Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM DIVERSIFIKASI DAN


PENGEMBANGAN PRODUK PERAIRAN
PEMBUATAN BAKSO IKAN

Kelompok 5
Eklin Meinatasya Putri
05061281520053

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia sebagai negara maritim memiliki perairan yang luas dan sumber
daya ikan yang melimpah, namun konsumsi ikan masyarakat Indonesia masih sangat
memprihatinkan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk melakukan
diversifikasi pengolahan komoditi perikanan. Pengembangan berbagai produk olahan
hasil perikanan dapat dijadikan alternatif menumbuhkan kebiasaan mengkonsumsi ikan
bagi masyarakat Indonesia, sekaligus merupakan upaya untuk meningkatkan nilai gizi
masyarakat. Salah satu usaha diversifikasi produk perikanan yang dapat
dikembangkan adalah bakso. Daging merupakan bahan makanan yang sangat
penting karena merupakan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi dan
mengandung asam amino esensial. Proses pengolahan dapat dikembangkan untuk
meningkatkan penerimaan masyarakat. Salah satu bentuk olahan yang dapat
dikembangkan dan mudah diterima oleh masyarakat adalah bakso (Nurfianti, 2007).
Bakso merupakan produk olahan daging yang sudah dikenal luas dan disukai
oleh masyarakat Indonesia sebagaia makanan yang dianggap murah dan disukai oleh
semua lapisan masyarakat baik anak-anak, remaja maupun orang tua. Ditinjau diri
aspek gizi, bakso merupakan makanan yang mempunyai kandungan protein hewani,
mineral dan vitamin yang tinggi. Dengan mengolah daging tersebut menjadi bakso
konsumen mau menerimanya karena penampakan dan rasanya yang telah mengalami
modifikasi yaitu lebih menarik dengan citarasa yang lebih disukai (Nurfianti, 2007).
Bakso ikan merupakan bakso yang mulai digemari oleh masyarakat, karena
bahan baku pembuatannya yaitu daging Ikan selain halal juga telah umum
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Bakso ikan terkenal dengan aromanya yang
khas. Bakso ikan paling enak dinikmati. Jenis ikan yang bagus adalah ikan yang
memiliki duri menyebar dan mudah dikeluarkan durinnya, serta yang memiliki serat
yang banyak. Biasa yang digunakan oleh pabrik bakso ikan adalah ikan mata goyang,
dan ikan kuniran dikarenakan harganya yang murah. Jenis daging yang digunakan
biasanya berupa fillet ikan segar dan fillet ikan beku (Daniati, 2005).
Ikan yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bakso ikan
haruslah dipilih dari jenis yang memiliki kadar gizi dan kelezatan yang tinggi, tidak
terlalu amis, dan benar-benar masih segar. Beberapa jenis ikan, baik ikan air tawar,
air payau ataupun air asin (laut) dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
bakso ikan. Beberapa jenis ikan air tawar yang dapat digunakan dalam pembuatan
bakso ikan, antara lain adalah lele, ikan mas, ikan patin dan nila merah. Sedangkan
Ikan air payau adalah bandeng, payus, dan mujair (Daniati, 2005).
Persyaratan bahan baku (ikan) yang terpenting adalah kesegarannya.
Semakin segar ikan yang digunakan, semakin baik pula mutu bakso yang dihasilkan.
Berbagai jenis ikan yang digunakan untuk membuat bakso, terutama ikan yang
berdaging tebal dan mempunyai daya elastisitas seperti tenggiri, kakap, cucut, bloso,
ekor kuning dan lain-lain. Selain bahan baku dari ikan segar, bakso juga dapat dibuat
dari produk yang sudah setengah jadi yang dikenal dengan nama surimi (daging ikan
lumat) (Nurfianti, 2007).

