Hep C
Hep C
PRESENTASI KASUS
Universitas Andalas
Oleh:
Ratna Lestari Habibah
Peserta PPDS
Pembimbing :
Dr. H. Zulhanif Nazar, SpOG
i
DAFTAR GAMBAR
asimptomatik........................................................................ 23
ii
DAFTAR TABEL
dengan hepatitis.......................................................................... 28
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pada makalah ini akan dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien
berusia 44 tahun dengan diagnosa P3A0H3 post partus prematurus
spontan diluar + kala III + obs febris + icteric ec ?, anak dan ibu dalam
perawatan. Pasien dikirim dari IGD setelah sebelumnya pasien
melahirkan di IGD RSUD Batusangkar seorang bayi prematur. Bayi
dikirim ke perinatologi untuk mendapatkan perawatan sedang ibu dikirim
ke kamar bersalin untuk mendapatkan penanganan manajemen aktif kala
III. Setelah mendapatkan penanganan pasien diobservasi selama kala IV,
kondisi pasien semakin lemah dengan sesak dan demam yang tidak
mengalami perbaikan, kemudian pasien dikonsultasikankan ke spesialis
penyakit dalam dalam perjalanannya pasien ditemukan asites selain
demam dan icteric kemudian pasien dialih rawatkan ke bagian penyakit
dalam untuk mendapatkan penanganan yang komprehensif. Berdasarkan
besarnya resiko infeksi hepatitis dalam kehamilan baik pada ibu maupun
pada janin melalui penularan vertikel dan horizontal serta perlunya
tindakan preventif mengingat belum adanya obat yang spesifik yang bisa
menuntaskan infeksi, maka makalah kasus ini dibuat. Pembahasan
dalam makalah ini akan dititikberatkan pada rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah penatalaksanaan di bidang obstetri pada kasus ini sudah tepat?
2. Apakah diagnosis dan penatalaksanaan kasus pada pasien ini sudah
tepat?
2
BAB II
LAPORAN STATUS
A. Identitas
Nama : Ny. Erlinda
Usia : 44 tahun
No. RM : 036823
Tanggal : 26/01/12
B. Keluhan Utama
Seorang pasien usia 44 tahun masuk ke KB RSUD Prof. Dr. MA Hanafiah,
Batusangkar pada tanggal 26/01/12 pukul 15.00 WIB dengan keadaan
pasien melahirkan di IGD RSUD Batusangkar 5 menit yang lalu.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien post melahirkan di IGD RSUD Batusangkar 5 menit yang lalu
bayi tidak langsung menangis sehingga bayi langsung dibawa ke
bagian anak. Os melahirkan kurang bulan dengan berat anak 1800
gram. Setelah melahirkan os langsung dibawa ke KB RSUD
Batusangkar untuk melahirkan kakak anak.
Ini merupakan anak ke 3.
Tidak haid sejak ± 8 bulan yang lalu
HPHT : lupa ; TP sulit ditentukan
Riwayat demam sejak 1 minggu yang lalu.
Os dikenal menderita tekanan darah tinggi semenjak sebelum hamil,
os control ke bidan, os tidak pernah dirawat karena tensi tinggi ini
ataupun mendapatkan pengobatan antihipertensi.
3
D. Riwayat Obstetri
Riw. perkawinan : 1 x tahun 1986
Riw. Kehamilan/Abortus/Persalinan : 4/0/4
- 1987, laki-laki, BB lupa, cukup bulan, spontan di bidan
- 1990, laki-laki, BB lupa, cukup bulan, spontan di bidan
- 1994, laki-laki, BB lupa, cukup bulan, spontan di bidan
Riw. Kontrasepsi : (–)
E. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Ku Kes Td N R T
Sedang CMC 150/100 90x/’ 20 37,9oC
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Leher : JVP 5 – 2 cmH2O, tiroid tak membesar
Toraks : cor dan pulmo status interna
Abdomen : status obstetrikus
Genitalia : status obstetrikus
Ekstermitas : edema (-/-), icterik (+)
Status Obstetrikus
Abdomen
Inspeksi : tampak sedikit membuncit.
Palpasi : TFU setinggi pusat, kontraksi lemah.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia
Inspeksi : V/U tenang, PPV (+), tampak tali pusat terjulur keluar
dari introitus vagina dijepit oleh klem.
F. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin
Hb : 13,8 gr/dl
Leukosit : 9800/mm3
4
Hematokrit : 42,8 %
Trombosit : 212.000/mm3
Golongan darah :O
SGOT/SGPT : 62/55 mg/dl
Ureum/creatinin :28/0,95 mg/dl
GDR : 84 mg/dl
HBsAG : (-)
Widal : (-)
Albumin : mg/dl
Bilirubin total : mg/dl
Bilirubin direk/indirek : / mg/dl
G. Diagnosa
P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar + kala III + obs febris +
icteric ec ?
