Anda di halaman 1dari 4

Aji Mohamad

Buletin Teknik Tohir: Teknik


Pertanian Vol.ekstraksi
15, No. dan aplikasi
1, 2010: pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak
37-40 37

TEKNIK EKSTRAKSI DAN APLIKASI BEBERAPA PESTISIDA NABATI


UNTUK MENURUNKAN PALATABILITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera litura Fabr.)
DI LABORATORIUM

Aji Mohamad Tohir


Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Laboratorium Residu Bahan Agrokimia, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian
Jalan Laladon Raya No. 240, Ciomas, Bogor 16610. Telp. (0251) 8638987, E-mail: aji_tohir@yahoo.com

K edelai (Glycine max L.) merupakan komoditas tanam-


an pangan yang memiliki arti penting bagi sebagian
besar masyarakat Indonesia. Kedelai merupakan salah satu
dan penghambat makan (anti-feedant). Buah mentah, biji,
daun, dan akar sirsak mengandung senyawa kimia annonain
yang dapat berperan sebagai insektisida, larvasida, penolak
bahan pangan sumber protein nabati. Kedelai biasanya serangga (repellent), dan anti-feedant dengan cara kerja
diolah menjadi berbagai produk makanan seperti tempe, tahu, sebagai racun kontak dan racun perut (Kardinan 2002).
tauco, kecap, dan susu. Kardono et al. (2003) mengemukakan bahwa ekstrak daun
babadotan mengandung insektisida yang efektif untuk
Kebutuhan bahan baku industri pengolahan kedelai
membunuh Sytophilus zeamays dengan LD50 sebesar 0,09%
seperti tempe, tahu maupun kecap, sebagian besar masih
dalam 24 jam. Biji saga yang diekstrak dengan air atau aseton
dipenuhi dari impor. Impor kedelai pada tahun 2005 mencapai
dapat bersifat sebagai racun perut bagi serangga, sedangkan
1,3 juta ton (Sudaryanto dan Swastika 2007). Selain dalam
tepung bijinya yang diaplikasikan pada tepung terigu
bentuk biji kedelai, impor bungkil kedelai juga masih tinggi
dengan konsentrasi 5% mampu mengendalikan hama gudang
untuk memenuhi kebutuhan industri makanan ternak
Sitophilus sp. selama tiga bulan (Iskandar dan Kardinan
(Kasryno et al. 1985). Untuk itu, produktivitas kedelai di
1995).
dalam negeri perlu ditingkatkan guna memenuhi kebutuhan
konsumsi masyarakat maupun industri makanan ternak. Kardinan dan Iskandar (1997) mengemukakan bahwa
larutan daun sembung dalam air dengan konsentrasi 1% yang
Budi daya kedelai menghadapi beberapa kendala se-
ditambah 0,10% detergen cair (teepol) menyebabkan kemati-
hingga produktivitas tanaman rendah. Salah satu faktor yang
an populasi keong mas (Pomacea canaliculata) lebih dari 50%.
menyebabkan rendahnya hasil kedelai di Indonesia ialah
Ekstrak daun melinjo (Gnetum gnemon) dapat mempengaruhi
serangan hama (Sumarno dan Harnoto 1983). Hama penting
perilaku makan ulat grayak (Heviandri 1989).
pada kedelai antara lain adalah ulat grayak (Spodoptera
litura F.). Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui teknik
ekstraksi dan aplikasi beberapa jenis pestisida nabati untuk
Dalam mengendalikan ulat grayak, umumnya petani
menurunkan palatabilitas ulat grayak di laboratorium.
menggunakan insektisida sintetis karena lebih efektif, cepat
diketahui hasilnya, dan penerapannya relatif mudah. Namun,
penggunaan insektisida sintetis dapat menimbulkan pengaruh
samping yang merugikan, seperti timbulnya resistensi pada BAHAN DAN METODE
hama sasaran, resurjensi hama utama, eksplosi hama sekun-
der, dan terjadinya pencemaran lingkungan (Oka 1995). Percobaan dilaksanakan pada bulan Februari-April 2006 di
Karena itu, perlu dikembangkan metode pengendalian yang laboratorium biopestisida, Balai Besar Penelitian dan
lebih efektif dan ramah lingkungan. Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian (BB Biogen), Bogor. Bahan-bahan yang digunakan
Penggunaan insektisida nabati merupakan alternatif
antara lain adalah tanaman kedelai varietas Burangrang yang
untuk mengendalikan serangga hama. Insektisida nabati
berumur 28-35 hari setelah tanam (HST), ulat grayak instar 3
relatif mudah didapat, aman terhadap hewan bukan sasaran,
yang diperoleh dari hasil pembiakan di laboratorium, biji dan
dan mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan
daun sirsak, daun dan bunga babadotan, biji saga, daun
pengaruh samping (Kardinan 2002).
sembung, daun melinjo, pupuk NPK (urea, TSP, dan KCl),
Maryani (1995) mengemukakan bahwa biji sirsak akuades, dan metanol. Alat yang digunakan meliputi gelas
mengandung bioaktif asetogenin yang bersifat insektisidal piala, gelas ukur, pot plastik, kotak plastik, homogenizer
38 Aji Mohamad Tohir: Teknik ekstraksi dan aplikasi pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak

(blender), sentrifus, freezer dryer, dan pipet. Sebagai ilustrasi (DSb), (7) ekstrak daun melinjo (DMl), dan (8) kontrol (K).
dapat dilihat perkembangan ulat grayak (Gambar 1) dan Percobaan diulang tiga kali.
beberapa jenis tanaman yang berpotensi sebagai bahan
Pembuatan ekstrak bahan nabati dengan pelarut metanol
pestisida nabati (Gambar 2).
dan air serta aplikasinya dilakukan dengan cara sebagai ber-
Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan ran- ikut:
cangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor.
• Pembuatan ekstrak bahan nabati dengan pelarut metanol.
Faktor A adalah jenis pelarut yang terdiri atas dua faktor,
Bahan nabati segar sebanyak 25 g dicincang kemudian
yaitu pelarut air dan metanol, dan faktor B adalah jenis
diekstrak dengan pelarut metanol p.a sebanyak 100 ml
ekstrak nabati yang terdiri atas delapan faktor, yaitu: (1)
selama 15 menit. Ekstraksi dilakukan dengan mengguna-
ekstrak biji sirsak (BSr), (2) ekstrak daun sirsak (DSr), (3)
kan blender. Hasil ekstraksi disentrifusi selama 20 menit
ekstrak daun babadotan (DBd), (4) ekstrak bunga babadotan
dengan kecepatan 3.000 rpm, kemudian diuapkan meng-
(BBd), (5) ekstrak biji saga (BSg), (6) ekstrak daun sembung
gunakan freezer dryer hingga volume ± 1 ml. Larutan
tersebut kemudian diencerkan menggunakan akuades
menjadi konsentrasi 5% dan selanjutnya larutan siap
digunakan untuk perlakuan.
• Pembuatan ekstrak bahan nabati dengan pelarut air.
Bahan nabati segar sebanyak 100 g dicincang kemudian
diekstrak dengan pelarut air dengan perbandingan 1:3.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan homogenizer/
blender selama 15 menit. Hasil ekstraksi dibiarkan selama
24 jam kemudian disaring menggunakan kain halus dan
selanjutnya larutan siap digunakan sebagai perlakuan.
• Aplikasi ekstrak bahan nabati. Daun tanaman kedelai
yang berumur 28-35 HST sebanyak dua pucuk dicelup ke
Gambar 1. Perkembangan ulat grayak; (a) kelompok telur, (b) larva
dalam ekstrak bahan nabati sesuai perlakuan selama 30
instar IV, (c) larva instrar VI, (d) pupa, dan (e) imago, detik. Setelah itu, daun dikeringanginkan dan ditimbang,
laboratorium BB Biogen, Bogor, 2006 kemudian dimasukkan ke dalam kotak plastik berukuran
14 cm x 14 cm x 5 cm. Selanjutnya daun diinfestasi dengan
larva ulat grayak instar 3 sebanyak 10 ekor, lalu kotak
plastik ditutup dan diberi ventilasi dengan kain kasa.
Keesokan harinya daun tersebut ditimbang, kemudian
diganti dengan daun baru yang sudah ditimbang, begitu
seterusnya sampai 7 hari setelah aplikasi (HSA). Masing-
masing perlakuan diulang tiga kali.
Parameter yang diamati adalah tingkat palatabilitas ulat
grayak yang diamati berdasarkan tingkat penurunan per-
sentase aktivitas makan, bobot pakan (daun kedelai) yang
habis dimakan serangga uji pada periode 1-7 HSA.
Persentase penurunan aktivitas makan dihitung dengan
rumus sebagai berikut (Prijono 1988):

