HISBRUNG
Untuk memenuhi tugas praktik profesi stase keperawatan Gadar dam Kritis
Disusun Oleh :
Imam Aris Munandar
21217031
Pembimbing Akademik :
Sutrisno, S.Kep., Ns
Pembimbing Lahan :
Eko Maretno, S.Kep., Ns
2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam
lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 %
terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5%
dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor
genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural
pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada
myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
4. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub
mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum
dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan
tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat
berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang
menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna.
Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz,
Cecily & Sowden).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk
kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong
ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan
terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi
obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S &
Wilson ).
5. Pathway
Hisprung
Rectoagemoid colon
Tidak adanya peristaltic serta spingter rectum tidak mempunyai daya dorong
Daya propulsit tak ada, proses evakuasi feses dan udara terganggu
Muntah hijau
Passasse usus terganggu TRIAS Distensi abdomen
Keterlambatan evakuasi
mekonium feses
MK : Konstipasi
Penekanan pada
Usus dan lambung
Intra abdomen
MK : ketidakseimbangan
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Manifestasi klinis
1. Masa neonatal
a.Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
b.Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d.Distensi abdomen
2. Masa bayi dan kanak-kanak
a. Konstipasi
b. Diare berulang
c. Tinja seperti pita, berbau busuk
d. Distensi abdomen
e. Gagal tumbuh
7. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
1. Rontgen perut (menunjukkan pelebaran usus besar yang terisi oleh gas
dan tinja)
2. Barium enema
3. Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara
mengembangkan balon di dalam rektum)
4. Biopsi rektum (menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf)
2. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung
1. Radiologi
a. Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal
dan dilatasi kolon proksimal.
b. Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai
dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian
distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak
terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan
melihat perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik.
2. Laboratorium
Tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas kecuali jika terjadi komplikasi,
misal : enterokolitis atau sepsis.
3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah
terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak
ditemukan.
4. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja
yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja,
kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan
akan terjadi pembusukan.
8. Penatalaksanaan medis
Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan
kolostomi loop atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang
dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan),
lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3 prosedur berikut :
1. Prosedur Duhamel : Penarikan kolon normal kearah bawah dan
menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
2. Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada kolon
berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.
3. Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh.
Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
4. Intervensi bedah
Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami
obstruksi. Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through
dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto
sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi ditutup dalam
prosedur kedua.
1. Persiapan prabedah
1. Lavase kolon
2. Antibiotika
3. Infuse intravena
4. Tuba nasogastrik
5. Perawatan prabedah rutin
6. Pelaksanaan pasca bedah
1. Perawatan luka kolostomi
2. Perawatan kolostomi
3. Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis dan
peningkatan suhu.
4. Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk
diterima. Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak
dengan suatu kolostomi. Observasi apa yang perlu dilakukan
bagaimana membersihkan stoma dan bagaimana memakaikan
kantong kolostomi.(Betz, 2002 : 198)
9. Komplikasi
Menurut Betz, Cecily. L (2002) komplikasi hisprung yaitu :
Gawat pernapasan (akut)
Entero koloitis (akut)
Striktura ani (pasca bedah)
Inkontensitas (jangka panjang)
Data Ibu
Nama : Ny. K
Pekerjaan : Tidak kerja
Pendidikan : SLTA
Alamat : Kedinding Tenagh SBY
Nama ayah : Tn T
Pekerjaan : PT PAL
Pendidikan : SLTA