Anak dan ibu dalam perawatan
H. Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Antibiotik (Cefotaxime 2 x 1 gr i.v) skin test
Antihipertensi (nifedipin SL 10 mg)
Oksitosin injeksi 1 ampul
Tes pelepasan plasenta
I. Rencana
Manajemen aktif kala III
J. Perjalanan Penyakit
Pukul 15.10 WIB
Diberikan injeksi oksitosin pertama 10 iu kemudian dilakukan tes pelepasan
plasenta, kesan : plasenta telah lepas. Dilakukan penegangan tali pusat
terkendali, plasenta lahir secara spontan, lengkap 1 buah, dengan bentuk
dan ukuran yang normal, berat ± 400 gr dan panjang tali pusat ± 45 cm,
insersi parasentralis. Perdarahan selama tindakan ± 80 cc.
5
Diagnosa
P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar, nifas hari I + obs febris +
icteric ec?
Anak dan ibu dalam perawatan
6
Cefotaxim 2x1 gr (iv)
Antalgin 3x500mg
SF 1x1
PCT 3x500 mg
7
IVFD RL 6 jam/kolf
Personal dan vulva hygiene
Mobilisasi
terapi
Cefotaxim 2x1 gr (iv)
Antalgin 3x500mg
SF 1x1
PCT 3x500 mg
Th/ :
- observasi KU, VS, PPV, balance cairan
- O2 2 ltr
- Loading IVFD RL sampai TD sistole ≥ 100 mmHg kemudian
dilanjutkan dengan IVFD RL 6 jam/kolf, jika TD sistole ≥ 100
mmHg diberikan furosemid 1 ampul ekstra.
- Paracetamol 3x500mg
- Cefotaxim inj 2x1gr iv
- Cek albumin, globulin, bilirubin total, bilirubin direk dan indirek.
8
Pa : FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, shifting dullness (+)
Pe : timpani
Au : BU(+)N
Genitalia
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-), lochia rubra (+) ∑ urin
100cc/2jam
ekstremitas
oedem (-), icterik (+)
Diagnosa
P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar, nifas hari II + obs febris +
asites + icteric ec?
Anak dan ibu dalam perawatan
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Personal dan vulva hygiene
Mobilisasi
terapi
Cefotaxim 2x1 gr (iv)
Antalgin 3x500mg
SF 1x1
PCT 3x500 mg
9
BAB III
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Hepatitis Virus A
I. Sejarah
VHA pertamakali ditemukan tahum 1973. VHA merupakan anenteric
non enveloped RNA picornavirus dengan ukuran RNA 2-7 nm dari genus
picorna viridae hepatovirus yang dapat dinonaktifkan dengan cahaya
ultraviolet atau pemanasan. VHA merupakan serotipe tunggal diseluruh
dunia yang sering menimbulkan infeksi akut dan tidak menyebabkan infeksi
kronis serta antibodi yang terbentuk menghasilkan imunitas atau kekebalan
jangka panjang terhadap kemungkinan infeksi VHA dimasa yang akan
datang.(1,2,6)
10
jangka panjang terhadap VHA.(6) Dilaporkan ± 15 % infeksi VHA rellaps
dalam jangka waktu 6-9 bulan.
Beberapa jalur penularan VHA adalah sbb :
Melalui air yang terkontamiasi
Makanan yang terkontamiasi oleh tangan yang mengandung virus.
Ikan yang tidak dimasak dari air yang telah terkontaminasi
Buah-buahan dan sayuran yang dicuci dengan air yang
terkontaminasi.
Penggunaan obat-obatan injeksi dan non injeksi
Aktifitas seksual baik anal maupun oral.
Konsentrasi VHA dalam berbagai macam cairan tubuh adalah:
IV. Pencegahan
Wanita hamil yang akan mengadakan perjalanan ke negara endemis
yang beresiko tinggi untuk terinfeksi VHA dianjurkan untuk vaksinasi.
Vaksinasi sebaiknya diberikan paling lambat 2 minggu sebelum perjalanan
dan dapat bertahan sampai 12 bulan setelah dosis tunggal dan sampai 20
tahun setelah dosis kedua.(7) Profilaksis infeksi VHA secara umum dapat
dibagi 2 yaitu(6) :
1. Profilaksis pre ekposure
Diberikan untuk yang beresiko tinggi untuk terinfeksi VHA, yaitu:
Jangka pendek : dengan IgG 0,02 ml/kgBB
Jangka panjang : dengan IgG 0,06 ml/kgBB
11
2. Profilaksis post eksposure
Yaitu dengan IgG single dose IM 0,002 ml/kgBB diberikan tidak lebih
dari 2 minggu setelah tereksposure.
Level protektif antiobodi terhadap VHA berkembang 94-100 % pada orang
yang divaksinasi dalam 1 bulan setelah pemberian dosis pertama.
