Anda di halaman 1dari 12

LANDASAN PSIKOLOGIS PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

Hafidz Gusdiyanto
Jurusan Pendidikan Olahraga, Program Pascasarjana
Universitas Negeri Malang
Email: hafidgusdiyanto@gmail.com

ABSTRAK: Psychology is of science that studies about souls and human


behavior. Through the foundation of pyscology, the process of education
will was easier because teachers know steps will be prepared in the study
process, because knowing the development or mannerisms every different
of learners. There are three Psychological’s forms: development
pyscology, learn pscyology, and social pscyology. As we see if teachers
can apply one of psychological form, the learning process will easier and
students will develop accoerding with their own abilities.
Keywords: Foundation pyscology, Education, Learning

ABSTRAK: Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa


dan tingkah laku manusia. Melalui landasan psikologis, proses
pendidikan akan lebih mudah karena pendidik mengetahui langkah-
langkah yang akan disusun dalam proses pembelajaran, karena
mengetahui perkembangan atau tingkah laku setiap peserta didik yang
berbeda-beda. Bentuk landasan psikologi pendidikan sendiri ada tiga
yaitu: psikologis perkembangan, psikologi belajar, dan psikologi sosial.
Dapat dilihat jika pendidik mampu menerapkan salah satu ketiga bentuk
landasan tersebut, proses pembelajaran akan lebih mudah dan peserta
didik akan semakin berkembang sesuai dengan kemampuan mereka
masing-masing.
Kata kunci: Landasan psikologi, Pendidikan, Pembelajaran

Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dengan
pendidikan manusia dapat memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya. Banyak
para pendidik yang memaksakan kehendaknya kepada peserta didik untuk melakukan
hal yang mereka inginkan sedangkan sebagian besar peserta didik mampu mengikuti
apa yang diinginkan pendidik, maka setiap guru dituntut untuk memahami teori
psikologi pendidikan agar potensi yang ada pada peserta didik dapat berkembang
sesuai dengan perkembangannya.

1
Pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi
merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara itu,
keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai peranannya antara lain akan
dipengaruhi oleh tentang pemahamannya dalam pendidikan perkembangan peserta
didik. Oleh karena itu agar sukses dalam mendidik, kita perlu memahami
perkembangan, sebab hal ini membantu kita dalam memahami tingkah laku. Tingkah
laku siswa sendiri dipelajari dalam suatu ilmu yang disebut sebagai psikologi.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Psikologi merupakan ilmu
yang mempelajari perilaku dan mental seseorang. Menurut Pidarta (2013:196),
“psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia”. Jiwa itu
sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani yang dapat dipengaruhi
oleh alam sekitar. Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan
peranan Psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis Psikologi akan membantu para
pendidik memahami struktur Psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya,
sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.
Perbedaan individual terjadi karena adanya perbedaan berbagai aspek
kejiwaan antar peserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan
bakat tetapi juga perbedaan pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan
aspirasi dan citacita bahkan perbedaan kepribadian secara keseluruhan. Oleh sebab
itu, pendidik perlu memahami perkembangan individu peserta didiknya baik itu
prinsip perkembangannya maupun arah perkembangannya. Sehingga, psikologi
dibutuhkan di berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan
seseorang.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Landasan Psikologis Pendidikan


Psikologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu psyche yang berarti
jiwa dan logos yang berarti ilmu, secara harfiah psikologi dapat diartikan sebagai
ilmu tentang jiwa atau ilmu jiwa. Menurut Sukmadinata, (2011:18) Psikologi yaitu
sebagai suatu studi yang mempelajari kegiatan atau perilaku individu dalam interaksi
dengan lingkungan. Menurut Pidarta, (2007:194) Psikologi adalah ilmu yang
mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan
jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat
dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang berada dan melekat dalam
manusia itu sendiri. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan psikologi adalah ilmu
pengetahuan tentang proses mental dan perilaku seseorang yang merupakan
manifestasi atau penjelmaan dari jiwa itu.
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-
faktor yang berhubungan dengan pendidikan, sedangkan pendidikan adalah proses
pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Dari dua definisi
ini maka jelas fokus dari psikologi pendidikan adalah proses belajar mengajar.
Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang

2
membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta
gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia
perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan
tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses
pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang
berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja, 2005: 106).
Menurut Barlow (dalam Romlah, 2010:24) tentang psikologi pendidikan
“sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologis yang menjadikan serangkaian
sumber untuk membantu seseorang dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru
dalam proses pembelajaran secara efektif”. Titik tekan dari pengertian ini adanya
interaksi antara guru dan siswa dalam kelas. Guru adalah seseorang yang
berkewajiban atau bertugas mengajar yang didalamnya terdapat serangkaian
mengajar, sedangkan siswa adalah sekumpulan individu yang sedang belajar dan
didalamnya terdapat strategi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi dan prestasi
yang di capainya. Psikologi memiliki peran dalam dunia pendidikan baik itu dalam
belajar dan pembelajaran. Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan oleh
pihak guru atau instruktur sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan
pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta
secara integral.
Dari tata hubungan interdisipliner dengan ilmu sosial lainnya, khususnya
terhadap pendidikan, psikologi pun memberikan landasan, yaitu dalam hal pembinaan
perilaku. Karena pada dasarnya, perbaikan perilaku merupakan sasaran utama
penyelenggaraan pendidikan. Sebagai ilmu perilaku, psikologi khusus mengarahkan
kegiatan studinya terhadap fenomena kejiwaan. Fakta menunjukkan bahwa karena
potensi kejiwaan cenderung mengalami perubahan dan perkembangan secara
bertahap, perilaku manusia pun cenderung mengalami perubahan dan perkembangan
secara bertahap pula. Oleh sebab itu, pelaksanaan pendidikan dalam hal
pengembangan materi pendidikan juga harus disesuaikan dengan tahapan-
tahapannya. Dalam hal ini, seluruh kegiatan penyelenggaraan pendidikan dipandang
perlu dikembangkan berdasarkan pada psikologi perkembangan peserta didik.

B. Bentuk-Bentuk Psikologi Pendidikan


Menurut Pidarta (2013:197), bentuk-bentuk psikologi pendidikan dibagi
menjadi tiga, yaitu:
1. Psikologi Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-
pendekatan yang dimaksud adalah: (Nana Syaodih, 1989).
a) Pendekatan pentahapan, perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan
tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri
pada tahap-tahap yang lain.
b) Pendekatan diferensial, pendekatan ini dipandang individu-individu itu memiliki
kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang
membuat kelompok–kelompok. Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan

3
satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin,
kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya
c) Pendekatan ipsatif, pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu,
dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan
seseorang secara individual
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah pendekatan
pentahapan. Pendekatan pentahapan ada dua macam yaitu bersifat menyeluruh dan
yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan
sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan,
sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor tertentu saja sebagai
dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak.
Psikologi perkembangan menurut Rouseau dalam (Pidarta, 2007:200)
membagi masa perkembangan anak atas empat tahap :
a) Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
b) Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru
seperti hidup manusia primitif.
c) Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan
kemauan untuk berpetualang.
d) Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata
hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.
Menurut Jean Piaget dalam (Pidarta, 2007:203) ada empat tingkat
perkembangan kognisi, yaitu:
a) Periode sensorimotor pada umur 0 – 2 tahun
Kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks. Reaksi intelektual hampir
seluruhnya karena rangsangan langsung dari alat-alat indra. Punya kebiasaan
memukul-mukul dan bermain-main dengan permainannya. Mulai dapat
menyebutkan nama-nama objek tertentu.
b) Periode praoperasional pada umur 2 – 7 tahun
Perkembangan bahasa anak ini sangat pesat. Peranan intuisi dalam memutuskan
sesuatu masih besaar, menyimpulkan sebagian kecil yang diketahui. Analisis
rasional belum berjalan.
c) Periode operasi konkret pada umur 7 – 11 tahun
Mereka sudah bisa berfikir logis, sitematis, dan memecahkan masalah yang
bersifat konkret. Mereka sudah mampu mengerjakan penambahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian.
d) Periode operasi formal pada umur 11 – 15 tahun
Anak-anak ini sudah dapat berfikir logis terhadap masalah baik yang konkret
maupun yang abstrak. Dapat membentuk ide-ide dan masa depan yang realistis.

