PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila
program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun
dijumpai 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel
epitel serviks. Insidensi dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua
pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada wanita usia reproduktif. Hampir
kematian, 64% penderitanya adalah perempuan yaitu menderita kanker leher rahim dan
kanker payudara. Riset kesehatan dasar tahun 2007 menunjukan prevalensi kanker di
Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk. Setiap tahun ditemukan kurang lebih 500.000
kasus baru kanker serviks dan tiga perempatnya terjadi di negara berkembang. Data yang
angka kejadian kanker di Indonesia sampai saat ini diperkirakan setiap tahun muncul
sekitar 200.000 kasus baru dimana jenis terbesar kanker tersebut adalah kanker serviks
(Ginting, 2012)
1
B. TUJUAN
serviks.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi pada
serviks (leher rahim) yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke
2.2 EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus1.
Data ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan
data otopsi verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden dari
kanker serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar
200.000 kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-
global dalam segi angka kejadian (urutan ke urutan ke- 6 di negara kurang berkembang)
dan urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama
dengan angka mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di
negara berkembang, dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke 5 secara global.
Di Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar
data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%.
baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi
3
Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari penderitanya dan
keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi sektor pembiayaan kesehatan oleh
pemerintah. Oleh sebab itu peningkatan upaya penanganan kanker serviks, terutama
dalam bidang pencegahan dan deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap pihak yang
terlibat.
2.3 ETIOLOGI
Peristiwa kanker serviks diawali dari sel serviks normal yang terinfeksi oleh HPV
hubungan seksual. Sebagian infeksi HPV bersifat hilang timbul, sehingga tidak terdeteksi
dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun pasca infeksi. Hanya sebagian kecil saja dari
infeksi tersebut yang menetap dalam jangka lama, sehingga menimbulkan kerusakan
Human papillomavirus, sampai saat ini telah diketahui memiliki lebih dari 100 tipe,
dimana sebagian besar diantaranya tidak berbahaya dan akan lenyap dengan sendirinya.
Dari 100 tipe HPV tersebut, hanya 30 diantaranya yang beresiko kanker serviks. Adapun
tipe yang beresiko adalah HPV 16, 18, 31, dan 45 yang sering ditemukan pada kanker
maupun lesi prakanker serviks, yaitu menimbulkan kerusakan sel lendir luar menuju
keganasan. Sementara, tipe yang beresiko sedang yaitu HPV tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56,
58, 59, dan 68, dan yang beresiko rendah adalah HPV tipe 6, 11, 26, 42, 43, 44, 53, 54,
55, dan 56. Dari tipe-tipe ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab tersering kanker
serviks yang terjadi di seluruh dunia. HPV tipe 16 mendominasikan infeksi (50-60%)
pada penderita kanker serviks disusul dengan tipe 18 (10-15%) (Sinta et al., 2010).
Faktor lain yang berhubungan dengan kanker serviks adalah aktivitas seksual terlalu
muda (<16 tahun), jumlah pasangan seksual lebih dari 1 orang, dan adanya riwayat
4
infeksi berpapil. Karena hubungannya erat dengan infeksi HPV, wanita yang mendapat
Tanda dan gejala dini pada kanker serviks tidak spesifik seperti adanya sekret
vagina yang agak lebih banyak dan kadang-kadang dengan bercak perdarahan.
Umumnya tanda ini sangat minimal dan sering diabaikan oleh penderita. Tanda yang
b. Sekret vagina yang berbau terutama pada masa nekrosis lanjut. Nekrosis ini terjadi
pembuluh darah (angiogenesis) agar mendapat aliran darah yang cukup. Nekrosis ini
menimbulkan bau yang tidak sedap dan reaksi peradangan non spesifik.
c. Pada stadium lanjut ketika tumor sudah menyebar ke luar dari serviks dan melibatkan
Pada usia tersebut mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher
rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan
5
dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen
Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan
hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar
daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya
hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada
sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya
sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang
wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di
bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada
serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih
rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar
termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa
bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu
mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari
sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya
bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada
usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap
perubahan.
3. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan.
satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di
6
permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali
4. Penggunaan antiseptik.
kanker.
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di
dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping
sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-
paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah
Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus
HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher
rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko terkena
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak
persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan
yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena
penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan
7
berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya
dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus
2.6 PATOFISIOLOGI
Virus HPV menginfeksi membrana basalis pada daerah metaplasia dan zona
transformasi serviks. Setelah menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya berkembang
biak virus ini akan meninggalkan sekuensi genomnya pada sel inang. Genom HPV
berupa episomal (bentuk lingkaran dan tidak terintegrasi dengan DNA inang) dijumpai
pada CIN dan berintegrasi dengan DNA inang pada kanker invasif. Pada percobaan in
vitro HPV terbukti mampu mengubah sel menjadi immortal (Aziz et al., 2006).
