Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH

FORENSIK

HAL YANG HARUS DOKTER KETAHUI TENTANG UU KDRT DAN UU


PERLINDUNGAN ANAK

DI SUSUN OLEH
PUTRI CANTIKA REVIERA
1102013230

Pembimbing :
dr. Baety Adhiyanti, SpF

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS


KEPANITERAAN FORENSIK 260
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM DRAJAT PRAWIRANEGARA
2018

1
Nama : PUTRI CANTIKA REVIERA
NPM : 1102013230
Periode : 29 Januari – 17 Februari 2018
IKF FORENSIK 260 RSUD Drajat Prawiranegara, Serang

Tugas Makalah Forensik

Apa saja yang harus diketahui oleh seorang dokter tentang undang - undang
penghapusan KDRT dan undang – undang perlindungan anak?

 Undang Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga

Sebagai seorang dokter yang akan memiliki berbagai kewajiban di dalam mengemban
tugas sebagai tenaga medis dalam melakukan pelayanan kesehatan di Indonesia hendaklah
mengetahui beberapa hal yang terdapat dalam undang – undang no. 23 tahun 2004 tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Berdasarkan dari data Komnas
Perempuan Indonesia tahun 2016 didapatkan 245.548 kasus kekerasan terhadap istri yang
ditangani oleh pengadilan agama. Untuk kasus kekerasan rumah tangga dengan pengaduan
langsung ke Komnas perempuan yaitu 903 kasus dari total 1.022 pengaduan masyarakat.
Dengan mengetahui tingginya kasus kekerasan dalam rumah tangga ini, menyebabkan akan
meningkat pula kebutuhan pelayanan kesehatan terhadap kasus tersebut, di mana dalam hal ini
posisi dokter berperan penting, seperti melakukan pemeriksaan medis yang dibutuhkan
penyidik untuk dibuatkan Visum et Repertum ataupun memberikan pelayanan kesehatan dalam
bentuk perawatan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga tersebut dan lain- lain. Oleh
karena itu, seorang dokter haruslah mengerti landasan- landaasan hukum tentang kekerasan
dalam rumah tangga, agar dalam praktik kedokteran yang dijalaninya selaras dengan hukum
dan tidak memberikan kerugian bagi pihak lain ataupun diri dokter tersebut.
Berdasarkan UU no. 23 tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah tangga, pasal- pasal
yang seorang dokter harus ketahui yaitu:
1. Pasal 1 ayat 1, berbunyi:
Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuata terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk

2
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.

Pada pasal 1 ayat 1 ini seorang dokter harus mengerti secara dasar definisi dari kekerasan dalam
rumah tangga itu sendiri. Di mana pada pasal tersebut dijelaskan adanya suatu perbuatan pada
seseorang terutama perempuan yang menimbulkan suatan penderitaan yang salah satunya
secara fisik dan seksual.

2. Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2, berbunyi:


(1) Lingkup rumah tangga dalam undang- undang ini meliputi : (a). Suami, istri dan
anak; (b) orang –orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan,
perususan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga;
dan/atau; (c) orang yang bekeja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut.
(2) Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud pada huruf c dipandang sebagai
anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang
bersangkutan.

Pada pasal 2 ayat 1 dan 2 menjelaskan tentang lingkup rumah tangga berdasarkan undang-
undang, dalam hal ini digunakan seorang dokter untuk mengetahui lebih jelas lingkup rumah
tangga, yaitu suami, isteri dan anak yang menetap dalam rumah tangga disertai jika ada anggota
keluarga lain yang menetap, serta orang lain yang bekerja di rumah tangga tersebut seperti
pembantu rumah tangga dan supir termasuk dalam lingkup rumah tangga. Sehingga seorang
dokter dapat menilai kembali status dan identitas penderita ataupun pihak yang ingin dilakukan
pemeriksaan medis, serta tidak dapat dimanipulasi oleh penderita ataupun pihak- pihak lain
untuk hal yang tidak diinginkan.

3. Pasal 5, berbunyi:
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang
dalam lingkup rumah tanganya, dengan cara: (a) kekerasan fisik, (b) kekerasan
psikis, (c) kekerasan seksual, atau (d) penelantaran rumah tangga.

3
Pada pasal 5 ini menjelaskan bahwa seorang dokter harus mengetahui hal – hal apa saja yang
dapat ditimbulkan dari kekerasan dalam rumah tangga, yaitu kekerasan fisik dan kekerasan
seksual. Terkadang seorang dokter dalam praktik kedokterannya melupakan bahkan belum
mengetahui bahwa tindakan kekerasan seksual dalam rumah tangga yang terjadi baik itu yang
menjadi korban ialah orang yang bekerja di dalam rumah tangga tersebut merupakan kekerasan
dalam rumah tangga.