1.2. Tujuan
Tujuan praktikum pembuatan bakso ikan adalah untuk mengetahui proses
dan cara pembuatan bakso ikan dan uji sensorik terhadap produk.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)


Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae terdapat
di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat, termasuk laut kepulauan dan laut
nusantara. Klasifikasi Ikan Tongkol Menurut Saanin (1986), adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Teleostei
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Euthynnus
Spesies : Euthynnus affinis
Ciri-ciri ikan tongkol (Euthynnus affinis), badan berukuran sedang,
memanjang seperti torpedo, mempunyai dua sirip punggung yang dipisahkan oleh
celah sempit, sirip punggung pertama diikuti oleh celah sempit, sirip punggung
kedua diikuti oleh 8-10 sirip tambahan, tidak memiliki gelembung renang, warna
tubuh pada bagian punggung gelap kebiruan dan terdapat tanda garis-garis miring
terpecah dan tersusun rapi (Effendie, 2002).
Ikan tongkol memiliki sifat cenderung membentuk kelompok multi spesies
berdasarkan ukuran. Satu kelompok umumnya terdiri dari 5 100-5000 individu.
Habitat ikan ini berada di perairan epipelagik, merupakan spesies neuritik yang
mendiami perairan dengan kisaran suhu antara 18-29 °C. Ikan tongkol (Euthynnus
affinis) merupakan predator yang rakus memakan berbagai ikan kecil, udang, dan
cepalopoda, sebaliknya juga merupakan mangsa dari hiu dan marlin. Panjang baku
maksimum 100 cm dengan berat 13,6 kg, umumnya 60 cm, di Samudera Hindia usia
3 tahun panjang bakunya mencapai 50-65 cm (Effendie, 2002).

2.2. Surimi
Kata surimi berasal dari Jepang yang telah diterima secara internasional
untuk menggambarkan hancuran daging ikan yang telah mengalami berbagai proses
yang diperlukan untuk mengawetkannya. Surimi adalah protein miofibril ikan yang
telah distabilkan dan diproduksi melalui tahapan proses secara kontinyu yang
meliputi penghilangan kepala dan tulang, pelumatan daging, pencucian,
penghilangan air, penambahan cryoprotectant, dilanjutkan dengan atau tanpa
perlakuan, sehingga mempunyai kemampuan fungsional terutama dalam
membentuk gel dan mengikat air (Anggawati, 2002).
Surimi merupakan produk antara atau bahan-bahan baku dasar dalam
pembuatan kamaboko (produk gel ikan), sosis, fish nugget, ham ikan dan lain-lain.
Surimi dengan mutu baik adalah yang berwarna putih, mempunyai flavor (cita rasa)
yang baik dan berelastisitas tinggi. Selain itu makin segar ikan yang digunakan,
elastisitas teksturnya makin tinggi. Untuk ikan yang mempunyai elastisitas yang
rendah dapat ditingkatkan elastisitasnya dengan menambahkan daging ikan dari
spesies yang lain, dan dilakukan penambahan gula, pati atau protein nabati. Untuk
ikan yang berlemak tinggi seperti lemuru, lemak tersebut harus diekstrak atau
dikeluarkan lebih dulu. Lemak akan berpengaruh terhadap daya gelatinisasi dan
menyebabkan produk mudah tengik (Fardiaz, 2007).
Komponen daging yang berperan dalam produk pembuatan surimi adalah
protein, khususnya protein yang besifat larut dalam garam, terutama aktin dan miosin
yang merupakan komponen utama dari protein ikan yang larut garam (protein
miofibrilar) dan berperan penting dalam membentuk karakteristik utama surimi,
yaitu kemampuan untuk membentuk gel yang kokoh tetap elastis pada suhu yang
relatif rendah (sekitar 40 oC). Fungsi protein adalah sebagai bahan pengikat hancuran
daging dan sebagai emulsifier (Fardiaz, 2007).

2.3. Gelatin
Gelatin merupakan suatu senyawa protein yang diesktraksi dari hewan, dapat
diperoleh dari jaringan kolagen hewan yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan
ikat. Gelatin yang ada di pasaran umumnya diproduksi dari kulit dan tulang sapi atau
babi. Gelatin banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetika, fotografi, dan
makanan. Penggunaan gelatin dalam produk murni bersifat sebagai penjernih
(Irawan, 2006).
Gelatin merupakan protein sederhana hasil hidrosil kolagen (komponen
tulang dan kulit, terutama pada jaringan penghubungnya) yang diperoleh dengan
cara hidrolisis asam. Istilah gelatin mulai popular kira-kira 1700 dan berasal dari kata
“gelatus” yang berarti kuat, kokoh, atau dibuat beku secara fisik gelatin membeku
atu dibuat beku. Secara fisik gelatin berbentuk padat, kering, tidak berasa, dan
transparan. Walaupun istilah gelatin kadang-kadang digunakan mengacu pada
pembentukan gel lain, ini secara tepat hanya digunakan untuk bahanbahan protein
yang diperoleh dari kolagen (Hastuti, 2007).
Gelatin digunakan luas di berbagai bidang seperti dalam industri pangan
untuk diaplikasikan dalam produk jelly, pasta, mayonnaise, es krim atau
marshmallow. Gelatin dalam industri pangan bersifat sebagai pembentuk gel
(gelling), pengental (thickening), penstabil (stabilizing), pengemulsi (emulsifier),
atau pembentuk buih (foaming). Dalam industri farmasi, gelatin diaplikasikan dalam
produk cangkang kapsul, dan dalam industri fotografi gelatin diaplikasikan dalam
produk film atau tinta inkjet (Hastuti, 2007).

