Anda di halaman 1dari 4

Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan

Ada banyak aliran dalam filsafat pendidikan, seperti materialisme,


idealism, realism, pragmatism, eksistensialisme, progresifisme, esensialisme,
perenialisme dan rekonstruktifisme. Karena filsafat pendidikan merupakan
terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam
filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurangnya
akan kita bahas tiga aliran.
Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua
kelompok besar, yaitu filsafat pendidikan progresif, dan filsafat pendidikan
konservatif. Yang pertama didukung oleh filsafat pragmatism dari John Dewey,
dan romantic naturalism dari Roousseau. Yang kedua, didasari oleh filsafat
idealism, realism humanism (humanism rasional), dan supernaturalisme atau
realism religious. Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan
esensialisme, perenialisme, dan sebagainya (Sutrisno, 2014).

Sutrisno, A. N. 2014. Telaah Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Deepublish.

1. Filsafat Pendidikan Idealisme


Dalam banyak hal aliran filsafat Idealisme diturunkan dari filsafat
rasionalisme yang berawal di zaman Yunani klasik dan berlanjut ke Eropa di abad
Pertengahan. Para filosof Yunani sebelum dan sesudah Aristoteles cenderung
sepakat dan berkeyakinan bahwa “kebenaran dan pengetahuan tidak semata-mata
tergantung pada pengindraan umum melalui pancaindra, namun diperoleh dalam
pengalaman melalui berpikir”, khususnya berpikir deduktif seperti diungkapkan
Aristoteles dalam naskah Organon. Aliran instansi kecerdasan (intelligence) dan
bersifat selaras dengan hakekat manusia. Instansi tersebut sering dipersonifikasi
sebagai “ide-ide, roh, inteligensi dan alam semesta”. Karena itu tujuan pendidikan
haruslah perkembangan wujud kepribadian yang mencapai kehidupan sebaik-
baiknya melalui penguasaan disiplin diri yang patut diteladani dalam upaya
mewujudkan potensi-potensi dirinya yang luhur (paradigmatic self) dan tidak
sekedar realisasi semua potensinya.
Pandangan filsafat idealism mengenai pendidikan terfokus pad aide dan
yang ideal. Siswa perlu dibantu pendidik melakukan refleksi dalam rohani mereka
tentang pemahaman abadi atas keberadaan yang ideal. Walau pun setiap orang
tertentu (finite) dan terbatas (limited) dia mampu terinspirasi oleh contoh-contoh
yang luhur untuk diteladani berdasarkan beberapa standar kesempurnaan. Dalam
prakteknya bantuan ini terdiri dari mengajarkan sejumlah nilai-nilai yang banyak
dikenal dimana-mana seperti kesehatan jasmani, kendali diri, menghargai orang
lain, kreatifitas dan tanggung jawab sosial. Pengajaran dimulai dari bahan ajar
prinsip-prinsip umum atau ideal yang selalu diketahui guru terlebih dahulu
sebelumnya sampai pada bahan penerapannya yang khusus, artinya menerapkan
pola berpikir menurut metode deduktif (Ali, 2007).
Salah satu tokoh aliran filsafat idealism yang paling terkenal adalah Hegel.
Menurut Hegel akal adalah kepastian yang sadar tentang semua realitas yang ada,
ia menegaskan bahwa yang nyata adalah rasional, dan yang rasional adalah nyata.
Idealism absolute merupakan landasan filsafat Hegel yang menempaktan ide
absolute sebagai hakikat ontologism (Siska, 2015).
Ali, Mohammad. 2007. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT Imperial
Bhakti Utama.

Siska, Yulia. 2015. Manusia dan Sejarah: Sebuah Tinjauan Filosofis.


