Anda di halaman 1dari 10

Journal Reading

Analysis of Maternal Outcome of General versus Spinal Anesthesia for Caesarian


Delivery in Severe Pre-Eclampsia

Oleh:
Latifa Zulfa Shofiana
G99152094

Penguji:
R.Th. Supraptomo, dr., Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
Analisis Keluaran Ibu dengan Anestesi Umum dan Spinal Anestesi Pada Operasi
Caesar Ibu dengan Preeklampsia Berat
T. Ravi, N. Dheeraj Kumar, K. Raju

ABSTRAK
Tujuan: Untuk menganalisis keluaran ibu dengan anestesi umum dan spinal anestesi pada
operasi Caesar ibu dengan preeklampsia berat.
Pasien dan Metode: Enam puluh ibu hamil dengan preeklampsia berat dan direncanakan untuk
operasi Caesar diacak menjadi dua kelompok masing-masing dengan jumlah 30 dan dilakukan
spinal anestesi dan anestesi umum. Pasien merupakan ibu hamil dengan preeklampsia berat
Hasil: Rerata usia pasien pada grup G adalah 23,63 dan grup S adalah 24,47 tahun. Rerata berat
badan pada grup G dan S adalah 57,37 dan 55,80. Rerata tinggi badan kelompok G dan S adalah
160,33 cm dan 160,50 cm. Rerata jumlah kehamilan grup G adalah 1,67 dan grup S adalah
1,80. Rerata paritas pada grup G dan S adalah 0,63 dan 0,80. Rerata usia kehamilan grup G dan
S adalah 33,8 dan 33,93. Hipotensi intraoperatif terjadi 16,6% pada grup G dan 33,3% pada
grup S. Hipotensi post operatif adalah 6,6% pada grup G dan 13,3% pada grup S. Hipertensi
intraoperatif pada grup G sebanyak 16,6% dan tidak terdapat pada grup S. Takikardi pada grup
G sebanyak 73,3% dan 33,3% pada grup S. Perawatan di ICU post operasi sebanyak 50% pada
grup G dan 16,6% pada grup S. 12 pasien grup G rawat inap di rumah sakit selama 7-15 hari
dan 6 pasien rawat inap di rumah sakit selama 4-10 hari.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini dapat disimpulkan spinal anestesi dapat dipertimbangkan
menjadi pilihan pertama pada pasien dengan preeklampsia berat, karena lebih aman
dibandingkan dengan anestesi umum, dimana morbiditas dan mortalitas post operasi lebih
rendah.
Kata kunci: Preeklamsia, Spinal Anestesi
Latar Belakang
Preeclampsia toxaemia (PET) merupakan kelainan multisistem yang ditandai dengan
adanya disfungsi endotel sebagai akibat dari genetik yang abnormal dan mekanisme
imunologis. Walaupun telah dilakukan penelitian selama beberapa tahun, etiologi dari kelainan
ini belum diketahui secara pasti. Meskipun patofisiologi dari penyakit ini sudah diketahui,
namun tatalaksananya belum berubah secara signifikan.1
Manajemen anestesi pada pasien tersebut merupakan sebuah tantangan. Meskipun
anestesi umum dapat dilakukan secara aman kepada ibu hamil, namun morbiditas dan
mortalitasnya terhadap ibu masih tinggi. Baru-baru ini, teknik regional anestesi yang terbukti
lebih aman dan mempunyai keluaran obstetrik2 yang lebih baik ketika dipilih secara tepat.
Maka regional anestesi, umum dilakukan pada pasien dengan preeclampsia.
Sejak 50 tahun yang lalu, PET menjadi 1 dari 2 penyebab kematian pada kehamilan,
setelah emboli pulmo pada data mortalitas ibu hamil di UK, sama dengan USA dan Australia.
Pada beberapa tahun terakhir, kematian akibat PET adalah perdarahan cerebral, namun
semenjak pertengahan tahun 1980 edema pulmonum (kelebihan cairan iatrogenik dan Adult
Respiratory Distress Syndrome) merupakan penyebab kematian yang utama. 2
Resiko relatif dari anestesi umum dan regional perlu untuk dinilai. Anestesi regional
biasanya dianggap lebih aman, walaupun tergantung pada kondisi masing-masing ibu hamil.
Resiko yang ditimbulkan oleh anestesi umum antara lain adalah adanya kesulitan jalan napas
karena edema (sering diakibatkan oleh intubasi trakea) dan respon tekanan akibat laringoskop
dan ekstubasi.1
Keuntungan dari epidural analgesi pada preeklampsia telah ditemukan dan epidural awal
direkomendasikan saat persalinan. Epidural ini dapat memperpanjang operasi. Namun, pada
kondisi gawat darurat epidural dibatasi penggunaannya.2 Kekurangan epidural anestesi adalah
onset yang lebih lama dari spinal anestesi, memblok secara tidak total, dan memberikan efek
anestesi yang kurang pada operasi saesar. Tidak ada bukti perubahan epidural anestesi menjadi
anestesi umum karena mekanisme blok yang hanya sebagian atau gagal seluruhnya, namun
terdapat bukti bahwa spinal anestesi atau dikombinasikan dengan epidural anestesi dapat
menjadi pilihan untuk pasien dengan preeclampsia. Spinal anestesi yang dapat cepat dilakukan,
hanya memerlukan waktu yang singkat untuk menjadi efektif dan tingkat kegagalannya rendah
dibandingkan dengan epidural.
Data sebelumnya menunjukkan bahwa spinal anestesi masih menjadi kontroversial pada
PET,4 karena antisipasi potensi terjadinya edema pulmonum, kardiovaskuler yang tidak stabil,
dan cardiac output yang turun5 dan konsekuensi terjadinya vasokonstriktor, menunjukkan
bahwa teknik tersebut tidak direkomendasikan pada PET. Bagaimanapun, pada dekade
terakhir, setelah adanya jarum spinal dan agen lokal anestesi terbaru ditemukan, hal tersebut
menunjukkan hasil yang baik. Pada pusat obstetrik, kini spinal anestesi menjadi pilihan utama
pada pasien dengan preeklampsia.6-9 Data tersebut diperoleh dari penelitian sebelumnya bahwa
preeklampsia atau eclampsia dengan komplikasi dan perdarahan menjadi penyebab pasien
dirawat di ICU.10,11 Keduanya berhubungan dengan peningkatan resiko morbiditas dan
mortalitas ibu, yang prevalensi perioperatif dilakukan dengan anestesi umum dibandingkan
dengan regional anestesi.1 Pada center kami, telah digunakan dua teknik anestesi yaitu anestesi
umum dan regional pada satu tahun terakhir dan dilakukan pada 98% pasien.

