Anda di halaman 1dari 10

98

PENGETAHUAN LOKAL PETANI DAN INOVASI EKOLOGI


DALAM KONSERVASI DAN PENGOLAHAN TANAH
PADA PERTANIAN BERBASIS KOPI
DI SUMBERJAYA, LAMPUNG BARAT
Elok Mulyoutami1, Endy Stefanus2, Wim Schalenbourg3, Subekti Rahayu1 dan Laxman Joshi1
1)
World Agroforestry Center – ICRAF SE Asia, P.O. Box 161, Bogor 160011
2)
Universitas Lampung, Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung
3)
Catholic University, Leuven, Belgium

ABSTRACT and shade trees. Despite a good understanding of the


causal factors of soil erosion, farmers did not always follow
Farmers in Sumberjaya (West Lampung, Sumatra) have a conservation practices. Household resource (labor and
good understanding of ecological processes related to soil capital) limitation is a constraint. The low price of coffee
erosion and land cultivation in coffee-based system. Their furthermore reduces farmers’ interest and investment (time
Local Ecological Knowledge (LEK) was collected through and effort) in coffee systems. The fact that individual
a series of individual and group interviews and stored in conservation efforts, without a concerted effort by the
electronic knowledge bases. The articulated LEK provide community, cannot produce any tangible benefits was
examples of ecological knowledge among farmers about mentioned by farmers as another major constraint. The land
various components in their farming systems. Although conflict in the area may also affect the willingness of farmers
much LEK comes from personal experience and to adopt conservation techniques.
observations, farmers also learn from neighbors, relatives,
friends and others. It appears their plot level LEK is more Keyword : local ecological knowledge, conservation
developed than the landscape level knowledge. Some technique
farmers practice conservation techniques and innovations
such as terracing, pit holes, ridges, ditches, vegetative strips
99
Mulyoutami et al., Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi ...

ABSTRAK mengadopsi informasi dan teknologi sehingga


Petani Sumberjaya (Lampung Barat, Sumatra) memiliki
menghasilkan pengetahuan lokal yang sesuai dengan
pemahaman mengenai proses ekologi yang berkaitan kondisi pertanian setempat (Sinclair dan Walker, 1998).
dengan erosi dan pengelolaan lahan dalam sistem pertanian Pengetahuan lokal merupakan hasil dari proses
berbasis kopi. Pengetahuan ekologi lokal petani setempat belajar berdasarkan persepsi petani sebagai pelaku
didokumentasikan melalui serangkaian interview utama pengelola sumber daya lokal. Dinamisasi
individual maupun kelompok dan disajikan dalam elektronik pengetahuan sebagai suatu proses sangat berpengaruh
database. Pengetahuan ekologi masyarakat lokal (LEK/ pada corak pengelolaan sumber daya alam khususnya
Local Ecological Knowledge) yang telah diartikulasikan, dalam sistem pertanian lokal. Seringkali praktek sistem
menyajikan contoh pengetahuan para petani mengenai pertanian lokal dapat memberikan ide yang potensial
beragam komponen dalam sistem pertanian mereka. Selain dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
pengetahuan ekologi lokal berdasarkan pengalaman dan yang ada secara lestari (Sunaryo dan Joshi, 2003).
pengamatan pribadi, petani juga mempelajarinya dari Dengan demikian, upaya penggalian pengetahuan lokal
lingkungan sekitar, serta dari pihak luar. Hal ini nampak dari untuk menambah khasanah dalam pemanfaatan,
pemahaman pengetahuan ekologi lokal dalam level plot pengelolaan dan pengembangan sumber daya
yang lebih berkembang daripada pengetahuan dalam level alam perlu dilakukan.
bentang lahan. Sebagian petani mempraktekkan teknik Penggalian informasi mengenai pengetahuan lokal
konservasi dan inovasi seperti sistem teras, lubang angin, masyarakat dan inovasi yang diadopsi oleh petani dapat
gulud, siring dan sistem strip dengan tanaman penutup menggambarkan pola pengelolaan sumber daya alam
(natural vegetative strip), serta pohon pelindung. di sekitarnya. Selain itu, dapat juga dijadikan sebagai
Meskipun sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai input dalam meningkatkan kehidupan petani, baik dari
hubungan sebab akibat dalam erosi tanah, tetapi mereka segi ekonomi, ekologi dan sosialnya. Pengetahuan lokal
tidak selalu mempraktekkan teknik konservasi tersebut.
dan inovasi yang diadopsi petani tersebut dikumpulkan,
Keterbatasan sumber daya rumah tangga (modal dan tenaga
kemudian dirangkai dan dianalisa menjadi model
kerja) merupakan suatu hambatan. Hambatan lain
sebagaimana yang dikemukakan petani adalah bahwa upaya
pengetahuan petani yang lebih terstruktur sehingga
konservasi individu tanpa disertai upaya yang sama dalam mudah diterapkan oleh masyarakat lain. Model
komunitas tidak dapat memberikan hasil yang nyata. Selain pemahaman yang dibangun dan dikembangkan petani
itu, rendahnya harga kopi mengurangi ketertarikan petani dapat menjadi masukan untuk melengkapi dan
untuk meluangkan waktu dan tenaga dalam pengelolaan memperkaya model pengetahuan ilmiah (scientific
kebun kopi dan persoalan konflik lahan juga berdampak models). Dengan demikian, pada saat yang bersamaan
terhadap kemauan petani dalam mengadopsi teknik petani dapat menerima dan mengambil manfaat dari
konservasi. model pengetahuan tersebut untuk mengembangkan
pengetahuannya dan dapat pula diterapkan oleh
Kata Kunci : pengetahuan ekologi lokal, teknik konservasi kelompok petani lain yang belum mencoba
menerapkannya (Joshi et al., 2004).
PENDAHULUAN Tulisan ini membahas sistem pengetahuan lokal
petani dalam mengelola lahan kopi serta inovasi yang
Pada dasarnya, petani telah memiliki pengetahuan lokal diadopsi dalam upaya konservasi tanah dan air.
mengenai ekologi, pertanian dan kehutanan yang Dikupas pula respon petani terhadap pengetahuan
terbentuk secara turun temurun dari nenek moyang eksternal serta proses pengambilan keputusan petani
mereka dan berkembang seiring dengan berjalannya dalam mengadopsi sistem yang mereka pilih.
waktu. Pengetahuan lokal ini berupa pengalaman Dikemukakan juga faktor-faktor yang menjadi
bertani dan berkebun serta berinteraksi dengan hambatan bagi petani dalam menerapkan inovasi dan
lingkungannya. Pengetahuan lokal yang dimiliki petani pengetahuan mengenai konservasi lahan kopi.
bersifat dinamis, karena dapat dipengaruhi oleh
teknologi dan informasi eksternal antara lain kegiatan
METODOLOGI
penelitian para ilmuwan, penyuluhan dari berbagai
instansi, pengalaman petani dari wilayah lain, dan Pengetahuan lokal petani dan inovasi yang masuk
berbagai informasi melalui media masa. didokumentasikan dalam bentuk data dasar, kemudian
Meskipun berbagai teknologi dan informasi masuk disajikan dalam bentuk model pengetahuan yang
ke lingkungannya, tetapi tidak semua diterima, diadopsi mudah dipahami. Hal ini dilakukan dengan alasan: (1)
dan dipraktekkan oleh petani lokal. Sebagai aktor yang untuk mengembangkan potensi pengetahuan dan
paling mengenal kondisi lingkungan dimana ia tinggal teknologi yang ada; (2) untuk menghindari tergerusnya
dan bercocok tanam, petani memiliki kearifan (farmer pengetahuan lokal oleh laju perkembangan
wisdom) tertentu dalam mengelola sumber daya alam. pengetahuan yang sangat dinamis.
Kearifan inilah yang kemudian menjadi dasar dalam
100
Mulyoutami et al., Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi ...