Pemberian dosis kedua dapat menghasilkan level protektif terhadap VHA
untuk jangka panjang lebih dari 20 tahun(8). Adapun efek samping pemberian
vaksinasi adalah nyeri tempat suntikan, sakit kepala, lemah,letih dan lesu.
Adapun mengenai keamanan pada pemberian pada wanita hamil belum
diketahui.(8)
V. Terapi
Pengobatan infeksi VHA bersifat simptomatik dan infeksi bisa
sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada terapi yang dibutuhkan
kecuali mungkin cairan untuk rehidrasi. Jika infeksi terjadi dalam minggu
awal dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis A sebagai profilaksis post
eksposure.(9)
B. HEPATITIS VIRUS B
I. Sejarah
VHB ditemukan pertama kali tahun 1965 oleh Dr.Blumberg ketika
sedang mempelajari tentang hemophilia. VHB merupakan double stranded
DNA a42nm dari klass Hepadnaviridae. Permukaan paling luar dari
membrannya mengandung antigen yang disebut HBsAg yang bersirkulasi
dalam darah sebagai partikel spheris dan tubuler dengan ukuran 22 nm. Inti
paling dalam dari virus mengandung HBcAg. VHB (partikel dane), antigen
inti (HBcAg), dan antigen permukaan (HBsAg) serta semua jenis antibodi
yang bersesuaian dapat dideteksi melalui berbagai cara pemriksaan. (7,9)
12
1 %. Sebagian infeksi akut VHB pada orang dewasa menghasilkan
penyembuhan yang sempurna dengan pengeluaran HBsAg dari darah dan
produksi anti HBs yang dapat memberikan imunitas untuk infeksi berikutnya.
Diperkirakan 2-10 % infeksi VHB menjadi kronis dan sering bersifat
asimptomatik dimana 15-25 % meninggal sebelum munculnya sirosis
hepatis atau kanker hati. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu
makan menurun, demam, nyeri perut dan ikterik.(7,9)
Dibawah ini grafik gambaran serologik infeksi akut VHB
.
Konsentrasi VHB dalam berbagai cairan tubuh dapat dibagi dalam 3
kategori yaitu :
konsentrasi tinggi (darah, serum, eksudat luka)
sedang (semen, cairan vagina, saliva)
rendah (urine, feses, keringat, air mata, air susu).
VHB 100 kali lebih infeksius daripada HIV dan paling sering mengenai
usia 15-39 tahun. Penularan VHB dapat melalui kontak seksual (± 25 %),
parenteral seperti jarum suntik, dan penularan perinatal melalui kontak darah
ibu penderita kronis dengan membran mukus janin. (7,9) Secara umum
penularan VHB melalui jalur sbb:
13
Kontak seksual yang tidak aman baik pervaginal ataupun anal
dengan penderita dengan HbsAg positif.
Melalui oral seks dengan penderita HbsAg positif yaitu melalui saliva
yang sama infeksiusnya dengan cairan alat genital.
Kontak darah dengan penderita HbsAg positif seperti; jarum suntik,
tranfusi darah,dsb.
Transmisi Ibu-anak baik selama kehamilan, saat persalinan maupun
waktu menyusui. Transmisi dapat diturunkan dengan memberikan
vaksinasi, dimana bayi yang dilahirkan dari ibu yang infeksius
diberikan imunoglobulin dalam 24 jam pertama sebelum disusui.
Hanya bayi yang dapat vaksinasi yang boleh disusui oleh ibu yang
infeksius(7,9).
14
terinfeksi pada saat persalinan (baik pervaginam maupun perabdominan)
atau melalui ASI atau kontak dengan karier pada tahun pertama dan kedua
kehidupannya(10) .Pada bayi yang tidak divaksinasi dengan ibu karier
mempunyai kesempatan sampai 40 % terinfeksi VHB selama 18 bulan
pertama kehidupannya dan sampai 40 % menjadi karier jangka panjang
dengan resiko sirosis dan kanker hepar dikemudian harinya.(9)
VHB dapat melalui ASI sehingga wanita yang karier dianjurkan
mendapat Imunoglobulin hepatitis B sebelum bayinya disusui.(101) Penelitian
yang dilakukan Hill JB,dkk (dipublikasikan tahun 2002) di USA mengenai
resiko transmisi VHB melalui ASI pada ibu penderita kronis-karier
menghasilkan kesimpulan dengan imunoprofilaksis yang tepat termasuk Ig
hepatitis B dengan vaksin VHB akan menurunkan resiko penularan (11).
Sedangkan penelitian WangJS, dkk (dipublikasikan 2003) mengenai resiko
dan kegagalan imunoprofilaksis pada wanita karier yang menyusui bayinya
menghasilkan kesimpulan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara
ASI dengan susu botol. Hal ini mengindikasikan bahwa ASI tidak mempunyai
pengaruh negatif dalam merespon anti HBs.(12) Sedangkan transmisi VHB
dari bayi ke bayi selama perawatan sangat rendah.(10)
Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya
Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam
waktu 12 jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya
vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Imunoglobulin
merupakan produk darah yang diambil dari darah donor yang memberikan
imunitas sementara terhadap VHB sampai vaksinasi VHB memberikan efek.