2. Psikologi Belajar
Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif
permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau
kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu
mengomunikasikannya kepada orang lain. Ada sejumlah prinsip belajar menurut
Gagne (dalam Pidarta 2013:209) sebagai berikut:

4
a) Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan pendidik
tentang tentang respons anak yang diharapkan, beberapakali secara berturut-turut.
b) Pengulangan, situasi dan respons anak diulang-ulang atau dipraktikkan agar
belajar lebih sempurna dan lebih diingat.
c) Penguatan, respons yang benar misalnya diberi hadiah untuk mempertahankan
dan menguatkan respons itu.
d) Motivasi positif dan percaya diri dalam belajar.
e) Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-anak
dalam belajar.
f) Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor –faktor dalam
pengajaran.
Tiga butir pertama disebut Gagne sebagai faktor-faktor ekstern yang
mempengaruhi hasil belajar, sedangkan sisanya adalah sebagai faktor-faktor intern.
Faktor ekstern lebih banyak ditangani oleh pendidik, sementara itu faktor-faktor
intern dikembangkan sendiri oleh peserta didik di bawah arahan pendidik.
Menurut Mahmud (1989:121), untuk memahami arti psikologis tentang
belajar ialah mengetahui apa yang bukan belajar itu, pertama belajar bukanlah
kegiatan yang hanya berlangsung di dalam kelas saja, tetapi juga yang selalu
berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, belajar tidak hanya melibatkan
yang benar saja, tetapi juga melibatkan yang tidak benar. Ketiga, belajar tidak harus
bersifat disengaja atau secara sadar, tetapi dapat juga sebaliknya.
Belajar sendiri tidak selalu dalam hal pengetahuan atau ketrampilan, tetapi
juga dapat berkenaan dengan sikap dan perasaan. Jadi belajar adalah suatu perubahan
dalam diri seseorang yang terjadi karena proses sebuah pengalaman. Dengan
demikian dalam pengertian belajar terkandung dua faktor yaitu perubahan dan
pengalaman.
Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola tingkah laku
manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip
belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan teori belajar, yaitu:
a) Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal
perkalian dan melatih soal-soal (disiplin mental).
b) Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan
seumur hidup.
c) Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku
nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.
d) Teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit
yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk
mengembangkan ide.

3. Psikologi Sosial
Menurut Hollander (dalam Pidarta 2013:221) psikologi sosial adalah
psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang
mengkombinasikan ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari
pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu. Pembentukan kesan
pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu:

5
a) Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu
sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama tentang
kepribadiannya.
b) Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan, maka
hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
c) Latar belakang situasi. Kedua data di atas kemudian dikaitkan dengan situasi
pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama
tentang orang itu.
Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan
pendidik akan memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak. Motivasi juga
merupakan aspek psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang sulit
untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya
kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul, sehingga mereka dengan
senang hati belajar di sekolah. Menurut Klinger (dalam Pidarta, 2007:222) faktor-
faktor yang menentukan motivasi belajar adalah.
a) Minat dan kebutuhan individu.
b) Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
c) Harapan sukses.

C. Manfaat Psikologi Pendidikan


Peserta didik merupakan subjek dari psikologi pendidikan, di dalamnya tidak
lepas dari perilaku dalam mengekspresikan diri pada situasi berlangsungnya
pembelajaran, baik didalam kelas maupun diluar kelas. Bentuk ekspresi yang
dilakukan oleh peserta didik tidak lepas dari unsur psikologi, seperti kesiapan mereka
untuk merima pelajaran, kesehatan mental yang dialaminya, minat belajar dan lain-
lain. Apabila guru/pendidik telah memperhatikan berbagai ekspresi mereka, maka
dengan mudah pendidik memberikan motivasi belajar kepada peserta didik. Psikologi
pendidikan sangat berguna bagi para pendidik, guru dan orang tua agar dapat:
1) Memberikan pengajaran dan pelajaran terhadap peserta didik terhadap peserta
didik, sesuai dengan perkembanga jiwa mereka.
2) Mengenal dan memahami keberadaan setiap peserta didik secara utuh baik secara
individual maupun kelompok.
3) Memperlakukan peserta didik sesuai dengan keadaan jiwa yang dialaminya.
4) Membantu peserta didik dalam mengatasi masalah pribadi yang dihadapi.
5) Mewujudkan tindakan psikologi yang tepat dalam belajar-mengajar.