T
P = 1 - (——) x 100%
C
di mana:
P = persentase penurunan aktivitas makan
Gambar 2. Beberapa jenis tanaman yang berpotensi sebagai T = bobot pakan yang dimakan dari perlakuan
bahan pestisida nabati, laboratorium BB Biogen,
Bogor, 2006 C = bobot pakan yang dimakan dari kontrol
Aji Mohamad Tohir: Teknik ekstraksi dan aplikasi pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak 39

HASIL DAN PEMBAHASAN bersifat anti-feedant terhadap ulat grayak dibandingkan


dengan pelarut air.
Hasil pengamatan pengaruh aplikasi bahan nabati terhadap
Tabel 2 menunjukkan bahwa bobot pakan yang habis
palatabilitas ulat grayak disajikan pada Tabel 1. Pada peng-
dimakan ulat grayak selama 7 hari pada semua perlakuan, baik
amatan hari pertama setelah aplikasi (1 HSA), palatabilitas
yang diekstrak menggunakan pelarut metanol maupun air
larva ulat grayak dari semua perlakuan tidak berbeda nyata
berbeda nyata dengan kontrol. Pada perlakuan BSr-M,
dengan kontrol. Larva ulat grayak yang palatabilitasnya
palatabilitas S. litura terendah dengan bobot pakan yang
terendah terdapat pada perlakuan BSr-M. Hal ini menunjuk-
habis 1,133 g/ekor/7 hari. Hal ini menunjukkan bahwa semua
kan bahwa aplikasi bahan nabati belum berpengaruh ter-
bahan nabati diduga mengandung senyawa kimia yang
hadap palatabilitas ulat grayak.
bersifat penghambat palatabilitas ulat grayak.
Pada pengamatan 2 HSA, semua perlakuan menunjukkan
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan bahan nabati
penurunan palatabilitas ulat grayak, dengan palatabilitas
yang diekstrak menggunakan pelarut metanol berbeda nyata
terendah pada perlakuan DSr-M. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan pelarut air dengan penurunan aktivitas makan ulat
aplikasi ekstrak bahan nabati selain berpengaruh terhadap
grayak rata-rata masing-masing 41,30% dan 18,30%. Hal ini
mortalitas juga mempengaruhi palatabilitas larva ulat grayak.
Pada 3 HSA, palatabilitas larva ulat grayak pada hampir
semua perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol, Tabel 2. Rata-rata total bobot pakan yang diberi perlakuan
palatabilitas terendah pada perlakuan DBd-M. Hal ini beberapa pestisida nabati yang habis dimakan larva ulat
menunjukkan bahwa ekstrak biji sirsak, bunga babadotan, grayak (Spodoptera litura) selama 7 hari, laboratorium BB
dan daun babadotan dapat menghambat palatabilitas larva Biogen, Bogor, 2006