Pasien dan Metode


Enam puluh wanita hamil dengan preeklampsia berat akan dilakukan operasi saesar yang
diacak dalam 2 kelompok dengan anestesi umum dan anestesi spinal.
Kriteria inklusi: pasien dengan preeklampsi berat (TD>160/90 mmHg, proteinuria
>5g/24 jam dengan minimal satu dari gejala preeklampsia berat seperti nyeri kepala, gangguan
penglihatan, nyeri ulu hati, hiperrefleks, pusing atau muntah)
Kriteria eksklusi: pasien dengan penyakit paru dan jantung, diabetes, HELLP syndrome,
usia kehamilan <34 minggu, fetal bradikardia, dan kontraindikasi dilakukan regional anestesi
termasuk penolakan pasien, perdarahan hebat, koagulopati, dan sepsis.
Pada manajemen antepartum pasien menerima magnesium sulfat sebagai profilaksis
terjadinya kejang. Penggunaan obat sebelumnya dilakukan pencatatan. Setelah melakukan
informed consent pada pasien, pasien menerima 10 ml/kgBB kristaloid sebelum dilakukan
anestesi dan dilakukan pengukuran tanda vital (NIBP dan HR) yang dikontrol dan dicatat.
Grup spinal anestesi (Grup S, n=30) mendapatkan 6-10 mg 0,5% bupivacaine hiperbarik
intratekal antara spatium interspinosum L3-L4 atau L4-5 pada posisi duduk atau left lateral
position dengan jarum spinal 25 G. Pasien mendapatkan 6-8 lpm oksigen dari face mask saat
operasi berlangsung. 30 pasien dengan anestesi umum (Grup G, n=30) mendapatkan anestesi
umum dengan rapid sequence induction (GA-RSI).
Setelah dilakukan preoksigenasi, pasien diberikan fentanyl 1 mcg/kg, lidocaine 1 mg/kg,
thiopental 4-5 mg/kg, succinyl choline 1 mg/kg dan diintubasi dengan sellicke’s maneuver.
Pemeliharaan efek anestesi diberikan 50% N2O pada 50% O2, 0.5 hingga 0,75% halothane,
dan 0,15 mg/kg atracurium. Pasien diekstubasi dalam keadaan sadar dengan atracurium full
dose reversal. Data demografik seperti usia, berat badan, dan usia kehamilan telah tercatat.
Tekanan darah dan denyut nadi telah dimonitor sebelum induksi, setelah intubasi, dan 5 menit
atau 4-10 menit setelah operasi selesai. Tekanan darah dimonitor setelah spinal anestesi dan 5
menit setelahnya. Parameter morbiditas dan mortalitas pasien dilakukan pengamatan di ICU.
Parameter morbiditas pada pasien ini antara lain hipotensi dan hipertensi perioperatif,
perubahan denyut nadi selama anestesi, komplikasi post operatif seperti kejang, edema
pulmonum, gagal ginjal akut, pneumonitis aspirasi, dan pemulihan yang terlambat setelah
anestesi. Peningkatan atau penurunan 25% dari baseline tekanan darah dapat dikategorikan
sebagai hipertensi maupun hipotensi. Sama dengan denyut nadi jika terjadi peningkatan atau
penurunan sebesar 25% maka dapat dikategorikan sebagai takikardia atau bradikardia.