Vaksin hepatitis B kedua diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi
ketiga setelah 6 bulan dari vaksinasi pertama.(10) Penelitian yang dilakukan
Lee SD, dkk (dipublikasikan 1988) mengenai peranan Seksio Sesarea
dalam mencegah transmisi VHB dari ibu kejanin menghasilkan kesimpulan
bahwa SC yang dikombinasikan dengan imunisasi Hepatitis B dianjurkan
pada bayi yang ibunya penderita kronis-karier HbsAg dengan level atau titer
DNA-VHB serum yang tinggi.(12)
Tes hepatitis B terhadap HBsAg dianjurkan pada semua wanita hamil
pada saat kunjungan antenatal pertama atau pada wanita yang akan
melahirkan tapi belum pernah diperiksa HbsAg-nya. Lebih dari 90 % wanita
15
ditemukan HbsAg positif pada skreening rutin yang menjadi karier VHB.
Tetapi pemeriksaan rutin wanita hamil tua untuk skreening tidak dianjurkan
kecuali pada kasus-kasus tertentu seperti pernah menderita hepatitis akut,
riwayat tereksposure dengan hepatitis, atau mempunyai kebiasaan yang
beresiko tinggi untuk tertular seperti penyalahgunaan obat-obatan
parenteral selama hamil, maka test HbsAg dapat dilakukan pada trimester
III kehamilan. HbsAg yang positif tanpa IgM anti HBc menunjukkan infeksi
kronis sehingga bayinya harus mendapat HBIg dan vaksin VHB.(9)
IV. Pencegahan
Pencegahan penularan VHB dapat dilakukan dengan melakukan
aktifitas seksual yang aman, tidak menggunakan bersama obat-obatan yang
mempergunakan alat seperti jarum, siringe, filter, spons, air dan tourniquet,
dsb, tidak memakai bersama alat-alat yang bisa terkontaminasi darah
seperti sikat gigi, gunting kuku, dsb, memakai pengaman waktu kerja kontak
dengan darah, dan melakukan vaksinasi untuk mencegah penularan. (7,9)
Profilaksis pada wanita hamil yang telah tereksposure dan rentan
terinfeksi adalah sbb(9) :
1. Ketika kontak seksual dengan penderita hepatitis B terjadi dalam 14
hari
Berikan vaksin VHB kedalam m.deltoideus. Tersedia 2 monovalen
vaksin VHB untuk imunisasi pre-post eksposure yaitu Recombivax
HB dan Engerix-B. Dosis HBIg yang diberikan 0,06 ml/kgBB IM
pada lengan kontralateral.
Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau luka
mukosa, dosis kedua HBIg dapat diberikan 1 bulan kemudian.
2. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB
Pada kontak seksual, jarum suntik dan kontak nonseksual dalam
rumah dengan penderita kronis VHB dapat diberikan profilaksis post
eksposure dengan vaksin hepatitis B dengan dosis tunggal.
Wanita hamil dengan karier VHB dianjurkan memperhatikan hal-hal
sbb :
16
Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti
asetaminophen
Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau
semen
Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah
seperti sikat gigi,dsb.
Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium
bahwa dirinya penderita hepatitis B carier.
Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B
dalam 1 minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.
Konsul teratur kedokter
Periksa fungsi hati.
Pilihan persalinan
Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria telah diusulkan dalam
menurunkan resiko transmisi VHB dari ibu kejanin. Walaupun dari penelitian
para ahli cara persalinan tidak menunjukkan pengaruh yang bermakna
dalam transmisi VHB dari ibu ke janin yang mendapatkan imunoprofilaksis.
ACOG tidak merekomendasikan SC untuk menurunkan transmisi VHB dari
ibu ke janin. Pada persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5 pg/ml
atau HbeAg positif) lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan
(Surya,1997).(9)
V. Terapi
17
Terapi infeksi akut VHB adalah supportif. Terdapat 4 jenis obat dalm
mengobati hepatitis B kronik yaitu interferon (IFN), Pegylated-interferon,
Lamivudin (3TC) dan Adefovir. Obat-obatan ini efektif pada 40-45 % pasien.
Jika infeksi terjadi dalam fase inisial dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis
B sebagai profilaksis post-eksposure. Interferon tidak diketahui mempunyai
efek samping terhadap embrio atau fetus. Data yang ada sangat terbatas
tapi penggunaan interferon dalam kehamilan mempunyai resiko yang lebih
berat.
Tidak ada data yang mendukung fakta efek teratogenik lamivudin.