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah HASIL DAN PEMBAHASAN
sistem berbasis pengetahuan1 (SBP atau lebih dikenal Pengetahuan lokal petani dalam konservasi
dengan KBS/Knowledge Base System) (Sinclair dan tanah dan air
Walker, 1998a). Kompilasi pengetahuan lokal dilakukan Kebutuhan ekstensifikasi lahan untuk diolah menjadi
dengan menginventarisasi informasi pengetahuan lokal areal perkebunan atau pertanian semakin meningkat
petani, kemudian mendokumentasikannya dalam sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Selain
bentuk pernyataan-pernyataan (unitary statement), itu, persoalan hak penguasaan tanah baik antar warga,
dan merangkaikan pernyataan tersebut ke dalam suatu pemerintah maupun pihak swasta juga menjadi faktor
hubungan sehingga menunjukkan model pengetahuan penyebab upaya ekstensifikasi lahan di Sumberjaya.
lokal petani dan masyarakat setempat. Hal-hal tersebut memicu terjadinya konversi hutan
Proses inventarisasi data yang disertai dengan primer maupun sekunder menjadi areal pertanian serta
proses artikulasi pengetahuan lokal dilakukan melalui pemanfaatan lahan sampai pada areal tanah miring
wawancara secara mendalam dengan informan yang selanjutnya membuka peluang meningkatnya
tentang pemahaman mereka terhadap komponen dan erosi tanah sehingga terbentuklah lahan-lahan kritis.
fungsi ekosistem kebun kopi, serta interaksi yang Dalam upaya mempertahankan sumberdaya alam dan
terjadi di dalamnya. Dari proses ini diperoleh suatu mencari keselarasan dengan alam, manusia
deskripsi yang komprehensif tentang praktek dan mengembangkan suatu sistem pengetahuan tertentu
tindakan dalam mengelola lahan kopi serta berbagai yang mengarah pada pembentukan pola pengelolaan
upaya konservasi yang dilakukan. Semua informasi lahan yang disertai dengan berbagai upaya konservasi
dan deskripsi ini disajikan dalam suatu format khusus (Joshi et al., 2004; Schalenbourg, 2002; Chapman,
yang berlaku umum sehingga mudah dipahami oleh 2002).
siapapun. Format khusus ini dibuat menggunakan Dalam upaya mengatasi kondisi lahan yang kritis
perangkat lunak yang dikembangkan oleh Universitas serta untuk meningkatkan produktivitas lahan mereka,
Wales, Bangor yang dinamakan AKT (Agroecological petani lokal memiliki pengetahuan dan menerapkan
Knowledge Toolkit) (Dixon et al., 2001). teknik konservasi tanah dan air meskipun sifatnya
Data pengetahuan lokal petani dikompilasi dari masih sederhana. Pengetahuan lokal petani yang telah
hasil wawancara terhadap sejumlah orang yang dipilih dipraktekkan dalam upaya konservasi tanah dan air
berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki. Inovasi
antara lain: konstruksi tanah dengan pembuatan teras
mengenai pengelolaan tanaman kopi dengan sistem
dan rorak/lubang angin dan sistem agroforestri dengan
konservasi tanah dan air digali melalui serangkaian
memanfaatkan tanaman naungan, serta penyiangan
wawancara baik secara individual maupun kelompok
pada lahan kopi.
terhadap sejumlah petani yang mempunyai pengalaman
langsung. Ada dua kategori petani yang dijadikan
sebagai narasumber yaitu berdasarkan posisi bentang Konstruksi tanah
lahan garapan mereka (pada daerah dataran tinggi atau Konstruksi tanah yang telah dipraktekkan petani adalah
dataran rendah) dan berdasarkan kelompok etnik pembuatan teras dan rorak. Pilihan teknik konservasi
(Suku Jawa, Semendo, dan Sunda). Masing-masing ini dikenal secara luas karena dapat dilakukan dengan
kelompok etnik tersebut memiliki sejarah kedatangan mudah dan murah, bahkan dapat dikatakan sudah
dan pemilikan lahan yang berbeda satu sama lain. menjadi bentuk praktek keseharian petani. Pada
Perbedaan tersebut berimplikasi pada pola pengelolaan Tabel 1 ditampilkan jenis-jenis konstruksi tanah yang
lahan, sehingga dapat menunjukkan perbedaan secara telah dipraktekkan oleh petani di Sumberjaya beserta
relatif pengetahuan dan pengalaman mereka. Kategori manfaat, kekurangan dan kelebihannya menurut
kelompok etnik dijadikan sebagai dasar penentuan persepsi mereka.Dari beberapa konstruksi teknik
narasumber karena dapat memperkaya deskripsi konservasi yang diterapkan petani di Sumberjaya, jenis
pengetahuan dan inovasi yang telah diadopsi. Dari dua teras adalah yang paling umum digunakan. Jenis teras
kategori di atas, lebih kurang 30 petani diwawancara ini dapat dibuat tanpa harus merombak tanaman kopi
dan diminta untuk mengartikulasikan pengetahuan dan yang sudah ada. Proses pembuatan teras sederhana
pemahaman mereka mengenai proses pengelolaan dapat dilakukan secara bertahap (gradual) disesuaikan
lahan kopi dan konservasi tanah serta air. dengan kemampuan petani.
Sejumlah petani mendeskripsikan beberapa
1
keuntungan adanya teras antara lain: (1) menghambat
Pengetahuan dasar (knowledge base), adalah basis data dari satuan
pernyataan pada topik atau ‘domain’ tertentu yang mencakup laju air yang mengalir di permukaan tanah sehingga
sumber, topik dan hierarkinya. Dengan pengetahuan dasar ini kita mengurangi erodibilitas tanah; (2) menampung tanah
dapat mengumpulkan pengetahuan dari berbagai masyarakat dan lapisan atas (topsoil) yang hanyut dari lahan di
sumber lainnya mengenai topik-topik secara interdisiplin untuk
menciptakan data semacam ensiklopedia yang tahan lama, dinamis atasnya. Lapisan tanah yang sering terbawa oleh air
dan mudah diperbarui.
101
Mulyoutami et al., Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi ...