Tipe HPV paling berisiko adalah tipe 16 dan tipe 18 yang mempunyai peranan
yang penting melalui sekuensi gen E6 dan E7 dengan mengode pembentukan protein-
protein penting dalam replikasi virus. Onkoprotein dari E6 akan mengikat dan
menjadikan gen penekan tumor (p53) menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7
akan berikatan dan menjadikan produk gen retinoblastoma (pRb) menjadi tidak aktif.
P53 dan pRb adalah protein penekan tumor yang berperan menghambat kelangsungan
siklus sel. Dengan tidak aktifnya p53 dan pRb, sel yang telah bermutasi akibat infeksi
HPV dapat meneruskan siklus sel tanpa harus memperbaiki kelainan DNA-nya. Ikatan
E6 dan E7 serta adanya mutasi DNA merupakan dasar utama terjadinya kanker (Aziz et
al., 2006).
8
Gambar 1. Patofisiologi Perjalanan Kanker Serviks
2.7 DIAGNOSIS
Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah menjadi
kanker invasif, gejalan yang paling umum adalah perdarahan (contact bleeding,
Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang mejladi nyeri pinggang atau perut
bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke arah lateral sampai obstruksi
ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala lanjutan bisa terjadi sesuai dengan
b. Pemeriksaan Penunjang
sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan , CT scan atau
MRI, PET scan. Kecurigaan metastasis ke kandung kemih atau rektum harus
dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik. Konisasi dan amputasi serviks dianggap
9
1. Sitologi
bermanfaat untuk mendeteksi sel-sel serviks yang tidak menunjukan adanya gejala
2. Kolposkopi
pembesaran antara 6-40 kali dan terdapat sumber cahaya di dalamnya. Kolposkopi
dapat meningkatkan ketepatan sitologi menjadi 95%. Alat ini pertama kali
diperkenalkan di Jerman pada tahun 1925 oleh Hanz Hinselmann untuk memperbesar
gambaran permukaan porsio sehingga pembuluh darah lebih jelas dilihat. Pada alat ini
juga dilengkapi dengan filter hijau untuk memberikan kontras yang baik pada
apabila hasil test pap smear abnormal dan juga sebagai penuntun biopsi pada lesi
3. Biopsi
dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus tajam dan diawetkan dalam larutan
4. Kolonisasi
10
kolposkopi, dan ada kesenjangan antara hasil sitologik dengan histopatologik
(Fatimah, 2009).
1. Adenokarsinoma Endometrial
2. Polip Endoservikal
3. Chlamydia trachomatis atau Infeksi menular seksual lainnya pada wanita dengan:
berhubungan seksual).
kurang setengahnya.
11
2. LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion)
3. Stadium Ia, invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik. Lesi
yang dilihat secara langsung walau dengan invasi yang baik sangat superfisial
4. Stadium Ia1, invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan lebar
5. Stadium Ia2, invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tetapi kurang
6. Stadium Ib, lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari stadium Ia.
7. Stadium Ib1, besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm.
9. Stadium II, telah melibatkan vagina namun belum sampai ke 1/3 bawah atau
10. Stadium IIa, telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan parametrium.
11. Stadium IIb, infiltrasi ke parametrium tetapi belum mencapai dinding panggul.
12. Stadium III, telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai ke
dinding panggul.
12
13. Stadium IIIa, keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum
14. Stadium IIIb, perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidroneprosis atau
16. Stadium IVa, keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum.
17. Stadiun IVb, metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul (Aziz et al.,
2006).
2.9 PENATALAKSANAAN
Setelah diagnosis kanker serviks ditegakan harus ditentukan terapi apa yang tepat
untuk setiap kasus. Secara umum ada beberapa terapi yang dapat diberikan bergantung
pada usia dan keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang
menyertai. Pada umumnya stadium lanjut (Stadium IIb, III dan IV) dipilih pengobatan
radiasi yang diberikan secara intrakaviter dan eksternal sedangkan stadium awal dapat
sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang ada.
Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat
dilakukan program skrining atau deteksi dini dengan tes IVA. Skrining dengan tes IVA
dapat dilakukan dengan cara single visit approach atau see and treat program, yaitu bila
didapatkan temuan IVA positif maka selanjutnya dapat dilakukan pengobatan sederhana
dengan krioterapi oleh dokter umum atau bidan yang sudah terlatih.
