Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Klasifikasi Delima (Punica granatum L.)


Klasifikasi ilmiah buah delima adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Lythraceae
Genus : Punica
Spesies : Punica granatumL.
(sumber: Budka2008)
Secara morfologi, tumbuhan delima (Punica granatum) merupakan
tanaman semak atau perdu meranggas yang dapat tumbuh dengan tinggi mencapai
5-8 meter. Tanaman ini berasal dari Persia dan daerah Himalaya yang terletak di
selatan India. Tanaman buah delima tersebar mulai dari daerah subtropik hingga
tropik, dari dataran rendah hingga ketinggian di bawah 1000 mdpl. Tanaman ini
sangat cocok untuk ditanam di tanah yang gembur dan tidak terendam oleh air,
serta air tanahnya tidak dalam (Madhawati, 2012).
Batang tanaman delima berbentuk kayu ranting yang bersegi, dan
percabangan banyak tetapi lemah. Pada ketiak daunnya, terdapat duri dan
warnanya coklat. Daunnya tunggal dengan tangkai yang pendek dan letaknya
berkelompok. Daun delima memiliki bentuk yang lonjong dengan pangkal yang
lancip, ujung tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip, dan permukaan mengkilap.
Panjang daun bisa mencapai 1-9 cm dengan lebar 0,5-2,5 cm (Savitri, 2008).
Delima dapat berbunga sepanjang tahun, bunganya tunggal dengan tangkai
pendek, serta keluar di ujung ranting atau ketiak daun yang paling atas. Bunga
delima biasanya 1-5 kuntum berada di ujung ranting, berlilin, panjang dan
lebarnya masing-masing 4-5 cm, daun kelopak dan penyangganya sama-sama 2-3
cm panjangnya. Bunga delima biasanya berwarna merah, putih dan ungu. Warna
5

bunga dapat menentukan warna daging buah delima di dalamnya (Madhawati,


2012).

2.2Kandungan Buah Delima (Punica granatum L.)


Flavonoid yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan memiliki khasiat antioksidan.
Salah satu komponen flavonoid dari tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai
antioksidan adalah zat warna alami yang disebut antosianin. Warna merah pada
delima disebabkan oleh kandungan antosianin yang cukup tinggi pada buah
delima. Antosianin yang dapat diidentifikasi pada buah delima merah anatara lain
delphinidin 3-glucoside dan 3,5diglucoside, cyanidin 3-glucoside dan 3,5-
diglucoside, pelargonidin 3-glucoside dan 3,5 diglucoside. Rasa kesat pada buah
delima disebabkan kandungan flavonoid (golongan polifenol) yang tinggi. Salah
satu peran flavonoid yang penting adalah sebagai antioksidan. Flavonoid dapat
menstabilkan senyawa oksigen reaktif yang dapat mengurangi kerusakan akibat
radikal bebas (Yanjun et al, 2009: Nijveldt, 2001).
Beberapa studi menyebutkan manfaat dan keuntungan dari delima pada
manusia antara lain sebagai antioksidan yang sangat baik untuk mengurangi tubuh
kita dari kerusakan oksidatif. Asupan antioksidan sekunder dari bahan pangan
sangat diperlukan. Makin tinggi asupan antioksidan eksogenus, makin tinggi pula
status antioksidan endogenus. Diperlukan konsumsi bahan makanan yang kaya
akan komponen antioksidan dalam tubuh sehingga mampu menekan kerusakan sel
yang berlebihan dan mempertahankan status antioksidan seluler (Harborne and
Wiliam, 2001; Buhler and Miranda, 2000).
Bagian dari buah delima yang dapat dimakan (kurang lebih 50% dari berat
total buah) terdiri dari 80% jus dan 20% biji. Jus segar dari buah delima
mengandung 85% air, 10% gula dan 1,5% pektin, asam askorbat, dan flavonoid
polifenol (Eibond, 2004). Kandungan polifenol dalam jus delima tergantung dari
jenis atau varietasnya yang sebagian besar terdiri dari antosianin, katekin, ellagic
tannis, gallic dan ellagic acid. Polifenol komplek bersifat sebagai antioksidan
yang dapat diserap dalam tubuh manusia. Selain polifenol, jus delima juga
mengandung vitamin C yang bersifat sebagai antioksidan (Buhler and Miranda,
2000; Ignarro et al., 2006).
6