Hasil
Kelompok pasien spinal anestesi (grup S, n=30) menerima 6-10 mg 0,55 hiperbarik
bupivacaine intratekal. Kelompok pasien anestesi umum (grup G, n=30) dengan anestesi umum
dengan rapid sequence induction dan menunjukkan hasil dan analisis sebagai berikut.
Pembahasan
Terdapat beberapa alasan pemilihan spinal anestesi dibandingkan dengan anestesi umum
pada operasi saesar. Bayi baru lahir dari ibu yang mendapatkan spinal anestesi mendapatkan
efek sedasi minimal karena tidak mendapatkan agen anestesi umum melalui sirkulasi plasenta.
Ibu tidak mengalami hambatan pada jalan napas sehingga mengurangi risiko aspirasi
yang dapat menyebabkan pneumonitis kimiawi. Walaupun spinal anestesi bukan merupakan
kontra indikasi pada pasien preeklampsia ringan, namun pada pasien tersebut sering terjadi
penurunan fungsi pembekuan darah dan relatif terjadi hipovolemik. Pada pasien preeklampsia
dapat mempunyai gejala kejang dan obat anti kejang harus tersedia (midazolam atau thipentone
sodium). Kelebihan dan kekurangan spinal anestesi harus diperhatikan pada tiap pasien.
Disamping itu, spinal anestesi memiliki kelebihan dibandingkan epidural anestesi yaitu
kemudahan dalam melakukan dan kecepatan onset, yang dibutuhkan neuraxial anestesi pada
seksio saesar dan mengurangi kebutuhan melakukan anestesi umum.
Dosis yang dibutuhkan anestesi lokal untuk melakukan spinal anestesi hanya kecil
sehingga mengurangi risiko atau hingga tidak terjadi toksisitas sistemik akibat anestesi.
Spinal anestesi kini menjadi pilihan metode anestesi untuk operasi saesar. Penelitian
sebelumnya menunjukkan spinal anestesi lebih ama pada pasien preeclampsia berat. Penelitian
lain menunjukkan bahwa komplikasi akibat anestesi umum adalah sebanyak 66,67% signifikan
(p<0,05) melebihi spinal anestesi (16,67%. Komplikasi yang timbul akibat anestesi umum
adalah hipertensi intraoperatif (73,3%). Baik tekanan darah maupun denyut nadi (73,3%) tinggi
setelah intubasi dan pemberian lignocaine hidroklorida tidak efektif untuk menurunkan respon
preeklampsia. Sedangkan pada penelitian kami, hipotensi intraoperatif akibat spinal anestesi
sebanyak 33,3%, perbedaan antara anestesi umum dan spinal anestesi, signifikan (p<0,05).
Insidensi bradikardia yang diikuti oleh hipotensi karena spinal anestesi adalah sebanyak 33,3%
dan respon terhadap atropine dan terapi cairan intravena. Denyut nadi yang meningkat diikuti
dengan tekanan darah normal terjadi pada semua pasien. Bradikardi pada pasien dengan
anestesi umum relatif lebih sedikit yaitu 16,6% dibandingkan dengan grup spinal anestesi.
Hipotensi telah ditangani dengan ephedrine dan terapi cairan intravena, sedangkan hipertensi
telah ditangani dengan infus nitrogliserin. Kami mengamati walaupun hemodinamik berubah
selama anestesi umum dan spinal anestesi, secara statistik signifikan, namun secara klinis dapat