D. Implikasi Psikologi Dalam Pendidikan


Tinjauan tentang psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikologi social
dan kesiapan belajar serta aspek-aspek individu, memberikan implikasi kepada
konsep pendidikan. Implikasinya kepada konsep pendidikan, yaitu:
1) Psikologi perkembangan yang bersifat umum, yang berorientasi pada afeksi dan
pada kognisi, semuanya memberi petunjuk pada pendidik serta bagaimana
membina anak-anak agar mereka mau belajar dengan sukarela.

6
2) Psikologi Belajar, yang terdiri dari:
a. Klasik, disiplin mental bermanfaat untuk menghafal perkalian dan melatih
soal-soal dan aktualisasi diri
b. Behavioris bermanfaat atau cocok untuk membentuk prilaku nyata, seperti
mau menyumbang, giat bekerja, gemar bernyanyi dan sebagainya.
c. Kognisi cocok untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang lebih rumit
yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk
berkreasi menciptakan sesuatu atau ide baru.
3) Psikologi Sosial,
a. Persepsi diri atau konsep tentang diri sendiri ternyata bersumber dari perilaku
yang overt dan persepsi kita terhadap lingkungan dan banyak dipengaruhi
oleh sikap serta perasaan kita. Agar para peserta didik mengalami konsep diri
yang riil maka pendidik perlu mengembangkan perilaku yang overt, persepsi
terhadap lingkungan secara wajar, dan sikap keras perasaan yang positif.
Kosep diri yang keliru dapat merusak perkembangan anak.
b. Pembentukan sikap bisa secara alami, dikondisi dan meniru sikap para tokoh.
Pendidik perlu membentuk sikap anak yang positif dalam banyak hal. Oleh
sebab itu, cara pembentukan sikap ini perlu direncanakan dan dilaksanakan
pada waktu dan situasi yang tepat.
c. Sama halnya dengan sikap, motivasi peserta didik juga perlu dikembangkan
pada saat yang memungkinkan melalui:
1) Pemenuhan minat dan kebutuhannya.
2) Tugas-tugas yang menantang.
3) Menanamkan harapan yang sukses dengan cara sering memberikan
pengalaman sukses.
d. Hubungan yang intim diperlukan dalam proses konseling, pembimbingan dan
belajar dalam kelompok. Karena itu hubungan seperti ini perlu dikembangkan
oleh para pendidik.
e. Pendidik perlu membendungkan perilaku agresif anti sosial, tetapi
mengembangkan agresif prososial dan sanksi. Pengurangan agresif anti sosial
dapat dilakukan dengan menanamkan ketertiban, tidak menggangu atau sama
lain dan berupaya agar anak-anak tidak mengalami putus asa.
f. Pendidik juga perlu mengembangkan kemampuan memimpin dikalangan
anak-anak. Sebab kepemimpinan sangat besar perannya dalam mencapai
sukses belajar bersama dan sukses berorganisasi dalam kehidupan setelah
dewasa.
4) Kesiapan belajar yang bersifat afektif dan kognitif perlu diperhatikan oleh
pendidik agar materi yang dipelajari ankak-anak dapat dipahami dan
diinternalisasi dengan baik. Kesiapan afeksi harus dikembangkan dengan model
pengembangan motivasi sedangkan kesiapan kesiapan kognisi dipelajari dari
tingkat-tingkat perkembangan kognisi mereka.

7
5) Wujud perkembangan total atau perkembangan seutuhnya memenuhi tiga kriteria,
yaitu:
a. Semua potensi berkembang secara proposional atau berimbang harmonis.
b. Potensi-potensi itu berkembang secara optimal.
c. Potensi-potensi berkembang secara integratif.

E. Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologi


Peserta didik selalu berada dalam proses perubahan, baik karena pertumbuhan
maupun karena perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pengaruh faktor
internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan, sedangkan
perkembangan terutama karena pengaruh lingkungan. Kedua hal tersebut sebenarnya
hanya dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan, karena itu perubahan peserta
didik tersebut dapat disebut sebagai tumbuh-kembang manusia yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor, yakni faktor keturunan (hereditas), faktor lingkungan, faktor proses
perkembangan itu sendiri, serta hal-hal lain sebagai anugerah.
Pemahaman akan tumbuh-kembang manusia itu sangat penting sebagai bekal
dasar untuk memahami peserta didik dan untuk menentukan keputusan dan atau
tindakan yang tepat dalam membantu proses tumbuh-kembang itu secara efektif dan
efisien. Salah satu aspek dari pengembangan manusia seutuhnya adalah yang
berkaitan dengan perkembangan kepribadian, utamanya agar dapat diwujudkan
kepribadian yang mantap dan mandiri. Meskipun terdapat variasi pendapat, namun
dapat dikemukakan beberapa prinsip umum perkembangan kepribadian. Salah satu
prinsip perkembangan kepribadian ialah bahwa perkembangan kepribadian mencakup
aspek behavioral maupun aspek motivasional. Dengan perkembangan kepribadian
bukan hanya perubahan dari tingkah laku yang tampak, tetapi juga perubahan dari hal
yang mendorong tingkah laku tersebut. Prinsip kedua dari perkembangan kepribadian
ialah bahwa kepribadian mengalami perkembangan yang terus menerus dan tidak
terputus-putus, meskipun pada suatu periode tertentu akan mengalami perkembangan
yang cepat dibandingkan dengan periode lainnya. Di samping itu, hasil
perkembangan pada periode tertentu akan menjadi landasan bagi perkembangan
periode berikutnya.
Hal ini menunjukkan pentingnya pendidikan informal di keluarga serta
pendidikan prasekolah. Sedang bagi guru di sekolah, hal ini berarti bahwa demi
pemahaman kepribadian peserta didik tertentu diperlukan kerja sama yang erat
dengan orangtua peserta didik yang bersangkutan, dan dengan demikian dapat
membantu perkembangan kepribadian siswa yang bersangkutan atas dasar hasil
perkembangan yang telah terjadi di keluarga.
Perkembangan kepribadian, di samping faktor keluarga juga dipengaruhi oleh
faktor hereditas (seperti keadaan fisik, intelegensi, temperamen, dan sebagainya) dan
faktor sosial budaya di luar lingkungan keluarga. Alexander dengan tegas
mengemukakan tiga faktor utama yang bekerja dalam menentukan pola kepribadian
seseorang yakni: bekal hereditas individu, pengalaman awal di keluarga dan peristiwa
penting dalam hidupnya di luar lingkungan keluarga.

8
Dengan demikian, dari potensi hereditas, perkembangan kepribadian akan
berlangsung atas dasar kerja sama antara proses maturasi (pendewasaan) sebagai
pengaruh faktor-faktor pertumbuhan di dalam diri (intern) manusia, dengan proses
belajar sebagai pengalaman-pengalaman yang dijumpai manusia dalam hidupnya.

F. Penerapan Landasan Psikologis di Pendidikan Indonesia


Landasan psikologis merupakan landasan yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya.
Sehingga dapat dikatakan ketika pendidikan diselenggarakan tanpa memperhatikan
aspek psikologis sebagai landasannya maka penyelenggaraan pendidikan tidak akan
tepat sasaran sesuai kebutuhan dan perkembangan masing-masing peserta didik yang
berbeda satu dengan lainnya. Mengenai penerapan landasan psikologis dalam
pendidikan di Indonesia saat ini nampaknya sudah menunjukkan hal yang
menggembirakan.
Kurikulum pendidikan Indonesia yang terbaru saat ini yang sedang gencar
dilaksanakan ialah Kurikulum 2013. Berdasarkan penyampaian dari pelopor
munculnya kurikulum baru ini yaitu Prof. Dr. Ir. H. Musliar Kasim, MS
(Wamendikbud Nasional Indonesia bidang pendidikan), ternyata banyak aspek
psikologis yang menjadi perhatian sehingga muncullah rancangan kurikulum 2013 ini
yang pada akhirnya telah mencapai masa pelaksanaannya yang disambut dengan
beragam respon dari berbagai kalangan, namun kebanyakan respon yang muncul
ialah respon positif yang mendukung konsep kurikulum 2013 tersebut karena dinilai
banyak memiliki sisi positif dalam pengembangan peserta didik untuk dapat menjadi
insan yang kreatif, aktif, produktif dan berkarakter.
Dengan kurikulum baru ini peserta didik juga tidak akan lagi merasakan
beban psikologis karena harus mempelajari banyak mata pelajaran, yang kebanyakan
dipelajari dengan metode menghafal, diselingi banyaknya tugas atau PR, banyaknya
buku pelajaran yang harus dibawa setiap kali ke sekolah yang berpengaruh pula pada
kondisi fisik berupa kelelahan, dan lainnya. Hal yang sangat baik dari penerapan
kurikulum baru ini juga yaitu sangat memperhatikan aspek perbedaan potensi dan
perkembangan peserta didik sehingga pendidikan diharapkan akan tepat sasaran bagi
setiap peserta didik untuk menjadikan mereka anak negeri yang berkualitas dan
berkompeten pada beragam bidang atau profesi.

