 2009).

2.2.2 Etiologi
Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh
karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan
besi akibat perdarahan menahun:
a. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal
dari:
- Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat
atau NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan
infeksi cacing tambang.
- Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
- Saluran kemih: hematuria.
- Saluran nafas: hemoptisis.
b. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam
makanan (asupan yang kurang) atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang rendah.
c. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam
masa pertumbuhan, dan kehamilan.
d. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis
kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran),
tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan
kalsium (susu dan produk susu).

KASUS MENDALAM (CA RECTI, ANEMIA, HIPOALBUMIN, INBALANCE


ELEKTROLIT) Page 9
2.2.3 Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya
asupan makanan sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil
dan kehilangan banyak darah. Wanita Usia Subur (WUS) adalah salah
satu kelompok resiko tinggi terpapar anemia karena mereka tidak
memiliki asupan atau cadangan Fe yang cukup terhadap kebutuhan
dan kehilangan Fe (Fatmah, 2007). Berikut ini merupakan faktor-
faktor penyebab anemia:

a. Asupan Fe yang tidak memadai


Hanya sekitar 25% WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai Angka
Kecukupan Gizi (AKG) adalah 26μg/hari. Secara rata-rata, wanita
mengkonsumsi 6,5 μg Fe perhari melalui diet makanan.
Ketidakcukupan Fe tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan
sumber Fe seperti daging sapi, ayam, ikan, telur, dan lain-lain,
tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Variasi ini
disebabkan oleh perubahan fisiologis tubuh ibu hamil, menyusui
sehingga meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe yang
dikonsumsi dan faktor diet yang mempercepat (enhancer) dan
menghambat (inhibitor) penyerapan Fe, jenis yang dimakan.
Heme iron dari Hb dan mioglobin hewan lebih mudah dicerna dan
tidak dipengaruhi oleh inhibitor Fe. Non-heme iron yang
membentuk 90% Fe dari makanan non-daging seperti biji-bijian,
sayuran, buah dan telur (Fatmah, 2007). Bioavabilitas non-heme
iron dipengaruhi oleh beberapa faktor inhibitor dan enhancer.
Inhibitor utama penyerapan Fe adalah fitat dan polifenol. Fitat
terutama ditemukan pada biji-bijian sereal, kacang dan beberapa
sayuran seperti bayam. Polifenol dijumpai dalam minuman kopi,
teh, sayuran dan kacang-kacangan. Enhancer penyerapan Fe
antara lain asam askorbat atau vitamin C dan protein hewani
dalam daging sapi, ayam, ikan karena mengandung asam amino
pengikat Fe untuk meningkatkan absorpsi Fe. Alkohol dan asam

KASUS MENDALAM (CA RECTI, ANEMIA, HIPOALBUMIN, INBALANCE


ELEKTROLIT) Page 10
laktat kurang mampu meningkatkan penyerapan Fe (Fatmah,
2007).
b. Peningkatan kebutuhan fisiologi
Kebutuhan Fe meningkat selama kehamilan untuk memenuhi
kebutuhan Fe akibat peningkatan volume darah, untuk
menyediakan Fe bagi janin dan plasenta, dan untuk menggantikan
kehilangan darah saat persalinan. Peningkatan absorpsi Fe selama
trimester II kehamilan membantu peningkatan kebutuhan.
Beberapa studi menggambarkan pengaruh antara suplementasi Fe
selama kehamilan dan peningkatan konsentrasi Hb pada trimester
III kehamilan dapat meningkatkan berat lahir bayi dan usia
kehamilan (Fatmah, 2007).
c. Malabsorpsi
Episode diare yang berulang akibat kebiasaan yang tidak higienis
dapat mengakibatkan malabsorpsi. Insiden diare yang cukup
tinggi, terjadi terutama pada kebanyakan negara berkembang.
Infestasi cacing, khusunya cacing tambang dan askaris
menyebabkankehilangan besi dan malabsorpsi besi. Di daerah
endemik malaria, serangan malaria yang berulang dapat
menimbulkan anemia karena defisiensi zat besi (Gibney, 2009).
d. Simpanan Zat Besi yang buruk
Simpanan zat besi dalam tubuh orang-orang Asia memiliki jumlah
yang tidak besar, terbukti dari rendahnya hemosiderin dalam
sumsum tulang dan rendahnya simpanan zat besi di dalam hati.
Jika bayi dilahirkan dengan simpanan zat besi yang buruk, maka
defisiensi ini akan semakin parah pada bayi yang hanya
mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) saja dalam periode waktu yang
lama (Gibney, 2009).
e. Kehilangan banyak darah
Kehilangan darah terjadi melalui operasi, penyakit dan donor
darah. Pada wanita, kehilangan darah terjadi melalui menstruasi.
Wanita hamil juga mengalami pendarahan saat dan setelah

