Teknik Ekstraksi Dan Aplikasi Beberapa P PDF
Teknik Ekstraksi Dan Aplikasi Beberapa P PDF
(blender), sentrifus, freezer dryer, dan pipet. Sebagai ilustrasi (DSb), (7) ekstrak daun melinjo (DMl), dan (8) kontrol (K).
dapat dilihat perkembangan ulat grayak (Gambar 1) dan Percobaan diulang tiga kali.
beberapa jenis tanaman yang berpotensi sebagai bahan
Pembuatan ekstrak bahan nabati dengan pelarut metanol
pestisida nabati (Gambar 2).
dan air serta aplikasinya dilakukan dengan cara sebagai ber-
Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan ran- ikut:
cangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor.
• Pembuatan ekstrak bahan nabati dengan pelarut metanol.
Faktor A adalah jenis pelarut yang terdiri atas dua faktor,
Bahan nabati segar sebanyak 25 g dicincang kemudian
yaitu pelarut air dan metanol, dan faktor B adalah jenis
diekstrak dengan pelarut metanol p.a sebanyak 100 ml
ekstrak nabati yang terdiri atas delapan faktor, yaitu: (1)
selama 15 menit. Ekstraksi dilakukan dengan mengguna-
ekstrak biji sirsak (BSr), (2) ekstrak daun sirsak (DSr), (3)
kan blender. Hasil ekstraksi disentrifusi selama 20 menit
ekstrak daun babadotan (DBd), (4) ekstrak bunga babadotan
dengan kecepatan 3.000 rpm, kemudian diuapkan meng-
(BBd), (5) ekstrak biji saga (BSg), (6) ekstrak daun sembung
gunakan freezer dryer hingga volume ± 1 ml. Larutan
tersebut kemudian diencerkan menggunakan akuades
menjadi konsentrasi 5% dan selanjutnya larutan siap
digunakan untuk perlakuan.
• Pembuatan ekstrak bahan nabati dengan pelarut air.
Bahan nabati segar sebanyak 100 g dicincang kemudian
diekstrak dengan pelarut air dengan perbandingan 1:3.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan homogenizer/
blender selama 15 menit. Hasil ekstraksi dibiarkan selama
24 jam kemudian disaring menggunakan kain halus dan
selanjutnya larutan siap digunakan sebagai perlakuan.
• Aplikasi ekstrak bahan nabati. Daun tanaman kedelai
yang berumur 28-35 HST sebanyak dua pucuk dicelup ke
Gambar 1. Perkembangan ulat grayak; (a) kelompok telur, (b) larva
dalam ekstrak bahan nabati sesuai perlakuan selama 30
instar IV, (c) larva instrar VI, (d) pupa, dan (e) imago, detik. Setelah itu, daun dikeringanginkan dan ditimbang,
laboratorium BB Biogen, Bogor, 2006 kemudian dimasukkan ke dalam kotak plastik berukuran
14 cm x 14 cm x 5 cm. Selanjutnya daun diinfestasi dengan
larva ulat grayak instar 3 sebanyak 10 ekor, lalu kotak
plastik ditutup dan diberi ventilasi dengan kain kasa.
Keesokan harinya daun tersebut ditimbang, kemudian
diganti dengan daun baru yang sudah ditimbang, begitu
seterusnya sampai 7 hari setelah aplikasi (HSA). Masing-
masing perlakuan diulang tiga kali.
Parameter yang diamati adalah tingkat palatabilitas ulat
grayak yang diamati berdasarkan tingkat penurunan per-
sentase aktivitas makan, bobot pakan (daun kedelai) yang
habis dimakan serangga uji pada periode 1-7 HSA.
Persentase penurunan aktivitas makan dihitung dengan
rumus sebagai berikut (Prijono 1988):
T
P = 1 - (——) x 100%
C
di mana:
P = persentase penurunan aktivitas makan
Gambar 2. Beberapa jenis tanaman yang berpotensi sebagai T = bobot pakan yang dimakan dari perlakuan
bahan pestisida nabati, laboratorium BB Biogen,
Bogor, 2006 C = bobot pakan yang dimakan dari kontrol
Aji Mohamad Tohir: Teknik ekstraksi dan aplikasi pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak 39
ulat grayak atau bersifat anti-feedant (Tabel 1). Bobot pakan yang habis (g/ekor/7 hari)
Perlakuan
Air Metanol
Pengamatan pada 4-7 HSA, palatabilitas ulat grayak
BSr 1,647 1,133
pada perlakuan bahan nabati yang diekstrak menggunakan DSr 1,917 1,317
pelarut metanol lebih rendah dibandingkan dengan yang DBd 1,903 1,213
diekstrak menggunakan air. Hal ini menunjukkan bahwa BBd 1,887 1,427
pelarut metanol lebih baik dalam menarik senyawa kimia yang BSg 1,847 1,200
DSb 1,867 1,480
DMl 1,857 1,500
K 2,257 2,257
Tabel 1. Rata-rata bobot pakan yang diberi perlakuan beberapa
BSr = biji sirsak, DSr = daun sirsak, DBd = daun babadotan, BBd = bunga
pestisida nabati yang habis dimakan ulat grayak
babadotan, BSg = biji saga, DSb = daun sembung, DMl = daun melinjo, K
(Spodoptera litura) pada 1-7 hari setelah aplikasi (HSA),
= kontrol
laboratorium BB Biogen, Bogor, 2006
Pakan yang habis (g/ekor)
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 Tabel 3. Persentase penurunan aktivitas makan ulat grayak
BSr-A 0,227 0,103 0,137 0,140 0,253 0,417 0,370 (Spodoptera litura) pada beberapa jenis pakan yang diberi
DSr-A 0,213 0,087 0,207 0,330 0,307 0,420 0,353 perlakuan pestisida nabati, laboratorium BB Biogen,
DBd-A 0,233 0,100 0,187 0,283 0,313 0,337 0,450 Bogor, 2006
BBd-A 0,200 0,093 0,160 0,290 0,287 0,477 0,410 Penurunan aktivitas makan (%)
BSg-A 0,193 0,097 0,193 0,293 0,303 0,350 0,437 Perlakuan
Air Metanol
DSb-A 0,203 0,090 0,187 0,307 0,317 0,353 0,410
DMl-A 0,200 0,110 0,180 0,233 0,273 0,347 0,513 BSr 27,0 49,8
BSr-M 0,133 0,087 0,180 0,167 0,203 0,175 0,185 DSr 15,1 41,6
DSr-M 0,147 0,053 0,207 0,230 0,223 0,253 0,183 DBd 16,7 46,3
DBd-M 0,180 0,077 0,120 0,120 0,197 0,280 0,240 BBd 16,4 36,8
BBd-M 0,193 0,087 0,250 0,183 0,243 0,213 0,257 BSg 18,2 46,8
BSg-M 0,157 0,067 0,203 0,170 0,190 0,205 0,205 DSb 17,3 34,4
DSb-M 0,203 0,070 0,247 0,227 0,270 0,253 0,210 DMl 17,7 33,5
DMl-M 0,210 0,083 0,257 0,163 0,240 0,243 0,303 K 0,0 0,0
K 0,233 0,247 0,247 0,277 0,423 0,353 0,477 Rata-rata 18,3 41,3
BSr = biji sirsak, DSr = daun sirsak, DBd = daun babadotan, BBd = bunga BSr = biji sirsak, DSr = daun sirsak, DBd = daun babadotan, BBd = bunga
babadotan, BSg = biji saga, DSb = daun sembung, DMl = daun melinjo, K babadotan, BSg = biji saga, DSb = daun sembung, DMl = daun melinjo, K
= kontrol, A = pelarut air, M = pelarut metanol = kontrol
40 Aji Mohamad Tohir: Teknik ekstraksi dan aplikasi pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak
menunjukkan bahwa pelarut metanol lebih baik dalam menarik Iskandar, M. dan A. Kardinan. 1995. Manfaat biji saga (Abrus
senyawa kimia yang bersifat anti-feedant terhadap ulat precatorius L.) sebagai bahan pengendali hama yang ber-
wawasan lingkungan. Prosiding Seminar Peranan MIPA dalam
grayak dibandingkan dengan pelarut air.
Menunjang Pengembangan Industri dan Pengelolaan Lingkungan.
Perlakuan BSr-M dapat menurunkan aktivitas makan Universitas Pakuan, Bogor.
ulat grayak sebesar 49,80%, diikuti oleh BSg-M dan DBd-M Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan aplikasi. Cetakan
berturut-turut 46,80% dan 46,30% dibandingkan dengan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta. 88 hlm.
kontrol (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan BSr- Kardinan, A. dan M. Iskandar. 1997. Pengaruh beberapa jenis
M, selain menyebabkan kematian ulat grayak tertinggi, juga ekstrak tanaman sebagai moluskisida nabati terhadap keong
berpengaruh negatif terhadap palatabilitasnya atau bersifat mas, Pomacea canaliculata. Jurnal Perlindungan Tanaman
anti-feedant. Hal ini sesuai dengan pendapat Maryani (1995) Indonesia II(2): 86-92.
yang mengemukakan bahwa biji sirsak mengandung senyawa Kardono, L.B.S., N. Artanti, I.D. Dewiyanti, and T. Basuki. 2003.
bioaktif asetogenin yang bersifat insektisidal dan anti- Selected Indonesian medicinal plants. Monographs and
feedant. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Kardinan Descriptions. Vol. 1. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
hlm. 42-55.
(2002) yang menyatakan bahwa buah mentah, biji, daun, dan
akar sirsak mengandung senyawa kimia annonain yang selain Kasryno, F., H. Delima, Darmawan, I W. Rusastra, Erwidodo, dan
dapat berperan sebagai insektisida dan larvasida juga dapat C.A. Rasahan. 1985. Pemasaran Kedelai di Indonesia. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. 60 hlm.
berfungsi sebagai penolak serangga dan anti-feedant.
Perlakuan DSr-M cenderung bersifat sebagai penghambat Maryani, I. 1995. Toksisitas Ekstrak Kasar Biji Sirsak (Annona
makan (anti- feedant). muricata Linn.) dan Daun Saliara (Lantana camara Linn.)
secara Tunggal Maupun Campurannya terhadap Larva Spodop-
tera exigua Hubner (Lepidoptera: Noctuidae) pada Tanaman
Bawang Merah (Allium ascalonicum Linn.) di Laboratorium.
KESIMPULAN DAN SARAN Tesis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.
Biji sirsak dapat menurunkan palatabilitas ulat grayak Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hayati Terpadu dan Implementasi-
nya di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
tertinggi, yaitu 49,80%. Pelarut yang baik untuk mengekstrak 255 hlm.
bahan nabati adalah metanol dengan penurunan aktivitas
Prijono, D. 1988. Pengujian Insektisida: Penuntun praktikum.
makan rata-rata 41,30%. Untuk memudahkan dalam penyedia-
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
an bahan baku sebaiknya digunakan daun babadotan dan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 144 hlm.
perlu ada penelitian lanjutan mengenai dosis yang efektif dan
Sudaryanto, T. dan D.K.S. Swastika. 2007. Ekonomi kedelai di
efisien dari bahan nabati terbaik.
Indonesia. hlm. 1-27. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono,
Hermanto, dan H. Kasim (Ed.). Kedelai: Teknik, Produksi, dan
Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
DAFTAR PUSTAKA Pangan, Bogor.
Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya.
Heviandri, R. 1989. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Melinjo Buletin Teknik No. 6. Pusat Penelitian dan Pengembangan
(Gnetum gnemon L.) pada Kangkung terhadap Perkembangan Tanaman Pangan, Bogor. 53 hlm.
Larva Spodoptera litura F. Skripsi Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.