Tabel 1. Tipologi konstruksi tanah menurut petani lokal.


Jenis konstruksi Keterangan
Merupakan konversi dari lahan sawah ke kebun kopi. Secara karakteristik jarak antara tepi teras
Teras Bangku
dengan teras yang lain melebar secara horisontal. Lebarnya dapat bertambah sesuai dengan gradient.
(Bench Terrace)
Tinggi tepinya antara 0.5–1.0 m. Kopi dan pepohonan ditanam mengikuti bentuk konversi sawah ke
kebun kopi. Fungsi teras bangku adalah untuk mengurangi tanah yang tererosi.
Platformnya mengikuti alur tanaman kopi. Tanaman kopi berada di tepi platform. Bentuk platformnya
secara umum untuk mengurangi proses pencucian tanah dan menahan unsur organik tanah, sehingga
Teras (Terrace) dapat terdekomposisi di lokasi tersebut. Dapat dibentuk meskipun kebun kopi sudah ada. Fungsinya
untuk menahan erosi tanah, menahan pupuk kimia dan organik supaya tidak mudah terbawa air
dengan menurunkan kecepatan aliran air hujan.
Teras rumput Barisan rumput yang menutupi teras dapat menstabilkan tanah selama pembentukan teras. Fungsi
(Strip weed barisan rumput tersebut adalah untuk menyaring air yang mengalir di permukaan. Pembuatan teras
terrace) dari tepi teras yang secara gradual mengarah ke lebar teras dapat berlangsung secara alami.
Semacam parit di dalam tepi teras, dan tanaman kopi ditanam di guludan. Tidak ada platform teras,
Siring (Drain tetapi secara perlahan terbentuk dari siring tersebut. Laju limpasan permukaan dapat diperkecil dengan
Terrace) adanya siring ini. Zat organik tertahan di dalam siring. Pembentukannya harus mengikuti tanaman
kopi yang sudah ada.
Gulud dibuat mengikuti kontur diantara barisan kopi. Fungsinya untuk menahan aliran air permukaan
Gulud (Ridge) serta menahan zat organik. Dapat digunakan untuk media penanaman tanaman cabai dan sayuran lain
diantara barisan tanaman kopi.
Sumber: Wawancara dan Interview (2000 – 2003), Chapman (2002).

adalah lapisan tanah atas (topsoil) yang merupakan pelindung/naungan memiliki fungsi konservasi terhadap
lapisan tanah subur dan gembur. Jika topsoilnya terkikis tanah dan air, terutama dalam jangka panjang.
karena terbawa limpasan permukaan, maka kesuburan Beberapa fungsi konservasi yang diberikan oleh
tanah dapat berkurang. Dengan adanya teras, tanah tanaman pelindung/naungan menurut pendapat petani
subur yang tergerus limpasan permukaan tidak hilang adalah sebagai berikut: (1) memberikan naungan. Pada
terhanyut, tetapi ditampung oleh teras yang ada di sistem agroforestri kopi dengan naungan kompleks atau
bawahnya; (3) memudahkan petani dalam mengelola multistrata, lapisan tajuk yang menyerupai hutan
lahan khususnya dalam proses panen (saat mutil). berfungsi memberikan naungan terhadap kopi dan
Berdasarkan deskripsi di atas, dapat dikatakan bahwa melindungi permukaan tanah dari terpaan air hujan;
teras berdampak positif terhadap peningkatan (2) menjaga suhu, kelembaban udara dan kelembaban
kesuburan tanah. tanah di sekitar kebun. Lapisan tajuk dari pohon
Dari beberapa inovasi kunci yang telah diterapkan pelindung dan serasah yang jatuh dapat mengurangi
oleh sebagian besar petani, jika dihubungkan dengan masuknya cahaya matahari ke dalam kebun dan tanah
pengetahuan lokal yang telah direpresentasikan dapat sehingga suhu, kelembaban udara dan kelembaban
dibuat diagram seperti pada Gambar 1. Berdasarkan tanah di sekitar kebun tetap terjaga. Akar-akar pohon
diagram tersebut, dapat kita lihat bahwa petani memiliki naungan juga dapat menyimpan air sehingga dapat
pengetahuan mengenai tanah, kandungan unsur hara menjaga kelembaban tanah dan ketersediaan air tanah
dalam tanah, dan kemungkinan erosi yang terjadi akibat (3) menambah kandungan hara dalam tanah.
limpasan permukaan serta teknik konservasi yang ada Jika pemilihan tanaman naungan tepat, misalnya
seperti teras, lubang angin, parit dan guludan. jenis tanaman yang dapat hidup bersama dengan kopi,
maka tanaman naungan dapat menambah kandungan
Penerapan sistem agroforestri hara dalam tanah melalui serasah daun-daunnya; (4)
Selain konstruksi tanah, petani di Sumberjaya telah mengurangi kemungkinan terjadinya erosi dan tanah
menerapkan sistem agroforestri baik sederhana longsor. Akar pohon-pohon naungan/pelindung dapat
maupun kompleks untuk mengelola kebun kopi mengikat tanah sehingga tidak terjadi erosi ataupun
mereka. Sistem ini ditandai dengan penanaman tanah longsor; (5) memberikan penghasilan tambahan.
tanaman buah-buahan, tanaman kayu atau tanaman Tanaman pelindung dapat memberikan nilai ekonomis
legum multiguna di antara tanaman kopi sebagai bagi petani karena dapat menghasilkan buah, kayu atau
tanaman pelindung (Agus et al., 2002). Bahkan jenis lain yang dapat dijual maupun untuk konsumsi
sebagian petani beranggapan bahwa tanaman petani itu sendiri. Pernyataan petani mengenai manfaat
102
Mulyoutami et al., Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi ...

Jumlah
Teras kandungan zat
Teras Tingkat erosi tanah rumput organik dalam
tanah
Kemampuan tanah Guludan
menahan/menyimpan
Jumlah air yang
zat organik
terfiltrasi oleh
Kemampuan tanah rumput
menahan/menyimpan
pupuk organik Menahan lapisan
tanah agar tidak
Kemampuan tanah Teras mudah terkikis
menahan/menyimpan
bangku
pupuk kimia

Lokasi serasah
terdekomposisi
Lubang
Memudahkan angin
penyerapan air
hujan dalam tanah

Kecepatan aliran
air permukaan tanah
Parit
Gambar 1. Persepsi petani lokal terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan teknik konservasi tanah di
Sumberjaya.

pohon pelindung jika dibuat suatu hubungan yang penyiangan sebagian. Sebagian besar petani setempat
hierarkis (Gambar 2). melakukan penyiangan gulma secara menyeluruh
Dari dua diagram tertera, nampak bahwa karena mereka beranggapan dapat meningkatkan
pengetahuan petani Sumberjaya mengenai teknik dan produksi kopi setelah menghilangkan tanaman
metoda konservasi pada pengelolaan lahan kopi cukup pengganggu. Sebagian petani lainnya, beranggapan
kompleks. Kompleksitas pengetahuan mereka didasari bahwa penyiangan secara menyeluruh tidak perlu
oleh pengalaman yang empirik. Pernyataan yang dilakukan sehingga mereka melakukan penyiangan
dikemukakan oleh petani merupakan pengalaman atau sebagian. Mereka mempraktekkan penyiangan parsial
uji coba yang telah mereka lakukan baik secara individu (ring weeding/penyiangan melingkar atau natural
maupun kolektif. Sebagian besar petani telah mencoba vegetative strips/strip tumbuhan alami), untuk
menerapkan sistem teras dengan menambah menghilangkan tanaman pengganggu serta menyisakan
konstruksi guludan atau lubang angin. Hasil yang sebagian tanaman tersebut untuk menutup tanah agar
diperoleh cukup memuaskan. Tanaman kopi menjadi tidak terjadi erosi.
lebih kuat dan tidak mudah mati, serta hasil yang
diperoleh dari tanaman kopi cukup memadai dan Teknologi konservasi tanah dan air
berkualitas baik. Selain petani sebagai aktor utama, para aktor
Sebagian petani telah mencoba menaman tanaman pendukung dari berbagai instansi pemerintah dan
pelindung yang kemudian membentuk sistem organisasi atau kelompok yang mempunyai
agroforest. Dari sistem tersebut petani memperoleh kepentingan terhadap sumberdaya alam mempunyai
manfaat secara fisik yaitu berkurangnya tingkat erosi peranan penting dalam pengelolaan sumberdaya alam.
dan meningkatnya produktivitas kopi serta manfaat Para aktor pendukung yang merupakan aktor luar
secara ekonomi bagi rumah tangga petani. tersebut berperan memberikan input inovasi berupa
pengetahuan baru maupun pengembangan
Penyiangan Gulma pengetahuan lokal yang telah ada. Bahkan para aktor
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani pendukung dapat bekerja bersama-sama dengan petani
setempat, ada dua persepsi yang berbeda mengenai lokal untuk mengembangkan teknik-teknik konservasi
penyiangan gulma yaitu penyiangan menyeluruh dan tanah dan air. Teknik yang dikembangkan oleh para
103
Mulyoutami et al., Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi ...

Pohon
Naungan

Kayu bakar/ Serasah daun Menjaga


Buah Akar pohon
kayu suhu dan
bangunan kelembaban
udara di
Kompos Menutupi Menyimpan Mengikat sekitar kebun
tanah air tanah
Menaungi
Menjaga/ Kelembaban Menahan pohon kopi
meningkatkan tanah erosi/longsor dari matahari,
unsur hara hujan dan
Dijual
angin
Meningkatkan/
menjaga
kesuburan tanah

Tambahan Produksi buah


pendapatan kopi meningkat

Gambar 2. Manfaat pohon naungan dan pohon pelindung dalam perspektif petani

peneliti dan penyuluh merupakan penyempurnaan dari pendek. Upaya konservasi tanah di areal rawan erosi
teknik yang biasa dilakukan dan dipersepsikan petani. merupakan prioritas untuk mempertahankan
Perpaduan pengetahuan lokal dan pengetahuan baru sustainabilitas produktivitas lahan dalam jangka pendek
ini kemudian dikembangkan dan disesuaikan dengan dan mencegah penurunan produktivitas tanah dalam
keadaan setempat. jangka panjang.
Dari hasil perpaduan antara teknologi lokal dan Teknik konservasi yang dipilih perlu disesuaikan
input dari luar, beberapa inovator meyakini bahwa dengan masalah yang akan dipecahkan seperti tipologi
teknik konservasi yang memiliki potensi untuk dan struktur tanah, iklim dan topografi (Maman, 1989;
dikembangkan di wilayah Sumberjaya adalah sebagai Soedjoko, 1990). Misalnya untuk memecahkan
berikut: masalah tingginya erodibilitas tanah di areal yang
curam perlu dilakukan penurunan limpasan permukaan.
Konstruksi tanah Salah satu upaya untuk menurunkan limpasan
Model tipologi konstruksi tanah pada kebun kopi dan permukaan adalah dengan mengurangi kemiringan
kebun sayuran serta pertanian yang diimplementasikan lereng yang dapat dilakukan melalui pembuatan teras,
perlu disesuaikan dengan kondisi dan struktur tanah, teras bangku atau teras kredit dan penanaman
iklim serta topografi terutama kemiringan lahan dan tanaman dengan mengikuti kontur tanah (Agus, 2002).
panjang lahan (Agus et al., 2002). Salah satu bentuk
yang dianggap sesuai dengan kondisi setempat adalah Penerapan sistem agroforestri
upaya konstruksi tanah di kebun kopi yang berada pada Sistem multistrata (agroforestri) dengan pohon naungan
tingkat kemiringan 8 – 15%, terutama pada tanah yang atau pelindung merupakan sistem konservasi yang
sangat peka terhadap erosi. Pembuatan teras, lubang sangat baik (Agus et al., 2002). Lapisan tajuk pada
angin atau rorak, parit dan guludan merupakan suatu sistem multistrata yang menyerupai hutan dapat
upaya konservasi tanah agar tidak mudah tererosi oleh memberikan fungsi konservasi yang baik dalam
air hujan, sehingga dapat meningkatkan kesuburan mengurangi tingkat erosi tanah. Selain itu, melalui
tanah dan memaksimalkan produksi kopi dalam jangka lapisan tajuk, sinar matahari tidak berpengaruh
104
Mulyoutami et al., Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi ...