13
Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal direkomendasikan
dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision Electrocauter Procedure (LEEP) atau Large
Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas sayatan, maka bisa
LSIL (low grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan observasi 1
tahun.
bulan
Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O dan
destruksi lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian pada
fase penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.
a. Krioterapi
akan terjadi dengan mekanisme: (1) sel‐ sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; (2)
14
konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok termal dan denaturasi kompleks
b. Elektrokauter
melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi prakanker pada zona
c. Diatermi Elektrokoagulasi
kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut
sangat luas.
d. Laser
muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas
nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai
panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat
dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari
yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap atau
15
Kasus-kasus stadium sangat dini ini biasanya dijumpai di negara maju dimana
program skrining sudah menjadi hal rutin. Diagnosis ditetapkan dengan pemeriksaan
lesi dengan kedalaman invasi stroma 3 mm atau kurang tanpa adanya invasi pembuluh
darah atau limfe sebagai stadium 1a1. Stadium 1a1 tanpa invasi pembuluh darah dan
limfe kemungkinan penyebaran ke kelenjar getah bening regionalnya tidak lebih dari
1%. Hal ini dapat dilakukan tindakan konisasi serviks asalkan pada pemeriksaan
histopatologinya tidak dijumpai sel tumor pada tepi sayatan konisasi. Tingkat
kesembuhan pada stadium ini dapat diharapkan hingga 100% (Aziz et al., 2006).
b. Stadium 1a2
kemungkinan invasi pembuluh darah atau limfe sekitar 7%. Kasus pada stadium ini
pelvis atau radiasi bila ada kontraindikasi tindakan operasi. Untuk mengurangi
c. Stadium Ib
Stadium Ib1 (Ukuran lesi < 4 cm) pengobatannya adalah histerektomi radikal
dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan atau tanpa kelenjar getah
bening paraaorta memberikan hasil yang efektif. Hasil yang sama efektifnya
didapatkan bila diberikan terapi radiasi. Walaupun kedua modalitas terapi ini
memberikan tingkat kelangsungan hidup yang sama, pada penderita usia muda
operasi radikal lebih disukai karena masih dapat mempertahankan fungsi ovarium.
16
Bagi penderita dengan ukuran lesi <2 cm dapat dilakukan operasi trakhelektomi
Stadium Ib2 (Ukuran lesi > 4 cm) atau disebut juga kanker serviks bentuk
barel karena ukuran yang besar. Kemungkinan penyebaran ke kelenjar getah bening
regional sekitar 20-25%. Dengan bentuk yang besar ini secara anatomis bila diberikan
terapi radiasi akan memberikan bagian tengah tumor yang lebih radioresisten karena
bagian tengah ini lebih hipoksik. Setelah radiasi selesai diberikan ada kecenderungan
d. Stadium IIa
Jenis terapinya sangat individual bergantung dengan perluasan tumor ke
limfadenektomi pelvis dan vaginektomi bagian atas. Terapi yang optimal pada
kebanyakan stadium IIa adalah kombinasi radiasi eksternal dan radiasi intrakaviter.
Operasi radikal dengan pengangkatan kelenjar getah bening pelvis dan paraaorta serta
pengangkatan vagina bagian atas dapat memberikan hasil yang optimal asalkan tepi
Pada kasus stadium lanjut ini tidak mungkin lagi dilakukan tindakan operatif
karena tumor telah menyebar jauh ke luar dari serviks. Pengobatan pada stadium ini
lebih cenderung ke radiasi. Luas lapangan radiasi bergantung pada besar tumor serta
kelenjar getah bening paraaorta, radiasi harus diperluas sampai daerah ini. Khusus
stadium IVa dengan penyebaran sampai ke mukosa kandung kemih lebih disukai
17
operasi eksenterasi dari pada radiasi tetapi eksenterasi juga menjadi pilihan terapi
kuratif atau paliatif pada kasus persisten sentral setelah mendapatkan kemoradiasi
ataupun bila ada komplikasi fistula rekto vagina atau vesiko-vaginal (Aziz et al.,
2006).
f. Stadium IVb
Kasus stadium terminal ini prognosisnya sangat jelek, jarang bertahan hidup
sampai setahun semenjak didiagnosis. Penderita stadium IVb bila keadaan umum
al., 2006).
