Anda di halaman 1dari 4

BAB III

TINJAUAN OBJEK
DAN DASAR BERGERAK

3.1 TINJAUAN OBJEK


3.1.1 BALE GUNUNG RATA

Bale Gunung Rata merupakan bangunan


transformasi dari bangunan bale daja yang biasa terletak
di Puri atau tempat tinggal keturunan raja, bale ini
memiliki 16 buah saka. Bale Gunung Rata ini memiliki 2
fungsi asli yaitu tempat istirahat dan disisi luarnya
sebagai tempat pertemuan rakyat dan raja.

3.2.2 COTTAGE

Dalam bahasa Indonesia, cottage bermakna gubuk. Istilah ini memiliki kesan yang begitu
berbeda dengan kesannya dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia, “gubuk” diasosiasikan
dengan kemiskinan dan masa lalu. Sedangkan dalam Bahasa Inggris, istilah tersebut sejajar
dengan bungalow dan berbagai bangunan rekreaktif yang lain.

Yang dimaksud dengan cottage sendiri secara umum merujuk pada bangunan dengan ciri-ciri
sederhana. Dulu bangunan dengan nama ini dikaitkan dengan karakter:

 Tinggi 1 hingga 1 setengah lantai (setengah lantai sebagai loteng).


 Ukuran kecil
 Arsitektur khas bangunan tradisional
Asal namanya sendiri berasal dari bahasa Perancis
dan Eropa. Dulu cottage digunakan untuk merujuk
bangunan yang dimiliki budak dan masyarakat
miskin. Jadi kurang lebih pengertiannya bahkan lebih
buruk daripada pengertiannya di Indonesia.
Pergantian kesan cottage ke kesan yang lebih positif
terjadi secara berangsur di Eropa. Masyakarakat
benua biru tersebut secara perlahan mengubah
persepsinya mengenai “istilah” gubuk menjadi lebih positif. Sebab banyak yang memanfaatkan
bangunan serupa untuk tempat tinggal sementara sambil bererkerasi. Gubuk dimaknai sebagai
bangunan yang bisa memberikan keuntungan.

Di era saat ini, perubahan makna dan


kesan tersebut membuat karakter hunian itu juga
berubah. Meski tidak secara langsung disebut
gubuk, orang Indonesia kerap
mengasosiasikannya dengan bangunan yang
memiliki ciri tradisional, kecil, satu atau dua
lantai saja, dan memanfaatkan bahan organik
seperti semen. Disebabkan tak lagi dimanfaatkan
sebagai hunian biasa, teknologi pembuatan
bangunan ini pun ditingkatkan sedemikian rupa. Kesan suram tergantikan dengan kesan asri
yang menawan. Hal ini bisa terjadi karena beberapa hal. Yang utama adalah teknologi
pengawetan yang membuat bahan-bahan pembuatnya menjadi lebih tahan lama. Teknologi
pengawetan akan membuat kayu, bambu, hingga ijuk atap cottage tidak ditumbuhi hama-hama
seperti jamur dan serangga. Aplikasi teknologi ini dilakukan dengan memanfaatkan insektisida
dan fungisida kayu seperti BioCide Insecticide serta BioCide Wood Fungicide. Tidak adanya
hama tentu juga akan membuat lingkungan dalam gubuk lebih menarik dan bersih.
3.2 DASAR BERGERAK

3.2.1 ANALOGI TRI ANGGA

Tri Angga adalah ungkapan tata nilai pada ruang terbesar jagat raya mengecil
sampai elemen-elemen terkecil pada manusia dan arsitektur. Pada alam semesta
(bhuwana agung) susunan tersebut tampak selaku bhur, bhuwah dan swah (tiga dunia/tri
loka) bhur sebagai alam ‘bawah’ adalah alam hewan atau butha memiliki nilai ‘nista’,
bwah adalah alam manusia dengan nilai ‘madya’ dan swah alam para Dewa memiliki
nilai ‘utama’. Demikin pula pada manusia (bhuwana alit) ungkapan tata nilai ini terlihat
pada tubuhnya yang tersusun atas: kaki sebagai ‘nista angga’, badan sebagai ‘madya
angga’ dan kepala adalah ‘utama angga’. Konsep Tri Angga ini diproyeksikan dalam
setiap wujud fisik arsitektur, teritorial perumahan dan teritorial desa.

Pada arsitektur konsep Tri Angga menampakan dirinya dengan jelas, yakni rab/atap
bangunan adalah kepalanya; pengawak atau badan bangunan selaku madya angga; serta
bebataran merupakan kaki sebagai nista angga. Penyusunan Tri Angga pada areal
pekarangan rumah, yakni teba (tempat ternak, pembuangan sampah dan kotoran rumah
tangga lainnya) selaku nista angga, tegak umah atau tempat massa bangunan adalah
madya angga, dan pelataran pemerajan/tempat suci adalah utama angganya. Dalam pola
tata ruang desa, pura-pura desa sebagai utama angga, desa pakraman (daerah
pemukiman) sebagai madya angga, dan setra atau kuburan sebagai nista angga.

Pada badan manusia yang berdiri vertikal dengan mudah tampak bahwa yang ‘nista’ di
bawah, ‘madya’ di tengah dan ‘utama’ di atas. Pada bidang yang horizontal seperti
pekarangan rumah dan areal desa, pola tata letak ‘nista-madya-utama’ berpedoman pada
orientasi kosmologis dan tata nilai ritual yang menempatkan arah kaja dan kangin sebagai
arah ‘utama’, serta kelod dan kauh sebagai arah ‘nista’.
3.2.2 ARSITEKTUR VERNAKULAR

Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang terbentuk dari proses yang berangsur
lama dan berulang-ulang sesuai dengan perilaku, kebiasaan, dan kebudayaan di tempat
asalnya. Vernakular, berasal dari vernacullus yang berarti lokal, pribumi. Pembentukan
arsitektur berangsur dengan sangat lama sehingga sikap bentuknya akan mengakar. Latar
belakang indonesia yang amat luas dan memiliki banyak pulau menyebabkan perbedaan
budaya yang cukup banyak dan arsitektur merupakan salah satu parameter kebudayaan
yang ada di indonesia karena biasanya arsitektur terkait dengan sistem sosial, keluarga,
sampai ritual keagamaan.

Anda mungkin juga menyukai