Lamivudin telah digunakan pada kehamilan lanjut sebagai usaha mencegah
transmisi perinatal VHB.(9)
C. HEPATITIS VIRUS C
I. Sejarah
VHC pertama kali ditemukan pada tahun 1988. Merupakan DNA virus
yang bisa menimbulkan peradangan hati yang mengakibatkan kerusakan
hati sehingga berlanjut menjadi sirosis dan kanker hati primer pada
beberapa orang. VHC merupakan virus yang sangat tahan dan dapat hidup
diluar tubuh dalam jangka waktu yang cukup lama. Paling sedikit terdapat 6
genotipe yang berbeda dan lebih dari 90 subtipe VHC. Frekuensi infeksi
subtipe yang dominan adalah Ia daripada Ib (14)
18
2. Infeksi Kronis
Sekitar 80 % penderita berkembang menjadi kronis dimana virus
dapat tidur (dormant) selama bertahun-tahun. Sirosis terjadi karena
hati berusaha terus mengadakan perlawanan terhadap VHC
sehingga menimbulkan sikatrik (scar) pada hepar. Sehingga terjadi
gangguan fungsi hepar dan dapat berkembang menjadi kanker hati
(hepatocellulare carcinoma). Penyakit hepar kronis terjadi pada 70 %
penderita yang terkena infeksi kronis. Sirosis hepar tejadi pada 20 %
penderita yang mengalami infeksi kronis. Kematian akibat penyakit
hepar kronis terjadi < 3 % dari yang terinfeksi kronis(14).
Dibawah ini terdapat kurva serologik mengenai infeksi akut VHC yang
berlanjut menjadi kronik(14)
19
Tidak menggunakan alat-alat yang bisa terkontaminasi virus seperti
jarum suntik, filter, syringe dsb.
Tidak menggunakan alat-alat yang bisa terkontaminasi darah seperti
sikat gigi dan gunting kuku.
Menggunakan pengaman ketika bekerja dan kontak dengan darah
penderita.
20
akselerasi perjalanan HIV terutama jika terinfeksi VHC genotype 1, juga
menurunkan toleransi terhadap terapi HIV.
21
VHC telah digunakan secara luas dalam berbagai praktek klinik. Sebagian
besar test RT-PCR assay mampu mendeteksi virus dalam batas jumlah
yang lebih rendah yaitu 100-1000 viral genomes copies/ml. Dengan test RT-
PCR assay, 75-85 % orang yang anti VHC-nya positif dan lebih 95 % orang
dengan hepatitis C akut atau kronik akan menunjukkan hasil test RNA-VHCV
yang positif. Untuk mengurangi hasil yang positif palsu, serum harus
dipisahkan dari komponen selulernya dalam waktu 2-4 jam setelah sampel
dikumpulkan dan akan lebih baik jika sampel disimpan secara beku dengan
suhu -200 C atau -700 C. Apabila pengiriman sampel dibutuhkan, sampel
yang beku harus dilindungi dari proses pencairan.(19)
22
Dibawah ini terdapat allogaritma test diagnostik infeksi VHC yang
asimptomatis.
23
untuk mencegah penularan infeksi VHC. Sampai saat ini belum ada
penelitian yang mendukung VHC dapat ditularkan melalui ASI.
Sebagian besar wanita hamil pada usia 20-40 tahun dimana insidens
infeksi virus hepatitis C meningkat sangat cepat. Seorang wanita dengan
faktor resiko terhadap infeksi VHC sebaiknya diskreening untuk VHC
sebelum dan selama kehamilan. Resiko wanita hamil menularkan VHC
kepada bayi baru lahirnya telah dihubungkan dengan level kuantitatif RNA
dalam darahnya dan juga ko-infeksi dengan HIV. Pemeriksaan kuantitatif
RNA-VHC merupakan pemeriksaan untuk mengukur titer VHC dalam darah
yang berhubungan dengan tingkat replikasi virus. Level RNA-VHC dalam
darah juga digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan terapi antivirus
yang diberikan. Resiko transmisi rendah (0-18 %) jika ibunya HIV negatif
dan tidak ada riwayat penggunaan obat suntik atau transfusi darah.
Transmisi Virus kepada janin sangat tinggi pada wanita dengan titer cRNA
hepatitis lebih besar dari 1 juta kopi/ml, dan wanita tanpa titer cRNA yang
dapat terdeteksi tidak menularkan virus pada janinnya. Belum ada tindakan
preventif saat ini yang dapat mempengaruhi rata-rata transmisi VHC dari ibu
kejaninnya.
IV. Terapi
Terdapat 2 jenis obat-obatan dalam menterapi hepatitis C kronik yaitu
Pegylated Interferon (IFN) dan Ribavirin yang dapat membebaskan
penderita dari virus sampai 40 % pada genotipe 1 dan hingga 80 % pada
genotip 2 dan 3. Genotipe virus menunjukkan perbedaan dalam infeksi VHC.
Efektifitas pengobatan sangat tergantung pada jenis genotipe VHC yang
menginfeksinya(14).