2.10 PROGNOSIS
Prognosis kanker serviks sangat bergantung pada seberapa dini kasus ini
terdiagnosis dan dilakukan terapi yang adekuat. Terapi yang tidak adekuat berupa
tindakan pembedahan maupun radiasi yang tidak sesuai dengan jadwal akan mengurangi
18
BAB III
PEMBAHASAN
Human Papillomavirus
HPV adalah jenis virus yang cukup lazim. Jenis yang berbeda dapat
menyebabkan tumor atau pertumbuhan sel yang tidak normal (displasia) dalam atau di
sekitar leher rahim atau dubur yang dapat menyebabkan kanker leher rahim atau
dubur. Tumor-tumor ini pada umumnya tumbuh di permukaan kulit yang lembab dan
di daerah sekitar alat kelamin sehingga disebut tumor kulit dan tumor kelamin. Infeksi
HPV pada alat kelamin dapat disebarkan melalui hubungan seks, sedangkan
penularan tumor kulit pada tangan atau kaki dapat terjadi tanpa hubungan seks
mendeteksi pertumbuhan tidak normal dari sel pada leher rahim sejak awal atau pun
dengan melakukan sekret vagina. Tes ini dapat memeriksa dubur laki-laki dan
perempuan. Walaupun tes Pap tampaknya merupakan cara terbaik untuk menemukan
kanker leher rahim secara dini, pemeriksaan fisik dengan hati-hati mungkin
merupakan cara terbaik untuk menemukan kanker dubur. Sedangkan untuk mencegah
penularannya, sebaiknya menjaga kebersihan diri dan jangan melakukan seks dengan
lebih dari satu orang. Tanda infeksi HPV (tumor atau displisia) sebaiknya diobati
sesegera mungkin setelah dideteksi sebelum masalah manjadi lebih besar dan
Klasifikasi
Familia : Papovaviridae
19
Genus : Papillomavirus
Morfologi Papillomavirus
genom beruntai ganda yang sirkuler diliputi oleh kapsid (kapsid ini berperan pada
tempat infeksi pada sel) yang tidak berpembungkus menunjukkan bentuk simetri
ikosahedral. Berkembang biak pada inti sel menyebabkan infeksi laten dan kronis
pada pejamu alamiahnya dan dapat menyebabkan tumor pada beberapa binatang
(Contoh : Virus Papilloma manusia (tumor), Virus BK (diasingkan dari air kemih
Mekanisme infeksi virus diawali dengan protein menempel pada dinding sel
dan mengekstraksi semua protein sel kemudian protein sel itu ditandai (berupa garis-
garis) berdasarkan polaritasnya. Jika polaritasnya sama denagn polaritas virus maka,
dapat dikatakan bahwa sel yang bersangkutan terinfeksi virus. Setelah itu, virus
mutasi gen jika materi genetik virus ini bertemu dengan materi genetik sel. Setelah
terjadi mutasi, DNA virus akan bertambah banyak seiring pertambahan jumlah DNA
20
sel yang sedang bereplikasi. Ini menyebabkan displasia (pertumbuhan sel yang tidak
normal) jadi bertambah banyak dan tak terkendali sehingga menyebabkan kanker.
menyebabkan tumor jinak dan ganas pada banyak tipe mamalia. Virus ini merupakan
salah satu dari virus DNA yang diketahui menyebabkan tumor alamiah pada tuan
rumah aslinya. Virus Papilloma menyebabkan beberapa jenis tumor yang berbeda
atau tumor kelamin/atau genital wart (di masyarakat dikenal sebagai jengger ayam
dengan masa inkubasi :1-6 bulan rata-rata 3 bulan, tampak benjolan seperti jengger
ayam di sekitar kemaluan dan anus serta kebanyakan tanpa keluhan ), dan papilloma
larings.
spesifik yang terdapat dalam status diferensiasi berikutnya dari sel epitel.
Ketergantungan kuat replikasi virus pada status diferensiasi sel inang ini, meyebabkan
55 nm, memiliki 72 kapsomer dan 2 protein kapsid, yaitu L1 dan L2. Virus DNA ini
dapat bersifat mutagen. Infeksi HPV telah dibuktikan menjadi penyebab lesi
prakanker, kondiloma akuminatum, dan kanker. Terdapat 138 strain HPV yang sudah
dari seratus virus yang dikenal sebagai virus papilloma manusia (human papilloma
virus/HPV). HPV dapat menyebabkan kanker leher rahim karena dapat membuat
pertumbuhan sel menjadi tidak normal (dengan cara virus masuk ke dalam inti sel di
21
leher rahim dan mengubah bentuk sel sehingga sel menjadi mudah rapuh dan
persen orang yang aktif secara seksual terutama berusia 15-49 tahun di AS mengalami
sedikitnya satu jenis infeksi HPV. Virus ini terdiri dari puluhan genotype, dan dapat
menyerang berbagai bagian tubuh seperti jari dan tangan, telapak kaki, wajah, genital.
Tipe Human papillomavirus cukup beragam. Dari 100 tipe HPV, hanya 30 di
antaranya yang berisiko kanker serviks. Adapun tipe yang paling berisiko adalah HPV
16, 18, 31, dan 45. Sedangkan tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68 merupakan
tipe berisiko sedang. Dan yang berisiko rendah adalah tipe 6,11, 26, 42, 43, 44, 53,
54, 55, dan 56. Dari tipe-tipe ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab 70%
kanker rahim yang terjadi, sedangkan HPV tipe 6 dan 11 merupakan penyebab 90%
kandiloma akuminata jinak dan Papilloma laring pada anak-anak. Infeksi HPV
memiliki keterkaitan dengan lebih dari 99% kasus kanker serviks di seluruh dunia
(Jawetz, 1995).
Berbagai jenis HPV menyebabkan tumor umum pada tangan atau kaki. HPV
juga dapat mengakibatkan masalah pada mulut atau pada lidah dan bibir. Beberapa
jenis HPV dapat menyebabkan tumor kelamin pada penis, vagina dan dubur. Jenis
HPV lain dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak normal yang disebut
displasia. Displasia dapat berkembang menjadi kanker dubur pada laki-laki dan
perempuan, dan kanker leher rahim (cervical cancer), atau kanker penis. Displasia di
Epitel adalah lapisan sel yang meliputi organ atau menutupi permukaan tubuh yang
22
terbuka. Neoplasia berarti perkembangan baru sel yang tidak normal. AIN adalah
perkembangan sel baru yang tidak normal pada lapisan dubur. Displasia pada daerah
neoplasia/CIN).
Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, namun ada sebagian orang yang berisiko
untuk terjangkit penyakit ini antara lain: orang yang sering kontak dengan air/bekerja
di tempat basah (seperti tukang ikan, tukang daging, pemotong hewan), orang yang
hiperhidrosis/ telapak tangan atau kakinya selalu basah, anak-anak. Penyakit ini
menular baik dengan kontak langsung maupun tidak langsung seperti pemakaian
handuk dan baju yang bersamaan. Pada orang-orang yang berisiko terjangkit penyakit
ini dapat terjadi kekambuhan karena virus ini mudah hidup dan berkembang pada
kulit yang sering terkena trauma dan selalu basah. Pada orang yang
imunnocompromise atau daya tahan tubuh kurang baik atau buruk virus ini dapat
berkembang cepat pada seluruh badan atau bekembang menjadi keganasan kulit
23
Gambar 4. Genital Warts/ tumor kelamin
tahunnya sekitar seperempat juta wanita meninggal karena penyakit ini. Tidak hanya
itu, kanker serviks juga berdampak pada sekitar setengah juta wanita tiap tahunnya
penduduk yang rendah atau sedang. Menurut penelitian yang dikemukakan oleh
yayasan kanker Indonesia menyatakan bahwa tiap 1 jam, seorang wanita di Indonesia
meninggal akibat kanker serviks. Peristiwa kanker serviks diawali dari normal serviks
kanker. Kanker Serviks cenderung muncul pada wanita usia 35-55 tahun (pada saat
usia produktif). Namun dapat pula muncul pada perempuan berusia lebih muda.
Penyebab dari kanker ini adalah Human Papilloma Virus yaitu sejenis virus yang
bentuknya membesar, keluar karena bertumor. Inilah yang menyebabkan rasa sakit
a. menikah atau memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari 18 tahun),
24
b. berganti-ganti pasangan seks (pasangan wanita tersebut maupun pasangan
suaminya),
d. wanita perokok yang mempunyai resiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
walaupun setia pada satu pasangan. Pasangan yang terinfeksi akan menjadi sumber
infeksi HPV bagi wanita lainnya. Ternyata walaupun kanker leher rahim adalah
Lelaki yang pernah menikah dengan perempuan penderita kanker leher rahim
otomatis bisa menularkan penyakit tersebut kepada perempuan lain melalui hubungan
seksual. Maka disarankan pada kaum lelaki yang suka ”jajan” agar berhati-hati, sebab
bukan tidak mungkin ia menjadi media perantara penyakit kanker leher rahim ke
istrinya sendiri. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah lesi (tumor) dapat membesar
dan tumbuh bersama. Tetapi resiko terbesar dari HPV adalah kanker leher rahim atau
bahkan kematian. Kanker leher rahim dapat dideteksi dengan menggunakan tes Pap
sehingga pertumbuhan sel yang abnormal pada leher rahim tersebut terdeteksi lebih
awal dan dapat dilakukan konisasi (mengambil bagian sel yang berubah) sebelum ia
sel abnormal serviks yang dapat ditemukan melalui tes Pap Smear. Sering kali kanker
serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sel-sel abnormal ini berkembang
25
1. Pendarahan vagina yang tidak normal seperti :
c. Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya
Tips menghindarkan wanita dari kemungkinan terkena kanker mulut rahim sebagai
berikut:
1. Waspadai gejalanya. Segera hubungi dokter kalau terdapat gejala-gejala yang tidak
2. Pemeriksaan teratur. Lakukan tes pap smear setiap tahun. Ini dilakukan sampai
berusia 70 tahun.
sel-sel kanker melalui nikotin dikandung dalam darah Anda. Risiko wanita perokok
4-13 kali lebih besar dibandingkan wanita bukan perokok. Diperkirakan nikotin
memberikan efek toksik pada sel epitel, termasuk selaput lendir mulut rahim,
sel-sel kanker.
26
Beberapa hal yang bisa dikerjakan untuk menghindari ancaman kanker leher rahim
sbb :
1. Melakukan pap smear secara teratur (tiga tahun setelah hubungan seks pertama,
tiga bulan setelah melahirkan dan secara rutin minimal setahun sekali).
mencurigakan, seperti keputihan dan pengeluaran cairan yang berbau busuk dari
5. “Jangan tunda lagi”, luangkan waktu Anda untuk melakukan pemeriksaan pap
smear. Beberapa peneliti menganggap bahwa tes Pap/ pap smear pada dubur dan
leher rahim sebaiknya dilakukan setiap tahun untuk orang yang berisiko lebih
tinggi:
menemukan semua kasus kanker dubur yang ditemukan melalui tes Pap pada
dubur.
Infeksi HPV
Infeksi HPV dapat terjadi saat hubungan seksual pertama, biasanya pada masa
awal remaja dan dewasa. Prevalensi tertinggi (sekitar 20%) ditemukan pada wanita
27
usia kurang dari 25 tahun. Pada wanita usia 25-55 tahun dan masih aktif berhubungan
seksual berisiko terkena kanker serviks sekitar 5-10 persen. Meski fakta
namun sebaliknya risiko infeksi menetap/persisten malah meningkat. Hal ini diduga
karena seiring pertambahan usia terjadi perubahan anatomi (retraksi) dan histologi
(metaplasia). Selama serviks matang melebihi masa reproduktif seorang wanita, maka
diperkirakan lebih protektif pada banyak orang melawan penyakit yang ditularkan
melalui hubungan seksual. Selain itu, hasil imunitas dari paparan infeksi sebelumnya,
bahasa Yunani apo = "dari" dan ptosis = "jatuh") adalah mekanisme biologi yang
merupakan salah satu jenis kematian sel terprogram. Apoptosis digunakan oleh
organisme multisel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh.
hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh, sedangkan nekrosis adalah kematian
sel yang disebabkan oleh kerusakan sel secara akut. Contoh nyata dari keuntungan
apoptosis adalah pemisahan jari pada embrio. Apoptosis yang dialami oleh sel-sel
yang terletak di antara jari menyebabkan masing-masing jari menjadi terpisah satu
sama lain. Apoptosis dapat terjadi misalnya ketika sel mengalami kerusakan yang
sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Keputusan untuk melakukan apoptosis berasal dari
sel itu sendiri, dari jaringan yang mengelilinginya, atau dari sel yang berasal dari
sistem imun. Bila sel kehilangan kemampuan untuk melakukan apoptosis (misalnya
karena mutasi), atau bila inisiatif untuk melakukan apoptosis dihambat (oleh virus),
28
sel yang rusak dapat terus membelah tanpa terbatas, yang akhirnya menjadi kanker.
Sebagai contoh, salah satu hal yang dilakukan oleh virus papilloma manusia (HPV)
saat melakukan pembajakan sistem genetik sel adalah menggunakan gen E6 yang
mendegradasi protein p53. Padahal protein p53 berperan sangat penting pada
mekanisme apoptosis. Oleh karena itu HPV dapat menyebabkan kanker serviks (Barr,
2007).
Penyebaran HPV
genetik, status sosial ekonomi rendah, nutrisi, sistem imun alami, banyak pasangan
seks, usia, dan rokok (nikotin). Tipe yang paling umum dijumpai justru yang paling
berbahaya, yakni 16 dan 18. Tipe 16 biasa ditemukan di wilayah seperti Eropa,
Amerika Serikat, dan wilayah lainnya. Sementara tipe 18 lebih banyak ditemukan di
Asia.
Penularan HPV
HPV tidak hanya tertular melalui pertukaran cairan tubuh (terutama malalui
hubungan seks, pertukaran jarum suntik untuk digunakan bersama,dll) tetapi juga
lewat penggunaan barang secara bersama (handuk, sprei, dll), sentuhan (apabila ada
tumor di badan), melalui ciuman (bila HPV sudah menyebabkan gangguan pada
mulut), serta kurangnya kesadaran untuk menjaga kebersihan tubuh (terutama daerah
sekitar organ kelamin). Oleh karenanya bukan tidak mungkin seseorang terinfeksi
umumnya penularan HPV terjadi melalui kontak seksual (umur 15 hingga 49 tahun),
tetapi tidak seorang dokter pun dapat memperkirakan kapan infeksi itu terjadi.
Kebanyakan infeksi HPV juga dapat mengalami remisi setelah beberapa tahun.
29
Beberapa di antaranya bahkan akan menetap dengan atau tanpa menyebabkan
abnormalitas pada sel. Untuk menemukan HPV, dokter mencari displasia atau tumor
kelamin. Oleh karenanya jika tampak adanya tumor maka segeralah memeriksakan
diri sehingga dokter dapat memeriksanya sedangkan perubahan pada leher rahim
dapat diperiksa atau diketahui dengan melakukan tes Pap. Walaupun Pap smear dapat
menyembuhkan kanker rahim, tidak berarti bahwa seseorang dapat terbebas begitu
saja. Orang yang pernah terinfeksi HPV harus rutin melakukan Pap smear karena
PATOFISIOLOGI
faktor risiko mayor, faktor risiko minor (Suwiyoga,2007). Pada faktor mayor kanker
serviks sekitar 90% terdapatnya virus HPV. Infeksi HPV risiko tinggi merupakan
awal dari patogenesis kanker serviks, sedangkan HPV risiko tinggi merupakan
Virus HPV menginfeksi membrana basalis pada daerah metaplasia dan zona
berkembang biak virus ini akan meninggalkan sekuensi genomnya pada sel inang.
Genom HPV berupa episomal (bentuk lingkaran dan tidak terintegrasi dengan DNA
inang) dijumpai pada CIN dan berintegrasi dengan DNA inang pada kanker invasif.
Pada percobaan in vitro HPV terbukti mampu mengubah sel menjadi immortal (Aziz
et al., 2006).
Tipe HPV paling berisiko adalah tipe 16 dan tipe 18 yang mempunyai peranan
yang penting melalui sekuensi gen E6 dan E7 dengan mengode pembentukan protein-
protein penting dalam replikasi virus. Onkoprotein dari E6 akan mengikat dan
30
menjadikan gen penekan tumor (p53) menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7
akan berikatan dan menjadikan produk gen retinoblastoma (pRb) menjadi tidak aktif.
P53 dan pRb adalah protein penekan tumor yang berperan menghambat kelangsungan
siklus sel. Dengan tidak aktifnya p53 dan pRb, sel yang telah bermutasi akibat infeksi
HPV dapat meneruskan siklus sel tanpa harus memperbaiki kelainan DNA-nya.
Ikatan E6 dan E7 serta adanya mutasi DNA merupakan dasar utama terjadinya kanker
SKRINING HPV
fungsinya adalah untuk melihat sel – sel dalam leher rahim dimana sampel
secara langsung bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya HPV pada sel –
sel yang diambil dari serviks. Infeksi HPV risiko tinggi merupakan penyebab
utama kanker leher rahim, ada 13 jenis yakni : 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51,
a. HPV DNA:
Hanya untuk mengetahui ada tidaknya infeksi HPV subtipe risiko tinggi.
31
Mengetahui persistensi. Faktor yang me-nyebabkan perubahan sel ke arah
tinggi lainnya (bukan subtipe 16 atau 18), tata laksana bergantung pada
a. Skrining
1. Tes Pap (Pap smear atau) mencari prekanker, perubahan sel pada leher rahim
yang dapat menjadi kanker serviks jika tidak diobati dengan tepat. Mulai
32
2. Papillomavirus test (HPV) manusia mencari virus yang dapat menyebabkan
perubahan sel.
Yang paling penting yang dapat dilakukan untuk membantu mencegah kanker
serviks adalah dengan melakukan tes skrining rutin.Jika hasil tes pap smear
ke depan sangat rendah. Untuk alasan itu, tidak perlu lagi tes Pap selama tiga
tahun. Pada usia 30 tahun atau lebih tua, dapat memilih untuk memiliki tes
HPV bersama dengan tes Pap. Jika kedua hasil tes normal, bisa menunggu
lima tahun untuk melakukan tes Pap berikutnya. Tapi pemeriksaan ke dokter
Prevention, 2013).
