Lesi Mucocutaneus relatif umum dalam penyakit crohn (CD). Lesi orofacial muncul
sebagai gejala awal dari CD pada anak”, merupakan hal yang tidak biasa tetapi bisa menjadi
sebuah petunjuk penting dalam mendiagnosa CD sebelum perkembangan gejala
gastrointestinal. Kami menandai keperluan untuk peningkatan kewaspadaan kemungkinan
bahwa anak” dengan susunan angular chelitis bisa jadi memiliki CD, agar menghindari
keterlambatan diagnosa.
Laporan Kasus
Kasus 1.Seorang anak laki-laki 10 tahun datang ke klinik dengan riwayat pernah menderita
fissure angular selama 2 tahun. Dari waktu ke waktu, angular cheilitis yang kronis telah
berkembang hingga terjadi indurasi, plak erythematous pada pipi (gambar 1).
Fig. 1. Organised angular cheilitis pada anak laki-laki usia 10 Tahun (A) dan pada
anakperempuan usia 9 Tahun (B).
Pasien mempunyai riwayat dermatitis atopic dan lesi merupakan diagnosa awal. Pada
kemungkinan alergi, dia menjalani tes bercak pada muka dan tes bagian kecil pada muka,
hasilnya negatif. Hasil kultur pada kulit negatif untuk bakteri, virus, dan jamur. Perawatan
dengan antibiotik, krim steroid dan tacrolimus tidak menghasilkan apa”. Hasil pemeriksaan
histologi dari biopsy pada kulit menunjukkan hiperplasi epitel, hiperkeratosis dan radang
yang tidak spesifik. Tidak ada granuloma yang ditemukan. Tidak ada keluhan yang
diutarakan, khususnya tidak ada bengkak pada bibir atau gejala gastrointestinal. Riwayat
keluarga pasien tidak menyebutkan adanya CD. Pemeriksaan fisik menunjukkan anak itu
sehat. Tinggi dan berat di atas rata-rata, namun orang tuanya memiliki tinggi dan berat di
bawah rata-rata. Hasil pemeriksaan klinik tidak terdapat tanda apa-apa kecuali pada bercak
kulit. Pemeriksaan serologi menunjukkan adanya defisiensi zat besi.
Selama follow-up, sakit pada perutnya semakin berkembang setiap hari dan diare.
Hasil endoskopi mengungkapkan adanya perubahan dalam usus besar dan ileum
mengungkapkan adanya CD. Diagnosis ini ditandai secara histologis oleh adanya peradangan
aphthous dan granulomatosa. Anak tersebut dirujuk ke Bagian Gastroenterological Pediatrik
untuk evaluasi lebih lanjut, dan pengobatan dengan Imurel (50 mg per hari) telah
diperintahkan. Tercatat efek pengobatan perubahan kulit. Perubahan ini memburuk dari
waktu ke waktu, seperti halnya gejala usus. Pengobatan secara biologis sedang
dipertimbangkan.
Kasus 2. Seorang perempuan sembilan tahun datang ke klinik dengan riwayat dua tahun yang
lalu menderita recurrent bilateral angular cheilitis. Kondisinya sekarang kronis dan telah
berkembang menjadi terorganisir, plak-plak eritematosa di pipi yang tidak bisa diukur
indurasinya (Gambar 1B). Pasien memiliki riwayat dermatitis atopik ringan dan seperti dalam
kasus 1, lesi awalnya didiagnosis seperti itu. Karena mencurigai adanya alergi, dilakukan skin
prick testing dan patch testing yang hasilnya negatif. Kumpulan bakteri, virus dan jamur juga
negatif. Lesi diobati dengan steroid topikal yang memiliki beberapa efek, namun dengan
instan flare-up pada penghentian pengobatan.
Pasien tidak memiliki gejala gastrointestinal dan tidak ada riwayat keluarga dengan
CD. Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien sehat dengan kurva tinggi dan berat badan
normal. Uji serologis terlihat normal, tanpa tanda-tanda malabsorpsi. Hasil pemeriksaan
klinis normal, kecuali untuk bercak kulit pada anus yang tidak menimbulkan gejala dan
tanda-tanda khas pada penebalan mukosa mulut. Pada biopsi oral, serta gastroskopi dan
coloscopy, dilakukan di bawah anestesi umum. Hasil endoskopi tidak ditemukan
keabnormalan. Sebuah contoh biopsi dari kulit yang terkena angular cheilitis tidak
mengandung granulomas yang tidak normal. Namun, analisis histologis bercak kulit anus
menunjukkan peradangan granulomatosa non-caseous, sedangkan biopsi pada kulit yang
disebabkan angular cheilitas tidak terdapat granuloma.
Selama follow-up, pasien mengalami perkembangan lesi oral hyperplasic dan eritema
bilateral pada mukosa bukal dan gingival secara meluas, bersama dengan pembengkakan
bibir. Pasien masih tidak mengalami gejala gastrointestinal. Pasien diobati dengan
prednisolon oral (50 mg sehari) dan metronidazol (250 mg, 3 kali sehari), yang berguna
membersihkan lesi. Pada penghentian pengobatan, lesi muncul kembali, tetapi bisa dikontrol
dengan pengobatan steroid topikal.
DISKUSI
Lesi mukokutan merupakan manifestasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi
pada CD dan dapat dibagi menjadi tiga kelompok: 1, lesi yang spesifik, di mana ada
keterlibatan langsung selaput lendir atau kulit dengan proses penyakit yang sama seperti
dalam CD (berdekatan atau metastasis); 2, non-spesifik, penyakit reaktif kulit seperti eritema
nodosum, pioderma gangrenosum dan erupsi pustular, dan 3, manifestasi mucocutaneous
sekunder untuk kekurangan gizi (3, 4).
Lesi yang muncul di wajah pada dua kasus diatas secara histologi tidak spesifik tanpa
bentukan granuloma dan dapat diklasifikasikan sebagai reaktif. Namun, karena granuloma
tidak konkrit bisa didapatkan bahwa lesi sebenarnya suatu manifestasi khusus dari CD.
Dalam kedua kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa angular cheilitis merupakan
manifestasi awal dari CD.
Scully (5) menjelaskan manifestasi oral pada 19 pasien tanpa bukti sejarah penyakit
gastrointestinal. Selain bengkak, "cobblestoning" dan ulser, angular cheilitis muncul pada
7/19 kasus. Hanya satu kasus yang tidak memiliki pembengkakan tambahan, seperti yang
terjadi dalam dua pasien. Dari kedua kasus diatas menggambarkan tidak ada granuloma yang
terdeteksi. Selanjutnya, pada penelitian Tyldesley (6) dengan melihat keadaan tujuh pasien
yang mempunyai lesi pada rongga mulutnya, semua ditsertai dengan bibir bengkak, angular
cheilitis, lesi bukal dan kelenjar yang terasa saat diraba. Dalam kasus 2 terdapat
perkembangan orofacial granulomatosis. Ditandai oleh pembengkakan pada bibir, pipi,
gingiva dan atau mukosa mulut. Identifikasi granuloma dalam analisis histologis, dalam
laporan kasus ini telah digambarkan sebagai entitas yang terpisah serta fitur CD (7). Kedua
kasus diatas tidak menunjukkan gejala gastrointestinal atau tanda-tanda CD dalam evaluasi
endoskopi, tetapi temuan granuloma pada lapisan kulit anus nya mendukung diagnosis CD.
Karena presentasi awal atipikal angular cheilitis terorganisir tanpa pembengkakan bibir,
diagnosis CD ditunda selama beberapa tahun pada anak.
Ketika dihadapkan dengan seorang anak dengan angular cheilitis terorganisir, dengan
atau tanpa pembengkakan bibir, penting untuk mempertimbangkan diagnosis CD. Riwayat
medis pasien harus diperiksa secara menyeluruh dan tanda-tanda fisik lain dari CD, seperti
lesi genital atau perianal asimtomatik. Meskipun tidak jarang pada anak-anak yang sehat,
beberapa 25-30% pasien dengan CD menunjukkan lesi perianal sebelum keluhan
gastrointestinal (8). Sebuah pemeriksaan klinis, melibatkan kelenjar getah bening
submandibular, bibir, mukosa labial dan sulkus, bibir atas, mukosa bukal dan sulkus, gingiva,
lidah, dasar mulut dan langit-langit keras dan lunak, harus dilakukan pada anak yang
dicurigai menderita CD.