4. Pasal 6, berbunyi:
Kekerasan fisik sebagaimana di maksud dalam pasal 5 huruf a adalah perbuatan
yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.

Pada pasal 6 ini menjelaskan bahwa akibat dari kekerasan dalam rumah tangga tersebut dapat
dalam berbagai bentuk, sehingga bagi seorang dokter yang bilamana akan menuliskan
kesimpulan dalam sebuah Visum et repertum dapat dalam berbagai derajat luka dari ringan
hingga berat. Tindakan kekerasan yang ditimbulkan seperti: kekerasan fisik, seksual,
penyalahgunaan seksual atas perempuan kanak- kanak dalm ruah tangga, perkoasaan dalam
perkawinan, kekerasan di luar hubungan suami- istri, kekerasan yang berhubungan dengan
eksploitasi.

5. Pasal 8, berbunyi:
Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf c meliputi: (a)
pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam
lingkup rumah tangga tersebut; (b) pemaksaan hubungan seksual terhadap seorang
dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau
tujuan tertentu.

Pada pasal 8 ini menjelaskan tentang kekerasan seksual yang dimaksud yaitu adanya suatu
hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup. Sehingga
seorang dokter dapat mengetahui bahwa jika adanya tindak pemerkosaan dalam suatu lingkup
rumah tangga termasuk dalam tindak kekerasan dalam rumah tangga.

6. Pasal 10, 17, 21, 39, dan 40 berbunyi:


Pasal 10 : Korban berhak mendapatkan pelayanan sesuan dengan kebutuhan medis

4
Pasal 17 : Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerja
sama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau
pembimbing rohani untuk mendampingi korban.

Pasal 21 ayat 1 : Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga


kesehatan harus: (a) memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya;
(b) membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan visum et
repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang
memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti.

Pasal 21 ayat 2 : Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan disarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, atau
masyarakat.

Pasal 39 : Untuk kepentingan pemulihan, korban memperoleh pelayan dari  tenaga


kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani.

Pasal 40 ayat 1 : Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar
profesinya

Pasal 40 ayat 2 : Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib
memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban.

Di dalam pasal 17, 21, 39, dan 40 disebutkan tentang perlindungan yang diberikan dari tenaga
kesehatan untuk korban. Di mana korban berhak mendapatkan suatu pelayanan medis dari
tenaga kesehatan dalam hal ini seorang dokter, yaitu seorang dokter hendaklah melakukan
suatu pemeriksaan medis dengan standar profesi kedokteran yang sudah ada. Dengan
melakukan kewajiban sebagai dokter dan menghormati segala hak pasien, yang pada praktik
umumnya akan banyak ditemukan permintaan penyidik untuk meminta pembuatan visum et
repertum. Saat seorang dokter diminta hal tersebut, maka seorang dokter haruslah membuat
secara objektif berdasarkan hasil yang dilihat dan ditemukan saat pemeriksaan. Di mulai dari
penulisan identitas korban yang disesuaikan dengan surat permintaan visum dari penyidik,
pemeriksaan tanda- tanda vital, dan pemeriksaan luka. Bilamana kondisi saat korban saat
pemeriksa memerlukan suatu tindakan perawatan medis, maka lakukan tindakan perawatan

5
yang sesuai standard hingga menjaga kesehatan korban itu sendiri. Serta menginformasikan
kepada korban bahwa hasil visum hanya dapat diambil oleh penyidik, namun jika seorang
korban meminta hasilnya dapat dijelaskan dan diberikan dalam bentuk surat keterangan medis.
Bilamana korban tersebut membutuhkan suatu pemeriksaan medis dibidang kandungan untuk
lebih spesifik, maka rujuk korban ke dokter spesialis kandungan untuk dilakukan pemeriksaan
medis oleh dokter spesialis kandungan untuk pembuatan visum et repertum.

Dengan mengetahuinya undang – undang no. 23 tahun 2004 tentang penghapusan


kekerasan dalam rumah tangga akan menguatkan seorang dokter karena adanya landasan
hukum dalam melakukan suatu pemeriksaan medis dalam kasus kekerasan dalam rumah
tangga. Sehingga posisi dokter dalam melakukan pemeriksaan medis dan perawatan medis
dalam kasus tersebut sesuai sumpah profesi serta dengan hukum yang ada dan tidak mudah
untuk dimanipulasi ataupun dijadikan objek yang disalahgunakan nantinya oleh pihak yang
tidak berwenang, serta tetap menjaga hak- hak dari setiap pasien yang ada.