Menurut Duke (2010) kandungan kulit buah delima merah yang


mempunyai efek farmakologis dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Kulit Buah Delima
Kandungan kimia Efek Farmakologis
Pelletierene Anthihelminthes
Granatin Antihepatotoksik dan antioksidan
Betulic acid Antihelminthes, antibakterial, antikanker, antiinflamasi,
antimalaria, antiviral
Ursolic acid Analgesik, antiarthritis, antibakterial, antioksidan, antikanker
Eligatanin Antialergik, antioksidan
Beta-sitosterol Antibakterial, antikanker, antioksidan
Casuarin Antioksidan
Ellagic acid Antikanker, antikatarak, antiseptik, antiviral, antioksidan
Friedelin Antiinflamasi, diuretik
Isopelletierine Midriasis, laksatif
Punicalagin Antioksidan

2.3 Organ Reproduksi Mencit jantan


Organ reproduksi mencit jantan (Mus musculus L.) terdiri dari: testis,
epididimis, Vas deferens, kelenjar aksesoris dan bebarapa organ pendukung
lainnya. Berikut dijelaskan beberapa organ utama reproduksi mencit:
A.Testis
Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, tunika albuginea, bagian
tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah menjadi lobus yang
mengandung beberapa tubulus disebut tubulus seminiferus. Bagian tunika
memasuki testis dan bagian arteri testiskuler yang masuk disebut sebagai hilus.
Epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah membran basalis yang dikelilingi
oleh jaringan ikat fibrosa yang tipis. Antara tubulus adalah stroma interstitial,
terdiri atas gumpalan sel leydig ataupun sel sertoli dan kaya akan darah dan cairan
limfe (Rugh, 1968).

B. Epididimis
Epididimis terletak pada bagian dorsolateral testis, merupakan suatu
struktur memanjang dari bagian atas sampai bagian bawah testis. Organ ini terdiri
dari bagian kaput, korpus dan kauda epididimis. Epitel epididimis memiliki dua
fungsi. Pertama mensekresi plasma epididimis yang bersifat kompleks tempat
sperma tersuspensikan dan mengalami pematangan. Kedua, mengabsobsi kembali
7

cairan testikuler yang mengankut sperma dari tubulus seminiferus dan sperma
yang sudah rusak (Rugh, 1968).

C.Vas Deferens
Vas deferens merupakan suatu saluran yang menghubungkan epididimis
dan uretra. Letak vas deferens dimulai dari ujung kauda epididimis yang ada
dalam kantung skrotum, lalu naik ke bagian atas lipat paha. Sebelum masuk ke
uretra, vas deferens ini bergabung terlebih dahulu dengan saluran ekskresi vesika
seminalis membentuk duktus ejakulatoris. Pada saat ejakulasi sperma dari
epididimis diangkut melalui vas deferens dengan suatu seri kontraksi yang
dikontrol oleh saraf (Rugh, 1968).

D. Kelenjar Aksesoris
Kelenjar-kelenjar tambahan menghasilkan plasma semen yang
memungkinkan sperma dapat bergerak aktif dan hidup untuk waktu tertentu.
Kelenjar tambahan tersebut adalah kelenjar bulbourethra, kelenjar prostad dan
vesika seminalis (Rugh, 1968).

2.4 Spermatogenesis
Sel germinal primordial mencit jantan muncul sekitar 8 hari kehamilan,
dengan jumlah hanya 100, yang merupakan awal dari jutaan sperma yang akan
diproduksi dan masih berada di daerah ekstra gonad. Karena sel germinal kaya
akan alkalin fosfatase untuk mensuplai energi pergerakannya melalui jaringan
embrio, maka sel germinal dapat dikenal dengan teknik pewarnaan. Pada hari ke 9
dan 10 kehamilan sebagian mengalami degenerasi dan sebagian lain mengalami
proliferasi dan bahkan bergerak (pada hari ke 11 dan 12) ke daerah genital. Pada
saat jumlahnya mencapai sekitar 5000 dan identifikasi testis dapat dilakukan.
Proses proliferasi dan diferensiasi berlangsung di daerah medulla testis. Pada
kasus steril, kehilangan sel germinal berlangsung selama perjalanan dari bagian
ekstra gonad menuju daerah genetalia. Menuju akhir masa fetus, aktivitas mitosis
sel germinal primordial dalam bagian genetalia berkurang dan beberapa sel mulai
degenerasi menjelang hari ke-19 kehamilan. Tidak berapa lama setelah kelahiran,
sel tampak lebih besar, yaitu spermatogonia. Setelah itu akanada spermatogonia
8

dalam testis mencit sepanjang hidupnya. Ada 3 jenis spermatogonia: tipe A, tipe
intermediet dan tipe B (Rugh,1968).

2.5 Spermatozoa mencit (Mus musculus L.)


Spermatozoa adalah sel kelamin (gamet) yang diproduksi di dalam tubulus
seminiferus melalui proses spermatogenesis, dan bersama-sama dengan plasma
semen akan dikeluarkan melalui sel kelamin jantan. Bentuk spermatozoa
abnormal dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk kepala dan ekornya. Menurut
Washington et al., (1983), bentuk sperma abnormal pada tikus terdiri dari bentuk
kepala seperti pisang, bentuk kepala tidak beraturan (amorphous), bentuk kepala
terlalu membengkok dan lipatan-lipatan ekor yang abnormal.

2.5.1Morfologi Spermatozoa mencit (Mus musculus L.)


Kepala spermatozoa terdiri atas sel berinti padat dengan hanya sedikit
sitoplasma dan lapisan membran sel di sekitar permukaannya. Di bagian luar, dua
pertiga anterior terdapat selubung tebal disebut akrosom yang terutama dibentuk
dari alat Golgi. Selubung ini mengandung sejumlah enzim yang serupa dengan
enzim yang ditemukan pada lisosom pada sel-sel tertentu, termasuk hialuronidase,
yang dapat mencerna filamen proteoglikan dari jaringan, dan enzim proteolitik
yang sangat kuat. Enzim-enzim tersebut mempunyai peranan penting dalam hal
memungkinkan sperma untuk membuahi ovum. Ekor spermatozoa, yang disebut
flagellum, memiliki 3 komponen utama, yaitu: rangka pusat, membran sel, dan
sekelompok mitokondria yang terdapat pada proximal (Aryoseto, 2009).

Gambar 2.5.1 Morfologi Spermatozoa mencit. (a) Spermatozoa Normal, (b) Pengait tumpul,
(c) Pengait pendek, (d) Kepala terjepit, (e) Sperma berekor ganda dengan kepala
tidak berbentuk (f) Kepala sperma tidak berbentuk. Perbesaran 800 x (Wyrobek A.J
& Bruce WR, 1975)
9

2.5.2 Viabilitas Spermatozoa mencit (Mus musculus L.)


Sampai saat ini parameter spermatozoa masih merupakan indikator
terpenting pada evaluasi fertilitas pria. Salah satu indikator yang menentukan
terjadinya fertilisasi atauterbentuknya embrio adalah viabilitas (daya hidup)
spermatozoa, mengingat faktor tersebut erat kaitannya dengan fungsi spermatozoa
itu. Dengan rendahnya viabilitas maka pembuahan tidak akan terjadi sebab
spermatozoa mati sebelum membuahi sel telur (Rusmiati, 2007).

2.5.3 Motilitas Spermatozoa mencit (Mus musculus L.)


Gerakan Spermatozoa dikategorikan menurut WHO (1988) antara lain :
a. Jika sperma bergerak cepat dan lurus ke depan (gerak maju sangat baik)
b. jika geraknya lambat dan sulit maju lurus atau bergerak tidak lurus (gerakan
lemah)
c. jika tidak bergerak maju dan
d. jika sperma tidak bergerak

2.6 Klasifikasi Daun Tembakau (Nicotiana tabbacum L.)


Klasifikasi ilmiah daun tembakau (Nicotiana tabbacum L.) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Nicotiana
Spesies : Nicotiana tabaccumL.
(Cahyono.B, 1998)
Bentuk daun tembakau bulat lonjong, ujungnya meruncing, tulang daun
menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Daun bertangkai
melekat pada batang, kedudukan daun mendatar atau tegak. Ukuran dan ketebalan
daun tergantung varietasnya dan lingkungan tumbuhnya. Daun tembakau tersusun
atas lapisan palisade parenchyma pada bagian atasnya dan spongy parenchyma
10

pada bagian bawah. Jumlah daun dalam satu tanaman berkisar 28-32 helai,
tumbuh berselang-seling mengelilingi batang. Daun tembakau secara umum dapat
diklasifikasikan menurut letaknya pada batang yang dimulai dari bawah keatas,
yaitu: daun pasir, kaki, tengah dan atas. Bagian dari daun tembakau yang
mempunyai nilai tertinggi adalah bawah dan tengah menyusul daun atas
(Abdullah, 1982).
Nikotin dihasilkan dari akar tanaman dan selanjutnya didistribusikan
didaun melalui batang, dalam bentuk murni merupakan cairan yang tidak
berwarna, rasa pahit dan pedas, mudah larut dalam air dan pelarut organik.
Tembakau mengandung bahan aktif golongan alkaloid. Kandungan bahan kimia
terpenting dalam daun tembakau adalah zat nikotin, biasanya dalam bentuk
Nicotin sulfat (Cahyono.B, 1998).

Anda mungkin juga menyukai