BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
f) Sistem muskuloskeletal
Sendi pelvic pada saat kehamilan sedikit dapat bergerak.
Perubahan tubuh secara bertahap dan peningkatan berat wanita hamil
menyebabkan postur dan cara berjalan wanita berubah secara
menyolok. Pusat gravitasi wanita bergeser ke depan. Payudara yang
besar dan posisi bahu yang bungkuk saat berdiri akan semakin
membuat kurva punggung dan lumbal menonjol. Pergerakan menjadi
lebih sulit. Struktur ligamen dan otot tulang belakang bagian tengah
dan bawah mendapat tekanan berat.
Wanita muda yang cukup berotot dapat mentoleransi perubahan
ini tanpa keluhan. Akan tetapi wanita yang tua dapat mengalami
gangguan punggung atau nyeri punggung yang cukup berat selama dan
segera setelah kehamilan.
Otot dinding perut meregang dan akhirnya kehilangan sedikit
tonus otot. Selama trimester ketiga otot rektus abdominis dapat
memisah, menyebabkan isi perut menonjol digaris tengah tubuh.
Umbilikus menjadi lebih datar atau menonjol. Setelah melahirkan
tonus otot secara bertahap kembali, tetapi pemisahan otot menetap.
Postur tubuh wanita secara bertahap mengalami perubahan karena
janin membesar dalam abdomen sehingga untuk mengkompensasi
penambahan berat ini, bahu lebih tertarik ke belakang dan tulang lebih
melengkung, sendi tulang belakang lebih lentur, dan dapat
menyebabkan nyeri punggung pada beberapa wanita.
Lordosis progesif merupakan gambaran yang karakteristik pada
kehamilan normal. Untuk mengkompensasi posisi anterior uterus yang
semakin membesar, lordosis menggeser pusat gravitasi ke belakang
pada tungkai bawah. Mobilitas sendi sakroiliaka, sakrokoksigeal dan
sendi pubis bertambah besar dan menyebabkan rasa tidak nyaman di
bagian bawah punggung, khususnya pada akhir kehamilan (Kusmiyati,
2009).
atau bayinya tidak mampu keluar karena perutnya sudah luar biasa besar
(Varney, 2006).
Rasa tidak nyaman timbul kembali, merasa dirinya jelek, aneh, dan
tidak menarik. Merasa tidak menyenangkan ketika bayi tidak lahir tepat
waktu. Takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang timbul pada saat
melahirkan, khawatir akan keselamatannya. Khawatir bayi akan dilahirkan
dalam keadaan tidak normal, bermimpi yang mencerminkan perhatian dan
kekhawatirannya. Merasa sedih karena akan terpisah dari bayinya. Merasa
kehilangan perhatian. Perasaan mudah terluka (sensitif). Libido menurun
(Sulistyawati, 2009).
Rasa cemas dan takut akan proses persalinan dan kelahiran
meningkat, yang menjadi perhatian : rasa sakit, luka saat melahirkan,
kesehatan bayinya, kemampuan menjadi ibu yang bertanggungg jawab,
dan bagaimana perubahan hubungan dengan suami, ada gangguan tidur.
Harus dijelaskan tentang proses persalinan dan kelahiran sejelas-jelasnya
agar timbur kepercayaan diri pada ibu bahwa dia dapat melalui proses
persalinan dengan baik (Rukiyah, 2009).
b. Tanda Persalinan
1) Tanda permulaan persalinan
Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya
wanita memasuki bulannya atau minggunya atau harinya yang disebut kala
pendahuluan (preparatory stage of labor). Ini memberikan tanda-tanda
sebagai berikut:
a) Lightening atau setting atau dropping yaitu kepala turun memasuki
pintu atas panggul terutama pada primigravida. Pada multigravida
tidak begitu terlihat, karena kepala janin baru masuk pintu atas
panggul menjelang persalinan.
b) Perut kelihatan lebih lebar dan fundus uteri menurun.
c) Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria) karena
kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
d) Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-
kontraksi lemah dari uterus (false labor pains).
e) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah
bisa bercampur darah (bloody show).
2) Tanda in-partu
a) Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan
teratur.
b) Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-
robekan kecil pada serviks.
c) Dapat disertai ketuban pecah dini.
d) Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan terjadi pembukaan
serviks (Padila, 2014).