6
 Undang Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang- Undang No. 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Setiap suatu negara akan menjunjung tingga atas hak asasi manusia yang salah satu di
dalamnya yaitu hak asasi anak dimana salah satunya ialah setiap orang berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya,di mana setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Oleh karena itu seorang anak berhak pula
mendapatkan pelayanan kesehatan yang didukung dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan, yang disebutkan bahwa pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak dalam
kandungan, bayi, balita, hingga remaja; termasuk upaya pemeliharaan kesehatan anak cacat
dan anak yang memerlukan perlindungan. Karena anak merupakan investasi bagi bangsa dan
negara untuk kemajuan dan kehidupan bangsa selanjutnya. Akan tetapi kejahatan dan tindak
kekerasan yang terjadi pada anak terus bertambah hingga adanya pelecehan seksual yang
terjadi pada anak- anak. Oleh sebab itu seorang dokter dalam praktik kedokterannya pun harus
memahami tentang undang- undang perlindungan anak.

Berdasarkan UU no. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang- undang no. 23 tahun
2003 tentang perlindungan anak, pasal- pasal yang seorang dokter harus ketahui yaitu:

1. Pasal 1, berbunyi :
(1) Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan.
(2) Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hak- haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
(3) Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau
suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau
keluarrga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat
ketiga.

(6) Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar,
baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

7
(7) Anak penyandang disabilitas adalah anak yang memiliki keterbatasan fisik,
mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui
hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan
kesamaan hak.
(8) Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar
biasa atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa tidak terbatas pada
kemampuan intelektual, tetapi juga pada bidang lain.
(9) Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan, dan membesaran anak tersebut ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkatanya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
(10) Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk
diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan
karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjain tumbuh
kembang anak secara wajar.

(15) Perlindungan khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh anak
dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap
ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.
(15a) Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaraan,
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum

2. Pasal 15, berbunyi:


Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: (a) penyalahgunaan dalam
kegiatan politik; (b) pelibatan dalam sengketa bersenjata; (c) pelibatan dalam
kerusuhan sosial; (d) pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
(e) pelibatan dalam peperangan; dan (f) kejahatan seksual.

Pada pasal 1 dari beberapa ayat dijelaskan tentang definisi seorang anak yang dijelaskan bahwa
seseorang yang belum berusia 18 tahun dari anak dalam kandungan serta dijelaskan kategori
anak yang dijabarkan di dalam undang- undang. Sehingga anak – anak yang memang masih

8
dalam perawatan dari orang tua kandungnya ataupun anak lain seperti penyandang disabilitas
ataupun anak yang terlantar masih termasuk dalam kategori anak. Sehingga seorang dokter
tidak patut untuk membeda- bedakan dalam melakukan pemeriksaan medis hingga perawatan
medis di layanan kesehatan.

Pada pasal 15 dijelaskan bahwa setiap anak berhak dilindungi dari berbagai kondisi, salah
satunya dari kejahatan seksual. Seorang anak harus mendapatkan haknya dalam masa tumbuh
kembangnya dan kelangsungan hidupnya. Dari sisi ini, peran seorang dokter hendaklah
memberikan pengetahuan yang baik kepada setiap ibu baik yang sedang mengandung ataupun
merawat anaknya untuk selalu memerhatikan tumbuh kembang anaknya dan kelangsungan
hidupnya dari dalam kandungan hingga mereka tumbuh dewasa. Seperti memberikan
pengetahuan pemberian ASI eksklusif yang cukup, pemberian gizi yang baik, memberikan
pengetahuan tentang kesehatan anak serta setiap anak berhak untuk mendapatkan vaksin untuk
kelangsungan hidupnya.

3. Pasal 27, berbunyi:


(3) Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang
menyaksikkan dan/atau membantu proses kelahiran

Pada pasal 27 menjelaskan bahwa dalam proses pembuatan akte kelahiran membutuhkan surat
keterangan kelahiran dari seorang yang membantu proses kelahiran. Bilamana seorang dokter
umum ataupun dokter spesialis membantu proses persalinan maka dibutuhkan surat keterangan
dari dokter tersebut seperti informasi tentang tanggal dan waktu kelahiran, proses kelahiran,
jenis kelamin bayi, berat badan serta tinggi badan bayi saat lahir.

4. Pasal 44, berbunyi:


(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan fasilitas dan
menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak agar setiap
anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.
(2) Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung oleh peran serta masyarakat.
(3) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk
pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan.