Pada wanita usia reproduksi yang mendapatkan terapi hepatitis C
harus menyepakati untuk tidak hamil selama pengobatan dan 6 bulan
sesudahnya dengan menggunakan konrasepsi yang efektif, karena terapi
Ribavirin bersifat teratogenik yang bisa menimbulkan defek pada janin saat
lahir dan abortus spontan(14,15) Wanita yang mendapat terapi kombinasi
seharusnya tidak menyusui karena sangat potensial menimbulkan efek
samping obat terhadap bayi(14,15).
24
Penatalaksanaan penderita dengan HIV dan ko-infeksi oleh VHC
sangat komplek. Sangat perlu mempertimbangkan keuntungan dan resiko
terapi hepatitis C terhadap HIV. Mengenai pemilihan yang mana lebih dahulu
diterapi sangat bergantung pada beberapa faktor, tapi indikator yang paling
sering dipakai adalah kadar CD4 dan tingkat kerusakan hepar. Kadart CD4
yang tinggi (>500) menunjukkan gangguan sistem imun yang masih ringan
sehingga merupakan indikator untuk mendahulukan terapi hepatitis C,dan
jika hasil biopsi menunjukkan gangguan yang berat, perlu penatalaksanaan
yang cepat. Penderita dengan kadar CD4 yang rendah menunjukkan
gangguan fungsi imun yang cukup berat sehingga terapi hepatitis C-nya
harus diundur dulu. Perlu terapi HIV dulu untuk meningkatkan sistem imun
sehingga dapat mencegah infeksi yang oppurtunistik. Terapi HIV dengan
HAART sering menimbulkan gangguan akut pada hepar karena bersifat
hepatotoksik.(14,15)
D. HEPATITIS VIRUS D
I. Sejarah
Disebut juga dengan delta virus merupakan small circular RNA virus.
Singe-stranded RNA virus 37 nm ini pertama ali dilaporkan ole Rizzetto,dkk
di Italy tahun 1977. Virus ini diidentifikasi dari penderita hepatitis B tapi
berbeda dengan VHB yang double stranded DNA virus. (14) VHD
membutuhkan VHB untuk bereplikasi.
III. Pencegahan
25
Pada penderita ko-infeksi VHB-VHD dapat dilakukan pre atau post
eksposure profilaksis.
Pada penderita superinfeksi VHB-VHD diberikan pendidikan untuk
menurunkan resiko tingkah laku diantara orang-orang dengan infeksi
kronik VHB.
Karena VHD sangat tergantung pada VHB untuk bereplikasi maka
profilaksis pada VHB dapat menurunkan resiko infeksi VHD
IV. Terapi
Alpha interferon digunakan pada pasien dengan hepatitis B dan D
kronik. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan dosis yang lebih
tinggi dari biasanya menunjukkan hasil yang lebih baik(15)
E. HEPATITIS VIRUS E
I. Gambaran VHE
Merupakan single stranded RNA-34 nm berbentuk spheris dan tidak
berkapsul.
2. Fase Ikterik
Keluhannya berupa ikterik (bilirubin serum > 3 mg %), urine gelap,
feses berwarna terang, dan gatal-gatal.
26
3. Keluhan dan tanda lain berupa urtikaria, diare, peningkatan serum
aminotranferase (ALT), hepatomegali, malaise, dan eksresi virus
pada feses 14 hari dari onset penyakit.
Diagnostik
Test diagnostik belum tersedia secara komersial. Serum IgM dan IgG
anti HEV dapat dideteksi dengan ELISA.Infeksi VHE didiagnosa jika anti
VHE IgM atau VHE RNA-nya positif(17)
27
hepatitis berat pada trimester III dan berhubungan dengan tingginya angka
persalinan preterm dan mortalitas.(17)
IV. Pencegahan
Sampai saat ini belum ada vaksin yang tersedia untuk VHE.
Imunoprofilaksis untuk VHE belum tersedia tapi mungkin saja dengan
menggunakan darah donor dari penderita yang berasal dari negara dengan
prevalensi hepatitis E yang tinggi. Untuk itu pecegahan secara primer
dengan meningkatkan higiene dan memastikan bahwa air yang digunakan
bersih sangat penting.
V. Terapi
Sampai saat ini belum ada terapi yang khusus untuk VHE. Wanita
hamil yang menderita infeksi VHE harus berobat dan diawasi oleh tenaga
ahli sesegera mungkin disamping istirahat dan minum air yang lebih banyak
untuk mencegah dehidrasi.(17)
F. SIROSIS HEPATIS
28
Penyakit hati kronis yang irreversibel dengan fibrosis dan nodul yang
regeneratif adalah perjalanan akhir yang umum pada beberapa gangguan.
Laenec cirrhosis dari pemajanan alkohol yang kronis adalah penyebab yang
paling umum dalam populasi. Tetapi pada wanita muda-termasuk wanita
hamil, sebagian besar kasus disebabkan oleh sirosis postnekrotik dari
hepatitis B dan C yang kronis. Banyak kasus dari sirosis kriptogenik yang
sekarang diketahui disebabkan oleh penyakit perlemakan hati nonalkoholik.
Manifestasi klinis dari sirosis meliputi jaundice, oedem, koagulopathy,
kelainan metabolik, dan hipertensi portal dengan varises gastroesofageal
dan splenomegali. Insiden dari tromboemboli vena dalam meningkat.
Prognosisnya buruk, dan 75% mempunyai progresivitas menuju ke kematian
dalam 1-5 tahun.
29
ke sirkulasi sistemik. Drainase adalah via gaster, interkostal dan vena-vena
lain menuju ke system esophageal, dimana varises berkembang.
Perdarahan biasanya berasal dari varises yang dekat dengan
gastroesofageal junction dan perdarahan dapat menjadi hebat. Perdarahan
selama kehamilan dari varises terjadi pada sepertiga sampai setengah dari
wanita yang menderita penyakit ini dan penyebab terbesar dari kematian
maternal. Prognosis maternal bergantung pada adanya perdarahan dari
varises. Angka mortalitas lebih tinggi jika varises berhubungan dengan
sirosis dibandingkan dengan varises tanpa sirosis- 18 versus 2 %. Angka
kematian perinatal lebih tinggi pada wanita dengan varises esophagus. Dan
seperti keluaran maternal, keluaran neonatus akan memburuk jika sirosis
yang menjadi penyebab varises
Penatalaksanaan
Terapi sama seperti pada wanita yang tidak hamil. Secara preventif,
pertimbangan harus diberikan untjuk menegakkan pentingnya dilakukan
dilatasi varises dengan endoskopi atau multidector CT esophagography.
Obat-obatan Β-blocker seperti propanolol diberikan untuk mengurangi
tekanan portal dan lebih lanjut resiko terhadap perdarahan.
Untuk perdarahan yang akut, ligasi endoskopi band dipilih menurut
Bacon (2008b). Zeeman and Moise (1999) mendeskripsikan wanita hamil
yang menjalani pemasangan band profilaksis pada 15, 26 dan 31 minggu
kehamilan untuk mencegah perdarahan. Skleroterapi juga dapat digunakan
dan pada beberapa kasus dapat membantu pemasangan band.
Penatalaksanaan medis yang akut untuk perdarahan varises diverifikasi
dengan endoskopi termasuk pemberian vasopressin intravena atau
octreotide and somatostatin. Tamponade balon untuk perdarahan yang
parah menggunakan triple-lumen tube dapat menyelamatkan nyawa jika
endoskopi tidak tersedia. Shunting darurat digunakan pada 10-20% dari
pasien dengan perdarahan yang tidak bisa dikontrol dengan endoskopi.
Prosedur radiologi intervensi- transjugular intrahepatic portosystemic stent
shunting (TIPSS)- dapat mengontrol perdarahan varises gaster juga. TIPSS
dapat dilakukan secara elektif pada pasien dengan perdarahan varises
sebelumnya.
30
31
BAB IV
DISKUSI
Pada makalah ini dilaporkan sebuah kasus dari seorang pasien berusia 44
tahun dengan diagnosa P3A0H3 post partus prematurus spontan diluar + kala
III + obs febris + icteric ec ?, anak dan ibu dalam perawatan.
Pasien dikirim dari IGD setelah sebelumnya pasien melahirkan di IGD
RSUD Batusangkar seorang bayi premature dengan berat badan 1800 gr.
Bayi dikirim ke bagian perinatologi untuk mendapatkan perawatan sedang
ibu dikirim ke kamar bersalin untuk mendapatkan penanganan manajemen
aktif kala III. Setelah sampai di kamar bersalin kandung kemih pasien
dikosongkan kemudian diberikan oksitosin 5 IU bolus setelah itu dilakukan
tes pelepasan plasenta, kesan: plasenta telah lepas, lalu dilakukan
penegangan tali pusat terkendali. Plasenta lahir secara spontan, lengkap, 1
buah, bentuk dan ukuran normal. Kemudian pasien dilakukan observasi kala
IV untuk menilai tanda vital, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus serta tanda-
tanda perdarahan pervaginam. Penatalaksanaan pasien ini sudah tepat.
Infeksi VHA dalam kehamilan tidak banyak dibicarakan karena kasusnya
yang jarang dan tidak menimbulkan infeksi pada janin. Pada kasus pasien
dengan infeksi hepatitis B yang kronis sebenarnya tidak disarankan untuk
melahirkan secara pervaginam. Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria
telah diusulkan dalam menurunkan resiko transmisi VHB dari ibu kejanin.