3) Tanda-tanda persalinan
Sebelum terjadinya persalinan, didahului dengan tanda-tanda
sebagai berikut: kekuatan his semakin sering terjadi dan teratur dengan
jarak kontraksi yang semakin pendek. Dapat terjadi pengeluaran
pervaginam yaitu pengeluaran lendir atau pengeluaran lendir bercampur
12
c. Tahapan Persalinan
Tahap persalinan terbagi menjadi empat, yaitu kala I, kala II, kala III, dan
kala IV:
1) Kala I
Pada kala I persalinan dimulainya proses persalinan yang ditandai
dengan adanya kontraksi yang teratur, adekuat, dan menyebabkan
perubahan pada serviks hingga mencapai pembukaan lengkap, fase kala I
persalinan terdiri dari fase laten yaitu dimulai dari awal kontraksi hingga
pembukaan mendekati 4 cm, kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih
diantara 20-30 detik, tidak terlalu mules. Fase aktif dengan tanda-tanda
kontraksi diatas 3 kali dalam 10 menit, lamanya 40 detik atau lebih dan
mules, pembukaan 4 cm hingga lengkap, penurunan bagian terbawah
janin, waktu pembukaan serviks sampai pembukaan lengkap 10 cm. Fase
pembukaan dibagi 2 fase, yaitu fase laten : berlangsung selama 8 jam,
pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai pembukaan 3 cm. Fase
aktif : dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2 jam
pembukaan 3 menjadi 4 cm, fase dilatasi maksimal dari pembukaan 4cm
menjadi 9 cm yang dicapai dalam 2 jam, dan fase deselerasi pembukaan
jadi lambat kembali dalam 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi
pembukaan lengkap (Rukiyah, 2009).
Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan pada
primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam (Rohani,
2011).
2) Kala II
Gejala dan tanda kala II, telah terjadi pembukaan lengkap, tampak
bagian kepala janin melalui bukaan introitus vagina, ada rasa ingin
meneran saat kontraksi, ada dorongan pada rektum atau vagina, perineum
terlihat menonjol, vulva dan springter ani membuka, peningkatan
pengeluaran lendir dan darah.
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses
ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada
multigravida. Pada kala pengeluaran janin telah turun masuk ruang
panggul sehingga terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara
reflektoris menimbulkan rasa mengedan, karena tekanan pada rectum ibu
merasa seperti mau buang air besar dengan tanda anus membuka. Pada
waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka, perineum
membuka, perineum meregang. Dengan adanya his ibu dipimpin untuk
mengedan, maka lahir kepala di ikuti oleh seluruh badan janin (Rukiyah,
2009).
13
4) Ketakutan Riil
Ketakutan-ketakutan lain yang dirasakan ibu menjelang persalinan
anaknya adalah :
a) Takut apabila bayi yang akan dilahirkan dalam kondisi yang tidak
normal atau cacat.
b) Takut apabila bayi yang dilahirkan akan bernasib buruk akibat dosa ibu
ini di masa lalu.
c) Takut apabila beban hidupnya akan semakin berat akibat keberadaan
bayinya.
d) Muncul elemen ketakutan yang tidak disadari kalau ibu tersebut
berpisah dengan bayinya.
e) Takut kehilangan bayinya.
2.1.3. Primigravida
Wanita hamil, apalagi seorang primigravida (pertama kali hamil), hampir
semuanya mengalami kekhawatiran, kecemasan, dan ketakutan baik selama hamil,
saat menghadapi persalinan, maupun setelah persalinan. Kecemasan yang ibu
hamil rasakan umumnya berkisar mulai dari khawatir tidak bisa menjaga
kehamilan sehingga janin tidak bisa tumbuh sempurna, khawatir keguguran, takut
sakit saat melahirkan, takut bila nanti dijahit, bahkan lebih ekstrim lagi mereka
takut terjadi komplikasi pada saat persalinan sehingga dapat menimbulkan
kematian. Kadang kekhawatiran yang tidak rasional pun sering muncul dalam
benak ibu hamil, apalagi pada ibu primigravida yang biasanya mengalami
kecemasan saat mendekati hari H persalinan. Bagi sebagian wanita, proses
melahirkan identik dengan peristiwa yang menakutkan, menyakitkan, dan lebih
menegangkan dibandingkan peristiwa mana pun dalam kehidupan. Dan adalah
tugas bidan/dokter untuk mengatasi dan membantu mengurangi kecemasan yang
dirasakan klien (Aprilia, 2010).
Reaksi psikologis dan emosional yang muncul pada wanita yang baru
pertama kali hamil, antara lain kecemasan, kegusaran, ketakutan, dan kepanikan.
Reaksi tersebut dipicu oleh persepsi ibu bahwa kehamilan merupakan ancaman
yang menakutkan (Irianti, 2010).
b. Gejala Kecemasan
Gejala – gejala kecemasan bervariasi, bergantung pada jenis gangguan
kecemasan, namun gejala umumnya antara lain : Pikiran obsesif yang tak
terkendali, perasaan panik, ketakutan, dan kegelisahan, tangan atau kaki merasa
dingin tapi berkeringat, palpitasi (perasaan yang tak menyenangkan akibat denyut
jantung tidak teratur), ketidakmampuan untuk diam dan tenang, pikiran berulang
atau kilas balik dari pengalaman traumatis, mimpi buruk, ritualistik perilaku,
seperti mencuci tangan berulang-ulang, masalah tidur, pusing, sesak napas, mulut
kering, mati rasa atau kesemutan ditangan atau kaki, mual, dan ketegangan otot
(Aldrin, 2014).
Kecemasan dapat ditujukkan dengan respon fisiologis tubuh. Respon
fisiologis tersebut adalah dengan mengaktifkan sistem saraf otonom. Saat otak
menerima rangsangan otak akan mengirim rangsangan tersebut ke kelenjar
adrenal melalui saraf simpatis. Kelenjar adrenal akan melepas epineprin yang
ditujukkan dengan perubahan pernapasan menjadi lebih dalam, nadi
meningkatkan dan tekanan darah akan meningkat (Mansur & Temu, 2014).
Rentang Respons
Ansietas
Respons
Respons Adaptif
Maladaptif
d. Faktor predisposisi
Menurut Asmadi (2008) Berbagai teori yang dikembangkan untuk
menjelaskan penyebab ansietas adalah :
1) Berdasarkan pandangan psikoanalitik yang dikemukakan oleh Sigmund
Freud, anxiety adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitive individu, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya individu. Ego atau
Aku, berfungsi sebagai mediator antara tuntutan id dan superego. Menurut
teori psikoanalitik anxiety merupakan konflik emosional yang terjadi
antara id dan superego, yang berfungsi memperingatkan ego tentang
sesuatu bahaya yang perlu diatasi.
2) Pandangan interpersonal yang dikemukakan oleh Sullivan, anxiety timbul
dari perasaan takut dari tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Hal ini juga berhubungan dengan trauma perkembangan
seperti perpisahan, kehilangan yang menimbulkan individu tidak berdaya.
Seseorang dengan harga diri rendah biasanya sangat mudah mengalami
perkembangan ansietas berat. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh
masyarakat akan menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi
cemas. Namun bila keberadaannya diterima oleh orang lain, maka ia akan
merasa tenang dan tidak cemas. Dengan demikian, ansietas berkaitan
dengan hubungan antara manusia.
3) Menurut pandangan teori perilaku, anxiety dianggap sebagai produk
frustasi, yakni segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang
mencapai tujuan yang dia inginkan. Semakin tinggi frustasi yang dialami,
maka akan semakin besar tingkat anxietynya. Sumber-sumber frustasi
adalah pada usaha pemenuhan kebutuhan, kondisi fisik individu dan
lingkungan.
4) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
untuk benzodiazepnis. Reseptor ini mungkin membantu mengatur anxiety.
Penghambat asam aminobutirat-gama neuroregulator (GABA) juga
mempunyai peran penting dalam mekanisme biologis berhubungan dengan
anxiety, sebagaimana halnya dengan endorphin. Selain itu, telah
dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata
sebagai predisposisi ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan
18
e. Faktor Pencetus
Menurut Asmadi (2008), Faktor presipitasi dikelompokkan menjadi dua
bagian :
1) Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas
fisik yang meliputi :
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal
b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,
polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya
tempat tinggal
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal
a) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah
dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai
ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
f. Respon Kecemasan
Respon terhadap kecemasan menurut (Stuart, 2007) meliputi :
1) Respon fisiologis
a) Sistem kardiovaskuler : palpitasi, meningkatnya tekanan darah, rasa
mau pingsan, nadi menurun.
b) Sistem pernapasan : napas cepat dan pendek, rasa tertekan pada dada,
napas dangkal, perasaan tercekik, terengah-engah
c) Sistem neuromuscular : refleks meningkat, reaksi terkejut mata
berkedip-kedip, insomnia, tremor, gelisah, wajah tegang, kelemahan
secara umum.
d) Sistem gastrointestinal : kehilangan nafsu makan, rasa tidak nyaman
pada abdomen, mual, diare, menolak makan
e) Sistem urinary : tidak dapat menahan kencing, sering kencing
f) Sistem integumen : wajah kemerahan, rasa dingin pada kulit, wajah
pucat, berkeringat seluruh tubuh.
2) Respon perilaku
Kelelahan, ketegangan fisik, tremor, bicara cepat, kurang koordinasi,
cenderung mendapat cedera, melarikan diri dari masalah, gelisah, reaksi
terkejut, menarik diri dari hubungan interpersonal, menghindari,
hiperventilasi, dan sangat waspada.
3) Respon kognitif
Gangguan perhatian, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan
penilaian, penurunan lapang persepsi, penurunan kreativitas, kebingungan,
takut cedera atau kematian, bingung, kesadaran diri, takut kehilangan
kendali, kehilangan objektivitas, mimpi buruk dan takut cidera atau
kematian.
19
4) Respon afektif
Gelisah, tidak sabar, tegang, waspada, mudah terganggu, ketakutan, mudah
tersinggung, gugup, malu, rasa bersalah, kengerian, kekhawatiran,
kecemasan dan mati rasa.
e. Ukuran Kelas
Meski materi dasar yang telah dirancang akan sama seberapapun besarnya
kelas, jumlah peserta yang hadir dapat memengaruhi tipe kegiatan yang telah
direncanakan. Selain itu, ukuran kelas tentu saja akan memengaruhi pengaturn
waktu. Semakin besar kelas maka semakin lama waktu yang dibutuhkan.
Sehingga dalam sebuah kelas dapat bekerja secara efektif dengan peserta
maksimal 24 orang (Schott, 2008).
h. Video
Menurut Iskandar dan Sunendar (2011), Metode audiovisual merupakan
metode yang mengajarkan dengan memanfaatkan alat pandang dengar seperti
video, kartu, tape recorder, atau program televisi sehingga pengajaran menjadi
lebih hidup dan menarik. Sedangkan menurut Muthoharoh (2010), metode
audiovisual adalah sebuah cara menyajikan bahan pelajaran dengan menggunakan
media pengajaran yang dapat memperdengarkan atau memperagakan bahan-bahan
tersebut sehingga peserta didik dapat menyaksikan, mengamati, memegang, atau
merasakan secara langsung (Aqib&Murtadlo, 2016).
Video telah menjadi bagian integral dari banyak instruktur merasa wajib
menunjukkan video minimal satu kali. (Schott, 2008).
Tujuan Pendidikan
Kesehatan Sering kencing
Tidak sabar
Nyeri punggung
menantikan
Lelah
Sasaran Pendidikan Faktor yang kelahiran bayinya
Kesehatan mempengaruhi Perasaan duka akan
kecemasan : kehilangan hak
Tahapan Pendidikan Media atau Alat Bantu : istimewa selama
Alat bantu lihat (visual aids) Keadaan fisik
Kesehatan : Lingkungan hamil
Tahap sensitisasi Alat bantu dengar (audio aids) Perasaan canggung,
Ekonomi
Tahap publisitas jelek, berantakan
Alat bantu lihat-dengar (audio
Tahap edukasi Pengetahuan Perasaan cemas dan Perubahan tingkat
visual aids) seperti video
rendah khawatir kecemasan menurut
Tahap motivasi
menghadapi skala DASS
persalinan
Tingkat kecemasan:
Tidak ada kecemasan
Kecemasan ringan
Kecemasan sedang 26
Kecemasan berat
Kecemasan berat sekali
27
Keterangan :