KASUS MENDALAM (CA RECTI, ANEMIA, HIPOALBUMIN, INBALANCE


ELEKTROLIT) Page 11
melahirkan. Efek samping atau akibat kehilangan darah ini
tergantung pada jumlah darah yang keluar dan cadangan Fe dalam
tubuh.Rata-rata seorang wanita mengeluarkan darah 27 ml setiap
siklus menstruasi 28 hari. Diduga 10% wanita kehilangan darah
lebih dari 80 ml per bulan. Banyaknya darah yang keluar berperan
pada kejadian anemia karena wanita tidak mempunyai persedian
Fe yang cukup dan absorpsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat
menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi (Fatmah, 2007).
Jumlah Fe yang hilang/keluar saat menstruasi juga bervariasi
dengan tipe alat kontrasepsi yang dipakai. Intrauterine Device
(IUD) dan spiral dapat meningkatkan pengeluaran darah 2 kali
saat menstruasi dan pil mengurangi kehilangan darah sebesar 1,5
kali ketika menstruasi berlangsung (Fatmah, 2007). Komplikasi
kehamilan yang mengarah pada pendarahan saat dan pasca
persalinan dihubungkan juga dengan peningkatan resik anemia.
Plasenta previa dan plasenta abrupsi beresiko terhadap timbulnya
anemia setelah melahirkan. Dalam persalinan normal seorang
wanita hamil akan mengeluarkan darah rata-rata 500 ml atau
setara dengan 200 mg Fe. Pendarahan juga meningkat saat proses
melahirkan secara caesar/operasi (Fatmah, 2007).
f. Ketidakcukupan gizi
Penyebab utama anemia karena defisiensi zat besi, khususnya
negara berkembang, adalah konsumsi gizi yang tidak memadai.
Banyak orang bergantung hanya pada makanan nabati yang
memiliki absorpsi zat besi yang buruk dan terdapat beberapa zat
dalam makanan tersebut yang mempengaruhi absorpsi besi
(Gibney, 2009).
g. Hemoglobinopati
Pembentukan hemoglobin yang abnormal, seperti pada thalasemia
dan anemia sel sabit merupakan faktor non gizi yang penting
(Gibney, 2009).
h. Obat dan faktor lainnya

KASUS MENDALAM (CA RECTI, ANEMIA, HIPOALBUMIN, INBALANCE


ELEKTROLIT) Page 12
Diantara orang-orang dewasa, anemia defisiensi besi berkaitan
dengan keadaan inflamasi yang kronis seperti arthritis, kehilangan
darah melalui saluran pencernaan akibat pemakaian obat, seperti
aspirin, dalam jangka waktu lama, dan tumor (Gibney, 2009).
2.2.4 Mekanisme Terjadinya Anemia
Anemia terjadi jika produksi hemoglobin sangat berkurang
sehingga kadarnya di dalam darah menurun. World Health
Organization (WHO) merekomendasikan sejumlah nilai cut off untuk
menentukan anemia karena defisiensi zat besi pada berbagai
kelompok usia, jenis kelamin, dan kelompok fisiologis. Meskipun
sebagian besar anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi, namun
peranan penyebab lainnya (seperti anemia karena defisiensi folat serta
vitamin B12 atau anemia pada penyakit kronis) harus dibedakan
(WHO, 2010). Menurut Gibney (2009), deplesi zat besi dapat dipilah
menjadi tiga tahap dengan derajat keparahan yang berbeda dan
berkisar dari ringan hingga berat.
a. Tahap pertama meliputi berkurangnya simpanan zat besi yang
ditandai berdasarkan penurunan feritin serum. Meskipun tidak
disertai konsekuensi fisiologis yang buruk, namun keadaan ini
menggambarkan adanya peningkatan kerentanan dan
keseimbangan besi yang marginal untuk jangka waktu lama
sehingga dapat terjadi defisiensi zat besi yang berat ( Gibney,
2009).
b. Tahap kedua ditandai oleh perubahan biokimia yang
mencerminkan kurangnya zat besi bagi produksi hemoglobin yang
normal. Pada keadaan ini terjadi penurunan kejenuhan transferin
atau peningkatan protoporfirin eritrosit, dan peningkatan jumlah
reseptor transferin serum (Gibney, 2009).
c. Tahap ketiga defisiensi zat besi berupa anemia. Pada anemia
defisiensi zat besi yang berat, kadar hemoglobinnya kurang dari 7
g/dl (Gibney, 2009). Darah akan bertambah banyak dalam
kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan

KASUS MENDALAM (CA RECTI, ANEMIA, HIPOALBUMIN, INBALANCE


ELEKTROLIT) Page 13
tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah.
Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel
darah 18% dan hemoglobin 19% Bertambahnya darah dalam
kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan
mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu.
Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu
meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya
kehamilan. Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan
adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat
terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Volume plasma
meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan
maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000
ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3
bulan setelah partus (Setiawan, 2005).
2.3 Hipoalbuminemia
2.3.1 Definisi
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai
normal atau keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL
(Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso, 2006 dan Diagnose-
Me.com, 2007). Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan asam
amino yang tidak memadai dari protein, sehingga mengganggu
sintesis albumin serta protein lain oleh hati (Murray, dkk, 2003).
Di Indonesia, data hospital malnutrition menunjukkan 40-50%
pasien mengalami hipoalbuminemia atau berisiko hipoalbuminemia,
12% diantaranya hipoalbuminemia berat, serta masa rawat inap pasien
dengan hospital malnutrition menunjukkan 90% lebih lama daripada
pasien dengan gizi baik (Tri Widyastuti dan M. Dawan Jamil, 2005).
2.3.2 Klasifikasi Hipoalbuminemia
Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan
selisih atau jarak dari nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,5–5
g/dl atau total kandungan albumin dalam tubuh adalah 300-500 gram

KASUS MENDALAM (CA RECTI, ANEMIA, HIPOALBUMIN, INBALANCE


ELEKTROLIT) Page 14
(Albumin.htm, 2007 dan Peralta, 2006). Klasifikasi hipoalbuminemia
menurut Agung M dan Hendro W (2005) adalah sebagai berikut:
a. Hipoalbuminemia ringan : 3,5–3,9 g/dl
b. Hipoalbuminemia sedang : 2,5–3,5 g/dl
c. Hipoalbuminemia berat : < 2,5 g/dl
2.3.3 Penyebab Hipoalbuminemia
Menurut Iwan S. Handoko (2005), Adhe Hariani (2005) dan Baron
(1995) hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi
pada pasien. Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh masukan
protein yang rendah, pencernaan atau absorbsi protein yang tak
adekuat dan peningkatan kehilangan protein yang dapat ditemukan
pada pasien dengan kondisi medis kronis dan akut:
a. Kurang Energi Protein,
b. Kanker,
c. Peritonitis,
d. Luka bakar,
e. Sepsis,
f. Luka akibat Pre dan Post pembedahan (penurunan albumin
plasma yang terjadi setelah trauma),
g. Penyakit hati akut yang berat atau penyakit hati kronis (sintesa
albumin menurun),
h. Penyakit ginjal (hemodialisa),
i. Penyakit saluran cerna kronik,
j. Radang atau Infeksi tertentu (akut dan kronis),
k. Diabetes mellitus dengan gangren, dan
l. TBC paru.
2.3.4 Terapi Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia dikoreksi dengan Albumin intravena dan diet
tinggi albumin (Sunanto, 2006), dapat dilakukan dengan pemberian
diet ekstra putih telur, atau ekstrak albumin dari bahan makanan yang
mengandung albumin dalam kadar yang cukup tinggi. Penangan
pasien hipoalbumin di RS dr. Sardjito Yogyakarta dilakukan dengan

KASUS MENDALAM (CA RECTI, ANEMIA, HIPOALBUMIN, INBALANCE


ELEKTROLIT) Page 15
pemberian putih telur sebagai sumber albumin dan sebagai alternatif
lain sumber albumin adalah ekstrak ikan lele (Tri Widyastuti dan M.
Dawan Jamil, 2005). Sedangkan pada RS dr. Saiful Anwar Malang,
penanganan pasien hipoalbuminemia dilakukan dengan pemberian
BSA (Body Serum Albumer), dan segi gizi telah dilakukan
pemanfaatan bahan makanan seperti estrak ikan gabus, putih telur dan
tempe kedelai (Illy Hajar Masula, 2005).

KASUS MENDALAM (CA RECTI, ANEMIA, HIPOALBUMIN, INBALANCE


ELEKTROLIT) Page 16

Anda mungkin juga menyukai