2.4. Bakso
Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah
dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung dan
kemudian dibentuk seperti bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas. Produk
olahan daging seperti bakso telah banyak dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat.
Secara teknis pengolahan bakso cukup mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja.
Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sebagai
sarana yang tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua
lapisan masyarakat (Singgih, 2001).
Dalam Standar Nasional Indonesia (1995) bakso ikan dapat didefinisikan
sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran
daging ikan (kadar daging atau ikan tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia
dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Bakso
disyaratkan memiliki kadar protein minimal 9%, kadar lemak maksimal 2%, kadar
air maksimal 70%, dan kadar abu maksimal 3% (SNI, 1995).
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum pembuatan bakso ikan dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya pada hari
Selasa, 13 Februari 2018 pukul 08.00 WIB sampai dengan selesai.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum pembuatan bakso ikan adalah kompor,
gas, baskom, panci, sendok, piring, dan loyang. Sedangkan bahan yang digunakan
adalah daging ikan giling, bawang putih, tepung sagu, telur ayam, gula, merica
bubuk, dan air es.

3.3. Cara Kerja


Cara kerja pada praktikum pembuatan bakso ikan adalah sebagai berikut:
1. Campur daging ikan giling 500 gram, putih telur, bawang putih, garam, dan air
es secukupnya, aduk-aduk hingga merata
2. Tuang tepung sagu sambil diaduk-aduk dan diuleni searah jarum jam, sampai
semua bahan tercampur rata (kurang lebih selama 5 menit)
3. Siapkan panci dan rebus air bersih secukupnya sampai mendidih
4. Bentuk adonan bakso diatas genggaman tangan dan tekan sampai membentuk
bulatan bakso.
5. Ambil adonan pentol bakso diatas dengan sendok makan dan masukan kedalam
pandi,. Ulangi sampai adonan habis.
6. Tunggu hingga bakso mengembbang di bagian atas air, angkat lalu tiriskan.
7. Uji sensoris
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil dari praktikum pembuatan bakso ikan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Uji Sensoris Bakso Ikan
Kode sampel
Parameter
210 397 897 254 371 415 922 533
Penampakan 7 4 5 8 5 7 8 6
Tekstur 7 4 4 7 5 6 7 5
Rasa 7 4 4 8 5 4 7 6
Aroma 7 5 6 8 6 6 7 5
Kekenyalan 7 3 7 7 6 7 8 3
Warna 8 4 6 7 5 6 8 4

Keterangan:
9 : amat sangat suka sekali
8 : sangat suka
7 : suka
6 : agak suka
5 : netral
4 : agak tidak suka
3 : tidak suka
2 : sangat tidak suka
1 : amat sangat tidak suka
4.2. Pembahasaan
Pada praktikum pembuatan bakso ikan yang telah dilakukan, setiap
kelompok menggunakan bahan yang berbeda-beda. Bakso ikan merupakan bakso
yang mulai digemari oleh masyarakat, karena bahan baku pembuatannya yaitu
daging ikan selain halal juga telah umum dikonsumsi oleh masyarakat. Pada proses
pembuatan bakso ikan ini perlakuan yang digunakan yakni menggunakan ikan giling
yang ditambahkan gelatin dengan air es. Penambahan gelatin pada pembuatan bakso
dimaksudkan untuk meningkatkan kekenyalan dari bakso itu sendiri. Gelatin
merupakan suatu senyawa protein yang diesktraksi dari hewan, dapat diperoleh dari
jaringan kolagen hewan yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat. Gelatin
yang kami gunakan merupakan gelatin sapi yang aman dikonsumsi.
Penggunaan air es pada proses pembuatan adonan sebagai pelarut juga untuk
menurunkan suhu reaksi adonan bakso, sehingga protein yang terkandung dalam
daging ikan tidak rusak dan juga serta bisa tercampur secara homogen. Pada proses
pembuatan bakso ini perebusan dilakukan 10-15 menit dan di lihat sampai bakso
terapung hal ini mendakan bahwa bakso sudah matang dalam proses perebusan.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan hasil dari pengamatan sensoris
bakso ikan terdapat 2 sampel yang memiliki rentang nilai 7-8 yaitu sangat suka dan
suka. Kode sampel 254 dan 922 memiliki penampakan yang bagus kompak tidak
lembut dan lengket, tektur yang padat dan halus, kekenyalannya bagus tidak lembek
kenyal namun lembut, aromanya seperti bakso ikan pada umumnya namun tidak
kuat, rasanya enak namun mericanya lebih dominan, serta warna bakso putih sepeti
bakso ikan pada umumnya karena daging giling yang digunakan daging ikan tongkol
yg berwarna putih sehingga bakso yang dihasilkan berwarna putih.
Seperti yang sudah dideskripsikan kemungkinan sampel tersebut diberi
tambahan gelatin karena gelatin mampu meningkatkan kekuatan gel sehingga bakso
yang dihasilkan memiliki terkstur yang lebih padat, kenyal, dan lembut sama seperti
yang sudah dideskripsikan. Sementara sampel yang lain dari teksur beberapa ada
yang terlihat lembek, penampakan dari beberapa sampel tidak bebentuk bulat, dari
segi rasa ada yang hambar dan ada yang terasa sekali bumbunya. Lalu dari aroma
sampel hampir sama semua namun beberapa ada yang tidak beraroma khas ikan,
warna semua sampel hampir sama dan kekenyalan beberapa ada yang lembek
dikarenakan kurang tepung maupun jumlah air yang berlebih.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum pembuatan bakso adalah sebagai berikut:
1. Bakso merupakan produk pangan yang terbuat dari daging atau ikan yang
dihaluskan, dicampur dengan tepung, dibentuk bulat-bulat sebesar kelereng.
2. Berdasarkan uji sensoris kode sampel 254 dan 922 merupakan yang terbaik
dengan penilaian suka hingga sangat suka
3. Bakso dengan surimi tidak memiliki rasa dan aroma khas ikan, sedangkan ikan
giling memiliki rasa dan aroma yang khas
4. Air es digunakan sebagai penghomogen serta penurun suhu yang mencegah
kerusakan protein sedangkan air hangat membuat tekstur bakso yang dihasilkan
menjadi lembek.
5. Penambahan gelatin mampu meningkatkan kekuatan gel dari produk bakso ikan

5.2. Saran
Saran untuk praktikum pembuatan bakso ikan adalah masih kurang
memadainya alat untuk proses pembuatan produk dan praktikum kurang kondusif.
DAFTAR PUSTAKA

Anggawati. 2001. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pusat


Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 1995. Standar Nasional Indonesia (SNI)01-
3819-1995. Bakso ikan. Dewan Standardisasi Indonesia. Jakarta
Daniati. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Keempat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustak Nusatama. Yogyakarta.
Fardiaz. 2007. Produk Olahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Hastuti, D. 2007. Pengenalan dan Proses Pembuatan Gelatin. Mediagro. 3(1):70-75
Irawan, M. D. 2006. Studi Perbandingan Kualitas Gelatin dari Limbah Kulit Ikan
Tuna (Thunnus spp.), Kulit Ikan Pari (Dasyatis sp.), dan Tulang Ikan Hiu
(Carcarias sp.) sebagai Alternatif Penyedia Gelatin Halal. Jurnal PKMP
3(12):1-11.
Irianto, H. B. 2004. Pengolahan Daging Lumatan Surimi dan
Prospeknya. Kanisius. Yogyakarta
Nurfianti D. 2007. Pembuatan kitosan sebagai pembentiukan gel dan pengawet
bakso ikan kurisi [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.
Saanin, H. 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta.
Singgih, W. 2001. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai