Anda di halaman 1dari 42

HEPATITIS PADA KEHAMILAN

PRESENTASI KASUS

Universitas Andalas

Oleh:
Ratna Lestari Habibah
Peserta PPDS

Pembimbing :
Dr. H. Zulhanif Nazar, SpOG

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND
RSUD Prof. MA. HANAFIAH SM BATUSANGKAR
2012
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II LAPORAN STATUS ................................................................................ 3
A. Identitas ................................................................................................... 3
B. Keluhan Utama ....................................................................................... 3
C. Riwayat Penyakit Sekarang.................................................................. 3
D. Riwayat Obstetri ..................................................................................... 4
E. Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 4
F. Pemeriksaan Laboratorium................................................................... 4
G. Diagnosa.................................................................................................. 5
H. Sikap......................................................................................................... 5
I. Rencana................................................................................................... 5
J. Perjalanan Penyakit ............................................................................... 5
BAB III TINJAUAN KEPUSTAKAAN ............................................................... 10
A. Hepatitis Virus A ................................................................................... 10
B. HEPATITIS VIRUS B........................................................................... 12
C. HEPATITIS VIRUS C .......................................................................... 18
D. HEPATITIS VIRUS D .......................................................................... 25
E. HEPATITIS VIRUS E........................................................................... 26
F. SIROSIS HEPATIS .............................................................................. 28
BAB IV DISKUSI ................................................................................................. 32
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva serologik infeksi akut VHB ....................................... 13

Gambar 2. Skema allogaritma test diagnostik infeksi VHC yang

asimptomatik........................................................................ 23

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pendekatan diagnostic yang disederhanakan pada pasien

dengan hepatitis.......................................................................... 28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Hepatitis merupakan penyakit hepar yang paling sering mengenai


wanita hamil. Hepatitis virus merupakan komplikasi yang mengenai 0,2 %
dari seluruh kehamilan. Kejadian abortus, IUFD dan persalinan preterm
merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada wanita hamil dengan
infeksi hepatitis.(1) Hepatitis dapat disebabkan oleh virus, obat-obatan dan
bahan kimia toksik dengan gejala klinis yang hampir sama.(2) Infeksi virus
hepatitis dapat menimbulkan masalah baik pada kehamilan, persalinan,
maupun pada bayi yang dilahirkan (vertikel transmission) yang nantinya
dapat menjadi pengidap hepatitis kronis dengan kemungkinan terjadinya
kanker hati primer atau sirosis hepatis setelah dewasa. (3) Sampai saat ini
telah diidentifikasi 6 tipe virus hepatitis yaitu virus hepatitis A, B, C, D, E dan
G. Infeksi virus hepatitis yang paling sering menimbulkan komplikasi dalam
kehamilan adalah virus hepatitis B dan E (VHB & VHE).
Infeksi virus hepatitis A (VHA) jarang terjadi dalam kehamilan dan
tidak menimbulkan infeksi kronis dengan resiko perinatal yang rendah.
Infeksi VHB pada wanita hamil dapat ditularkan secara tranplasental dan 20
% dari anak yang terinfeksi melalui jalur ini akan berkembang menjadi
kanker hati primer atau sirosis hepatis pada usia dewasa. Oleh karena itu
bayi yang lahir dari ibu carier HBsAg harus diimunisasi dengan memberikan
immunoglobulin dan vaksin hepatitis B. Penularan perinatal virus hepatitis C
(VHC) telah dibuktikan dan sangat erat hubungannya dengan penyakit hati
kronis. Infeksi virus hepatitis D (VHD) hanya dapat ditularkan dari ibu ke
anak bersamaan dengan VHB karena VHD memerlukan VHB untuk
bereplikasi. Sedangkan infeksi virus hepatitis E (VHE) sering berat pada
wanita hamil dengan angka mortalitas ibu ± 30 %.(4) Infeksi VHE pada wanita
hamil dapat ditularkan pada janinya secara vertikel. Virus hepatitis G masih
dipelajari dan diteliti serta dihubungkan dengan infeksi VHC. Gejala klinik
yang signifikan pada VHG masih belum diketahui.(5)

1
Pada makalah ini akan dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien
berusia 44 tahun dengan diagnosa P3A0H3 post partus prematurus
spontan diluar + kala III + obs febris + icteric ec ?, anak dan ibu dalam
perawatan. Pasien dikirim dari IGD setelah sebelumnya pasien
melahirkan di IGD RSUD Batusangkar seorang bayi prematur. Bayi
dikirim ke perinatologi untuk mendapatkan perawatan sedang ibu dikirim
ke kamar bersalin untuk mendapatkan penanganan manajemen aktif kala
III. Setelah mendapatkan penanganan pasien diobservasi selama kala IV,
kondisi pasien semakin lemah dengan sesak dan demam yang tidak
mengalami perbaikan, kemudian pasien dikonsultasikankan ke spesialis
penyakit dalam dalam perjalanannya pasien ditemukan asites selain
demam dan icteric kemudian pasien dialih rawatkan ke bagian penyakit
dalam untuk mendapatkan penanganan yang komprehensif. Berdasarkan
besarnya resiko infeksi hepatitis dalam kehamilan baik pada ibu maupun
pada janin melalui penularan vertikel dan horizontal serta perlunya
tindakan preventif mengingat belum adanya obat yang spesifik yang bisa
menuntaskan infeksi, maka makalah kasus ini dibuat. Pembahasan
dalam makalah ini akan dititikberatkan pada rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah penatalaksanaan di bidang obstetri pada kasus ini sudah tepat?
2. Apakah diagnosis dan penatalaksanaan kasus pada pasien ini sudah
tepat?

2
BAB II
LAPORAN STATUS
A. Identitas
 Nama : Ny. Erlinda
 Usia : 44 tahun
 No. RM : 036823
 Tanggal : 26/01/12
B. Keluhan Utama
Seorang pasien usia 44 tahun masuk ke KB RSUD Prof. Dr. MA Hanafiah,
Batusangkar pada tanggal 26/01/12 pukul 15.00 WIB dengan keadaan
pasien melahirkan di IGD RSUD Batusangkar 5 menit yang lalu.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
 Pasien post melahirkan di IGD RSUD Batusangkar 5 menit yang lalu
bayi tidak langsung menangis sehingga bayi langsung dibawa ke
bagian anak. Os melahirkan kurang bulan dengan berat anak 1800
gram. Setelah melahirkan os langsung dibawa ke KB RSUD
Batusangkar untuk melahirkan kakak anak.
 Ini merupakan anak ke 3.
 Tidak haid sejak ± 8 bulan yang lalu
 HPHT : lupa ; TP sulit ditentukan
 Riwayat demam sejak 1 minggu yang lalu.
 Os dikenal menderita tekanan darah tinggi semenjak sebelum hamil,
os control ke bidan, os tidak pernah dirawat karena tensi tinggi ini
ataupun mendapatkan pengobatan antihipertensi.

3
D. Riwayat Obstetri
 Riw. perkawinan : 1 x tahun 1986
 Riw. Kehamilan/Abortus/Persalinan : 4/0/4
- 1987, laki-laki, BB lupa, cukup bulan, spontan di bidan
- 1990, laki-laki, BB lupa, cukup bulan, spontan di bidan
- 1994, laki-laki, BB lupa, cukup bulan, spontan di bidan
 Riw. Kontrasepsi : (–)
E. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Ku Kes Td N R T
Sedang CMC 150/100 90x/’ 20 37,9oC
 Kepala : normocephali
 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
 Leher : JVP 5 – 2 cmH2O, tiroid tak membesar
 Toraks : cor dan pulmo status interna
 Abdomen : status obstetrikus
 Genitalia : status obstetrikus
 Ekstermitas : edema (-/-), icterik (+)

Status Obstetrikus
Abdomen
 Inspeksi : tampak sedikit membuncit.
 Palpasi : TFU setinggi pusat, kontraksi lemah.
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia
 Inspeksi : V/U tenang, PPV (+), tampak tali pusat terjulur keluar
dari introitus vagina dijepit oleh klem.

F. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin
 Hb : 13,8 gr/dl
 Leukosit : 9800/mm3

4
 Hematokrit : 42,8 %
 Trombosit : 212.000/mm3
 Golongan darah :O
 SGOT/SGPT : 62/55 mg/dl
 Ureum/creatinin :28/0,95 mg/dl
 GDR : 84 mg/dl
 HBsAG : (-)
 Widal : (-)
 Albumin : mg/dl
 Bilirubin total : mg/dl
 Bilirubin direk/indirek : / mg/dl

G. Diagnosa
P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar + kala III + obs febris +
icteric ec ?
Anak dan ibu dalam perawatan

H. Sikap
 Kontrol KU, VS, PPV
 Antibiotik (Cefotaxime 2 x 1 gr i.v) skin test
 Antihipertensi (nifedipin SL 10 mg)
 Oksitosin injeksi 1 ampul
 Tes pelepasan plasenta
I. Rencana
Manajemen aktif kala III

J. Perjalanan Penyakit
Pukul 15.10 WIB
Diberikan injeksi oksitosin pertama 10 iu kemudian dilakukan tes pelepasan
plasenta, kesan : plasenta telah lepas. Dilakukan penegangan tali pusat
terkendali, plasenta lahir secara spontan, lengkap 1 buah, dengan bentuk
dan ukuran yang normal, berat ± 400 gr dan panjang tali pusat ± 45 cm,
insersi parasentralis. Perdarahan selama tindakan ± 80 cc.

5
Diagnosa
P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar, nifas hari I + obs febris +
icteric ec?
Anak dan ibu dalam perawatan

Pukul 17.10 WIB


Anamnesa:
 Demam (+), perdarahan (-), ASI (+), BAK terpasang kateter, os belum
BAB sejak 5 hari yang lalu.
Pemeriksaan fisik
Ku Kes Td N R T
sedang CMC 110/90 110 22 38oC
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Thoraks : status internus
Abdomen :
I : tampak sedikit membuncit
Pa : FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik
Pe : timpani
Au : BU(+)N
Genitalia
 Inspeksi : V/U tenang, PPV (-), lochia rubra (+)
ekstremitas
oedem (-), icterik (+)
Diagnosa
P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar, nifas hari I + obs febris +
icteric ec?
Anak dan ibu dalam perawatan
Sikap
 Kontrol KU, VS, PPV
 Personal dan vulva hygiene
 Mobilisasi
terapi

6
 Cefotaxim 2x1 gr (iv)
 Antalgin 3x500mg
 SF 1x1
 PCT 3x500 mg

Pukul 22.00 WIB


Anamnesa:
 Os merasa sesak, Demam (+), perdarahan (-), ASI (+), BAK
terpasang kateter.
Pemeriksaan fisik
Ku Kes Td N R T
sedang CMC 100/60 105x/’,reguler 30 38,7oC
isi kurang
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Thoraks : status internus
Abdomen :
I : tampak sedikit membuncit
Pa : FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik
Pe : timpani
Au : BU(+)N
Genitalia
 Inspeksi : V/U tenang, PPV (-), lochia rubra (+), ∑ urin
100cc/6jam
ekstremitas
oedem (-), icterik (+)
Diagnosa
Dyspneu ec?
P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar, nifas hari I + obs febris +
icteric ec?
Anak dan ibu dalam perawatan
Sikap
 Kontrol KU, VS, PPV
 O2 2 lt/’

7
 IVFD RL 6 jam/kolf
 Personal dan vulva hygiene
 Mobilisasi
terapi
 Cefotaxim 2x1 gr (iv)
 Antalgin 3x500mg
 SF 1x1
 PCT 3x500 mg

Konsul penyakit dalam :


D/ - obs dyspeu ec susp preshock
- Obs febris+icteric ec?

Th/ :
- observasi KU, VS, PPV, balance cairan
- O2  2 ltr
- Loading IVFD RL sampai TD sistole ≥ 100 mmHg kemudian
dilanjutkan dengan IVFD RL  6 jam/kolf, jika TD sistole ≥ 100
mmHg diberikan furosemid 1 ampul ekstra.
- Paracetamol 3x500mg
- Cefotaxim inj 2x1gr iv
- Cek albumin, globulin, bilirubin total, bilirubin direk dan indirek.

Tanggal 27/1/12 Pukul 07.30 WIB


Anamnesa:
 Demam (+) sejak seminggu yang lalu, perdarahan (-), ASI (+), BAK
terpasang kateter, os belum BAB sejak 5 hari yang lalu.
Pemeriksaan fisik
Ku Kes Td N R T
Sedang CMC 110/90 100 22 38oC
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Thoraks : status internus
Abdomen :
I : tampak sedikit membuncit.

8
Pa : FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, shifting dullness (+)
Pe : timpani
Au : BU(+)N
Genitalia
 Inspeksi : V/U tenang, PPV (-), lochia rubra (+) ∑ urin
100cc/2jam
ekstremitas
oedem (-), icterik (+)
Diagnosa
P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar, nifas hari II + obs febris +
asites + icteric ec?
Anak dan ibu dalam perawatan
Sikap
 Kontrol KU, VS, PPV
 Personal dan vulva hygiene
 Mobilisasi
terapi
 Cefotaxim 2x1 gr (iv)
 Antalgin 3x500mg
 SF 1x1
 PCT 3x500 mg

Konsul penyakit dalam :


D/ - icteric ec susp cirrhosis hepatis
Th/ :
- Bila tidak ada indikasi rawat di bagian obgin pindah rawat ke
bagian penyakit dalam
- Aminofusin : triofusin : RL = 1:1:1
- Hepar G 2x1
- Cefotaxim 2x1 gr
- Systenol k/p
- Letonal 1x1

9
BAB III
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Hepatitis Virus A

I. Sejarah
VHA pertamakali ditemukan tahum 1973. VHA merupakan anenteric
non enveloped RNA picornavirus dengan ukuran RNA 2-7 nm dari genus
picorna viridae hepatovirus yang dapat dinonaktifkan dengan cahaya
ultraviolet atau pemanasan. VHA merupakan serotipe tunggal diseluruh
dunia yang sering menimbulkan infeksi akut dan tidak menyebabkan infeksi
kronis serta antibodi yang terbentuk menghasilkan imunitas atau kekebalan
jangka panjang terhadap kemungkinan infeksi VHA dimasa yang akan
datang.(1,2,6)

II. Penularan dan Gejala Klinik


Penyebaran virus ini melalui feco to oral yaitu melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi dengan feses penderita hepatitis A. Penderita
akan mengeksresikan VHA ini kedalam feses dan dalam periode viremia
yang relatif singkat darah penderita juga bersifat infeksius. Periode inkubasi
infeksi VHA adalah 2-7 minggu dimana darah dan feses penderita bersifat
infeksius dalam periode ini.(1,2) Keluhan dan gejala kliniknya tidak spesifik
sekali sehingga dapat terjadi tanpa terdiagnosis. Mayoritas kasus tanpa
gejala ikterik.(1) Keluhan yang sering terjadi dalam periode ikterik adalah
kuning, demam, letih lesu, nyeri perut kanan atas, nafsu makan hilang, mual
muntah dan diare. Dari penelitian ditemukan sampai 15 % pasien
asimptomatik dan 30 % tanpa ikterik. Kasus fatal dilaporkan kurang dari 1,5
% dari seluruh pasien yang dirawat karena ikterik. Deteksi dini VHA bisa
melalui test serologik untuk mendeteksi IgM antibody (anti-VHA) yang bisa
terdeteksi 5-10 hari sebelum onset gejala dan dapat bertahan sampai 6
bulan setelah infeksi. Sedangkan IgG anti VHA terbentuk dan predominan
pada masa konvalessensi dan bertanggung jawab memberikan proteksi

10
jangka panjang terhadap VHA.(6) Dilaporkan ± 15 % infeksi VHA rellaps
dalam jangka waktu 6-9 bulan.
Beberapa jalur penularan VHA adalah sbb :
 Melalui air yang terkontamiasi
 Makanan yang terkontamiasi oleh tangan yang mengandung virus.
 Ikan yang tidak dimasak dari air yang telah terkontaminasi
 Buah-buahan dan sayuran yang dicuci dengan air yang
terkontaminasi.
 Penggunaan obat-obatan injeksi dan non injeksi
 Aktifitas seksual baik anal maupun oral.
Konsentrasi VHA dalam berbagai macam cairan tubuh adalah:

III. Pengaruh Terhadap Kehamilan Dan Bayi


Infeksi VHA dalam kehamilan tidak banyak dibicarakan karena
kasusnya yang jarang dan tidak menimbulkan infeksi pada janin. Belum
ditemukan bukti bahwa infeksi VHA bersifat teratogenik. Resiko penularan
pada janin tampaknya nol dan pada bayi baru lahir cukup kecil Tetapi resiko
kelahiran preterm cukup meningkat untuk kehamilan yang dipersulit hepatitis
A (Steven,1981). Wanita hamil yang baru saja kontak dengan penderita
infeksi VHA harus mendapatkan terapi profilaksis dengan gamma globulin 1
ml.(1)

IV. Pencegahan
Wanita hamil yang akan mengadakan perjalanan ke negara endemis
yang beresiko tinggi untuk terinfeksi VHA dianjurkan untuk vaksinasi.
Vaksinasi sebaiknya diberikan paling lambat 2 minggu sebelum perjalanan
dan dapat bertahan sampai 12 bulan setelah dosis tunggal dan sampai 20
tahun setelah dosis kedua.(7) Profilaksis infeksi VHA secara umum dapat
dibagi 2 yaitu(6) :
1. Profilaksis pre ekposure
Diberikan untuk yang beresiko tinggi untuk terinfeksi VHA, yaitu:
 Jangka pendek : dengan IgG 0,02 ml/kgBB
 Jangka panjang : dengan IgG 0,06 ml/kgBB

11
2. Profilaksis post eksposure
Yaitu dengan IgG single dose IM 0,002 ml/kgBB diberikan tidak lebih
dari 2 minggu setelah tereksposure.
Level protektif antiobodi terhadap VHA berkembang 94-100 % pada orang
yang divaksinasi dalam 1 bulan setelah pemberian dosis pertama.
Pemberian dosis kedua dapat menghasilkan level protektif terhadap VHA
untuk jangka panjang lebih dari 20 tahun(8). Adapun efek samping pemberian
vaksinasi adalah nyeri tempat suntikan, sakit kepala, lemah,letih dan lesu.
Adapun mengenai keamanan pada pemberian pada wanita hamil belum
diketahui.(8)

V. Terapi
Pengobatan infeksi VHA bersifat simptomatik dan infeksi bisa
sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada terapi yang dibutuhkan
kecuali mungkin cairan untuk rehidrasi. Jika infeksi terjadi dalam minggu
awal dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis A sebagai profilaksis post
eksposure.(9)

B. HEPATITIS VIRUS B

I. Sejarah
VHB ditemukan pertama kali tahun 1965 oleh Dr.Blumberg ketika
sedang mempelajari tentang hemophilia. VHB merupakan double stranded
DNA a42nm dari klass Hepadnaviridae. Permukaan paling luar dari
membrannya mengandung antigen yang disebut HBsAg yang bersirkulasi
dalam darah sebagai partikel spheris dan tubuler dengan ukuran 22 nm. Inti
paling dalam dari virus mengandung HBcAg. VHB (partikel dane), antigen
inti (HBcAg), dan antigen permukaan (HBsAg) serta semua jenis antibodi
yang bersesuaian dapat dideteksi melalui berbagai cara pemriksaan. (7,9)

II. Penularan dan Gejala Klinik


Masa Inkubasi infeksi hepatitis B adalah 45-180 hari (rata-rata 60-90
hari ). Onset penyakit ini sering tersembunyi dengan gejala klinik yang
tergantung usia penderita. Kasus yang fatal dilaporkan di USA sebesar 0,5-

12
1 %. Sebagian infeksi akut VHB pada orang dewasa menghasilkan
penyembuhan yang sempurna dengan pengeluaran HBsAg dari darah dan
produksi anti HBs yang dapat memberikan imunitas untuk infeksi berikutnya.
Diperkirakan 2-10 % infeksi VHB menjadi kronis dan sering bersifat
asimptomatik dimana 15-25 % meninggal sebelum munculnya sirosis
hepatis atau kanker hati. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu
makan menurun, demam, nyeri perut dan ikterik.(7,9)
Dibawah ini grafik gambaran serologik infeksi akut VHB

Gambar 1 Kurva serologik infeksi akut VHB

.
Konsentrasi VHB dalam berbagai cairan tubuh dapat dibagi dalam 3
kategori yaitu :
 konsentrasi tinggi (darah, serum, eksudat luka)
 sedang (semen, cairan vagina, saliva)
 rendah (urine, feses, keringat, air mata, air susu).
VHB 100 kali lebih infeksius daripada HIV dan paling sering mengenai
usia 15-39 tahun. Penularan VHB dapat melalui kontak seksual (± 25 %),
parenteral seperti jarum suntik, dan penularan perinatal melalui kontak darah
ibu penderita kronis dengan membran mukus janin. (7,9) Secara umum
penularan VHB melalui jalur sbb:

13
 Kontak seksual yang tidak aman baik pervaginal ataupun anal
dengan penderita dengan HbsAg positif.
 Melalui oral seks dengan penderita HbsAg positif yaitu melalui saliva
yang sama infeksiusnya dengan cairan alat genital.
 Kontak darah dengan penderita HbsAg positif seperti; jarum suntik,
tranfusi darah,dsb.
 Transmisi Ibu-anak baik selama kehamilan, saat persalinan maupun
waktu menyusui. Transmisi dapat diturunkan dengan memberikan
vaksinasi, dimana bayi yang dilahirkan dari ibu yang infeksius
diberikan imunoglobulin dalam 24 jam pertama sebelum disusui.
Hanya bayi yang dapat vaksinasi yang boleh disusui oleh ibu yang
infeksius(7,9).

III. Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi


Dilaporkan 10-20 % ibu hamil dengan HBsAg positif yang tidak
mendapatkan imunoprofilaksis menularkan virus pada neonatusnya Dan ±
90 % wanita hamil dengan seropositif untuk HBsAg dan HBeAg menularkan
virus secara vertikel kepada janinnya dengan insiden ± 10 % pada trimester
I dan 80-90 % pada trimester III(9). Adapun faktor predisposisi terjadinya
transmisi vertikal adalah(8) :
1. Titer DNA VHB yang tinggi
2. Terjadinya infeksi akut pada trimester III
3. Pada partus memanjang yaitu lebih dari 9 jam
Sedangkan ± 90 % janin yang terinfeksi akan menjadi kronis dan mempunyai
resiko kematian akibat sirosis atau kanker hati sebesar 15-25 % pada usia
dewasa nantinya.
Infeksi VHB tidak menunjukkan efek teratogenik tapi mengakibatkan
insiden Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) dan Prematuritas yang lebih
tinggi diantara ibu hamil yang terkena infeksi akut selama kehamilan. Dalam
suatu studi pada infeksi hepatitis akut pada ibu hamil (tipe B atau non B)
menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap kejadian malformasi kongenital,
lahir mati atau stillbirth, abortus, ataupun malnutrisi intrauterine. Pada wanita
dengan karier VHB tidak akan mempengaruhi janinnya, tapi bayi dapat

14
terinfeksi pada saat persalinan (baik pervaginam maupun perabdominan)
atau melalui ASI atau kontak dengan karier pada tahun pertama dan kedua
kehidupannya(10) .Pada bayi yang tidak divaksinasi dengan ibu karier
mempunyai kesempatan sampai 40 % terinfeksi VHB selama 18 bulan
pertama kehidupannya dan sampai 40 % menjadi karier jangka panjang
dengan resiko sirosis dan kanker hepar dikemudian harinya.(9)
VHB dapat melalui ASI sehingga wanita yang karier dianjurkan
mendapat Imunoglobulin hepatitis B sebelum bayinya disusui.(101) Penelitian
yang dilakukan Hill JB,dkk (dipublikasikan tahun 2002) di USA mengenai
resiko transmisi VHB melalui ASI pada ibu penderita kronis-karier
menghasilkan kesimpulan dengan imunoprofilaksis yang tepat termasuk Ig
hepatitis B dengan vaksin VHB akan menurunkan resiko penularan (11).
Sedangkan penelitian WangJS, dkk (dipublikasikan 2003) mengenai resiko
dan kegagalan imunoprofilaksis pada wanita karier yang menyusui bayinya
menghasilkan kesimpulan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara
ASI dengan susu botol. Hal ini mengindikasikan bahwa ASI tidak mempunyai
pengaruh negatif dalam merespon anti HBs.(12) Sedangkan transmisi VHB
dari bayi ke bayi selama perawatan sangat rendah.(10)
Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya
Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam
waktu 12 jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya
vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Imunoglobulin
merupakan produk darah yang diambil dari darah donor yang memberikan
imunitas sementara terhadap VHB sampai vaksinasi VHB memberikan efek.
Vaksin hepatitis B kedua diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi
ketiga setelah 6 bulan dari vaksinasi pertama.(10) Penelitian yang dilakukan
Lee SD, dkk (dipublikasikan 1988) mengenai peranan Seksio Sesarea
dalam mencegah transmisi VHB dari ibu kejanin menghasilkan kesimpulan
bahwa SC yang dikombinasikan dengan imunisasi Hepatitis B dianjurkan
pada bayi yang ibunya penderita kronis-karier HbsAg dengan level atau titer
DNA-VHB serum yang tinggi.(12)
Tes hepatitis B terhadap HBsAg dianjurkan pada semua wanita hamil
pada saat kunjungan antenatal pertama atau pada wanita yang akan
melahirkan tapi belum pernah diperiksa HbsAg-nya. Lebih dari 90 % wanita

15
ditemukan HbsAg positif pada skreening rutin yang menjadi karier VHB.
Tetapi pemeriksaan rutin wanita hamil tua untuk skreening tidak dianjurkan
kecuali pada kasus-kasus tertentu seperti pernah menderita hepatitis akut,
riwayat tereksposure dengan hepatitis, atau mempunyai kebiasaan yang
beresiko tinggi untuk tertular seperti penyalahgunaan obat-obatan
parenteral selama hamil, maka test HbsAg dapat dilakukan pada trimester
III kehamilan. HbsAg yang positif tanpa IgM anti HBc menunjukkan infeksi
kronis sehingga bayinya harus mendapat HBIg dan vaksin VHB.(9)

IV. Pencegahan
Pencegahan penularan VHB dapat dilakukan dengan melakukan
aktifitas seksual yang aman, tidak menggunakan bersama obat-obatan yang
mempergunakan alat seperti jarum, siringe, filter, spons, air dan tourniquet,
dsb, tidak memakai bersama alat-alat yang bisa terkontaminasi darah
seperti sikat gigi, gunting kuku, dsb, memakai pengaman waktu kerja kontak
dengan darah, dan melakukan vaksinasi untuk mencegah penularan. (7,9)
Profilaksis pada wanita hamil yang telah tereksposure dan rentan
terinfeksi adalah sbb(9) :
1. Ketika kontak seksual dengan penderita hepatitis B terjadi dalam 14
hari
 Berikan vaksin VHB kedalam m.deltoideus. Tersedia 2 monovalen
vaksin VHB untuk imunisasi pre-post eksposure yaitu Recombivax
HB dan Engerix-B. Dosis HBIg yang diberikan 0,06 ml/kgBB IM
pada lengan kontralateral.
 Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau luka
mukosa, dosis kedua HBIg dapat diberikan 1 bulan kemudian.
2. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB
Pada kontak seksual, jarum suntik dan kontak nonseksual dalam
rumah dengan penderita kronis VHB dapat diberikan profilaksis post
eksposure dengan vaksin hepatitis B dengan dosis tunggal.
Wanita hamil dengan karier VHB dianjurkan memperhatikan hal-hal
sbb :

16
 Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti
asetaminophen
 Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau
semen
 Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah
seperti sikat gigi,dsb.
 Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium
bahwa dirinya penderita hepatitis B carier.
 Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B
dalam 1 minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.
 Konsul teratur kedokter
 Periksa fungsi hati.

Rekomendasi dari SOGC (The Society Obstetric and Gynaecologic of


Canada) mengenai amniosintesis sbb(9):
 Resiko infeksi VHB pada bayi melalui amniosintesis adalah rendah.
Pengetahuan tentang status antigen HBc pada ibu sangat berharga
dalam konseling tentang resiko penularan melalui amniosintesis.
 Untuk wanita yang terinnfeksi dengan VHB, VHC dan HIV yang
memerlukan amniosintesis diusahakan setiap langkah-langkah yang
dilakukan jangan sampai jarumnya mengenai plasenta.

Pilihan persalinan
Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria telah diusulkan dalam
menurunkan resiko transmisi VHB dari ibu kejanin. Walaupun dari penelitian
para ahli cara persalinan tidak menunjukkan pengaruh yang bermakna
dalam transmisi VHB dari ibu ke janin yang mendapatkan imunoprofilaksis.
ACOG tidak merekomendasikan SC untuk menurunkan transmisi VHB dari
ibu ke janin. Pada persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5 pg/ml
atau HbeAg positif) lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan
(Surya,1997).(9)

V. Terapi

17
Terapi infeksi akut VHB adalah supportif. Terdapat 4 jenis obat dalm
mengobati hepatitis B kronik yaitu interferon (IFN), Pegylated-interferon,
Lamivudin (3TC) dan Adefovir. Obat-obatan ini efektif pada 40-45 % pasien.
Jika infeksi terjadi dalam fase inisial dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis
B sebagai profilaksis post-eksposure. Interferon tidak diketahui mempunyai
efek samping terhadap embrio atau fetus. Data yang ada sangat terbatas
tapi penggunaan interferon dalam kehamilan mempunyai resiko yang lebih
berat.
Tidak ada data yang mendukung fakta efek teratogenik lamivudin.
Lamivudin telah digunakan pada kehamilan lanjut sebagai usaha mencegah
transmisi perinatal VHB.(9)

C. HEPATITIS VIRUS C

I. Sejarah
VHC pertama kali ditemukan pada tahun 1988. Merupakan DNA virus
yang bisa menimbulkan peradangan hati yang mengakibatkan kerusakan
hati sehingga berlanjut menjadi sirosis dan kanker hati primer pada
beberapa orang. VHC merupakan virus yang sangat tahan dan dapat hidup
diluar tubuh dalam jangka waktu yang cukup lama. Paling sedikit terdapat 6
genotipe yang berbeda dan lebih dari 90 subtipe VHC. Frekuensi infeksi
subtipe yang dominan adalah Ia daripada Ib (14)

II. Penularan dan Gejala Klinik


Masa inkubasi infeksi VHC adalah 2 minggu sampai 2 bulan dan tidak
semua penderita menunjukkan gejala klinis. Sekitar 80 % penderita tidak
menunjukkan gejala atau tanda klinis. Gejala klinis yang sering adalah
lemah, letih, lesu, kehilangan nafsu makan, nyeri perut, nyeri otot dan sendi,
mual dan muntah.
Ada 2 bentuk infeksi VHC yaitu (14)
1. Infeksi Akut
Sekitar 20 % penderita dapat mengadakan perlawanan terhadap
infeksi VHC dalam 6 bulan setelah tereksposure tapi tidak
menghasilkan imunitas untuk infeksi berikutnya.

18
2. Infeksi Kronis
Sekitar 80 % penderita berkembang menjadi kronis dimana virus
dapat tidur (dormant) selama bertahun-tahun. Sirosis terjadi karena
hati berusaha terus mengadakan perlawanan terhadap VHC
sehingga menimbulkan sikatrik (scar) pada hepar. Sehingga terjadi
gangguan fungsi hepar dan dapat berkembang menjadi kanker hati
(hepatocellulare carcinoma). Penyakit hepar kronis terjadi pada 70 %
penderita yang terkena infeksi kronis. Sirosis hepar tejadi pada 20 %
penderita yang mengalami infeksi kronis. Kematian akibat penyakit
hepar kronis terjadi < 3 % dari yang terinfeksi kronis(14).
Dibawah ini terdapat kurva serologik mengenai infeksi akut VHC yang
berlanjut menjadi kronik(14)

Pada wanita hamil terjadi peningkatan kadar alkali phosphatase


(ALT)3-4 x normal karena plasenta juga menghasilkan ALT. Kadar ALT
dapat juga meningkat jika terinfeksi VHC, adanya kerusakan hepar oleh
obat-obatan, batu empedu, muntah hebat, atau perlemakan hati.
Penularan VHC biasanya terjadi kalau darah cairan tubuh penderita
yang terinfeksi VHC seperti saliva, cairan seminal dan sekresi vagina
memasuki tubuh orang yang tidak terinfeksi. VHC 100 kali lebih infeksius
daripada HIV. Secara umum penularan dapat terjadi pada keadaan sbb (14)
1. Aktifitas seksual yang tidak aman baik vaginal, anal maupun oral
dengan penderita VHC positif. Walaupun VHC lebih infeksius dari
VHB dan HIV tetapi jarang ditularkan melalui kontak seksual kecuali
adanya kontak darah.
2. Melalaui kontak darah seperti jarum suntik, tranfusi darah, dsb.
3. Penularan dari ibu keanak baik selama kehamilan maupun saat
persalinan.
Janin mempunyai resiko ± 5 % terinfeksi dari ibu kejanin dan akan
meningkat sampai 36 % jika ibu juga terinfeksi HIV.
Sampai saat ini belum ada vaksin untuk VHC, untuk itu tindakan
preventif sangat penting peranannya dalam mencegah infeksi VHC.
Tindakan preventif dalam pencegahan infeksi VHC adalah sbb (14,15):
 Melakukan aktifitas seksual yang aman

19
 Tidak menggunakan alat-alat yang bisa terkontaminasi virus seperti
jarum suntik, filter, syringe dsb.
 Tidak menggunakan alat-alat yang bisa terkontaminasi darah seperti
sikat gigi dan gunting kuku.
 Menggunakan pengaman ketika bekerja dan kontak dengan darah
penderita.

Ko-infeksi VHC dengan HIV


Istilah ko-infeksi ini digunakan jika sesorang terinfeksi VHC dan HIV
secara bersamaan. Sejak diketahui jalur penularan VHC dengan HIV yang
hampir sama, penemuan ko-infeksi VHC dan HIV menjadi lebih sering. Di
Eropa diperkirakan 33 % penderita HIV mengalami ko-infeksi dengan VHC.
Angka ini menjadi lebih besar lagi pada penderita hemophilia dan pengguna
obat-obatan injeksi. Sejak pertengahan tahun 90-an dengan dikenalkannya
HAART (Highly Active Anti Retroviral Therapy) sehingga memperpanjang
angka harapan hidup pada penderita HIV, infeksi VHC pada penderita ini
menjadi masalah kesehatan yang baru.Sejak tahun 1999 VHC telah dikenal
sebagai virus yang menginfeksi penderita secara oppurtunistik
(oppurtunistic infection)(14,15).
Diagnosa dan penatalaksanaan yang cepat dapat mengurangi resiko
penularan perinatal ibu dan janin oleh kedua virus, mengurangi
progressifitas gangguan hepar, dan meningkatkan efektifitas pengobatan
anti HIV.

Pengaruh HIV terhadap infeksi VHC


Inefeksi HIV sering menyebabkan pemeriksaan antibodi untuk VHC
memberikan hasil yang negatif palsu terutama jika kadar CD4 nya rendah.
Resiko transmisi dari ibu ke janin yang menderita infeksi VHC meningkat jika
ibu terinfeksi HIV dan sebaliknya jika ibu menderita HIV positif terinfeksi
VHC. Beberapa studi menunjukkan peningkatan resiko transmisi infeksi dari
ibu kejanin sekitar 6-7 % hingga 15-36 %. Progressifitas HIV dengan ko-
infeksi VHC belum banyak diketahui. Tapi beberapa kasus menunjukkan

20
akselerasi perjalanan HIV terutama jika terinfeksi VHC genotype 1, juga
menurunkan toleransi terhadap terapi HIV.

Skreening dan Uji Diagnostik Serologik VHC(19)


Test yang hanya diakui pada saat ini oleh US. Food and Drug
Administration ( FDA ) untuk diagnosis infeksi VHC adalah pemeriksaan
antibodi terhadap VHC. Test ini mampu mendeteksi anti VHC pada lebih 97
% pasien yang terinfeksi VHC tapi tidak bisa membedakan infeksi akut,
kronik atau dalam perubahan akut ke kronik. Sebagai test penyaring, nilai
prediksi positif dari Enzym Immunoassay (EIA) untuk anti VHC sangat
berharga dan tergantung pada prevalensi infeksi pada suatu populasi dan
kurang berharga jika prevalensi infeksi kurang dari 10 %. Test penunjang
yang lebih spesifik seperti Recombinant Immunoblot Assay (RIBATM ) pada
spesimen dengan EIA yang positif dapat mencegah adanya hasil yang positif
palsu terutama pada penderita yang asimptomatis. Hasil test penunjang ini
dilaporkan sebagai hasil yang positif, negatif atau tidak dapat ditentukan.
Seseorang dikatakan positif anti VHC bila test serologik EIA positif dan test
penunjang juga positif. Seseorang dengan EIA negatif atau positif tapi hasil
test penunjang menunjukkan hasil yang negatif, dikatakan tidak terinfeksi
VHC. Hasil test penunjang tidak dapat ditentukan bila sesorang yang
terinfeksi dalam proses serokonversi atau dengan hasil yang positif palsu
pada orang dengan resiko infeksi VHC yang rendah.

Deteksi RNA-VHC Secara Kualitatif(19)


Diagnosis infeksi VHC juga dapat dibuat secara kualitatif dengan
mendeteksi RNA-VHC menggunakan teknik gene amplification seperti
Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). RNA-VHC
bisa dideteksi dalam serum atau plasma dalam jangka waktu 1-2 minggu
setelah tereksposure VHC dan dalam beberapa minggu sebelum onset
peningkatan enzim Alanin Aminotransferase(ALT) atau sebelum anti VHC
terbentuk. Deteksi RNA-VHC merupakan bukti adanya infeksi VHC.
Walaupun kit RT-PCR assay hanya tersedia untuk tujuan penelitian dengan
reagen diagnostik dari pabrik yang bermacam-macam, tapi tak satupun yang
diakui oleh FDA. Walaupun tak diakui oleh FDA, RT-PCR assay untuk RNA-

21
VHC telah digunakan secara luas dalam berbagai praktek klinik. Sebagian
besar test RT-PCR assay mampu mendeteksi virus dalam batas jumlah
yang lebih rendah yaitu 100-1000 viral genomes copies/ml. Dengan test RT-
PCR assay, 75-85 % orang yang anti VHC-nya positif dan lebih 95 % orang
dengan hepatitis C akut atau kronik akan menunjukkan hasil test RNA-VHCV
yang positif. Untuk mengurangi hasil yang positif palsu, serum harus
dipisahkan dari komponen selulernya dalam waktu 2-4 jam setelah sampel
dikumpulkan dan akan lebih baik jika sampel disimpan secara beku dengan
suhu -200 C atau -700 C. Apabila pengiriman sampel dibutuhkan, sampel
yang beku harus dilindungi dari proses pencairan.(19)

Deteksi RNA-VHC Secara Kuantitatif(19)


Test kuantitatif untuk mengukur konsentrasi (titer) RNA-VHC telah
dikembangkan dan tersedia pada berbagai laboratorium komersial,
termasuk RT-PCR assay kuantitatif ( Amplicor HCV Monitor TM, Roche
Moleculer Systems, Branchberg, New Jersey ) dan Branched DNA Signal
Amplification assay seperti (Quantriplex TM HCV RNA assay / bDNA, Chiron
Corp, Emeryville,California). Test ini juga tidak diakui oleh FDA. Test
kuantitatif ini kurang sensitif jika dibandingkan dengan dengan RT-PCR
assay kualitatif yaitu dengan batas jumlah virus yang dapat terdeteksi 500
viral genomes copies/ml pada Amplicor HCV Monitor TM dan 200.000
genomes equivalens/ml pada Quantriplex TM HCV RNA assay. Masing-
masing alat ini mempunyai nilai standar tersendiri. Sampel yang telah
diambil dipisahkan dari komponen selulernya sehingga didapatkan serum
atau plasma yang bisa disimpan secara beku atau ditest dengan kits RT-
PCR assay kuantitatif. Hasil yang didapat dinyatakan dalam satuan viral
genomes copies/ml. Test ini tidak direkomendasikan sebagai test primer
untuk konfirmasi atau untuk menyingkirkan diagnosis infeksi VHC atau untuk
memonitor keadaan terakhir pengobatan. Diketahui pada penderita hepatitis
C kronik mempunyai sirkulasi virus dalam tubuhnya dengan kadar 105-107
genomes copies/ml.
Test konsentrasi (titer) RNA-VHC sangat membantu dalam memprediksi
respon terhadap terapi antivirus yang diberikan walaupun kurang
bermamfaat dalam penatalaksanaan hepatitis C(19).

22
Dibawah ini terdapat allogaritma test diagnostik infeksi VHC yang
asimptomatis.

Gambar 2 Skema allogaritma test diagnostik infeksi VHC yang asimptomatik


(dikutip dari rekomendasi pencegahan dan pengendalian infeksi VHC
oleh CDC)(19)

III. Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi(5,14,15)


Transmisi perinatal VHC pada prinsipnya terjadi pada wanita yang
mempunyai titer RNA-VHC yang tinggi atau adanya ko-infeksi dengan HIV.
Oleh karena belum ada imunoprofilaksis untuk VHC, maka tidak ada
vaksinasi atau imunoglobulin yang dapat diberikan pada bayi baru lahir

23
untuk mencegah penularan infeksi VHC. Sampai saat ini belum ada
penelitian yang mendukung VHC dapat ditularkan melalui ASI.
Sebagian besar wanita hamil pada usia 20-40 tahun dimana insidens
infeksi virus hepatitis C meningkat sangat cepat. Seorang wanita dengan
faktor resiko terhadap infeksi VHC sebaiknya diskreening untuk VHC
sebelum dan selama kehamilan. Resiko wanita hamil menularkan VHC
kepada bayi baru lahirnya telah dihubungkan dengan level kuantitatif RNA
dalam darahnya dan juga ko-infeksi dengan HIV. Pemeriksaan kuantitatif
RNA-VHC merupakan pemeriksaan untuk mengukur titer VHC dalam darah
yang berhubungan dengan tingkat replikasi virus. Level RNA-VHC dalam
darah juga digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan terapi antivirus
yang diberikan. Resiko transmisi rendah (0-18 %) jika ibunya HIV negatif
dan tidak ada riwayat penggunaan obat suntik atau transfusi darah.
Transmisi Virus kepada janin sangat tinggi pada wanita dengan titer cRNA
hepatitis lebih besar dari 1 juta kopi/ml, dan wanita tanpa titer cRNA yang
dapat terdeteksi tidak menularkan virus pada janinnya. Belum ada tindakan
preventif saat ini yang dapat mempengaruhi rata-rata transmisi VHC dari ibu
kejaninnya.

IV. Terapi
Terdapat 2 jenis obat-obatan dalam menterapi hepatitis C kronik yaitu
Pegylated Interferon (IFN) dan Ribavirin yang dapat membebaskan
penderita dari virus sampai 40 % pada genotipe 1 dan hingga 80 % pada
genotip 2 dan 3. Genotipe virus menunjukkan perbedaan dalam infeksi VHC.
Efektifitas pengobatan sangat tergantung pada jenis genotipe VHC yang
menginfeksinya(14).
Pada wanita usia reproduksi yang mendapatkan terapi hepatitis C
harus menyepakati untuk tidak hamil selama pengobatan dan 6 bulan
sesudahnya dengan menggunakan konrasepsi yang efektif, karena terapi
Ribavirin bersifat teratogenik yang bisa menimbulkan defek pada janin saat
lahir dan abortus spontan(14,15) Wanita yang mendapat terapi kombinasi
seharusnya tidak menyusui karena sangat potensial menimbulkan efek
samping obat terhadap bayi(14,15).

24
Penatalaksanaan penderita dengan HIV dan ko-infeksi oleh VHC
sangat komplek. Sangat perlu mempertimbangkan keuntungan dan resiko
terapi hepatitis C terhadap HIV. Mengenai pemilihan yang mana lebih dahulu
diterapi sangat bergantung pada beberapa faktor, tapi indikator yang paling
sering dipakai adalah kadar CD4 dan tingkat kerusakan hepar. Kadart CD4
yang tinggi (>500) menunjukkan gangguan sistem imun yang masih ringan
sehingga merupakan indikator untuk mendahulukan terapi hepatitis C,dan
jika hasil biopsi menunjukkan gangguan yang berat, perlu penatalaksanaan
yang cepat. Penderita dengan kadar CD4 yang rendah menunjukkan
gangguan fungsi imun yang cukup berat sehingga terapi hepatitis C-nya
harus diundur dulu. Perlu terapi HIV dulu untuk meningkatkan sistem imun
sehingga dapat mencegah infeksi yang oppurtunistik. Terapi HIV dengan
HAART sering menimbulkan gangguan akut pada hepar karena bersifat
hepatotoksik.(14,15)

D. HEPATITIS VIRUS D

I. Sejarah
Disebut juga dengan delta virus merupakan small circular RNA virus.
Singe-stranded RNA virus 37 nm ini pertama ali dilaporkan ole Rizzetto,dkk
di Italy tahun 1977. Virus ini diidentifikasi dari penderita hepatitis B tapi
berbeda dengan VHB yang double stranded DNA virus. (14) VHD
membutuhkan VHB untuk bereplikasi.

II. Penularan dan Gejala Klinik


Penularan infeksi dapat melalui kontak darah atau seksual dengan
penderita. Penularan VHD mirip dengan VHB dimana penularan
perkutaneus sangat efisien. Transmisi perinatal VHD jarang terjadi.
Seseorang dapat terinfeksi VHD bersamaan dengan VHB yang disebut ko-
infeksi dan seorang yang telah menderita Hepatitis B dapat terinfeksi oleh
VHD yang disebut superinfeksi.(15)

III. Pencegahan

25
 Pada penderita ko-infeksi VHB-VHD dapat dilakukan pre atau post
eksposure profilaksis.
 Pada penderita superinfeksi VHB-VHD diberikan pendidikan untuk
menurunkan resiko tingkah laku diantara orang-orang dengan infeksi
kronik VHB.
 Karena VHD sangat tergantung pada VHB untuk bereplikasi maka
profilaksis pada VHB dapat menurunkan resiko infeksi VHD

IV. Terapi
Alpha interferon digunakan pada pasien dengan hepatitis B dan D
kronik. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan dosis yang lebih
tinggi dari biasanya menunjukkan hasil yang lebih baik(15)

E. HEPATITIS VIRUS E

I. Gambaran VHE
Merupakan single stranded RNA-34 nm berbentuk spheris dan tidak
berkapsul.

II. Penularan dan Gejala Klinis


Adapun masa inkubasi infeksi VHE adalah 15-60 hari. VHE
ditransmisikan secara enterik melalui air minum yang terkontaminasi feses
penderita pada daerah endemik.
Gejala kliniknya dapat dibagi dalam 2 fase yaitu :
1. Fase Prodromal
Keluhannya berupa mialgia, arthralgia, demam, anoreksia, nausea,
vomitus, penurunan berat badan 2-4 kg, dehidrasi, dan nyeri perut
kanan atas.

2. Fase Ikterik
Keluhannya berupa ikterik (bilirubin serum > 3 mg %), urine gelap,
feses berwarna terang, dan gatal-gatal.

26
3. Keluhan dan tanda lain berupa urtikaria, diare, peningkatan serum
aminotranferase (ALT), hepatomegali, malaise, dan eksresi virus
pada feses 14 hari dari onset penyakit.

Diagnostik
Test diagnostik belum tersedia secara komersial. Serum IgM dan IgG
anti HEV dapat dideteksi dengan ELISA.Infeksi VHE didiagnosa jika anti
VHE IgM atau VHE RNA-nya positif(17)

III. Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi


Infeksi VHE banyak ditemukan pada negara berkembang. Infeksi
VHE dalam kehamilan sangat serius dan sering menimbulkan akibat yang
fatal. Angka kematian ibu berkisar 10-20 % karena kerusakan hepar atau
karena gejala sekunder seperti dehidrasi atau malnutrisi. Wanita hamil yang
mendapatkan infeksi VHE pada trimester III sering berakibat fatal dengan
angka mortalitas ibu sekitar 30 %. Ibu hamil mempunyai resiko yang lebih
tinggi menderita hepatitis E dan biasanya dengan gejala yang berat karena
berhubungan dengan status imunnya yang rendah. Jika seorang ibu
menderita infeksi akut VHE, janin biasanya dipengaruhi dan tidak ada karier
kronik untuk infeksi VHE. Virus Hepatitis E dapat ditransmisi secara vertikel
dari ibu kejanin dan bertanggung jawab terhadap mortalitas dan morbiditas
janin. Infeksi VHE pada neonatal dihubungkan dengan komplikasi hepatitis
anikterik, hipoglikemia, hipotermia, dan kematian neonatal. Infeksi VHE
yang dihubungkan dengan hepatitis fulminan jarang terjadi kecuali infeksi
terjadi pada waktu hamil dengan angka kematian rata-rata 20 % dan sangat
tinggi pada trimester III dengan angka kematian janin sekitar 20 %. (17)
Hussaini,dkk (1997) melaporkan 2 kasus dengan IgM anti HEV positif
(ELISA) selama kehamilan. Kasus pertama dengan gejala gagal hati akut
dengan koagulopati dirawat secara intensif dengan ventilasi. Sedangkan
kasus kedua berupa hepatitis berat dengan koagulopati. Pada kedua kasus
ini tidak terjadi kematian janin.(18) Sedangkan penelitian Human A,dkk
(2004) melaporkan tentang hepatitis E dalam kehamilan dan menghasilkan
kesimpukan bahwa 1/3 wanita hamil dengan infeksi VHE mengalami

27
hepatitis berat pada trimester III dan berhubungan dengan tingginya angka
persalinan preterm dan mortalitas.(17)

IV. Pencegahan
Sampai saat ini belum ada vaksin yang tersedia untuk VHE.
Imunoprofilaksis untuk VHE belum tersedia tapi mungkin saja dengan
menggunakan darah donor dari penderita yang berasal dari negara dengan
prevalensi hepatitis E yang tinggi. Untuk itu pecegahan secara primer
dengan meningkatkan higiene dan memastikan bahwa air yang digunakan
bersih sangat penting.

V. Terapi
Sampai saat ini belum ada terapi yang khusus untuk VHE. Wanita
hamil yang menderita infeksi VHE harus berobat dan diawasi oleh tenaga
ahli sesegera mungkin disamping istirahat dan minum air yang lebih banyak
untuk mencegah dehidrasi.(17)

Tabel 1. Pendekatan diagnostic yang disederhanakan pada pasien dengan


hepatitis

F. SIROSIS HEPATIS

28
Penyakit hati kronis yang irreversibel dengan fibrosis dan nodul yang
regeneratif adalah perjalanan akhir yang umum pada beberapa gangguan.
Laenec cirrhosis dari pemajanan alkohol yang kronis adalah penyebab yang
paling umum dalam populasi. Tetapi pada wanita muda-termasuk wanita
hamil, sebagian besar kasus disebabkan oleh sirosis postnekrotik dari
hepatitis B dan C yang kronis. Banyak kasus dari sirosis kriptogenik yang
sekarang diketahui disebabkan oleh penyakit perlemakan hati nonalkoholik.
Manifestasi klinis dari sirosis meliputi jaundice, oedem, koagulopathy,
kelainan metabolik, dan hipertensi portal dengan varises gastroesofageal
dan splenomegali. Insiden dari tromboemboli vena dalam meningkat.
Prognosisnya buruk, dan 75% mempunyai progresivitas menuju ke kematian
dalam 1-5 tahun.

Sirosis dan kehamilan


Wanita dengan sirosis yang simptomatik sering infertile. Mereka yang
akhirnya hamil biasanya memiliki keluaran yang buruk. Komplikasi yang
umum meliputi kegagalan hati transien, perdarahan varises, persalinan
preterm, pertumbuhan janin terhambat dan kematian maternal. Pada studi
sebelumnya, keluaran biasanya buruk jika telah ada varises esophagus.
Schreyer and associates (1982) meneliti 69 kehamilan dari 60 kehamilan
dengan sirosis tanpa shunt hepatic dan 28 kehamilan dari 23 wanita lainnya
yang telah menjalani dekompresi portal shunting. Perdarahan varises yang
parah telah meningkat 7 kali lipat pada wanita yang tidak dilakukan shunt
dibandingkan dengan mereka yang telah menjalani prosedur ini- 24 versus
3 %.

Hipertensi portal dan varises esophagus pada kehamilan


Hipertensi pada system portal hepatic seiring dengan adanya varises
esophagus akan berakibat dari sirosis atau dari obstruksi vena portal
extrahepatik. Beberapa kasus ekstrahepatik diikuti oelh thrombosis vena
portal berhubungan dengan sindrom trombofilia. Dengan resistensi aliran
baik intrahepatik maupun ekstrahepatik, tekanan vena portal meningkat dari
kisaran normal antara 5-10 mmHg, dan nilai dapat meningkat hingga 30
mmHg. Sirkulasi kolateral dapat berkembang yang membawa darah portal

29
ke sirkulasi sistemik. Drainase adalah via gaster, interkostal dan vena-vena
lain menuju ke system esophageal, dimana varises berkembang.
Perdarahan biasanya berasal dari varises yang dekat dengan
gastroesofageal junction dan perdarahan dapat menjadi hebat. Perdarahan
selama kehamilan dari varises terjadi pada sepertiga sampai setengah dari
wanita yang menderita penyakit ini dan penyebab terbesar dari kematian
maternal. Prognosis maternal bergantung pada adanya perdarahan dari
varises. Angka mortalitas lebih tinggi jika varises berhubungan dengan
sirosis dibandingkan dengan varises tanpa sirosis- 18 versus 2 %. Angka
kematian perinatal lebih tinggi pada wanita dengan varises esophagus. Dan
seperti keluaran maternal, keluaran neonatus akan memburuk jika sirosis
yang menjadi penyebab varises

Penatalaksanaan
Terapi sama seperti pada wanita yang tidak hamil. Secara preventif,
pertimbangan harus diberikan untjuk menegakkan pentingnya dilakukan
dilatasi varises dengan endoskopi atau multidector CT esophagography.
Obat-obatan Β-blocker seperti propanolol diberikan untuk mengurangi
tekanan portal dan lebih lanjut resiko terhadap perdarahan.
Untuk perdarahan yang akut, ligasi endoskopi band dipilih menurut
Bacon (2008b). Zeeman and Moise (1999) mendeskripsikan wanita hamil
yang menjalani pemasangan band profilaksis pada 15, 26 dan 31 minggu
kehamilan untuk mencegah perdarahan. Skleroterapi juga dapat digunakan
dan pada beberapa kasus dapat membantu pemasangan band.
Penatalaksanaan medis yang akut untuk perdarahan varises diverifikasi
dengan endoskopi termasuk pemberian vasopressin intravena atau
octreotide and somatostatin. Tamponade balon untuk perdarahan yang
parah menggunakan triple-lumen tube dapat menyelamatkan nyawa jika
endoskopi tidak tersedia. Shunting darurat digunakan pada 10-20% dari
pasien dengan perdarahan yang tidak bisa dikontrol dengan endoskopi.
Prosedur radiologi intervensi- transjugular intrahepatic portosystemic stent
shunting (TIPSS)- dapat mengontrol perdarahan varises gaster juga. TIPSS
dapat dilakukan secara elektif pada pasien dengan perdarahan varises
sebelumnya.

30
31
BAB IV
DISKUSI

Pada makalah ini dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien berusia 44
tahun dengan diagnosa P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar + kala
III + obs febris + icteric ec ?, anak dan ibu dalam perawatan.
Pasien dikirim dari IGD setelah sebelumnya pasien melahirkan di IGD
RSUD Batusangkar seorang bayi premature dengan berat badan 1800 gr.
Bayi dikirim ke bagian perinatologi untuk mendapatkan perawatan sedang
ibu dikirim ke kamar bersalin untuk mendapatkan penanganan manajemen
aktif kala III. Setelah sampai di kamar bersalin kandung kemih pasien
dikosongkan kemudian diberikan oksitosin 5 IU bolus setelah itu dilakukan
tes pelepasan plasenta, kesan: plasenta telah lepas, lalu dilakukan
penegangan tali pusat terkendali. Plasenta lahir secara spontan, lengkap, 1
buah, bentuk dan ukuran normal. Kemudian pasien dilakukan observasi kala
IV untuk menilai tanda vital, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus serta tanda-
tanda perdarahan pervaginam. Penatalaksanaan pasien ini sudah tepat.
Infeksi VHA dalam kehamilan tidak banyak dibicarakan karena kasusnya
yang jarang dan tidak menimbulkan infeksi pada janin. Pada kasus pasien
dengan infeksi hepatitis B yang kronis sebenarnya tidak disarankan untuk
melahirkan secara pervaginam. Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria
telah diusulkan dalam menurunkan resiko transmisi VHB dari ibu kejanin.
ACOG tidak merekomendasikan SC untuk menurunkan transmisi VHB dari
ibu ke janin. Tetapi ada persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5
pg/ml atau HbeAg positif) lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan
(Surya,1997).(9) Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan
bayinya Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir
dalam waktu 12 jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya
vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Vaksin hepatitis B kedua
diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari
vaksinasi pertama.(10) Transmisi perinatal VHC pada prinsipnya terjadi pada
wanita yang mempunyai titer RNA-VHC yang tinggi atau adanya ko-infeksi
dengan HIV. tidak ada vaksinasi atau imunoglobulin yang dapat diberikan

32
pada bayi baru lahir untuk mencegah penularan infeksi VHC. Sampai saat
ini belum ada penelitian yang mendukung VHC dapat ditularkan melalui ASI.
Penulisan laporan ini berangkat dari permasalahan awal adanya
penurunan kondisi ibu setelah melahirkan dimana ibu tampak sesak serta
icteric disertai demam tinggi dan perut yang semakin membesar karena
asites. Dari pemeriksaan obstetric pasien tidak ada masalah di bidang
obstetric karena dari observasi kontraksi uterus pasien baik, tidak ada tanda-
tanda perdarahan. Untuk menunjang pemeriksaan maka dilakukan
pemeriksaan darah lengkap serta pemeriksaan EKG untuk menyingkirkan
penyebab lain dari sesak seperti masalah pada jantung. Setelah dilakukan
pemeriksaan fungsi hati ternyata didapatkan peningkatan kadar serum
transaminase (SGOT/SGPT) dengan kadar HBsAG yang negative, oleh
sebab itu dilakukan pemeriksaan kadar bilirubin direk dan indirek untuk
menegakkan diagnosisnya. Pada pasien ini diduga adanya sirrosis hepatis
maka perlu dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk melihat adanya varises
yang terbentuk akibat dari tahanan pada portal hepatis sehingga resiko
perburukan pada pasien karena perdarahan dapat diantisipasi sejak dini.

33
BAB V
KESIMPULAN

1. penatalaksanaan di bidang obstetri pada pasien ini sudah tepat.


2. Infeksi VHB dalam kehamilan tidak bersifat teratogenik tapi
mempunyai resiko transmisi vertikel terutama trimester III, persalinan
preterm dan BBLR sehingga neonatus harus mendapatkan profilaksis
dengan vaksin dan imunisasi.
3. perlu penanganan lebih komprehensif untuk penatalaksanaan kasus
dengan sirosis hepatis.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. GastroIntestinal


Disorders. Viral hepatitis. Williams ´Obstetric. 23rd Ed. Mc.Graw Hill
Publishing Division New York, 2010
2. Decherney AH, Pernoll ML. General Medical Disorders During
Pregnancy. Viral Hepatitis. Current Obstetric and Gynecologic
Diagnosis and treatment. 10th ed. USA.2007;479-480.
3. Putu Surya IG. Infeksi Virus Heptitis Pada Kehamilan. Ilmu Kedokteran
Fetomaternal. Ed.perdana. Himpunan Kedokteran Fetomaternal
POGI.2004
4. Fuqueroa DR, Sanchez FL, Benavides CME. Viral Hepatitis During
Pregnancy. Rew.Gastroenterol Mex.1994;59(3):246-253. diakses dari
http://www. Pub.Med.gov.
5. Duff P. Hepatitis in Pregnancy. Seminar Perinatologi.1998;22(4):277-
83. diakses dari http://www. Pub.Med.gov.
6. Pearlman MD, Tintinalli JE, Dyne PL. Infections and Infectious
Eksposure in Pregnancy. Viral Hepatitis. Obstetric and Gynecologic
Emergencies. Mc Graw Hill Publishing Division. New York 2004: 233-
235.
7. National Centre For Infectious Disease. Hepatitis A Virus. Division of
Viral Hepatitis. Last update July 9,2003. diakses dari http://www.
CDC.com.
8. MMWR. Appendix. Hepatitis A dan B Vaccines. January 24, 2003;34-
36. diakses dari http://www. MMWRq@CDC.gov.
9. Perinatology. Infections During Pregnancy. diakses dari http://www.
Perinatology.com
10. Birth Net Australia 2. Hepatitis During Pregnancy;2004. diakses dari
http://www. Birth.com.au

35
11. Hill JB, Sheffeld JS. Risk of Hepatitis B Transmission in Breast-Fed
Infants of Chronic Hepatitis B Carriers. in Obstetric and Gynecologic
Journal.2002 Juni;99(6):1049-52. diakses dari http://www.green
journal.org.
12. Wang JS, Zhu QR, Wang XH. Breast Feeding Does not Pose Any
Additional Risk of Imunoprophylaxis Failure on Infants of HBV Carriers
Mothers. Int J Clin Pract.2003 March;57(2):100-2. diakses dari
http://www. Pub.Med.gov.
13. Lee SD. Lo KJ,et al. Role of Cesarean Section in Prevention of
Mothers-Infant Transmission of Hepatitis B Virus. Lancet.1998 Oct
8;2(8615);833-4. diakses dari http://www. Pub.Med.gov
14. National Centers for Infections Disease. Hepatitis E Virus.Division of
Viral Hepatitis.last update May16,2003.diakses dari
http://www.mmwrq@cdc.gov.
15. Hepatitis C Information Centre. Hepatitis During Pregnancy. Last up
date Oct 19,2005. diakses dari http://www. Hepatitis Central.com
16. Kumar A, Beniwal M,et al. Hepatitis E in pregnancy. Int J Gynecologic
Obstetric.2004 Jun;85(3);240-4. diakses dari http://www.Pub Med.gov
17. Family medicine Resource. Hepatitis E in Pregnancy. diakses dari
http://www. Family Practice Note Book.com.
18. Hussaini SH, Skidmore SJ,et al. Sever Hepatitis E Infection During
Pregnancy. Jounal of Viral Hepatitis. Volume 4 Issue 1 page 56-Jan
1997.
19. Recomendation For Prevention and Control of Hepatitis C Virus (HCV)
Infection and HCV-Related Chronic Disease. CDC, Oct 16,1998/41 (RR
19);1-39. Diakses dari http://www.mmwrq @ cdc.gov.

36
LEMBARAN KONSULTASI MAKALAH ILMIAH
PESERTA PPDS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNAND / RSUP Dr. M. DJAMIL- PADANG

NAMA : Ratna Lestari Habibah


NO CHS :
SEMESTER : III (Ginekologi)
JENIS : Presentasi Kasus
PEMBIMBING : Dr. H. Zulhanif Nazar, SpOG
JUDUL : Hepatitis pada Kehamilan

TANGGAL TANGGAL
PARAF KETERANGAN
DITERIMA KOREKSI

LEMBARAN PERSETUJUAN
MAKALAH ILMIAH

NAMA : Ratna Lestari Habibah

37
NO CHS :
SEMESTER : III (Ginekologi)
JENIS : Presentasi Kasus
Sudah disetujui dan dipresentasikan kasus pada:
HARI : Rabu
TANGGAL : 1 Februari 2011
PUKUL : 10.00 – 11.00 WIB
TEMPAT : Ruang Pertemuan RSUD Prof. Hanifa SM Batusangkar
PEMBIMBING : Dr. H. Zulhanif Nazar, SpOG
JUDUL : Hepatitis pada Kehamilan

Batusangkar, 1 Februari 2012

Mengetahui,
KPS PPDS Obgin
FKUA/RS. Dr. M. Djamil Padang
(Dr. H. Pelsi Sulaini, SpOG-K)

Pembimbing,
(Dr. H. Zulhanif Nazar, SpOG)

38

Anda mungkin juga menyukai