ulat grayak atau bersifat anti-feedant (Tabel 1). Bobot pakan yang habis (g/ekor/7 hari)
Perlakuan
Air Metanol
Pengamatan pada 4-7 HSA, palatabilitas ulat grayak
BSr 1,647 1,133
pada perlakuan bahan nabati yang diekstrak menggunakan DSr 1,917 1,317
pelarut metanol lebih rendah dibandingkan dengan yang DBd 1,903 1,213
diekstrak menggunakan air. Hal ini menunjukkan bahwa BBd 1,887 1,427
pelarut metanol lebih baik dalam menarik senyawa kimia yang BSg 1,847 1,200
DSb 1,867 1,480
DMl 1,857 1,500
K 2,257 2,257
Tabel 1. Rata-rata bobot pakan yang diberi perlakuan beberapa
BSr = biji sirsak, DSr = daun sirsak, DBd = daun babadotan, BBd = bunga
pestisida nabati yang habis dimakan ulat grayak
babadotan, BSg = biji saga, DSb = daun sembung, DMl = daun melinjo, K
(Spodoptera litura) pada 1-7 hari setelah aplikasi (HSA),
= kontrol
laboratorium BB Biogen, Bogor, 2006
Pakan yang habis (g/ekor)
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 Tabel 3. Persentase penurunan aktivitas makan ulat grayak
BSr-A 0,227 0,103 0,137 0,140 0,253 0,417 0,370 (Spodoptera litura) pada beberapa jenis pakan yang diberi
DSr-A 0,213 0,087 0,207 0,330 0,307 0,420 0,353 perlakuan pestisida nabati, laboratorium BB Biogen,
DBd-A 0,233 0,100 0,187 0,283 0,313 0,337 0,450 Bogor, 2006
BBd-A 0,200 0,093 0,160 0,290 0,287 0,477 0,410 Penurunan aktivitas makan (%)
BSg-A 0,193 0,097 0,193 0,293 0,303 0,350 0,437 Perlakuan
Air Metanol
DSb-A 0,203 0,090 0,187 0,307 0,317 0,353 0,410
DMl-A 0,200 0,110 0,180 0,233 0,273 0,347 0,513 BSr 27,0 49,8
BSr-M 0,133 0,087 0,180 0,167 0,203 0,175 0,185 DSr 15,1 41,6
DSr-M 0,147 0,053 0,207 0,230 0,223 0,253 0,183 DBd 16,7 46,3
DBd-M 0,180 0,077 0,120 0,120 0,197 0,280 0,240 BBd 16,4 36,8
BBd-M 0,193 0,087 0,250 0,183 0,243 0,213 0,257 BSg 18,2 46,8
BSg-M 0,157 0,067 0,203 0,170 0,190 0,205 0,205 DSb 17,3 34,4
DSb-M 0,203 0,070 0,247 0,227 0,270 0,253 0,210 DMl 17,7 33,5
DMl-M 0,210 0,083 0,257 0,163 0,240 0,243 0,303 K 0,0 0,0
K 0,233 0,247 0,247 0,277 0,423 0,353 0,477 Rata-rata 18,3 41,3
BSr = biji sirsak, DSr = daun sirsak, DBd = daun babadotan, BBd = bunga BSr = biji sirsak, DSr = daun sirsak, DBd = daun babadotan, BBd = bunga
babadotan, BSg = biji saga, DSb = daun sembung, DMl = daun melinjo, K babadotan, BSg = biji saga, DSb = daun sembung, DMl = daun melinjo, K
= kontrol, A = pelarut air, M = pelarut metanol = kontrol
40 Aji Mohamad Tohir: Teknik ekstraksi dan aplikasi pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak

menunjukkan bahwa pelarut metanol lebih baik dalam menarik Iskandar, M. dan A. Kardinan. 1995. Manfaat biji saga (Abrus
senyawa kimia yang bersifat anti-feedant terhadap ulat precatorius L.) sebagai bahan pengendali hama yang ber-
wawasan lingkungan. Prosiding Seminar Peranan MIPA dalam
grayak dibandingkan dengan pelarut air.
Menunjang Pengembangan Industri dan Pengelolaan Lingkungan.
Perlakuan BSr-M dapat menurunkan aktivitas makan Universitas Pakuan, Bogor.
ulat grayak sebesar 49,80%, diikuti oleh BSg-M dan DBd-M Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan aplikasi. Cetakan
berturut-turut 46,80% dan 46,30% dibandingkan dengan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta. 88 hlm.
kontrol (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan BSr- Kardinan, A. dan M. Iskandar. 1997. Pengaruh beberapa jenis
M, selain menyebabkan kematian ulat grayak tertinggi, juga ekstrak tanaman sebagai moluskisida nabati terhadap keong
berpengaruh negatif terhadap palatabilitasnya atau bersifat mas, Pomacea canaliculata. Jurnal Perlindungan Tanaman
anti-feedant. Hal ini sesuai dengan pendapat Maryani (1995) Indonesia II(2): 86-92.
yang mengemukakan bahwa biji sirsak mengandung senyawa Kardono, L.B.S., N. Artanti, I.D. Dewiyanti, and T. Basuki. 2003.
bioaktif asetogenin yang bersifat insektisidal dan anti- Selected Indonesian medicinal plants. Monographs and
feedant. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Kardinan Descriptions. Vol. 1. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
hlm. 42-55.
(2002) yang menyatakan bahwa buah mentah, biji, daun, dan
akar sirsak mengandung senyawa kimia annonain yang selain Kasryno, F., H. Delima, Darmawan, I W. Rusastra, Erwidodo, dan
dapat berperan sebagai insektisida dan larvasida juga dapat C.A. Rasahan. 1985. Pemasaran Kedelai di Indonesia. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. 60 hlm.
berfungsi sebagai penolak serangga dan anti-feedant.
Perlakuan DSr-M cenderung bersifat sebagai penghambat Maryani, I. 1995. Toksisitas Ekstrak Kasar Biji Sirsak (Annona
makan (anti- feedant). muricata Linn.) dan Daun Saliara (Lantana camara Linn.)
secara Tunggal Maupun Campurannya terhadap Larva Spodop-
tera exigua Hubner (Lepidoptera: Noctuidae) pada Tanaman
Bawang Merah (Allium ascalonicum Linn.) di Laboratorium.
KESIMPULAN DAN SARAN Tesis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.

Biji sirsak dapat menurunkan palatabilitas ulat grayak Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hayati Terpadu dan Implementasi-
nya di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
tertinggi, yaitu 49,80%. Pelarut yang baik untuk mengekstrak 255 hlm.
bahan nabati adalah metanol dengan penurunan aktivitas
Prijono, D. 1988. Pengujian Insektisida: Penuntun praktikum.
makan rata-rata 41,30%. Untuk memudahkan dalam penyedia-
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
an bahan baku sebaiknya digunakan daun babadotan dan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 144 hlm.
perlu ada penelitian lanjutan mengenai dosis yang efektif dan
Sudaryanto, T. dan D.K.S. Swastika. 2007. Ekonomi kedelai di
efisien dari bahan nabati terbaik.
Indonesia. hlm. 1-27. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono,
Hermanto, dan H. Kasim (Ed.). Kedelai: Teknik, Produksi, dan
Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
DAFTAR PUSTAKA Pangan, Bogor.
Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamnya.
Heviandri, R. 1989. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Melinjo Buletin Teknik No. 6. Pusat Penelitian dan Pengembangan
(Gnetum gnemon L.) pada Kangkung terhadap Perkembangan Tanaman Pangan, Bogor. 53 hlm.
Larva Spodoptera litura F. Skripsi Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai