Anda di halaman 1dari 23

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori


2.1.1. Konsep Kehamilan
a. Definisi Kehamilan
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam 40 minggu atau 10
bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam
3 trimester, dimana trimester 1 berlangsung dalam 12 minggu, trimester ke 2
dimulai dari minggu ke 13 hingga ke 27, dan trimester ke 3 dimulai dari minggu
ke 28 hingga ke 40. Fertilisasi (pembuahan) adalah penyatuan ovum (oosit
sekunder) dan spermatozoa yang biasanya berlangsung di ampula tuba (Saifuddin,
2014).
Periode antepartum adalah periode kehamilan yang dihitung sejak hari
pertama haid terakhir (HPHT) hingga dimulainya persalinan sejati, yang
menandai awal periode antepartum. Periode antepartum dibagi menjadi tiga
trimester, yang masing – masing terdiri dari 13 minggu atau tiga bulan menurut
hitungan kalender (Varney, 2007).
Kehamilan juga merupakan suatu perubahan hormonal, yang merupakan
bagian dari respon ibu terhadap kehamilan yang dapat menimbulkan stress, dan
perubahan mood, hampir sama seperti saat mereka akan menstruasi atau selama
menopause (Bobak, 2005).

Perubahan Fisiologis dan Adaptasi Psikologis Kehamilan pada Trimester III


1) Perubahan Fisiologis pada Trimester III
a) Sistem reproduksi
Uterus
Pada trimster III isthmus lebih nyata menjadi bagian korpus uteri
dan berkembang menjadi segmen bawah rahim (SBR). Pada kehamilan
tua karena kontraksi otot-otot bagian atas uterus, SBR menjadi lebih
besar dan tipis, tampak batas yang nyata antara bagian atas yang lebih
tebal dan segmen bawah yang lebih tipis. Batas itu dikenal sebagai
lingkaran retraksi fisiologis dinding uterus, diatas lingkaran ini jauh
lebih tebal daripada dinding SBR.
(1) 28 minggu : fundus uteri terletak kira-kira tiga jari diatas pusat atau
1/3 jarak antara pusat ke prosesus xifoideus (25 cm).
(2) 32 minggu : fundus uteri terletak kira-kira antara ½ jarak pusat dan
prosesus xifoideus (27 cm).
(3) 36 minggu : fundus uteri kira-kira 1 jari di bawah prosesus
xifoideus (30 cm).
(4) 40 minggu : fundus uteri terletak kira-kira 3 jari di bawah prosesus
xifoideus (33 cm).
6

Setelah minggu ke-28 kontraksi brakton hicks semakin jelas,


terutama pada wanita yang langsing. Umumnya akan menghilangkan
bila wanita tersebut melakukan latihan fisik atau berjalan. Pada
minggu-minggu terakhir kehamilan kontraksi semakin kuat sehingga
sulit dibedakan dari kontraksi untuk memulai persalinan.
b) Sistem traktus uranius
Pada akhir kehamilan kepala janin mulai turun ke pintu atas
panggul keluhan sering kencing akan timbul lagi karena kandung
kencing akan mulai tertekan kembali. Selain itu juga terjadi hemodilusi
menyebabkan metabolisme air menjadi lancar.
Pada kehamilan tahap lanjut, pelvis ginjal kanan dan ureter lebih
berdilatasi daripada pelvis kiri akibat pergeseran uterus yang berat ke
kanan akibat terdapat kolon rektosigmoid di sebelah kiri. Perubahan-
perubahan ini membuat pelvis dan ureter mampu menampung urine
dalam volume yang lebih besar dan juga memperlambat laju aliran
urine.
c) Sistem respirasi
Pada 32 minggu ke atas karena usus-usus tertekan uterus yang
membesar ke arah diafragma sehingga diafragma kurang leluasa
bergerak mengakibatkan kebanyakan wanita hamil mengalami derajat
kesulitan bernafas.
d) Kenaikan berat badan
Terjadi kenaikan berat badan sekitar 5.5 kg, penambahan BB dari
mulai awal kehamilan sampai akhir kehamilan adalah 11-12 kg.
e) Sirkulasi darah
Hemodilusi penambahan volume darah sekitar 25% dengan
puncak pada usia kehamilan 32 minggu, sedangkan hematokrit
mencapai level terendah pada minggu 30-32 karena setelah 34 minggu
massa RBC (Red Blood Cell) terus meningkat tetapi volume plasma
tidak. Peningkatan RBC menyebabkan penyaluran oksigen pada
wanita dengan hamil lanjut mengeluh sesak napas dan pendek napas.
Hal ini ditemukan pada kehamilan meningkat untuk memenuhi
kebutuhan bayi.
Aliran darah meningkat dengan cepat seiring pembesaran uterus.
Walaupun aliran darah uterus meningkat duapuluh kali lipat, ukuran
konseptus meningkat lebih cepat. Akibatnya lebih banyak oksigen
diambil dari darah uterus selama masa kehamilan lanjut (Genong,
1989). Pada kehamilan cukup bulan yang normal, seperenam volume
darah total ibu berada didalam sistem pendarahan uterus. Kecepatan
rata-rata aliran darah uterus ialah 500 ml/menit dan konsumsi rata-rata
oksigen uterus gravida ialah 25 ml/menit. Tekanan arteri maternal,
kontraksi uterus dan posisi maternal mempengaruhi aliran darah.
Estrogen juga berperan dalam mengatur aliran darah uterus.
7

f) Sistem muskuloskeletal
Sendi pelvic pada saat kehamilan sedikit dapat bergerak.
Perubahan tubuh secara bertahap dan peningkatan berat wanita hamil
menyebabkan postur dan cara berjalan wanita berubah secara
menyolok. Pusat gravitasi wanita bergeser ke depan. Payudara yang
besar dan posisi bahu yang bungkuk saat berdiri akan semakin
membuat kurva punggung dan lumbal menonjol. Pergerakan menjadi
lebih sulit. Struktur ligamen dan otot tulang belakang bagian tengah
dan bawah mendapat tekanan berat.
Wanita muda yang cukup berotot dapat mentoleransi perubahan
ini tanpa keluhan. Akan tetapi wanita yang tua dapat mengalami
gangguan punggung atau nyeri punggung yang cukup berat selama dan
segera setelah kehamilan.
Otot dinding perut meregang dan akhirnya kehilangan sedikit
tonus otot. Selama trimester ketiga otot rektus abdominis dapat
memisah, menyebabkan isi perut menonjol digaris tengah tubuh.
Umbilikus menjadi lebih datar atau menonjol. Setelah melahirkan
tonus otot secara bertahap kembali, tetapi pemisahan otot menetap.
Postur tubuh wanita secara bertahap mengalami perubahan karena
janin membesar dalam abdomen sehingga untuk mengkompensasi
penambahan berat ini, bahu lebih tertarik ke belakang dan tulang lebih
melengkung, sendi tulang belakang lebih lentur, dan dapat
menyebabkan nyeri punggung pada beberapa wanita.
Lordosis progesif merupakan gambaran yang karakteristik pada
kehamilan normal. Untuk mengkompensasi posisi anterior uterus yang
semakin membesar, lordosis menggeser pusat gravitasi ke belakang
pada tungkai bawah. Mobilitas sendi sakroiliaka, sakrokoksigeal dan
sendi pubis bertambah besar dan menyebabkan rasa tidak nyaman di
bagian bawah punggung, khususnya pada akhir kehamilan (Kusmiyati,
2009).

2) Perubahan dan Adaptasi Psikologis pada Trimester III


Trimester ketiga sering disebut periode penantian dengan penuh
kewaspadaan. Pada periode ini wanita mulai menyadari kehadiran bayi
sebagai makhluk yang terpisah sehingga ia menjadi tidak sabar menanti
kehadiran sang bayi. Ada perasaan was-was mengingat bayi dapat lahir
kapanpun. Hal ini membuatnya berjaga-jaga sementara ia memperhatikan
dan menunggu tanda dan gejala persalinan muncul. Trimester ketiga
merupakan waktu, persiapan yang aktif terlihat dalam menanti kelahiran
bayi dan menjadi orang tua sementara perhatian utama wanita terfokus
pada bayi yang akan segera dilahirkan. Sejumlah ketakutan muncul pada
trimester ke tiga. Wanita mungkin merasa cemas dengan kehidupan bayi
dan kehidupannya sendiri, seperti apakah bayinya akan lahir abnormal,
terkait persalinan dan pelahiran (nyeri, kehilangan kendali, hal-hal lain
yang tidak diketahui), apakah ia akan menyadari bahwa ia akan bersalin,
8

atau bayinya tidak mampu keluar karena perutnya sudah luar biasa besar
(Varney, 2006).
Rasa tidak nyaman timbul kembali, merasa dirinya jelek, aneh, dan
tidak menarik. Merasa tidak menyenangkan ketika bayi tidak lahir tepat
waktu. Takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang timbul pada saat
melahirkan, khawatir akan keselamatannya. Khawatir bayi akan dilahirkan
dalam keadaan tidak normal, bermimpi yang mencerminkan perhatian dan
kekhawatirannya. Merasa sedih karena akan terpisah dari bayinya. Merasa
kehilangan perhatian. Perasaan mudah terluka (sensitif). Libido menurun
(Sulistyawati, 2009).
Rasa cemas dan takut akan proses persalinan dan kelahiran
meningkat, yang menjadi perhatian : rasa sakit, luka saat melahirkan,
kesehatan bayinya, kemampuan menjadi ibu yang bertanggungg jawab,
dan bagaimana perubahan hubungan dengan suami, ada gangguan tidur.
Harus dijelaskan tentang proses persalinan dan kelahiran sejelas-jelasnya
agar timbur kepercayaan diri pada ibu bahwa dia dapat melalui proses
persalinan dengan baik (Rukiyah, 2009).

c. Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan


Faktor yang memengaruhi kecemasan ibu hamil dalam menghadapi
persalinan, antara lain :
1) Keadaan fisik
Keadaan fisik ibu selama hamil memengaruhi terjadinya
kecemasan. Ibu yang mengalami komplikasi dalam kehamilannya
cenderung lebih mudah cemas dibanding ibu hamil normal. Tetapi ibu
hamil normal tetap memiliki rasa cemas karena meskipun kehamilannya
tidak ada masalah, kehamilan yang fisiologis dapat berisiko terjadi hal-hal
yang bersifat patologis (Mansur&Temu, 2014).
2) Pengetahuan
Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah
mengalami kecemasan. Ketidaktahuan tentang suatu hal dianggap sebagai
tekanan yang dapat mengakibatkan krisis sehingga dapat menimbulkan
kecemasan. Kecemasan dapat terjadi pada ibu dengan pengetahuan yang
rendah mengenai proses persalinan. Hal ini disebakan karena kurangnya
informasi yang diperoleh (Mansur&Temu, 2014).
Informasi yang berhubungan dengan perawatan kehamilan sangat
dibutuhkan, sehingga akan meningkatkan pengetahuannya. Penguasaan
pengetahuan erat kaitannya dengan tingkat pendidikan seseorang.
Penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang,
maka semakin baik pula pengetahuannya tentang sesuatu. Pada ibu hamil
dengan tingkat pendidikan rendah kadang ketika tidak mendapatkan cukup
informasi mengenai kesehatannya (Romauli, 2011).
Pendidikan berpengaruh terhadap respon seseorang dalam
menerima rangsangan baik berupa informasi dari lingkungan yang akan
berpengaruh terhadap cara menurunkan ketegangan pikiran (Handayani,
2012).
9

3) Dukungan Lingkungan Sosial


Dukungan sosial dari orang-orang di sekitar merupakan faktor
yang memengaruhi kecemasan seseorang. Dukungan sosial diartikan
sebagai sesuatu yang kompleks. Dukungan seperti kata-kata yang mampu
memotivasi dan memberikan keyakinan pada ibu bahwa proses persalinan
yang dijalani ibu akan berlangsung dengan baik, sehingga ibu tidak perlu
merasa cemas, tegang, atau ketakutan (Mansur&Temu, 2014).
4) Ekonomi
Ekonomi rendah menyebabkan gangguan emosi pada ibu hamil.
Hal ini sudah dibuktikan secara ilmiah bahwa janin dalam kandungan
dapat merasakan apa yang dirasakan oleh ibu (Romauli, 2011).

d. Kebutuhan Psikologis Ibu Hamil Trimester III


Ibu hamil membutuhkan pemenuhan kebutuhan psikologis selama hamil
antara lain sebagai berikut :
1) Dukungan keluarga
Ibu merupakan salah satu anggota keluarga yang sangat
berpengaruh, sehingga perubahan apapun yang terjadi pada ibu akan
mempengaruhi keluarga. Kehamilan merupakan krisis bagi kehidupan
keluarga dan diikuti oleh stress dan kecemasan.
Dukungan keluarga pada kehamilan trimester III antara lain :
a) Keluarga ikut mendukung dan pengertian dengan mengurangi beban
kerja ibu, mewaspadai tanda persalinan.
b) Ikut serta merundingkan persiapan persalinan
c) Suami dan pasangan perlu menyiapkan kenyataan dari peran menjadi
orang tua
d) Suami harus dapat mengatakan “saya tahu peran saya selama proses
kelahiran dan saya akan menjadi orang tua”
2) Dukungan dari tenaga kesehatan
Peran bidan dalam perubahan dan adaptasi psikologis adalah
dengan memberi dukungan moral bagi klien, meyakinkan bahwa klien
dapat menghadapi kehamilannya dan perubahan yang dirasakannya adalah
sesuatu yang normal.
Dukungan bidan pada ibu hamil trimester III :
a) Menginformasikan tentang hasil pemeriksaan
b) Meyakinkan bahwa ibu akan menjalani kehamilan dengan baik
c) Meyakinkan ibu bahwa bidan selalu siap membantu
d) Meyakinkan ibu bahwa ibu dapat melewati persalinan dengan baik
Peran bidan pada ibu hamil trimester III, seperti :
a) Bidan harus mampu meminimalkan perasaan khawatir ibu hamil
menjelang persalinan
b) Bidan mampu membantu kondisi psikologi ibu dalam hal kesiapan
untuk menjadi seorang ibu
c) Bidan mampu meminimalkan perasaan takut, cemas, dan khawatir ibu
dalam menghadapi masa nifas (Bahiyatun, 2010).
10

3) Perasaan nyaman dan aman


Orang yang paling penting bagi seorang wanita hamil biasanya
ialah ayah sang anak. Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa wanita
yang diperhatikan dan dikasihi oleh pasangan prianya selama hamil akan
menunjukkan lebih sedikit gejala emosi dan fisik, lebih sedikit komplikasi
persalinan. Ada dua kebutuhan utama yang ditunjukkan wanita selama ia
hamil. Kebutuhan pertama ialah menerima tanda-tanda bahwa ia dicintai
dan dihargai. Kebutuhan kedua ialah merasa yakin akan penerimaan
pasangannya terhadap sang anak dan mengasimilasi bayi tersebut ke dalam
keluarga (Romauli, 2011).

Sebagai seorang petugas kesehatan dapat memberikan dukungan dengan


memberikan penjelasan bahwa yang dirasakan oleh ibu adalah normal.
Kebanyakan ibu memiliki perasaan dan kekhawatiran yang serupa pada trimester
III. Menenangkan ibu dengan mengatakan bahwa bayinya saat ini merasa senang
berada dalam perut ibu dan tubuh ibu secara alamiah akan menyiapkan kelahiran
bayi. Apabila terjadi ketegangan atau kontraksi bukan berarti bayi akan segera
lahir. Membicarakan kembali dengan ibu bagaimana tanda-tanda persalinan yang
sebenarnya. Menenangkan ibu dengan menyatakan bahwa setiap pengalaman
kehamilan bayi adalah unik, dan meyakinkan bahwa anda akan selalu berada
bersama ibu untuk membantu melahirkan bayinya (Rukiyah, 2009).
Pada kenyataannya, selama kehamilan dapat terjadi interaksi yang
kompleks antara berbagai faktor. Akibatnya, setiap ibu hamil akan menunjukkan
ketakutan dan kecemasannya dengan cara yang berbeda. Apabila ibu dapat
mengatasi permasalahannya sendiri atau dengan bantuan dan dukungan dari
suami, keluarga, atau tenaga kesehatan, kehamilan dapat berjalan sesuai dengan
yang diharapkan. Sebaliknya, jika ketakutan dan kecemasan melewati ambang
batas, hal ini dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, yang terburuk adalah
keguguran.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan ibu,
antara lain :
1) Melakukan persiapan untuk menghadapi kecemasan dengan
mengantisipasi berbagai permasalahan yang mungkin dihadapi,
pendidikan sesuai masalah yang dihadapi, peningkatan pengetahuan, dan
strategi pemecahan sesuai permasalahan.
2) Menurunkan tingkat kecemasan ibu dengan memberikan dukungan
psikologis, informasi, dan penyuluhan tentang masalah yang terkait
dengan perubahan fisik selama kehamilan.
3) Mengontrol kecemasan dengan membuat strategi penanggulangan sesuai
dengan masalah yang dihadapi dan melakukan pendekatan psikologis.
4) Menjauhi sumber stres.
5) Menjauhkan persepsi atau anggapan (Irianti, 2010).
11

2.1.2. Konsep Persalinan


a. Definisi Persalinan
Persalinan merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan
membran dari rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari pembukaan dan
dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan frekuensi, durasi, dan
kekuatan yang teratur (Rohani, 2011).
Menurut Manuaba (1998) dalam Lailiyana,dkk (2011) persalinan adalah
proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup ulan atau dapat
hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan
atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
Menurut Rukiyah, et.al (2009) Persalinan adalah pengeluaran hasil
konsepsi yang dimulai dengan secara spontan dengan presentasi belakang kepala
pada usia kehamilan 37-42 minggu. Waktu yang diperlukan selama 18 jam kurang
dari 24 jam tanpa komplikasi apapun. Persalinan dapat diselesaikan dengan tenaga
ibu sendiri ataupun tenaga bantuan alat-alat persalinan (Padila, 2014).

b. Tanda Persalinan
1) Tanda permulaan persalinan
Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya
wanita memasuki bulannya atau minggunya atau harinya yang disebut kala
pendahuluan (preparatory stage of labor). Ini memberikan tanda-tanda
sebagai berikut:
a) Lightening atau setting atau dropping yaitu kepala turun memasuki
pintu atas panggul terutama pada primigravida. Pada multigravida
tidak begitu terlihat, karena kepala janin baru masuk pintu atas
panggul menjelang persalinan.
b) Perut kelihatan lebih lebar dan fundus uteri menurun.
c) Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria) karena
kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
d) Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-
kontraksi lemah dari uterus (false labor pains).
e) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah
bisa bercampur darah (bloody show).
2) Tanda in-partu
a) Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan
teratur.
b) Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-
robekan kecil pada serviks.
c) Dapat disertai ketuban pecah dini.
d) Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan terjadi pembukaan
serviks (Padila, 2014).
3) Tanda-tanda persalinan
Sebelum terjadinya persalinan, didahului dengan tanda-tanda
sebagai berikut: kekuatan his semakin sering terjadi dan teratur dengan
jarak kontraksi yang semakin pendek. Dapat terjadi pengeluaran
pervaginam yaitu pengeluaran lendir atau pengeluaran lendir bercampur
12

darah. Dapat juga disertai ketuban pecah. Pada pemeriksaan dalam


terdapat perubahan serviks yaitu : pelunakan serviks, pendataran serviks
dan terjadinya pembukaan serviks (Manuaba, 1998 dalam Rukiyah, Ai
Yeyeh, 2009).

c. Tahapan Persalinan
Tahap persalinan terbagi menjadi empat, yaitu kala I, kala II, kala III, dan
kala IV:
1) Kala I
Pada kala I persalinan dimulainya proses persalinan yang ditandai
dengan adanya kontraksi yang teratur, adekuat, dan menyebabkan
perubahan pada serviks hingga mencapai pembukaan lengkap, fase kala I
persalinan terdiri dari fase laten yaitu dimulai dari awal kontraksi hingga
pembukaan mendekati 4 cm, kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih
diantara 20-30 detik, tidak terlalu mules. Fase aktif dengan tanda-tanda
kontraksi diatas 3 kali dalam 10 menit, lamanya 40 detik atau lebih dan
mules, pembukaan 4 cm hingga lengkap, penurunan bagian terbawah
janin, waktu pembukaan serviks sampai pembukaan lengkap 10 cm. Fase
pembukaan dibagi 2 fase, yaitu fase laten : berlangsung selama 8 jam,
pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai pembukaan 3 cm. Fase
aktif : dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2 jam
pembukaan 3 menjadi 4 cm, fase dilatasi maksimal dari pembukaan 4cm
menjadi 9 cm yang dicapai dalam 2 jam, dan fase deselerasi pembukaan
jadi lambat kembali dalam 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi
pembukaan lengkap (Rukiyah, 2009).
Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan pada
primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam (Rohani,
2011).
2) Kala II
Gejala dan tanda kala II, telah terjadi pembukaan lengkap, tampak
bagian kepala janin melalui bukaan introitus vagina, ada rasa ingin
meneran saat kontraksi, ada dorongan pada rektum atau vagina, perineum
terlihat menonjol, vulva dan springter ani membuka, peningkatan
pengeluaran lendir dan darah.
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses
ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada
multigravida. Pada kala pengeluaran janin telah turun masuk ruang
panggul sehingga terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara
reflektoris menimbulkan rasa mengedan, karena tekanan pada rectum ibu
merasa seperti mau buang air besar dengan tanda anus membuka. Pada
waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka, perineum
membuka, perineum meregang. Dengan adanya his ibu dipimpin untuk
mengedan, maka lahir kepala di ikuti oleh seluruh badan janin (Rukiyah,
2009).
13

Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah


lengkap (10 cm) dan berakhir dengan adanya lahirnya bayi. Kala II pada
primipara berlangsung selama 2 jam dan multipara 1 jam (Rohani, 2011).
3) Kala III
Batasan kala III, masa setelah lahirnya bayi dan berlangsungnya
proses pengeluaran plasenta tanda-tanda lepasnya plasenta : terjadi
perubahan bentuk uterus dan tinggi fundus uteri, tali pusat memanjang
atau terjulur keluar melalui vagina/vulva, adanya semburan darah secara
tiba-tiba kala III, berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir
uterus teraba kepala dengan fundus uetri agak diatas pusat beberapa menit
kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dalam 6 –
15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada
fundus uteri. Pengeluaran plasenta, disertai dengan pengeluaran darah
(Rukiyah, 2009).
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir
dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya
berlangsung 5 – 30 menit setelah bayi lahir (Rohani, 2011).
4) Kala IV
Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhirnya dua jam
setelah proses tersebut.
Observasi yang harus dilakukan pada kala IV, yaitu tingkat
kesadaran; pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan
pernapasan; kontraksi uterus; dan terjadinya perdarahan (perdarahan
dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc)
(Rohani, 2011).

d. Kecemasan dalam menghadapi persalinan


Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi
persalinan adalah (Kartono, 2007) :
1) Takut Mati
Takut mati baik atas dirinya maupun bayi yang akan dilahirkannya.
Hal ini wajar, sebab dalam persalinan kerap kali disertai perdarahan dan
kesakitan-kesakitan hebat, bahkan risiko terburuk yang dapat dialami
adalah kematian.
2) Trauma Kelahiran
Trauma kelahiran merupakan ketakutan akan berpisahnya bayi dari
rahim ibunya dan seolah calon ibu menjadi tidak mampu untuk menjaga
keselamatan bayinya, setelah bayinya ada di luar rahimnya.
3) Perasaan Bersalah
Perasaan bersalah atau berdosa ini ditujukan calon ibu yang hendak
melahirkan, kepada ibunya. Perasaan ini erat hubungannya dengan
ketakutan akan mati saat individu tersebut melahirkan bayinya. Kehadiran
ibu merupakan hal yang sangat penting selama periode tersebut. Oleh
sebab itu, seorang wanita merasa lebih nyaman dan tenang jika ibunya
mendampingi selama persalinan.
14

4) Ketakutan Riil
Ketakutan-ketakutan lain yang dirasakan ibu menjelang persalinan
anaknya adalah :
a) Takut apabila bayi yang akan dilahirkan dalam kondisi yang tidak
normal atau cacat.
b) Takut apabila bayi yang dilahirkan akan bernasib buruk akibat dosa ibu
ini di masa lalu.
c) Takut apabila beban hidupnya akan semakin berat akibat keberadaan
bayinya.
d) Muncul elemen ketakutan yang tidak disadari kalau ibu tersebut
berpisah dengan bayinya.
e) Takut kehilangan bayinya.

2.1.3. Primigravida
Wanita hamil, apalagi seorang primigravida (pertama kali hamil), hampir
semuanya mengalami kekhawatiran, kecemasan, dan ketakutan baik selama hamil,
saat menghadapi persalinan, maupun setelah persalinan. Kecemasan yang ibu
hamil rasakan umumnya berkisar mulai dari khawatir tidak bisa menjaga
kehamilan sehingga janin tidak bisa tumbuh sempurna, khawatir keguguran, takut
sakit saat melahirkan, takut bila nanti dijahit, bahkan lebih ekstrim lagi mereka
takut terjadi komplikasi pada saat persalinan sehingga dapat menimbulkan
kematian. Kadang kekhawatiran yang tidak rasional pun sering muncul dalam
benak ibu hamil, apalagi pada ibu primigravida yang biasanya mengalami
kecemasan saat mendekati hari H persalinan. Bagi sebagian wanita, proses
melahirkan identik dengan peristiwa yang menakutkan, menyakitkan, dan lebih
menegangkan dibandingkan peristiwa mana pun dalam kehidupan. Dan adalah
tugas bidan/dokter untuk mengatasi dan membantu mengurangi kecemasan yang
dirasakan klien (Aprilia, 2010).
Reaksi psikologis dan emosional yang muncul pada wanita yang baru
pertama kali hamil, antara lain kecemasan, kegusaran, ketakutan, dan kepanikan.
Reaksi tersebut dipicu oleh persepsi ibu bahwa kehamilan merupakan ancaman
yang menakutkan (Irianti, 2010).

2.1.4. Konsep Kecemasan


a. Definisi Kecemasan
Kecemasan merupakan respons individu terhadap suatu keadaan yang
tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan
sehari-hari. Kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang
secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Mansur &
Temu, 2014).
Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan
terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2005).
Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan
sesuatu di luar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi
permasalahan (Asmadi, 2008).
15

b. Gejala Kecemasan
Gejala – gejala kecemasan bervariasi, bergantung pada jenis gangguan
kecemasan, namun gejala umumnya antara lain : Pikiran obsesif yang tak
terkendali, perasaan panik, ketakutan, dan kegelisahan, tangan atau kaki merasa
dingin tapi berkeringat, palpitasi (perasaan yang tak menyenangkan akibat denyut
jantung tidak teratur), ketidakmampuan untuk diam dan tenang, pikiran berulang
atau kilas balik dari pengalaman traumatis, mimpi buruk, ritualistik perilaku,
seperti mencuci tangan berulang-ulang, masalah tidur, pusing, sesak napas, mulut
kering, mati rasa atau kesemutan ditangan atau kaki, mual, dan ketegangan otot
(Aldrin, 2014).
Kecemasan dapat ditujukkan dengan respon fisiologis tubuh. Respon
fisiologis tersebut adalah dengan mengaktifkan sistem saraf otonom. Saat otak
menerima rangsangan otak akan mengirim rangsangan tersebut ke kelenjar
adrenal melalui saraf simpatis. Kelenjar adrenal akan melepas epineprin yang
ditujukkan dengan perubahan pernapasan menjadi lebih dalam, nadi
meningkatkan dan tekanan darah akan meningkat (Mansur & Temu, 2014).

c. Tingkat kecemasan dan Karakteristik


Kemampuan individu untuk merespon terhadap suatu ancaman berbeda
satu sama lain. Perbedaan kemampuan ini berimplikasi terhadap ansietas beragam
dari ansietas ringan sampai panik.

Rentang Respons
Ansietas

Respons
Respons Adaptif
Maladaptif

Antisipas Antisipas Antisipas Antisipas


Ringan
i i i i

Gambar 2.1 Rentang Respon Ansietas

Tiap tingkatan ansietas mempunyai karakteristik atau manifestasi yang


berbeda satu sama lain. Manifestasi ansietas yang terjadi bergantung pada
kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga diri, dan
mekanisme koping yang digunakannya (Asmadi, 2008).
16

Tabel 2.1 Tingkat ansietas dan karakteristik


Tingkat Ansietas Karakteristik
Ansietas ringan  Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa
sehari-hari
 Kewaspadaan meningkat
 Persepsi terhadap lingkungan meningkat
 Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan
menghasilkan kreativitas
 Respons fisiologis : sesekali napas pendek, nadi
dan tekanan darah meningkat sedikit, gejala ringan
pada lambung, muka berkerut, serta bibir bergetar
 Respons kognitif : mampu menerima rangsangan
yang kompleks, konsentrasi pada masalah,
menyelesaikan masalah secara efektif, dan
terangsang untuk melakukan tindakan
 Respons perilaku dan emosi : tidak dapat duduk
tenang, tremor halus pada tangan, dan suara
kadang-kadang tinggi
Ansietas sedang  Respons fisiologis : sering napas pendek, nadi
ekstra sistol dan tekanan darah meningkat, mulut
kering, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala,
sering berkemih, dan lebih
 Respons kognitif : memusatkan perhatiannya pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain,
lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari
luar tidak dapat diterima
 Respons perilaku dan emosi : gerakan tersentak-
sentak, terlihat lebih tegang, bicara banyak dan
lebih cepat, susah tidur, dan perasaan tidak aman
Ansietas berat  Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja
dan mengabaikan hal yang lain
 Respons fisiologis : napas pendek, nadi dan
tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala,
penglihatan berkabut, serta tampak tegang
 Respons kognitif : tidak mampu berpikir berat lagi
dn membutuhkan banyak pengarahan/tuntunan,
serta lapang persepsi menyempit
 Respons perilaku dan emosi : perasaan terancam
meningkat dan komunikasi menjadi terganggu
(verbalitas cepat)
Panik  Respons fisiologis : napas pendek, rasa tercekik
dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, serta
rendahnya koordinasi motorik
 Respons kognitif : gangguan realitas, tidak dapat
berpikir logis, persepsi terhadap lingkungan
17

mengalami distorsi, dan ketidakmampuan


memahami situasi
 Respons perilaku dan emosi : agitasi, mengamuk
dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan
kendali/kontrol diri (aktivitas motorik tidak
menentu), perasaan terancam, serta dapat berbuat
sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan/atau
orang lain
(Asmadi, 2008).

d. Faktor predisposisi
Menurut Asmadi (2008) Berbagai teori yang dikembangkan untuk
menjelaskan penyebab ansietas adalah :
1) Berdasarkan pandangan psikoanalitik yang dikemukakan oleh Sigmund
Freud, anxiety adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitive individu, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya individu. Ego atau
Aku, berfungsi sebagai mediator antara tuntutan id dan superego. Menurut
teori psikoanalitik anxiety merupakan konflik emosional yang terjadi
antara id dan superego, yang berfungsi memperingatkan ego tentang
sesuatu bahaya yang perlu diatasi.
2) Pandangan interpersonal yang dikemukakan oleh Sullivan, anxiety timbul
dari perasaan takut dari tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Hal ini juga berhubungan dengan trauma perkembangan
seperti perpisahan, kehilangan yang menimbulkan individu tidak berdaya.
Seseorang dengan harga diri rendah biasanya sangat mudah mengalami
perkembangan ansietas berat. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh
masyarakat akan menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi
cemas. Namun bila keberadaannya diterima oleh orang lain, maka ia akan
merasa tenang dan tidak cemas. Dengan demikian, ansietas berkaitan
dengan hubungan antara manusia.
3) Menurut pandangan teori perilaku, anxiety dianggap sebagai produk
frustasi, yakni segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang
mencapai tujuan yang dia inginkan. Semakin tinggi frustasi yang dialami,
maka akan semakin besar tingkat anxietynya. Sumber-sumber frustasi
adalah pada usaha pemenuhan kebutuhan, kondisi fisik individu dan
lingkungan.
4) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
untuk benzodiazepnis. Reseptor ini mungkin membantu mengatur anxiety.
Penghambat asam aminobutirat-gama neuroregulator (GABA) juga
mempunyai peran penting dalam mekanisme biologis berhubungan dengan
anxiety, sebagaimana halnya dengan endorphin. Selain itu, telah
dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata
sebagai predisposisi ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan
18

fisik selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi


stressor.

e. Faktor Pencetus
Menurut Asmadi (2008), Faktor presipitasi dikelompokkan menjadi dua
bagian :
1) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas
fisik yang meliputi :
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal
b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal
a) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah
dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai
ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

f. Respon Kecemasan
Respon terhadap kecemasan menurut (Stuart, 2007) meliputi :
1) Respon fisiologis
a) Sistem kardiovaskuler : palpitasi, meningkatnya tekanan darah, rasa
mau pingsan, nadi menurun.
b) Sistem pernapasan : napas cepat dan pendek, rasa tertekan pada dada,
napas dangkal, perasaan tercekik, terengah-engah
c) Sistem neuromuscular : refleks meningkat, reaksi terkejut mata
berkedip-kedip, insomnia, tremor, gelisah, wajah tegang, kelemahan
secara umum.
d) Sistem gastrointestinal : kehilangan nafsu makan, rasa tidak nyaman
pada abdomen, mual, diare, menolak makan
e) Sistem urinary : tidak dapat menahan kencing, sering kencing
f) Sistem integumen : wajah kemerahan, rasa dingin pada kulit, wajah
pucat, berkeringat seluruh tubuh.
2) Respon perilaku
Kelelahan, ketegangan fisik, tremor, bicara cepat, kurang koordinasi,
cenderung mendapat cedera, melarikan diri dari masalah, gelisah, reaksi
terkejut, menarik diri dari hubungan interpersonal, menghindari,
hiperventilasi, dan sangat waspada.
3) Respon kognitif
Gangguan perhatian, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan
penilaian, penurunan lapang persepsi, penurunan kreativitas, kebingungan,
takut cedera atau kematian, bingung, kesadaran diri, takut kehilangan
kendali, kehilangan objektivitas, mimpi buruk dan takut cidera atau
kematian.
19

4) Respon afektif
Gelisah, tidak sabar, tegang, waspada, mudah terganggu, ketakutan, mudah
tersinggung, gugup, malu, rasa bersalah, kengerian, kekhawatiran,
kecemasan dan mati rasa.

g. Mekanisme Koping Terhadap Ansietas


Setiap ada stressor penyebab individu mengalami ansietas, maka secara
otomatis muncul upaya untuk mengatasinya dengan berbagai mekanisme koping.
Penggunaan mekanisme koping menjadi efektif bila didukung oleh kekuatan lain
dan adanya keyakinan pada individu yang bersangkutan bahwa mekanisme koping
yang digunakan dapat mengatasi ansietasnya. Sumber koping merupakan modal
kemampuan yang dimiliki individu guna mengatasi ansietas. Ansietas perlu diatasi
untuk mencapai keadaan homestatis dalam diri individu, baik secara fisiologis
maupun psikologis. Apabila individu tidak mampu mengatasi ansietas secara
konstruktif, maka ketidakmampuan tersebut dapat menjadi penyebab utama
terjadinya perilaku yang patologis.
Secara umum, mekanisme koping terhadap ansietas diklasifikasikan
kedalam dua kategori yaitu strategi pemecehan masalah (problem solving
strategic) dan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) (Asmadi, 2008).
1) Strategi Pemecahan Masalah(problem solving strategic)
Strategi pemecahan masalah bertujuan untuk mengatasi atau
menanggulangi masalah/ancaman yang ada dengan kemampuan
pengamatan secara realistis. Beberapa contoh strategi pemecahan masalah
yang dapat digunakan antara lain :
a) Meminta bantuan kepada orang lain
b) Secara besar hati, mampu mengungkapkan perasaan sesuai dengan
situasi yang ada
c) Mencari lebih banyak informasi yang terkait dengan masalah yang
dihadapi, sehingga masalah tersebut dapat diatasi secara realistis
d) Menyusun beberapa rencana untuk memecahkan masalah
e) Meluruskan pikiran atau persepsi terhadap masalah. Sesungguhnya
bayangan pikiran yang dimiliki setiap orang memberikan pengaruh
yang besar dalam kehidupan pribadi. Pikiran tersebut mengenai
diri sendiri maupun bayangan pikiran mengenai apa yang
dilakukan. Sebab, segala sesuatu yang dilakukan seseorang adalah
reaksi langsung dari apa yang ada dalam pikirannya.
2) Mekanisme Pertahanan Diri (defence mechanism)
Mekanisme pertahanan diri merupakan mekanisme penyesuaian ego yaitu
usaha untuk melindungi diri dari perasaan tidak adekuat. Beberapa ciri
mekanisme pertahanan diri antara lain :
a) Bersifat hanya sementara karena berfungsi hanya untuk melindungi
atau bertahan dari hal-hal yang tidak menyenangkan dan secara
tidak langsung mengatasi masalah.
b) Mekanisme pertahanan diri terjadi di luar kesadaran. Individu tidak
menyadari bahwa mekanisme pertahanan diri tersebut sedang
terjadi.
20

c) Sering kali tidak berorientasi pada kenyataan (Asmadi, 2008).

h. Alat Ukur Tingkat Kecemasan dengan Skala DASS


1) Pengertian DASS
Skala DASS merupakan alat ukur tingkat kecemasan yang
dipelopori oleh Lovibond (1995) dan merupakan alat ukur yang telah diuji
validitasnya. DASS terdiri dari 42 item pertanyaan yang menggambarkan
tingkat depresi, stress dan kecemasan. Masing-masing dari tiga skala
DASS berisi 14 item. Pada skala kecemasan menilai gairah otonom, efek
otot rangka, kecemasan situasional, dan pengalaman suyektif yang
mempengaruhi cemas. Skala DASS dapat digunakan pada perorangan atau
berkelompok (Clark, David A. 2011).
2) Item Setiap Skala DASS
DASS terdiri dari 42 item untuk mengukur tingkat depresi, stress
dan kecemasan. Pada skala depresi menilai dyphoria, putus asa, devaluasi
hidup, sikap meremehkan diri, kurangnya minat, dan inersia. Skala stress
menilai kesulitan santai, mudah marah dan gelisah, mudah tersinggung
dan tidak sabar. Skala kecemasan menilai gairah otonom, efek otot rangka,
kecemasan situasional, dan pengalaman suyektif yang mempengaruhi
cemas.
Item Skala depresi : 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21, 24, 26, 31,34, 37, 38, 42.
Item Skala kecemasan : 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20, 23, 25, 28, 30,36, 40, 41.
Item Skala stress : 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, 39. (Clark,
David A. 2011).
3) Cara Penilaian Skala DASS
Cara penilaian skala DASS adalah dengan memberikan skor pada
setiap jawaban, yaitu nilai nol jika pertanyaan tidak sesuai dengan kondisi
yang pernah dialami responden, skor satu jika sesuai dengan kondisi
sampai tingkat tertentu atau kadang kadang, skor dua jika sesuai dengan
kondisi sampai batas yang dapat dipertimbangkan atau lumayan sering.
Skor tiga jika sangat sesuai dengan kondisi atau sering sekali. Skor
kemudian dijumlahkan dan dinilai tingkat kecemasan sesuai dengan rentan
tingkat kecemasan skala DASS yaitu nilai nol sampai tujuh tidak ada
kecemasan, nilai delapan sampai sembilan kecemasan ringan, nilai sepuluh
sampai empat belas kecemasan sedang, dan nilai lima belas sampai
sembilan belas kecemasan berat, dan nilai lebih dari sama dengan dua
puluh adalah kecemasan berat sekali (Clark, David A. 2011).

2.1.5. Konsep Pendidikan Kesehatan


a. Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk komunikasi berupa
pemberian informasi yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman,
pengetahuan, dan kesadaran terhadap kesehatan. Pendidikan kesehatan tidak
hanya berkaitan dengan komunikasi dan informasi, tetapi juga dengan mendorong
motivasi, keterampilan, dan kepercayaan diri yang diperlukan untuk mengambil
tindakan dalam meningkatkan derajat kesehatan.
21

Pendidikan kesehatan meliputi komunikasi informasi mengenai kondisi


sosial, ekonomi, dan lingkungan yang berdampak pada kesehatan, serta faktor
risiko individu, perilaku berisiko, dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Pada awalnya, pendidikan kesehatan digunakan sebagai istilah untuk
menggambarkan kegiatan yang lebih luas, misalnya advokasi dan pemberdayaan
(Astuti, 2017).

b. Tujuan pendidikan kesehatan


Menurut WHO (1954) tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah
perilaku individu atau masyarakat di bidang kesehatan. Akan tetapi, perilaku
mencakup hal yang luas sehingga perilaku perlu dikategorikan secara mendasar
sehingga rumusan tujuan pendidikan kesehatan dapat dirinci sebagai berikut :
1) Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat. Oleh
sebab itu, pendidik kesehatan bertanggung jawab mengarahkan cara-cara
hidup sehat menjadi kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari.
2) Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
3) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan
kesehatan yang ada. Adakalanya, pemanfaatan sarana pelayanan yang ada
dilakukan secara berlebihan atau justru sebaliknya, kondisi sakit, tetapi
tidak menggunakan sarana kesehatan yang ada dengan semestinya
(Maulana, 2009).

c. Sasaran Pendidikan Kesehatan


1) Sasaran Primer
Sasaran primer adalah sasaran utama dan menjadi sasaran langsung atas
upaya melakukan pendidikan kesehatan atau promosi kesehatan. Contoh :
pasangan usia subur untuk sasaran penyuluhan penggunaan alat-alat
kontrasepsi.
2) Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder terdiri atas tokoh agama, tokoh adat dan tokoh
masyarakat. Diberikannya pendidikan kesehatan kepada kelompok ini
akan dapat mempercepat penerimaan informasi kesehatan sehingga
perubahan perilaku kesehatan yang diharapkan dapat tercapai.
3) Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat keputusan, pengambilan kebijakan,
misalnya pemerintah, pejabat dan pengusaha (Setiawati & Dermawan,
2008).

d. Tahapan kegiatan pendidikan kesehatan


Menurut Hanlon 1964 dikutip oleh Sinta 2011 mengemukakan tahapan
yang dilalui oleh pendidikan kesehatan adalah :
1) Tahap sensitisasi
Pada tahapan ini dilakukan guna untuk memberikan informasi dan
kesadaran pada masyarakat tentang hal penting mengenai masalah
22

kesehatan seperti kesadaran pemanfaatan fasilitas kesehatan, wabah


penyakit, imunisasi.
Pada kegiatan ini tidak memberikan penjelasan mengenai
pengetahuan, tidak pula merujuk pada perubahan sikap, serta tidak atau
belum bermaksud pada masyarakat untuk mengubah perilakunya. Bentuk
kegiatannya memanfaatkan siaran radio, poster, selebaran, dan lain-lain.
2) Tahap publisitas
Tahap ini merupakan tahapan lanjutan dari tahap sensitisasi.
Bentuk kegiatan berupa Press release yang dikeluarkan Departemen
Kesehatan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut jenis atau macam
pelayanan kesehatan misalnya di puskesmas, posyandu, polindes, dan
pustu.
3) Tahap edukasi
Sebagai tahap yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
mengubah sikap yang mengarah pada perilaku kesehatan yang diinginkan.
Contoh : ibu hamil memahami bahwa pentingnya pemeriksaan secra rutin
mengenai masalah kehamilannya pada bidan atau dokter.
4) Tahap motivasi
Setelah melalui tiga tahapan tersebut di atas, tahap terakhir adalah
tahap motivasi yang mana masyarakat mampu mengubah perilakunya
sesuai anjuran kesehatan. Contoh : setelah diberikan pendidikan kesehatan
tentang gosok gigi yang benar, masyarakat mampu melaksanakan kegiatan
gosok gigi sesuai anjuran kesehatan (Fitriani, 2011).

e. Ukuran Kelas
Meski materi dasar yang telah dirancang akan sama seberapapun besarnya
kelas, jumlah peserta yang hadir dapat memengaruhi tipe kegiatan yang telah
direncanakan. Selain itu, ukuran kelas tentu saja akan memengaruhi pengaturn
waktu. Semakin besar kelas maka semakin lama waktu yang dibutuhkan.
Sehingga dalam sebuah kelas dapat bekerja secara efektif dengan peserta
maksimal 24 orang (Schott, 2008).

f. Media Pendidikan Kesehatan


Media merupakan alat yang digunakan pendidikan dalam menyampaikan
bahan pendidikan ataupun pengajaran. Media pendidikan kesehatan disebut juga
sebagai alat peraga karena berfungsi membantu dan memeragakan sesuatu dalam
proses pendidikan pengajaran. Semakin banyak pancaindra yang digunakan maka
semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang
diperoleh sehingga mempermudah pemahaman (Maulana, 2012).

g. Macam alat bantu


Macam-macam alat bantu berdasarkan garis besarnya adalah :
1) Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu menstimulasi
indra mata (penglihatan) pada waktu terjadinya proses penerimaan pesan.
Alat ini ada dua bentuk :
a) Alat yang diproyeksikan, misalnya slide
23

b) Alat-alat yang tidak diproyeksikan :


(1) Dua dimensi, misalnya gambar peta, bagan, dan sebagainya
(2) Tiga dimensi, misalnya bola dunia, boneka, dan sebagainya
2) Alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat yang dapat membantu untuk
menstimulasikan indra pendengar pada waktu proses penyampaian bahan
pendidikan/pengajaran. Misalnya piringan hitam, radio, pita suara,
kepingan CD, dan sebagainya.
3) Alat bantu lihat-dengar, seperti televisi, video, dan DVD (Digital Versatile
Disc). Alat-alat bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual
Aids (AVA).
Di samping pembagian tersebut alat peraga atau media dapat dibedakan
menjadi dua macam menurut penggunaannya :
1) Alat peraga atau media yang rumit, seperti film, film strip, slide, dan
sebagainya yang membutuhkan listrik dan proyektor
2) Alat peraga sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan-bahan
setempat yang mudah diperoleh seperti bambu, karton, kaleng bekas,
kertas koran, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

h. Video
Menurut Iskandar dan Sunendar (2011), Metode audiovisual merupakan
metode yang mengajarkan dengan memanfaatkan alat pandang dengar seperti
video, kartu, tape recorder, atau program televisi sehingga pengajaran menjadi
lebih hidup dan menarik. Sedangkan menurut Muthoharoh (2010), metode
audiovisual adalah sebuah cara menyajikan bahan pelajaran dengan menggunakan
media pengajaran yang dapat memperdengarkan atau memperagakan bahan-bahan
tersebut sehingga peserta didik dapat menyaksikan, mengamati, memegang, atau
merasakan secara langsung (Aqib&Murtadlo, 2016).
Video telah menjadi bagian integral dari banyak instruktur merasa wajib
menunjukkan video minimal satu kali. (Schott, 2008).

Kelebihan Media audio visual :


1) Menarik perhatian
2) Penonton dapat memperoleh informasi dari para ahli atau spesialis
3) Dapat mempermudah demonstrasi yang dianggap sulit
4) Kontrol sepenuhnya dipegang oleh guru atau pemberi pendidikan
kesehatan
5) Dapat diputar pada ruangan yang bercahaya
6) Rekaman dapat diputar atau ditayangkan berulang kali
7) Hemat waktu
8) Volume dapat diatur sesuai keinginan
Kelemahan Media audio visual :
1) Sulit mengendalikan perhatian penontonnya
2) Komunikasi yang bersifat satu arah, sehingga harus diimbangi dengan
bentuk umpan balik yang lain
3) Detail objek yang ditampilkan dianggap kurang sempurna
24

4) Membutuhkan alat yang mahal dan aplikasi khusus (software) untuk


membuatnya (Mubarak, 2007).
Sama seperti halnya pembuatan media pendidikan kesehatan yang lain,
pembuatan video juga terdapat hal-hal yang harus diperhatikan di antaranya :
a) Harus dapat dilihat dengan jelas, sesuai dengan sifatnya sebagai medium
visual. Hindari hal-hal yang bersifat “ambigu” untuk menghindari
kekeliruan dalam hal penangkapan pesan oleh peserta didik.
b) Tayangannya dibuat secera sederhana namun dapat dimengerti oleh
peserta didik.
c) Menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami (Suiraoka dan
I Dewa, 2012).

2.1.6 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Video Persalinan Terhadap


Tingkat Kecemasan Menghadapi Persalinan Pada Ibu Primigravida Trimester III

Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan


terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2005).
Salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan pada ibu hamil adalah
pengetahuan. Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah
mengalami kecemasan. Ketidaktahuan tentang suatu hal dianggap sebagai tekanan
yang dapat mengakibatkan krisis sehingga dapat menimbulkan kecemasan.
Kecemasan dapat terjadi pada ibu dengan pengetahuan yang rendah mengenai
proses persalinan. Hal ini disebakan karena kurangnya informasi yang diperoleh
(Mansur&Temu, 2014). Informasi yang berhubungan dengan perawatan
kehamilan sangat dibutuhkan, sehingga akan meningkatkan pengetahuannya
(Romauli, 2011).
Untuk menghilangkan rasa cemas tersebut harus diberikan informasi
kepada ibu hamil selama kehamilan (Dahro, 2008). Beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kecemasan ibu, antara lain :
1) Melakukan persiapan untuk menghadapi kecemasan dengan
mengantisipasi berbagai permasalahan yang mungkin dihadapi,
pendidikan sesuai masalah yang dihadapi, peningkatan pengetahuan, dan
strategi pemecahan sesuai permasalahan.
2) Menurunkan tingkat kecemasan ibu dengan memberikan dukungan
psikologis, informasi, dan penyuluhan tentang masalah yang terkait
dengan perubahan fisik selama kehamilan.
3) Mengontrol kecemasan dengan membuat strategi penanggulangan sesuai
dengan masalah yang dihadapi dan melakukan pendekatan psikologis.
4) Menjauhi sumber stres.
5) Menjauhkan persepsi atau anggapan (Irianti, 2010).

Upaya yang dapat dilakukan adalah salah satunya dengan memberikan


pendidikan kesehatan tentang persiapan persalinan dan proses melahirkan.
Informasi dan pendidikan kesehatan : mengurangi pengaruh yang negatif
misalnya kecemasan dan ketakutan sering ditimbulkan oleh cerita-cerita yang
25

menakutkan mengenai kehamilan dan persalinan, pengalaman persalinan yang


lampau atau karena kurangnya pengetahuan mengenai proses kehamilan dan
persalinan. Keadaan tersebut perlu diimbangi dengan pendidikan mengenai
anatomi dan fisiologi kehamilan dan persalinan kepada ibu hamil (Rukiyah,
2009).
Salah satu media efektif yang digunakan untuk menyampaikan pendidikan
kesehatan adalah menggunakan media audio visual. Banyak manfaat yang
didapatkan dengan menggunakan media audio visual yaitu : Menarik perhatian,
Penonton dapat memperoleh informasi dari para ahli atau spesialis, Dapat
mempermudah demonstrasi yang dianggap sulit, Kontrol sepenuhnya dipegang
oleh guru atau pemberi pendidikan kesehatan, Dapat diputar pada ruangan yang
bercahaya, Rekaman dapat diputar atau ditayangkan berulang kali, Hemat waktu,
dan Volume dapat diatur sesuai keinginan (Suiraoka dan I Dewa, 2012).
Hasil penelitian Arafah dan Aizar (2012) yang meneliti tentang kecemasan
ibu primigravida dalam menghadapi persalinan di klinik hj. Hadijah Medan
setelah menonton video proses persalinan normal, menunjukkan bahwa menonton
video persalinan dapat menurunkan kecemasan pada ibu hamil dalam menghadapi
persalinan. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kecemasan pre menonton video
proses persalinan memperlihatkan bahwa mayoritas responden mengalami
kecemasan berat sebanyak 8 orang, kecemasan sedang 6 orang dan kecemasan
ringan 1 orang. Tingkat kecemasan post menonton video proses persalinan
menunjukkan perubahan, dimana rata-rata tingkat kecemasan responden dalam
menghadapi proses persalinan adalah kecemasan sedang sebanyak 13 orang,
kecemasan berat 1 orang dan kecemasan ringan 1 orang.
Dengan demikian, pemberian informasi/pendidikan kesehatan tentang
perawatan kehamilan yang baik, persiapan menjelang persalinan baik fisik
maupun psikis, serta informasi mengenai proses persalinan yang akan dihadapi
nanti dapat membuat ibu hamil lebih siap dan lebih percaya diri dalam
menghadapi proses persalinan (Mansur&Temu, 2014).
26

2.2. Kerangka Konsep Penelitian


Kehamilan

Perubahan ibu hamil


primigravida TM III

Pendidikan Kesehatan Psikologi Fisik

Tujuan Pendidikan
Kesehatan Sering kencing
Tidak sabar
Nyeri punggung
menantikan
Lelah
Sasaran Pendidikan Faktor yang kelahiran bayinya
Kesehatan mempengaruhi Perasaan duka akan
kecemasan : kehilangan hak
Tahapan Pendidikan Media atau Alat Bantu : istimewa selama
Alat bantu lihat (visual aids) Keadaan fisik
Kesehatan : Lingkungan hamil
Tahap sensitisasi Alat bantu dengar (audio aids) Perasaan canggung,
Ekonomi
Tahap publisitas jelek, berantakan
Alat bantu lihat-dengar (audio
Tahap edukasi Pengetahuan Perasaan cemas dan Perubahan tingkat
visual aids) seperti video
rendah khawatir kecemasan menurut
Tahap motivasi
menghadapi skala DASS
persalinan

Tingkat kecemasan:
Tidak ada kecemasan
Kecemasan ringan
Kecemasan sedang 26
Kecemasan berat
Kecemasan berat sekali
27

Keterangan :

= Area yang diteliti = Berhubungan

= Area yang tidak diteliti = Berpengaruh


Gambar 2.1 Kerangka Konsep Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan
Video Persalinan Terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi
Persalinan Pada Ibu Primigravida Trimester III di Wilayah Kerja
Puskesmas Wates

2.3. Hipotesa Penelitian

Hipotesa merupakan suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah


dirumuskan dalam perencanaan penelitian. Setelah melalui pembuktian dari hasil
penelitian maka hipotesis itu dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak
(Notoatmodjo, 2012).
Hipotesis dalam penellitian ini adalah ada pengaruh pendidikan kesehatan
menggunakan video persalinan terhadap tingkat kecemasan menghadapi
persalinan pada ibu primigravida Trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas
Blabak.

Anda mungkin juga menyukai