ditangani dan menimbulkan gangguan pada kedua kelompok pasien. Transfer pasien ke ICU
merupakan salah satu indikator keparahan penyakit atau morbiditas pasien.
Kami mengamati 50% pasien yang dilakukan anestesi umum menjalani perawatan di
ICU , sedangkan kelompok spinal anestesi hanya 16,6%. Indikasi untuk dilakukan perawatan
ICU adalah hipertensi post operasi, hipotensi post operasi, pemulihan yang lambat, kejang,
gagal ginjal akut, dan edema pulmonum. Lama rawat inap pasien dengan anestesi umum
selama 12 hari, sedangkan pasien dengan spinal anestesi selama 6 hari. Morbiditas dan
mortilitas post operasi pada pasien anestesi umum lebih besar dibandingkan dengan spinal
anestesi.
Ahmed SM, Khan RM, Bano S et al13 menemukan bahwa pasien dengan PET yang
dilakukan seksio saesaria dengan anestesi umum dan spinal anestesi tidak aman dilakukan.
Muhammad ahsan-ul-haq et al14 menggunakan analisis retrospektif komparatif pada morbiditas
dan mortalitas preeklampsia berat, menemukan bahwa spinal anestesi harus menjadi pilihan
pertama untuk preeklampsia berat karena lebih aman dibandingkan dengan anestesi umum,
dengan morbiditas dan mortalitas post operasi. F. Moslemi, S.Rasooli et al15 menemukan
bahwa preeklampsia berat dengan spinal anestesi menunjukkan ketidakstabilan hemodinamik
saat operasi (hipotensi), namun perubahan ini tidak menetap, hanya sementara, dan dapat
diterima serta tidak memperburuk keadaan bayi. Sehingga, sub arachnoid blok dapat menjadi
pilihan yang tepat untuk wanita dengan preeklampsia berat yang direncanakan operasi saesar.
Obinna V. Ajuzieogu16 melakukan penelitian dan menunjukkan hasil bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara mortalitas maternal dan perinatal akibat operasi saesar
dengan anestesi umum dan spinal anestesi. Bagaimanapun, terdapat proporsi asfiksia yang
lebih tinggi pada wanita yang mendapatkan anestesi umum. Keerath K17 menemukan pada
penelitiannya bahwa terdapat perbedaan signifikan morbiditas dan mortalitas pada ibu yang
mendapatkan anestesi umum dan spinal anestesi, dan menyimpulkan bahwa spinal anestesi
lebih tepat digunakan sebagai pilihan anestesi pada pasien dengan preeklampsia berat.

Kesimpulan
Baik kedua teknik anestesi umum dan spinal anestesi dapat digunakan pada pasien
dengan preeklampsia berat yang direncanakan operasi saesar. Perubahan hemodinamik selama
operasi masih dapat ditangani, namun morbiditas post operasi, perawatan di ICU dan mortalitas
pasien lebih tinggi pada pasien yang mendapatkan anestesi umum. Lama rawat inap juga
menunjukkan waktu yang lebih lama pada pasien dengan anestesi umum dibandingkan dengan
spinal anestesi. Dapat disimpulkan bahwa spinal anestesi dapat dipertimbangkan menjadi
pilihan pertama pada pasien dengan preeklampsia berat, disamping itu tingkat morbiditas dan
mortilitas yang rendah post operasi.