ACOG tidak merekomendasikan SC untuk menurunkan transmisi VHB dari
ibu ke janin. Tetapi ada persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5
pg/ml atau HbeAg positif) lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan
(Surya,1997).(9) Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan
bayinya Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir
dalam waktu 12 jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya
vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Vaksin hepatitis B kedua
diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari
vaksinasi pertama.(10) Transmisi perinatal VHC pada prinsipnya terjadi pada
wanita yang mempunyai titer RNA-VHC yang tinggi atau adanya ko-infeksi
dengan HIV. tidak ada vaksinasi atau imunoglobulin yang dapat diberikan
32
pada bayi baru lahir untuk mencegah penularan infeksi VHC. Sampai saat
ini belum ada penelitian yang mendukung VHC dapat ditularkan melalui ASI.
Penulisan laporan ini berangkat dari permasalahan awal adanya
penurunan kondisi ibu setelah melahirkan dimana ibu tampak sesak serta
icteric disertai demam tinggi dan perut yang semakin membesar karena
asites. Dari pemeriksaan obstetric pasien tidak ada masalah di bidang
obstetric karena dari observasi kontraksi uterus pasien baik, tidak ada tanda-
tanda perdarahan. Untuk menunjang pemeriksaan maka dilakukan
pemeriksaan darah lengkap serta pemeriksaan EKG untuk menyingkirkan
penyebab lain dari sesak seperti masalah pada jantung. Setelah dilakukan
pemeriksaan fungsi hati ternyata didapatkan peningkatan kadar serum
transaminase (SGOT/SGPT) dengan kadar HBsAG yang negative, oleh
sebab itu dilakukan pemeriksaan kadar bilirubin direk dan indirek untuk
menegakkan diagnosisnya. Pada pasien ini diduga adanya sirrosis hepatis
maka perlu dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk melihat adanya varises
yang terbentuk akibat dari tahanan pada portal hepatis sehingga resiko
perburukan pada pasien karena perdarahan dapat diantisipasi sejak dini.
33
BAB V
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
35
11. Hill JB, Sheffeld JS. Risk of Hepatitis B Transmission in Breast-Fed
Infants of Chronic Hepatitis B Carriers. in Obstetric and Gynecologic
Journal.2002 Juni;99(6):1049-52. diakses dari http://www.green
journal.org.
12. Wang JS, Zhu QR, Wang XH. Breast Feeding Does not Pose Any
Additional Risk of Imunoprophylaxis Failure on Infants of HBV Carriers
Mothers. Int J Clin Pract.2003 March;57(2):100-2. diakses dari
http://www. Pub.Med.gov.
13. Lee SD. Lo KJ,et al. Role of Cesarean Section in Prevention of
Mothers-Infant Transmission of Hepatitis B Virus. Lancet.1998 Oct
8;2(8615);833-4. diakses dari http://www. Pub.Med.gov
14. National Centers for Infections Disease. Hepatitis E Virus.Division of
Viral Hepatitis.last update May16,2003.diakses dari
http://www.mmwrq@cdc.gov.
15. Hepatitis C Information Centre. Hepatitis During Pregnancy. Last up
date Oct 19,2005. diakses dari http://www. Hepatitis Central.com
16. Kumar A, Beniwal M,et al. Hepatitis E in pregnancy. Int J Gynecologic
Obstetric.2004 Jun;85(3);240-4. diakses dari http://www.Pub Med.gov
17. Family medicine Resource. Hepatitis E in Pregnancy. diakses dari
http://www. Family Practice Note Book.com.
18. Hussaini SH, Skidmore SJ,et al. Sever Hepatitis E Infection During
Pregnancy. Jounal of Viral Hepatitis. Volume 4 Issue 1 page 56-Jan
1997.
19. Recomendation For Prevention and Control of Hepatitis C Virus (HCV)
Infection and HCV-Related Chronic Disease. CDC, Oct 16,1998/41 (RR
19);1-39. Diakses dari http://www.mmwrq @ cdc.gov.
36
LEMBARAN KONSULTASI MAKALAH ILMIAH
PESERTA PPDS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNAND / RSUP Dr. M. DJAMIL- PADANG
TANGGAL TANGGAL
PARAF KETERANGAN
DITERIMA KOREKSI
LEMBARAN PERSETUJUAN
MAKALAH ILMIAH
37
NO CHS :
SEMESTER : III (Ginekologi)
JENIS : Presentasi Kasus
Sudah disetujui dan dipresentasikan kasus pada:
HARI : Rabu
TANGGAL : 1 Februari 2011
PUKUL : 10.00 – 11.00 WIB
TEMPAT : Ruang Pertemuan RSUD Prof. Hanifa SM Batusangkar
PEMBIMBING : Dr. H. Zulhanif Nazar, SpOG
JUDUL : Hepatitis pada Kehamilan
Mengetahui,
KPS PPDS Obgin
FKUA/RS. Dr. M. Djamil Padang
(Dr. H. Pelsi Sulaini, SpOG-K)
Pembimbing,
(Dr. H. Zulhanif Nazar, SpOG)
38