9
(4) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan secara cuma – cuma bagi keluarga yang tidak mampu

Pada pasal 44 menjelaskan bahwa pemerintah mengupayakan peningkatan kesehatan untuk


anak dengan adanya memberikan fasilitas yang komprehensif. Dengan hal itu, peran dokter
memiliki peranan yang penting untuk membantu meningkatan kesehatan anak dan tidak hanya
dari anak tumbuh besar tapi sejak anak masih dalam kandungan. Kinerja dokter harus
mengupayakan kesehatan anak dari segi preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dari sisi preventif
peran dokter melakukan pelayanan medis seperti pemberian vaksin dan penyuluhan kepada
masyarakat.

5. Pasal 47 ayat 2c, berbunyi:


Penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizing
orang tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak.

Pada pasal 47 ayat 2c ini memaparkan bahwa, bilamana adanya suatu penelitian kesehatan dan
menggunakan anak sebagai objek penelitian hendaklah menggunakan izin terlebih dahulu
kepada orang tua nya dan tetap mengutamakan kepentingan yang terbaik untuk anak.

6. Pasal 59 ayat 2e, 2g, 2i, 2i, dan 2l, berbunyi:


Perlindungan khusus kepada anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan
kepada: (2e) anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya; (2f) anak dengan HIV/AIDS; (2i) anak korban
kekerasan fisik dan/atau psikis; (2l) anak penyandang disabilitas.

7. Pasal 59A, berbunyi:


Perlindungan khusus bagi anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayar (1)
dilakukan melalui upaya: penanganan yang cepat termasuk pengobatan dan/atau
rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan
kesehatan lainnya.

8. Pasal 64, berbunyi:

10
Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana
dimaksud dalam pasal 59 ayat (2) huruf b dilakukan melalui: (o) pemberian
pelayanan kesehatan.

9. Pasal 67, berbunyi:


Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 59
ayat (2) huruf e dan anak yang terlibat dalam peoduksi dan distribusinya dilakukan
melalui upaya pengawasan pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi.

10. Pasal 67B, berbunyi:


(1) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban pornografi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 59 ayat (2) huruf f dilakukan melalui upaya pembinaan,
pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik, dan mental.
(2) Pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosail, kesehatan fisik dan mental
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.

11. Pasal 67C, berbunyi:


Perlindungan khusus bagi anak dengan HIV/AIDS sebagaimana dimaksud dalam
pasal 59 ayat (2) huruf g dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan,
pengobatan, perawatan, dan rehabilitasi.

12. Pasal 69A:


Perlindungan khusus bagi anak korban kejahatan seksual sebagaimana dimaksud
dalam pasal 59 ayat (2) huruf j dilakukan upaya: (a) edukasi tentang kesehatan
reproduksi, nilai agama dan nilai kesusilaan

13. Pasal 76D, berbunyi:


Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

11
Pada pasal 59, 59A, 64, 67, 67C,69A dan 76D menjelaskan tentang kondisi – kondisi anak
yang berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari pemeriksaan medis, perawatan,
hingga pencegahan. Seperti dalam undang- undang tersebut dijelaskan tentang kondisi anak
dengan HIV/AIDS tetaplah mendapatkan perawatan kesehatan yang sesuai. Sebagai seorang
dokter hendaklah memberikan pelayanan yang komprehensif untuk kesehatan. Untuk kasus
HIV/AIDS seorang anak mendapatkan perawatan medis yang cukup dari pengobaan dengan
memberikan obat anti viral, pengontrolan, hingga bidang paliatif sendiri. Begitu pula dengan
kondisi anak- anak yang memang terbukti menggunakan narkotika ataupun telah zat adikitif,
dibutuhkan peran seorang dokter untuk membantu anak- anak tersebut dalam proses
rehabilitasi. Untuk kasus anak yang memang sedang berhadapan dengan hukum pun berhak
mendapatkan pelayanan baik untuk kesehatannya dari anak tersebut diperhatikan masalah gizi
dan tumbuh kembangnya selama proses hukum berlangsung. Segala upaya harus dilakukan
untuk memberikan edukasi yang baik dari dokter terhadap anak- anak serta orang tua tentang
kesehatan reproduksi dari sisi medis, agar anak tetap terkontrol untuk masalah kesehatan
reproduksi. Untuk seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual, merupakan suatu
pelanggaran pidana dan disaat dokter mendapatkan pasien untuk melakukan visum pada
korban kekerasan seksual, maka hendaklah dokter yang memeriksa dapat melakukan
pemeriksaan sesuat dengan standar yang berlaku dan tetap menjaga kepentingan kesehatan
anak tersebut baik fisik ataupun psikis anak.

12

Anda mungkin juga menyukai