Bagi wanita berusia 21-65, penting untuk terus mendapatkan tes Pap. Namun,
pada usia yang lebih tua dari 65 dan memiliki hasil tes Pap normal untuk
beberapa tahun, atau pada kondisi serviks yang tidak ada karena histerektomi
total pada kondisi non kanker, seperti fibroid, tidak perlu dilakukan tes Pap
Dua vaksin HPV yang tersedia untuk melindungi perempuan terhadap jenis
HPV yang menyebabkan kanker serviks yang paling, vagina, dan vulva. Kedua
vaksin yang direkomendasikan untuk remaja perempuan usia 11-12 tahun, dan
untuk wanita 13 sampai 26 tahun yang tidak mendapatkan salah satu atau semua
dari vaksin ketika mereka masih muda. Vaksin ini juga dapat diberikan pada
vaksin yang sama untuk tiga dosis keseluruhan, bila memungkinkan. Penting
untuk dicatat bahwa bahkan wanita yang divaksinasi terhadap HPV perlu
33
memiliki Pap Smear secara teratur untuk skrining kanker serviks.Vaksin
melindungi terhadap infeksi dengan jenis HPV selama 6 sampai 8 tahun. Hal ini
melindungi perempuan yang sudah terinfeksi dengan HPV (Centers for Disease
Faktor risiko meliputi merokok, kelebihan berat badan, dan tidak cukup
makanan yang sehat, dan berolahraga juga dapat membantu mencegah beberapa
1. Infeksi HPV
Penyebab paling umum dari kanker serviks adalah infeksi pada serviks
setengah dari mereka telah dikaitkan dengan kanker serviks. Infeksi HPV umum
tetapi hanya jumlah yang sangat kecil wanita terinfeksi HPV mengembangkan
terutama melalui kontak seksual. Wanita yang menjadi aktif secara seksual pada
usia muda dan yang memiliki banyak pasangan seksual berada pada risiko yang
lebih besar infeksi HPV dan berkembangnya kanker serviks (National Cancer
Institute, 2012).
34
2. Merokok
serviks. Di antara perempuan terinfeksi HPV, displasia dan kanker invasif terjadi
2 sampai 3 kali lebih sering pada perokok dan mantan perokok. Asap rokok
Institute, 2012).
Wanita yang telah menggunakan kontrasepsi oral ("pil KB") selama 5 tahun
atau lebih memiliki risiko lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan wanita
yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral. Risiko lebih tinggi setelah 10
35
(seperti kondom atau gel yang membunuh sperma) membantu melindungi
Pengaruh diet pada risiko kanker serviks tidak diketahui. Uji coba pencegahan
terkena jenis kanker tertentu. Percobaan pencegahan kanker dilakukan dengan orang-
orang sehat yang tidak menderita kanker tetapi yang memiliki peningkatan risiko
untuk kanker. Uji coba pencegahan lain yang dilakukan dengan orang-orang yang
telah menderita kanker dan berusaha untuk mencegah kanker lain dari jenis yang
Percobaan lain yang dilakukan dengan sukarelawan sehat yang tidak diketahui
memiliki faktor risiko apapun untuk kanker. Uji coba ini termasuk makan buah-
buahan dan sayuran, berolahraga, berhenti merokok, atau minum obat tertentu,
36
BAB IV
KESIMPULAN
1. Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi pada serviks
(leher rahim) yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak
3. Faktor risiko kanker serviks adalah infeksi HPV, merokok, tingginya jumlah
37
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, MF., Andrijono, Saifuddin AB, editors., 2006. Buku Acuan Nasional Onkologi
Ginekologi. Edisi kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Barr E, Tamms G., 2007, Quadrivalent human papillomavirus vaccine,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17682997?dopt=Ab
Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Gynecologic Cancer: Cervical Cancer
Prevention. Diakses dari http://www.cdc.gov/cancer/cervical/basic_info/prevention.ht
m pada tanggal 14 Maret 2013
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pusat Promosi Kesehatan. Kanker Leher Rahim lebih cepat
ditemukan, Lebih besar kemungkinan sembuh. Jakarta.
Diananda R. 2009. Panduan Lengkap Mengenai Kangker. Yogyakarta: Mirza Media Pustaka
Fatimah A.N. 2009. Studi kualitatif tentang perilaku keterlambatan pasien dalam melakukan
pemeriksaan ulang pap smear di Klinik Keluarga Yayasan Kusuma Buana Tanjung
Priok Jakarta Timur Tahun 2008. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Jakarta.
Ginting, Herlina. 2012. Hubungan antara dukungan sosial dengan optimisme pada penderita
kanker serviks. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Invited commentary: Is monitoring of human papillomavirus infection for viral persistence
ready for use in cervical cancer screening? American Journal of Epidemiology
2008;168(2):138 – 44.
Jawetz, Melnick, 1995, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, Ed. 16, EGC, Jakarta
National Cancer Institute. 2012. Cervical Cancer Prevention. Diakses dari
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/prevention/cervical/Patient/page3 pada
tanggal 14 Maret 2013
Sinta, NS. 2010. Kanker Serviks dan Infeksi Human Pappilomavirus (HPV). Jakarta:
Javamedia Network
Pecorelli S: Revised FIGO staging for carcinoma of the vulva, cervix, and endometrium. Int J
Gynaecol Obstet 105 (2): 103-4, 2009.
38