langsung terhadap kopi sehingga kelembaban udara (Schalenbourg, 2002). Petani di daerah hilir kurang
pada kebun kopi dapat terjaga. Tanaman pelindung terlibat dalam kelompok tani atau HKM karena
juga dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah. perbedaan status kepemilikan tanah. Di daerah hilir
Selain memberikan perlindungan terhadap kepemilikan tanah umumnya bersifat pribadi,
lingkungan, tanaman pelindung ini dapat meningkatkan sedangkan di hulu kebanyakan tanah milik pemerintah,
ekonomi rumah tangga serta sebagai alternatif dalam sehingga keterlibatan petani hilir dalam kelompok lebih
mengatasi anjloknya harga kopi. Oleh karena itu, rendah. Keterlibatan secara aktif dalam kelompok
pilihan tanaman untuk sistem multistrata harus tani dapat membantu petani dalam mendapatkan
disesuaikan dengan kondisi biofisik setempat, informasi khususnya dalam penerapan teknik
komoditas yang dihasilkan harus punya pasar dan konservasi.
petani harus memiliki akses terhadap bibit tanaman Chapman (2002) mensinyalir, perbedaan
yang bermutu tinggi (Agus et al., 2002). pengetahuan ini berkaitan dengan unsur historis
kedatangan masing-masing kelompok etnik sehingga
Penggunaan tanaman penutup tanah dan berkaitan pula dengan status kepemilikan lahan mereka
penyiangan parsial berdasarkan posisi topografinya. Sebagai contoh, suku
Penggunaan tanaman penutup tanah dan penyiangan Semendo sebagai pelopor, kebanyakan menempati
secara parsial merupakan bentuk pilihan konservasi lahan di kaki bukit yang umumnya berupa daerah datar,
pada tanah miring maupun landai pada tanaman kopi sehingga pengelolaannya menjadi lebih mudah.
berumur muda (Agus et al., 2002). Sedangkan suku Jawa dan Sunda yang datang satu
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa periode setelah mereka, mendapatkan lahan yang
penyiangan menyeluruh berdampak mempercepat terletak di lereng, dengan taraf pengerjaan yang lebih
limpasan permukaan sehingga membuka peluang erosi sulit sehingga terpaksa bahu membahu dalam
yang lebih besar. Oleh karena itu, petani bersama para mengerjakan lahannya dan lebih terbuka terhadap
ilmuwan melakukan eksplorasi dan analisis bersama informasi. Sebagai pioneer, suku Semendo memiliki
yang kemudian melahirkan inovasi teknik penyiangan keunggulan dalam hal peningkatan hasil kopi melalui
parsial. Teknik ini dianggap dapat mengurangi kompetisi sistem perluasan lahan. Sebaliknya, karena
tanaman kopi dan gulma, namun tetap mengurangi keterbatasan lahan kelompok Jawa dan Sunda harus
resiko erosi. Selain itu, penanaman tanaman penutup mampu menerima dan mengembangkan teknologi
tanah dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah intensifikasi lahan. Akibatnya, kelompok Jawa dan
melalui serasahnya yang jatuh. Serasah tersebut Sunda lebih unggul dalam sistem intensifikasi lahan.
mengandung bahan organik sehingga dapat Untuk lebih jelas dan singkat dapat dilihat perbedaan
meningkatkan kandungan bahan organik tanah. ketiga kelompok etnik yang ada dalam sistem usaha
pertanian berbasis kopi dalam Tabel 2
Perbedaan pengetahuan diantara berbagai Keterlibatan suku Semendo pada kelompok tani
kategori petani sangat minim. Suku Semendo memiliki etos kerja keras
Posisi bentang lahan dapat menentukan teknik dan dalam mengelola hutan dan lahannya serta mampu
metode yang dipraktekkan petani dalam mengelola bekerja secara mandiri. Pengelolaan kebun kopi dan
kebun kopi. Hasil uji mengenai inovasi dan kebun sayuran ataupun sawah bagi masyarakat
pengetahuan lokal petani yang telah didokumentasikan Semendo sangat tergantung pada kondisi alam.
oleh Schalenborough (2002) menunjukkan bahwa Sedangkan masyarakat Jawa dan Sunda, umumnya
penduduk di lokasi bentang tengah dan hulu lebih lebih senang berkelompok karena cara ini dianggap
banyak mengetahui dan menerapkan teknik serta dapat meningkatkan hasil kebun dan sawah. Melalui
metode konservasi tanah dan air dibandingkan dengan kelompok tani, anggota dapat berbagi pengalaman
petani yang ada di daerah hilir. Schalenbourg (2002), mengenai keragaman tanaman, teknik budidaya dan
menyimpulkan bahwa semakin ke hulu pengetahuan konservasi. Inovasi dari luar lebih mudah masuk dan
petani mengenai erosi, banjir dan peranan hutan bagi diserap oleh masyarakat yang berkelompok daripada
kelestarian produktivitas tanah semakin besar. Hal ini yang bekerja sendiri tanpa masukan dari pihak lain.
disebabkan karena topografi tanah di hulu yang Risdiyanto (2002) dan Scalenbourgh (2002) melihat
umumnya berupa dataran tinggi lebih berlereng bahwa dalam mengelola lahan, masyarakat Sunda lebih
daripada di hilir yang berupa dataran rendah, sehingga tertarik pada keragaman tanaman karena dapat
penerapan teknik konservasi tanah lebih banyak meningkatkan hasil lahan mereka, sedangkan
dilakukan di daerah hulu daripada di daerah hilir. masyarakat Jawa lebih kreatif dan inovatif dalam
Kurangnya keterlibatan petani di daerah hilir dalam menerapkan teknologi untuk meningkatkan kebun dan
kegiatan kelompok tani atau HKM menjadi kendala sawah. Konsep tanaman campuran dalam kebun telah
dalam proses penerapan teknik konservasi diintroduksikan oleh petani (umumnya petani Sunda)
105
Mulyoutami et al., Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi ...

Tabel 2. Perbedaan Sistem Usaha Tani Pada Kelompok Etnik Semendo, Sunda dan Jawa.
Etnis/Suku Asli Suku Semendo Suku Sunda Suku Jawa
(Sumatra Selatan) (Jawa Barat) (Jawa Tengah dan Timur)
Masuk Wilayah Tahun 1833 sejak Tahun 1951-1952, Penempatan Setelah tahun 1952,
tanam paksa (kultur transmigran ex tentara Siliwangi secara spontan datang
stelsel) (Organisasi , Partisan Siliwangi setelah keberadaan suku Sunda
GUPEN = Gerakan Usaha
Pembangunan Ekonomi Nasional)
Program Pemerintah BRN (Biro
Rekonstruksi Nasional)

Tipe Perkebunan Multistrata sederhana Monokultur, Multistrata sederhana Multistrata sederhana dan
dan multistrata komplek dan multistrata komplek multistrata komplek

Usaha Selain Pertanian sawah (padi) Pertanian sawah (padi) dan sayuran, Pertanian sawah (padi) dan
Perkebunan Kopi dan tambak ikan serta berdagang sayuran, serta berdagang

Peningkatan Ekstensifikasi Intensifikasi: keragaman tanaman Intensifikasi: teknik budidaya


produksi kopi

Kegiatan Individual dan mandiri, Pengembangan teknik pengelolaan Pengembangan teknik pengelolaan
Kelompok keterlibatan dalam dalam kelompok dalam kelompok
kelompok kurang
Penerapan sistem konservasi
Lubang angin
(sediment pit) Ya Ya Ya
Guludan (ridge) Ya Guludan dan Guludan dengan NVS* Ya
Teras (Terrace) Teras sederhana Teras bangku dan teras dengan NVS* Teras bangku
Siring Ya Ya Ya
Gundukan - Ya Ya
Pohon naungan Ya Ya Ya
Keterangan: *NVS adalah Natural Vegetative Strips atau strip tumbuhan alami (Sumber: Risdiyanto, 2002).

karena didorong oleh kebutuhan mereka untuk hasilnya seperti yang mereka harapkan maka mereka
meningkatkan kehidupan melalui lahan yang ada. akan mengadopsi pengetahuan tersebut (Sunaryo dan
Karena itu, pengenalan sistem agroforestri mudah Joshi, 2003). Hal ini dikemukakan oleh seorang petani
masuk dan diterima oleh masyarakat setempat, sebagai berikut:
walaupun penerapannya akan sangat tergantung pada … Saya mendapatkan banyak pengetahuan
kemauan dan kemampuan individu petani itu sendiri. dari para peneliti yang datang ke sini misalnya
Sedangkan pengetahuan mengenai aplikasi dan bahaya tentang Arachis pintoi sebagai tanaman penutup
serta keuntungan penggunaan pestisida, herbisida, tanah. Semula masyarakat di Sumberjaya belum
fungisida dan pupuk umumnya lebih dipahami oleh mengetahui manfaat tanaman ini. Namun atas
orang Jawa. masukan para peneliti, beberapa dari kami
mencoba mempraktekkannya di sebuah lahan
Proses adopsi petani dan transfer pengetahuan kecil. Hasilnya terbukti bagus dan mudah
Petani mengembangkan pengetahuan baru dari dipraktekkan. Kemudian kami mencoba
pengetahuan dasar yang sudah mereka miliki ditambah mempraktekkannya di kebun kami. Namun
dengan masukan eksternal. Apabila ada inovasi baru demikian, tidak semua petani di sini percaya dan
yang diperkenalkan kepada petani, maka mereka akan yakin akan manfaat tanaman tersebut karena
melakukan serangkaian penelitian sederhana untuk mereka belum mencoba mempraktekkannya
menguji efektivitas dan manfaat dari inovasi baru sendiri. Sebagian petani yang sudah melihat kami
tersebut. Dari hasil uji coba yang mereka lakukan, berhasil dan tertarik kemudian ikut
kemudian mereka membuat keputusan apakah akan mempraktekkan di lahannya. (Sumber: Pak Baridi,
menerapkan inovasi baru tersebut atau tidak. Jika Simpang Sari, Wawancara, Agustus 2003).
106
Mulyoutami et al., Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi ...

Petani lokal dapat melakukan modifikasi dari diperlukan biaya yang cukup besar untuk aktivitas
inovasi luar tersebut, kemudian disesuaikan dengan tersebut. Petani, khususnya yang tergolong petani
keperluan dan keterbatasan mereka. Apabila mereka miskin, seringkali menjadikan biaya sebagai alasan
berhasil mengadopsi dan menerapkan inovasi baru, untuk tidak melakukan upaya pengelolaan lahan
maka mereka akan menularkan kepada petani lain yang disertai konservasi. Mereka tidak memiliki
(transfer knowledge). Penyebarluasan teknologi dapat dana yang cukup, dan juga tidak mampu
terjadi antara petani yang sudah mempraktekkan mengerjakannya sendiri karena akan
dengan yang belum. menghabiskan banyak waktu.
b. Kurangnya antusiasme petani terhadap upaya
KESIMPULAN konservasi jangka panjang, karena mereka
cenderung mengutamakan tanaman yang dapat
Model konservasi tanah dan air pada kebun kopi yang dipanen dalam jangka pendek. Bagi mereka, hal
diterapkan petani setempat beragam, tergantung dari yang terpenting adalah tanaman kopinya dapat
kondisi fisik dan biofisik lahan yang dikelola, biaya dan memberikan hasil cukup. Seiring dengan
tenaga kerja yang tersedia, lokasi dan status lahan, merosotnya harga kopi, maka banyak petani yang
orientasi produksi petani apakah subsisten atau mengkonversikan kebun kopinya menjadi kebun
komersial. Karena itu proses adopsi petani setempat sayuran yang lebih cepat membuahkan hasil.
terhadap pengetahuan baru yang bersifat ilmiah juga c. Ketidakpastian status lahan. Banyak petani yang
dipengaruhi oleh faktor tersebut di atas. Setiap petani mengelola tanaman kopi di lahan milik pemerintah
memiliki peluang terhadap akses informasi luar atau (forest land). Akibatnya, banyak petani yang
ilmiah yang relatif berbeda satu sama lain. Hal ini hanya mengutamakan hasil jangka pendek
sangat dipengaruhi oleh keterlibatan petani dalam sehingga tidak mengelola lahannya untuk tujuan
kelompok tani yang memungkinkan petani memiliki jangka panjang dengan melakukan teknik
kontak terhadap sumber informasi luar seperti peneliti, konservasi
penyuluh, dll. Kebanyakan petani yang aktif dalam d. Rendahnya harga kopi dan tingginya biaya
kegiatan penyuluhan pertanian dan perkebunan lebih produksi. Sebagian petani beranggapan, bahwa
mudah mengadopsi pengetahuan dan hal ini biaya yang harus mereka keluarkan untuk produksi
berpengaruh pada corak pengelolaan kebun mereka. kopi dengan menerapkan sistem konservasi,
Pada kenyataannya, proses adopsi pengetahuan seringkali tidak sebanding dengan harga jual kopi
eksternal dan pengetahuan ilmiah di kalangan petani yang rendah.
tidak semudah yang dibayangkan (Sunaryo dan Joshi, e. Kurangnya kesadaran bersama. Masih banyak
2003). Transfer teknologi dari pengetahuan ilmiah petani yang belum mau bergabung dengan
kepada petani seringkali hanya diadopsi sebagian atau kelompok tani. Umumnya dalam kelompok tani
bahkan sama sekali tidak. Teknik konservasi yang upaya konservasi hutan dan lahan merupakan
diterapkan juga baru terbatas pada skala plot, yaitu salah satu agenda kegiatan mereka. Petani yang
lahan yang mereka kelola belum bergabung dengan kelompok tani belum
Sebagian petani masih belum mencoba memiliki rasa solidaritas sehingga rasa ikut memiliki
mempraktekkan pengelolaan kebun kopi yang disertai lingkungan dalam satu bentang lahan pun masih
upaya konservasi secara memadai. Meskipun sudah kurang.
ada sebagian yang mencoba, namun karena merasa
belum mendapat manfaat akhirnya menghentikan Ucapan terima kasih
upayanya. Akibatnya lahan yang sudah setengah Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
terolah, sebagian lagi dibiarkan terbengkalai dan Soenaryo (Unibraw) atas kritik dan sarannya.
kembali ke sistem semula.
Umumnya, masyarakat setempat beranggapan
bahwa kendala dalam upaya konservasi adalah
DAFTAR PUSTAKA
ketersediaan dana dan tenaga kerja. Namun, Agus, F. 2002. Konservasi tanah dan pertanian sehat.
Schalenbourg (2002) dalam studinya mencoba Dalam Sitompul, S.M. dan S.R. Utami (Eds.),
mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat Akar Pertanian Sehat. Konsep dan pemikiran.
penerapan pengetahuan dan praktek tersebut di Rangkuman makalah. Fakultas Pertanian
Sumberjaya, sebagai berikut: Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia: 77-88.
a. Tidak tersedia cukup waktu dan biaya. Praktek Agus, F.; Gintings, A.N. dan M. Van Noordwijk. 2002.
konservasi lahan memerlukan waktu pengerjaan Pilihan teknologi agroforestri atau konservasi tanah
yang cukup lama. Untuk itu, diperlukan tenaga untuk areal pertanian berbasis kopi di Sumberjaya,
kerja yang cukup agar dapat memperpendek Lampung Barat. World Agroforestry Centre,
waktu yang dibutuhkan. Selain waktu, juga Bogor, Indonesia:
107
Mulyoutami et al., Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi ...

Chapman, M.G. 2002. Local ecologial knowledge of Lampung Barat. Skripsi S1. Universitas Lampung,
soil and water conservation in the coffee gardens Indonesia: 118 pp.
of Sumberjaya, Sumatra. Disertasi. University of Schalenbourg, W. 2002. An assessment of farmer’s
Wales, Bangor,UK.: 50 pp. perceptions of soil and watershed functions in
Dixon, H.J.; Doores, J.W.; Joshi, L. and F.L. Sinclair. Sumberjaya, Sumatra, Indonesia. Disertasi.
2001. Agroecological knowledge toolkit for Catholic University, Leuven, Belgium: 146 pp.
Windows: methodological guidelines, computer Sinclair, F.L. and D.H. Walker. 1998a. A utilitarian
software and manual for AKT5. School of approach to the incorporation of local knowledge
Agriculture and Forest Sciences, University of in agroforestry research and extension. L.E.
Wales, Bangor, UK.: 171 pp. Buck; J. P. Lassoie dan E.C.M. Fernandes (Eds).
Joshi, L.; Schalenbourg, W.; Johansson, L.; Khasanah, Agroforestry In Sustainable Agricultural
N.; Stefanus, E.; Fagerstrom, M.H. and M. van Systems, CRC Press: 245-275.
Noordwijk. 2004. Soil and water movement: Sinclair, F.L. and D.H. Walker. 1998b. Acquiring
Combining local ecological knowledge with that qualitative knowledge about complex
of modellers when scalling up from plot to agroecosystems. Part 1: Representation as natural
landscape level. In van Noordwijk, M.; Ong C.K. language. Agricultural Systems 56(3): 341-363.
and G. Cadish (eds.) Belowground Interactions Soedjoko, S.A. 1990. Konservasi tanah dan air
in Tropical Agro-ecosystems. CABI, UK: 349- terapan. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah
364. Mada. Yogyakarta.
Maman, K. 1989. Teknik konservasi tanah dan air. Sunaryo dan L. Joshi. 2003. Peranan pengetahuan
Balai Rehabilitasi Lahan Dan Konservasi Tanah.
ekologi lokal dalam sistem agroforestri. Bahan
Bogor.
Risdiyanto. 2002. Pengetahuan ekologi masyarakat Ajaran 7. World Agroforestry Centre (ICRAF),
lokal mengenai konservasi tanah dan air pada Southeast Asia Regional Office, Bogor, Indonesia
sistem agroforestry berbasis kopi di Sumberjaya : 28 pp.

Anda mungkin juga menyukai