Referensi
1. Mandal NG, Surapaneni S. Regional anaesthesia in pre-eclampsia: advantages and
disadvantages. Drugs. 2004; 64 (3): 223-36.
2. Department of Health. Why mothers die. Report on Confidential Enquiries into Maternal
Deaths in the UK 1994-96. TSO, 1998.
3. AR Atkinhead, DJ Rowbotham, G Smith. Obstetric anaesthesia and analgesi. A
text book of anaesthesia. 2001, 4th edi, 52: 640-7.
4. Howell PR. Spinal anaesthesia in severe preeclampsia: time for reappraisal, or
time for caution? [Editorial] International Journal of Obstetric Anesthesia, 1998; 7: 217-
9.
5. Robson SC, Boys RJ, Rodeck C, Morgan B. Maternal and fetal haemodynamic
effects of spinal and extradural anaesthesia for elective Caesarean section. Br J Anaesth,
1992; 68: 54-59.
6. Hood DD. Spinal anesthesia can be safely used in severely preeclamptic patients having
caesarean section. In: 30th Annual Meeting of the Society for Obstetric Anesthesia and
Perinatology [SOAP] (1998), p. 189.
7. Down JF and Gowrie-Mohan S. A prospective observational study of the subjective
experience of caesarean section under regional anaesthesia. International Journal of
obstetric Anaesthesia. 2002; 242-245.
8. Dyer RA, Els I, Farbas J, Torr GJ, Schoeman LK, James MF. Prospective, randomized
trial comparing general with spinal anesthesia for cesarean delivery in preeclamptic
patients with a nonreassuring foetal heart trace. Anesthesiology. 2003; 99 (3): 561-9.
9. Donald H. Wallace, Kenneth J. Leveno, F. Gary Cunningham, Adolph H.
Giesecke,Vance E. Shearer, J. Elaine Sidawi.Randomized Comparison of General and
Regional Anesthesia for Cesarean Delivery in Pregnancies Complicated by Severe
Preeclampsia.Obs & Gynae.1995; 193-199.
10. J. Cohen, P. Singer, A. Kogan, M. Hod and J.Bar, Course and outcome of obstetric
patients in a general intensive care unit. Acta Obstet. Gynecol. Scand. 2000; 846–850.
11. Mirghani HM, Hamed M, Ezimokhai M and. Weerasinghe DSL. Pregnancy-related
admissions to the intensive care unit. International J of Obs & Gynae. 2004; 82-85.
12. Crochetiere C. Obstetric emergencies. Anesthesiol. Clin. North Am. 2003;
111–125.
13. Ahmed SM, Khan RM, Bano S, Ajmani P, Kumar A.J Indian Med Assoc.. Is spinal
anaesthesia safe in pre-eclamptic toxaemia patients? 1999;97(5):165-8
14. Analysis of outcome of general versus spinal anaesthesia for caesarean delivery in severe
pre- eclampsia with fetal compromise. E:/ Biomedica / New Journal 2004 /Bio-5.doc
15. Comparision of spinal versus general anaesthesia for caesarean delivery in patients with
severe pre- eclampsia. F.MOSLEMI and S.RASOOLI.J. Med Sci, 7(6):1044-1048. 60.
16. Obinna V. Ajuzieogu, Humphrey Azubuike Ezike, Adaobi Obianuju Amucheazi,
and Jamike Enwereji . A retrospective study of the outcome of cesarean section for
women with severe preeclampsia in a third world setting. Saudi J Anaesth. 2011;
5(1): 15–18.
17. Observational study of choice of anaesthesia and outcome in patients with severe pre-
eclampsia who present for emergency caesarean section. South Afr J Anaesth Analg
2012; 18(4):206-212.

Anda mungkin juga menyukai