1. Kontrak
Kontrak asuransi adalah kontrak yang mana satu pihak (insurer)
menerima risiko asuransi signifikan dari pihak lain (pemegang polis)
dengan menyetujui untuk mengkompensasi pemegang polis jika kejadian
masa depan tidak pasti spesifik (kejadian yang diasuransikan) secara
buruk mempengaruhi pemegang polis.
1) Syarat-Syarat Kontrak Asuransi
a) Pasal 1320 KUH Perdata menentukan bahwa perjanjian harus
meliputi :
(1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri;
(2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
(3) Suatu hal tertentu;
(4) Suatu sebab yang halal.
b) Pasal 1321 KUH Perdata menetapkan :
Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena
kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.
c) Pasal 1338 KUH Perdata :
Perjanjian asuransi merupakan perjanjian pertanggungan dapat
terjadi sesudah ada unsur kesepakatan antara para pihak.
2. Uncertainty
Uncertainty adalah peristiwa tidak pasti adalah peristiwa terhadap
mana asuransi diadakan, tidak dapat dipastikan terjadi dan tidak
diharapkan akan terjadi.
3. Keadilan
Akses pelayanan kesehatan yang adil menggunakan prinsip keadilan
vertikal. Prinsip keadilan vertikal menegaskan, kontribusi warga dalam
pembiayaan kesehatan ditentukan berdasarkan kemampuan
membayar (ability to pay), bukan berdasarkan kondisi kesehatan/
kesakitan seorang.
4. Konsep The Law Of Large Numbers (Konsep Bilangan Besar)
Asuransi membutuhkan peserta dalam jumlah yang besar, agar risiko
dapat didistribusikan secara merata dan luas serta dikurangi secara
efektif.
5. Pengelompokan Resiko
Pengelompokan resiko atau biasa disebut berbagi kerugian dilakukan
dengan cara menyebar resiko atau berbagi kemungkinan kerugian,
sekelompok besar orang dapat mengganti biaya yang kecil untuk
mengganti resiko yang tidak diketahui pasti.
6. Insurable interest (Prinsip kepentingan).
Prinsip kepentingan menegaskan bahwa orang yang menutup
asuransi harus mempunyai kepentingan (interest) atas harta benda
yang dapat diasuransikan (insurable). Jadi pada hakekatnya yang
diasurnsikan bukanlah harta benda itu, tetapi kepentingan tertanggung
atas harta benda tersebut.
Selain itu, agar kepentingan itu dapat diasuransikan (insurable
interest), kepentingan itu harus legal dan patut (legal and equitable).
Untuk membuktikan legal atau tidak, dibuktikan dengan surat-surat
resmi (otentik) dari harta yang bersangkutan.
6. Utmost good faith (Prinsip Itikad baik)
Utmost good faith secara sederhana bisa diterjemahkan sebagai
“niatan baik”. Dalam hal ini, hal yang dimaksud adalah dalam
menetapkan kontrak atau persetujuan, sudah seharusnya dilakukan
semata-mata berlandaskan dengan niatan baik. Dengan demikian,
tidak dibenarkan jika kemudahan baik dari pihak tertanggung maupun
penanggung menyembunyikan suatu fakta yang bisa mengakibatkan
timbulnya kerugian bagi salah satu pihak diantara keduanya.
7. Indemnity (Prinsip Jaminan)
Dengan adanya insurable interest yang legal dan patut, maka sebagai
konsekuensinya adalah jaminan (indemnity) dari pihak penanggung
bahwa penanggung akan memberikan ganti rugi bila tertanggung
benar-benar menderita kerugian atas insurable interest itu, yang
disebabkan oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya.
Prinsip indemnity atau ganti rugi terdiri dari subrogation (subrogasi)
dan contribution (kontribusi). Berikut ini penjelasan kedua hal tersebut.
a. Surogation (Subrogasi)
Subrogation atau subrogasi, pada prinsipnya, merupakan hak
penanggung selaku pihak yang telah memberikan ganti rugi
kepada pihak tertanggung, dimana dalam hal ini penanggung
memiliki hak untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan
kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa yang tidak
diinginkan sehingga mengakibatkan kerugian. Dengan adanya
prinsip semacam ini, maka pada saat bersamaan, pihak
tertanggung tidak memungkinkan untuk memperoleh biaya ganti
rugi melebihi kerugian yang dialami atau dideritanya.
b. Contribution (Kontribusi)
Contribution merupakan suatu prinsip di mana penanggung berhak
mengajak penanggung-penanggung lain yang memiliki
kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi
kepada seseorang tertanggung, meskipun jumlah tanggungan
masing-masing penanggung belum tentu besarnya.
8. Prinsip trustful (Kepercayaan)
Dalam asuransi, kepercayaan (trustfull) dari penanggung mendapat
tempat terhormat dalam setiap penutupan asuransi. Bila tidak ada
kepercayaan dari pihak penanggung, maka bisnis asuransi akan
mengalami kegagalan.
9. Proximate cause
Proximate cause merupakan suatu sebab aktif, efisien, yang memicu
terjadinya suatu peristiwa secara berantai tanpa adanya intervensi
oleh suatu kekuatan lain. Dalam konteks ini, tertanggung penting untuk
memahami betul terkait dengan hubungan antara risiko yang
merupakan bagian yang termuat atau dijamin oleh polis. Berpijak pada
prinsip semacam ini, dalam suatu peristiwa yang tidak diinginkan
apabila benar-benar terjadi maka yang akan ditelisik secara lebih
mendalam dahulu adalah masalah dari rentetan peristiwa tersebut
hingga pada akhir peristiwa itu.
2.2.2. Prinsip sistem jaminan kesehatan nasional
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:
1. Prinsip kegotongroyongan
Prinsip kegotongroyongan adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam
menanggung beban biaya Jaminan Sosial, yang diwujudkan dengan
kewajiban setiap Peserta membayar Iuran sesuai dengan tingkat Gaji, Upah,
atau penghasilannya. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta
yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat
membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat
membantu yang sakit.
2. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented).
Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya
kepentingan peserta.
3. Keterbukaan
Prinsip keterbukaan adalah prinsip mempermudah akses informasi yang
lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.
4. Kehati-hatian
Prinsip kehati-hatian adalah prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti,
aman, dan tertib.
5. Akuntabilitas
Prinsip akuntabilitas adalah prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan
keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
6. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan
yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan
atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.