Yogyakarta: Garudhawaca

2. Filsafat Pendidikan Realisme


Dalam arti filsafat yang sempit, realisme berarti anggapan bahwa obyek
indera kita adalah real, benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa
benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran
kita. Bagi kelompok realis, alam itu, dan satu-satunya hal yang dapat kita lakukan
adalah: menjalin hubungan yang baik dengannya. Kelompok realis berusaha
untuk melakukan hal ini, bukan untuk menafsirkannya menurut keinginan atau
kepercayaan yang belum dicoba kebenarannya. Seorang realis bangsa Inggris,
John Macmurray mengatakan:
“Kita tidak bisa melepaskan diri dari fakta bahwa terdapat perbedaan
antara benda dan ide”. Bagi common sense biasa, ide adalah ide tentang sesuatu
benda, suatu fikiran dalam akal kita yang menunjuk suatu benda. Dalam hal ini
benda dalah realitas dan ide adalah 'bagaimana benda itu nampak pada kita'. Oleh
karena itu, maka fikiran kita harus menyesuaikan diri dengan benda-benda , jika
mau menjadi benar, yakni jika kita ingin agar ide kita menjadi benar, jika ide kita
cocok dengan bendanya, maka ide itu salah dan tidak berfaedah. Benda tidak
menyesuaikan dengan ide kita tentang benda tersebut. Kita harus mengganti ide-
ide kita dan terus selalu menggantinya sampai kita mendapatkan ide yang benar.
Cara berpikir common sense semacam itu adalah cara yang realis; cara tersebut
adalah realis karena ia menjadikan 'benda' adalah bukan 'ide' sebagai ukuran
kebenaran, pusat arti. Realisme menjadikan benda itu dari real dan ide itu
penampakkan benda yang benar atau yang keliru.
Realisme menegaskan bahwa sikap common sense yang diterima orang
secara luas adalah benar, artinya, bahwa bidang aam atau obyek fisik itu ada, tak
bersandar kepada kita, dan bahwa pengalaman kita tidak mengubah watak benda
yang kita rasakan.
Realisme adalah suatu istilah yang meliputi bermacam-macam aliran
filsafat yang mempunyai dasar-dasar yang sama. Sedikitnya ada tiga aliran dalam
realisme modern. Pertama, kecenderungan kepada materialisme dalam bentuknya
yang modern. Sebagai contoh, materialisme mekanik adalah realisme tetapi juga
materialisme. Kedua, kecenderungan terhadap idealisme. Dasar eksistensi
mungkin dianggap sebagai akal atau jiwa yang merupakan keseluruhan organik.
James B. Pratt dalam bukunya yang berjudul Personal Realism mengemukakan
bahwa bentuk realisme semacam itu, yakni suatu bentuk yang sulit dibedakan dari
beberapa jenis realisme obyektif. Ketiga, terdapat kelompok realis yang
menganggap bahwa realitas itu pluralistik dan terdiri atas bermacam-macam jenis;
jiwa dan materi hanya merupakan dua dari beberapa jenis lainnya. Apa yang
kadang-kadang dinamakan realisme Platonik atau konseptual atau klasik adalah
lebih dekat kepada idealisme modern daripada realisme modern (Hakim, 2012).

Hakim, A. A. 2012. Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi. Bandung:


CV. Pustaka Setia.
3. Filsafat Pendidikan Materialisme
Aliran materialisme berusaha malampaui pengertian “alam” dan
mendasarkan diri pada macam substansi tau kenyataan terdalam yang dinamakan
materi. Kaum materialis memandang alam pada masa lampau memandang alam
semesta tersusun dari zat-zat renik yang terdalam tersebut dan memandang alam
semesta dapat diterangkan berdasarkan hukum-hukum dinamika, contohnya hal
ini dikenal dengan rumus fisika dewasa ini dengan E = M C2 yang
menggambarkan bahwa tenaga E kedudukannya dapat saling dipertukarkan
dengan massa m. Jadi istilah pokok yang melandasi ajaran materialisme adalah
“materi”. Contoh dari artikulasi ontology materi adalah teori evolusi Charles
Darwin (Siska, 2015).

Anda mungkin juga menyukai