G. Kontribusi Psikologi pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran


Kajian Psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari
sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran,
seperti : teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt,
teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari
kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada
kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan
dalam proses pembelajaran.

9
H. Kontribusi Psikologi pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan
guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian
Psikologi kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh
peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian Psikologi telah memberikan sumbangan nyata dalam
pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah
dikembangkannya berbagai tes Psikologi baik untuk mengukur tingkat kecerdasan,
bakat maupun kepribadian individu lainnya. Oleh karena itu, betapa pentingnya
penguasaan Psikologi pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas
profesionalnya.
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti
mengalami perubahan,karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan usaha
atau kegiatan berinteraksi antara pendidik,anak didik dan lingkungan. Perubahan
tersebut adalah merupakan gejala yang timbul secara Psikologi. Di dalam hubungan
inilah kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri
individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik
perlu memahami landasan pendidikan dari sudut Psikologi.
Dengan demikian, Psikologi adalah salah satu landasan pokok dari
pendidikan. Antara Psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang
sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan
Psikologi menelaah gejala-gejala Psikologi dari manusia. Dengan demikian
keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

10
KESIMPULAN
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia yang
terdiri dari sifat, tingkah laku seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Pendidikan dan pembelajaran sendiri satu kesatuan yang saling melengkapi. Melalui
pendidikan seseorang memperoleh nilai-nilai kehidupa, sedangkan melalui
pembelajaran seseorang yang awalnya tidak bisa menjadi bisa. Landasan psikologis
sangat erat kaitannya dengan pendidikan karena dengan landasan psikologis para
pendidik dapat memahami perkembangan peserta didik, sebab hal ini membantu kita
dalam memahami tingkah laku. Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan
oleh pihak guru atau instruktur sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan
pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta
secara integral.
Keterkaitannya dengan pendidikan, psikologi pun memberikan landasan yaitu
dalam hal pembinaan perilaku. Karena pada dasarnya, perbaikan perilaku merupakan
sasaran utama penyelenggaraan pendidikan. Sebagai ilmu perilaku, psikologi khusus
mengarahkan kegiatan studinya terhadap fenomena kejiwaan. Fakta menunjukkan
bahwa karena potensi kejiwaan cenderung mengalami perubahan dan perkembangan
secara bertahap, perilaku manusia pun cenderung mengalami perubahan dan
perkembangan secara bertahap pula. Oleh sebab itu, pelaksanaan pendidikan dalam
hal pengembangan materi pendidikan juga harus disesuaikan dengan tahapan-
tahapannya. Dalam hal ini, seluruh kegiatan penyelenggaraan pendidikan dipandang
perlu dikembangkan berdasarkan pada psikologi perkembangan peserta didik.

SARAN
Penulis berharap dengan adanya makalah ini, para pendidik maupun peserta
didik untuk dapat saling memahami tentang proses belajar mengajar melalui landasan
psikologis. Di dalam landasan psikolgis memuat ilmu-ilmu yang diharapkan mampu
mengubah perilaku atau sifat pendidik maupun peserta didik dalam dunia pendidikan
saat ini.

11
DAFTAR RUJUKAN

Mahmud. (1989). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti (P2LPTK)

Pidarta, M. 2007. Landasan Pendidikan. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Pidarta, M. 2013. Landasan Pendidikan. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Romlah. 2010. Psikologi Pendidikan. Malang: UMM Press.

Sukmadinata. (2011). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005.Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT.


Rineka Cipta.

Universitas Negeri Malang. 2017. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skirpsi, Tesis,
Disertasi, Artikel, Makalah, dan Laporan Penelitian. Malang: Universitas
Negeri Malang

12

Anda mungkin juga menyukai