Anda di halaman 1dari 17

PROFESIONLISME ISLAM

STRATEGI BISNIS ISLAM: STRATEGI KEUANGAN

Disusun Oleh:
Pungky Umi Sa’diyah, S.Farm
1708020185

Dosen Pengampu:
Mintaraga Eman Surya, Lc., M.A

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
PURWOKERTO
2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................ 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................ 1
1.3 TUJUAN ..................................................................................... 2

BAB II ISI
2.1 PENGERTIAN BISNIS ........................................................... 3
2.2 STRATEGI KEUANGAN ....................................................... 4
2.2.1 PRINSIP BAGI HASIL .................................................. 4
2.2.1.1 MUSYARAKAH (SYIRKAH) ........................ 4
2.2.1.2 MUDHARABAH ............................................. 5
2.2.1.3 MUZA’ARA ..................................................... 5
2.2.1.4 MUSAQAH ...................................................... 6
2.2.2 PRINSIP JUAL BELI ..................................................... 6
2.2.2.1 MURABAHAH ................................................ 6
2.2.2.2 SALAM ............................................................ 7
2.2.2.3 ISTISHNA’ (PEMESANAN) ........................... 7
2.2.2.4 SYUF’AH ......................................................... 8
2.2.3 PRINSIP KEPERAYAAN .............................................. 8
2.2.3.1 WADI’AH ........................................................ 8
2.2.3.2 WAKALAH ...................................................... 8
2.2.3.3 KAFALAH ....................................................... 9
2.2.3.4 HAWALAH ...................................................... 9
2.2.3.5 RAHN (GADAI) ............................................... 9
2.2.4 PRINSIP SEWA ............................................................. 10
2.2.4.1 IJARAH ............................................................ 10
2.2.5 PRINSIP KESEJAHTERAAN SOSIAL ........................ 10
2.2.5.1 QARDH ............................................................ 10
2.2.5.2 WAQAF ............................................................ 10

i
2.3 SIFAT YANG HARUS DIHINDARI DALAM KEGIATAN
BISNIS ..................................................................................... 10
2.3.1 HASAD (DENGKI) ........................................................ 11
2.3.2 SOMBONG ..................................................................... 11
2.3.3 SERAKAH ...................................................................... 11
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN ........................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata kepada Allah,
Agama semua Nabi-nabi, Agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Agama
yang menjadi petunjuk bagi manusia, Agama yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama, Agama yang menjadi
rahmat bagi semesta alam. Islam satu-satunya agama yang diridhai Allah dan
agama yang sempurna. Berdasarkan pada keyakinan, pemahaman, dan
penghayatan Islam yang mendalam dan menyeluruh itu maka bagi seluruh
muslim merupakan suatu kewajiban yang mutlak untuk melaksanakan dan
mengamalkan Islam dalam seluruh kehidupan dengan jalan mempraktikkan hidup
Islami dalam berbagai kegiatan, termasuk kegiatan bisnis.
Kegiatan bisnis merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Sepanjang tidak merugikan
kemaslahatan manusia, pada umumnya semua bentuk kegiatan bisnis
diperbolehkan. Namun, dalam beberapa ayat yang diwahyukan Allah SWT
dalam Al-Quran dan dalam berbagai hadits dijelaskan beberapa strategi bisnis
yang bertujuan untuk memanfaatkan sumberdaya keuangan untuk mendukung
bisnis, strategi tersebut dikenal dengan “Strategi Keuangan”. Strategi keuangan
ini dapat diterapkan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan
diterapkannya strategi keuangan ini diharapkan terjadinya peningkatan kekayaan
dan pemerataan distribusi pendapatan serta pencapaian masyarakat yang sejahtera
di bawah perlindungan Allah SWT.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud strategi keuangan?
2. Apa tujuan dari penerapan strategi keuangan?
3. Apa saja strategi keuangan yang dapat diterapkan oleh seorang muslim?
4. Apa yang dimaksud degan prinsip bagi hasil dan apa saja macam-macamnya?
5. Apa yang dimaksud degan prinsip jual beli dan apa saja macam-macamnya?

1
6. Apa yang dimaksud degan prinsip kepercayaan dan apa saja macam-
macamnya?
7. Apa yang dimaksud degan prinsip sewa dan apa saja macam-macamnya?
8. Apa yang dimaksud degan prinsip kesejahteraan sosial dan apa saja macam-
macamnya?
9. Apa sifat yang harus dihindari dalam kegiatan bisnis?

1.3 TUJUAN
1. Memahami yang dimaksud dengan strategi keuangan?
2. Memahami tujuan dari penerapan strategi keuangan?
3. Mengetahui macam-macam strategi keuangan yang dapat diterapkan oleh
seorang muslim?
4. Memahami yang dimaksud degan prinsip bagi hasil dan mengetahui macam-
macamnya?
5. Memahami yang dimaksud degan prinsip jual beli dan mengetahui saja
macam-macamnya?
6. Memahami yang dimaksud degan prinsip kepercayaan dan mengetahui saja
macam-macamnya?
7. Memahami yang dimaksud degan prinsip sewa dan apa mengetahui macam-
macamnya?
8. Memahami yang dimaksud degan prinsip kesejahteraan sosial mengetahui
apa saja macam-macamnya?
9. Mengetahui sifat yang harus dihindari dalam kegiatan bisnis.

2
BAB II
ISI

2.1 PENGERTIAN BISNIS


Bisnis dengan segala macam bentuknya terjadi dalam kehidupan manusia
setiap saat. Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan
bekerja dan salah satu dari ragam bekerja adalah berbisnis. Islam mewajibkan
setiap muslim untuk bekerja mencari rezeki, sebagaimana yang difirmankan
Allah SWT dalam surah Al-Mulk ayat 15 yang berbunyi sebagai berikut.

Artinya : “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah
di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan
hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

Disamping anjuan untuk mencari rezeki, islam sangat menekankan


(mewajibkan) aspek kehalalannya, baik dari sisi perolehan maupun
pendayagunaannya (pengelolaan dan pembelanjaan), seperti yang dijelaskan
dalam hadits beriku, “Kedua telapak kaki seorang anak Adam di hari kiamat
masih belum beranjak sebelum ditanya kepadanya mengenai lima perkara:
tentang umurnya,apa yang dilakukannya; tentang masa mudanya, apa yang
dilakukannya; tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa dia
belanjakan; dan tentang ilmunya,apa yang dia kerjakan dengan ilmunya itu.”
(HR. Ahmad).
Bisnis bertujuan untuk mencapai empat hal utama, yaitu (1) target hasil:
profit (materi) dan benefit (non materi), (2) pertumbuhan (terus meningkat), (3)
keberlangsungan serta (4) keberkahan atau keridhaan Allah SWT. Keempat
tujuan tersebut dapat dicapai jika organisasi bisnis menerapkan strategi dalam
bisnisnya, salah satunya adalah strategi keuangan. Dalam islam, syariat
merupakan nilai utama yang menjadi payung strategi maupun taktis organisasi

3
bisnis. Oleh karena itu, dalam melakukan strategi keuangan dalam bisnis, setiap
organisasi bisnis harus tetap berpegang dengan Al-Quran dan Al-Hadist.

2.2 STRATEGI KEUANGAN


Strategi ini dilakukan untuk tujuan memanfaatkan sumber daya
keuangan demi kelancaran bisnis, baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Strategi ini mencakup penghapusan riba, spekulasi, dan perjudian dalam
semua transaksi, peningkatan kekayaan dan pemerataan distribusi pendapatan
serta pencapaian masyarakat yang sejahtera dibawah perlindungan Allah
SWT. Adapun prinsip yang berlaku dalam strategi keuangan diantaranya
adalah sebagai berikut.

2.2.1 PRINSIP BAGI HASIL


Prinsip bagi hasil (Profit and Loss Sharing) mencangkup musyrakah,
mudharabah, muza’ara dan musaqah. Prinsip bagi hasil mudharabah dan
musyrakah sudah ada sebelum datangnya islam. Teknik kemitaan bisnis dengan
prinsip mudharabah, dipraktikan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW ketika
bertindak sebagai mudharib (wakil atau pihak yang dimodali) untuk istrinya,
Khadijah.

2.2.1.1 MUSYARAKAH (SYIRKAH)


Syirkah atau syarikah atau musyarakah merujuk pada kemitraan dua
orang atau lebih. Walaupun tidak menggunakan istilah musyarakah yang
mempunyai arti kemitraan dalam suatu kongsi bisnis, namun demikian surah
yang terkait erat dengan musyarakah adalah surah An-Nisa ayat 12 yang berbunyi
sebagai berikut.

Artinya: “Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu.”

Dari As-Saib bin Syuraik: “Aku mendatangi Rasulullah SAW, lalu para
sahabat menyanjungku”. Rasulullah SAW kemudian bersabda: “Aku lebih tahu

4
daripada kalian tentang dirinya (Saib)”. Aku berkata: “Engkau benar, demi
bapak dan ibuku, engkau adalah mitra usahaku dan engkau adalah sebai-baiknya
mitra, engkau tidak membujuk dan tidak membantah.” (HR. Abu Daud).

2.2.1.2 MUDHARABAH
Mudharabah berasal dari kata dh-r-b yang mempunyai arti perjalanan
atau perjalanan untuk tujuan dagang. Secara istilah, Mudharabah merupakan
kontrak antara dua pihak, yang mana pihak pertama disebut rab al maal
(shahibul maal) atau investor mempercayakan kepada pihak kedua, yang disebut
mudharib, dengan tujuan menjalankan dagang. Mudharib menyediakan tenaga
dan waktunya serta mengelola kongsi mereka sesuai dengan syarat-syarat
kontrak. Keuntungan dibagi antara shahibul maal dengan mudharib berdasarkan
yang telah disepakati. Jika mengalami kerugian, ditanggung shahibul maal,
selama kerugian itu bukan kelalaian mudharib. Adapun surat dalam Al-Qur’an
yang memiliki kaitan erat dengan mudharabah antara lain adalah Al-Baqarah
ayat 272 yang berbunyi sebagai berikut.

Artinya: “(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di


jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang
tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari
minta-minta.”

2.2.1.3 MUZA’ARA
Kata muzara’ah berasal dari kata zara’a yang berarti menyemai,
menanam dan menabur benih. Muzara’ah adalah kerja sama antara orang yang
mempunyai tanah yang subur untuk ditanami dengan orang yang mempunyai
ternak dan mampu untuk menggarapnya, imbalannya didasarkan pada
kesepakatan kedua belah pihak atau persentase dari hasil panen yang telah
ditentukan. Surat yang terkait erat dengan akar kata tersebut adalah surat Al-
An’aam ayat 141 yang berbunyi sebagai berikut.

5
Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan
yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam
rasanya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan
tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan
berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, tapi
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan”

Bentuk lain dari muzara’ah adalah mukhabarah. Mukhabarah adalah


menyewa kebun atau ladang dengan pembayaran 1/3 atau 1/4 hasil panennya atau
seperberapanya. Nabi Muhammad SAW tidak melarang mukhabarah, Beliau
bersabda, “Seseorang mempersilakan saudara muslimnya untuk menggarap
tanahnya, tanpa sewa adalah lebih baik daripada dia memungut sewa tertentu.”
(HR. Bukhari dan Muslim).

2.2.1.4 MUSAQAH
Musaqah berasal dari akar kata saqyu. Musaqah merupakan kerjasama
antara dua orang yang memiliki tanah yang ditanami pohon menghasilkan buah-
buahan, dengan orang yang mampu memelihara (menyirami) pohon tersebut
dengan imbalan yang memelihara tersebut mendapat imbalan sesuai dengan
kesepakatan dari hasil panen. Rasulullah SAW memberi kepada Yahudi Khaibar
kebun kurma dan tanah-tanahnya dengan perjanjian mereka akan kerjakan
dengan modal mereka dan buat mereka separoh dari buahnya (HR. Muslim).

2.2.2 PRINSIP JUAL BELI


2.2.2.1 MURABAHAH
Secara bahasa, murabahah berarti keuntungan, yakni pertambahan nilai
modal atau saling mendapatkan keuntungan. Sedangkan menurut istilah,

6
murabahah adalah menjual dengan modal asli bersama tambahan keuntungan
yang jelas.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.”

2.2.2.2 SALAM
Secara bahasa salam atau salaf artinya terdahulu. Sedangkan menurut
terminologi, salam atau salaf adalah jual beli terhadap satu barang yang
digambarkan dan dalam kepemilikan dengan pembayaran tunai dalam perjanjian,
tetapi penyerahan barangnya tertunda.
Dari Abdullah bin Abu Mujalid, RA, katanya: “Abdullah bin Syaddad
bin Haad pernah berbeda pedapat dengan Abu Burdah tentang salaf. Lalu
mereka utus saya kepada Ibnu Abi Aufa. Lantas saya tanyakan kepadanya
perihal itu”. Jawabannya, “Sesungguhnya pada masa Rasulullah SAW, pada
masa Abu Bakar dan pada masa Umar, kami pernah mensalafkan gandum sya’ir,
buah anggur dan kurma.” Dan saya pernah pula bertanya kepada Ibnu Abza,
jawabannya pun seperti itu juga.” (HR. Bukhari).

2.2.2.3 ISTISHNA’ (PEMESANAN)


Secara bahasa, istishna’ artinya pemesanan atau meminta dibuatkan.
Sedangkan menurut istilah, istishna’ merupakan perjanjian terhadap barang
jualan yang berada dalam kepemilikan penjual dengan syarat dibuatkan oleh
penjual atau meminta dibuatkan dengan cara khusus sementara bahan bakunya
dari pihak penjual. Istishna’ menurut sebagian besar ulama termasuk aplikasi jual
beli salam, sehingga berlaku persyaratan jual beli salam, misalnya dengan
pembayaran di muka, adanya batas waktu dan tidak adanya hak pilih.

7
2.2.2.4 SYUF’AH
Syuf’ah merupakan hak membeli bagian dari rumah atau yang dipunyai
oleh dua orang yang bersekutu. Satu tanah atau satu rumah yang dipunyai oleh
dua orang yang batas-batasnya dan jalan-jalannya belum dibuat, maka seorang
dari dua orang itu tidak boleh menjual bagiannya kepada orang lain, sebelum
ditawarkan kepada sekutunya. Sebaliknya, apabila batas-batasnya dan jalan-
jalannya sudah dibuat, maka masing-masing pihak boleh menjual bagiannya
kepada orang lain.

2.2.3 PRINSIP KEPERCAYAAN


2.2.3.1 WADI’AH
Wadi’ah secara bahasa berarti meninggalkan atau meletakkan, yaitu
meletakkan sesuatu kepada orang lain untuk dipelihara atau dijaga. Wadi’ah
merupakan prinsip memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga
hartanya atau barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan syarat yang
bermakna itu.

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada


yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.”

2.2.3.2 WAKALAH
Wakalah atau wikalah secara bahasa berarti perwakilan atau pemberian
mandat attau penyerahan wewenang. Sedangkan menurut istilah, artinya
menjadikan orang lain sebagai wakil dalam melakukan setiap pekerjaan,
misalnya memungut zakat, melunasi utang, membeli barang, membayar budak
dan sebagainya.

8
Rasulullah SAW mewakilkan Umar untuk memungut zakat. Dari Abu
Hurairah RA, ia berkata: “Rasulullah SAW mengirim Umar untuk memungut
zakat” (HR. Bukhari dan Muslim).

2.2.3.3 KAFALAH
Kafalah secara bahasa berarti jaminan, sedangkan secara istilah berarti
jaminan yang diberikan oleh orang mampu kepada orang yang memberikan
utang, karena orang yang diberi utang tersebut tidak mampu membayarnya.

2.2.3.4 HAWALAH
Hawalah atau hiwalah secara bahasa berarti pemindahan atau
pengalihan. Sedangkan menurut istilah berarti pengalihan utang dari orang yang
berutang kepada orang lain untuk menanggung utangnya.

2.2.3.5 RAHN (GADAI)


Sacara bahasa ar-rihan bentuk tunggalnya rahnun, artinya barang-barang
yang dijadikan jaminan. Sedangkan menurut istilah, rahn adalah menahan
barang milik orang lain sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.

Artinya : “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Tetapi jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai menunaikan hutangnya dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian.
Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia
adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”

9
2.2.4 PRINSIP SEWA
2.2.4.1 IJARAH
Ijarah secara bahasa berarti menjual mandaaf atau menjual kegunaan.
Menurut istilah berarti perjanjian untuk mendapatkan manfaat dari pembayaran.
Orang yang menyewakan barang disebut musta’jir dan yang membayar sewa
disebut mu’jar.
Rasulullah SAW membolehkan pemindahan hak guna atas barang atau
jasa melalui upah sewa. Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, sabdanya “Allah
tidak mengutus seorang Nabi, melainkan orang itu gembala kambing.” Para
sahabat bertanya, “Dan, Anda sendiri bagaimana?” Jawab Nabi, “Ya, aku pernah
gembala kambing orang mekah dengan (upah) beberapa qirath” (HR. Bukhari).

2.2.5 PRINSIP KESEJAHTERAAN SOSIAL


2.2.5.1 QARDH
Qardh merupakan pinjaman kepada orang lain dengan syarat pihak
peminjam mengembalikan gantinya. Dinamakan qardh karena orang yang
memberikan qardh memotong sebagian dari hartanya untuk dipinjamkan kepada
orang lain.

2.2.5.2 WAQAF
Waqaf berarti menahan, sedangkan menurut istilah berarti menahan harta
yang dapat dimanfaatkann untuk jalan kebaikan demi mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Waqaf terdiri dari dua macam, yaitu waqaf ahli dan waqaf khairi.
Waqaf ahli adalah waqaf yang ditujukan kepada keluarga dan kaum kerabat.
Sedangkan waqaf khairi ditujukan untuk kebajikan.

2.3 SIFAT YANG HARUS DIHINDARI DALAM KEGIATAN BISNIS


Dunia bisnis adalah dunia yang terkadang dikotori oleh ambisi-ambisi
negatif manusia, ketamakan, keserakahan serta keinginan menang sendiri. Karena
dalam dunia bisnis, umumnya manusia memiliki tujuan utama hanya untuk
mencari materi. Dan tidak jarang untuk mencapai tujuan tersebut, segala cara
digunakan. Oleh karenanya, disamping perlu untuk menghiasi diri dengan sifat-

10
sifat yang baik dalam bisnis, terdapat beberapa sifat yang harus dihindari. Karena
dampak negatif dari sifat-sifat tersebut sangat besar, diantaranya dapat
memusnahkan seluruh pahala amal shaleh. Berikut adalah diantara beberapa
sifat-sifat buruk dalam dunia bisnis yang perlu dihindari dan diwaspadai.

2.3.1 HASAD (DENGKI)


Hasad atau dengki adalah suatu sifat, yang sering digambarkan oleh para
ulama dengan ungkapan “senang melihat orang susah, dan susah melihat orang
senang” Sifat ini sangat berbahaya, karena akan "menghilangkan" pahala amal
shaleh dalam bekerja. Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda, “Jauhilah oleh kalian sifat hasad (iri hati), karena sesungguhnya
hasad itu dapat memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar.” (HR.
Abu Daud).

2.3.2 SOMBONG
Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia. Hal
tersebut berdasarkan hadits Nabi SAW, “Tidak akan masuk surga orang yang di
dalam hatinya ada sebesar szarrah dari kesombongan.” Salah seorang sahabat
lantas bertanya, “Sesungguhnya seseorag senang jika bajunya bagus dan
sandalnya baik?” Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Dzat yang Maha
Indah dan senang dengan keindahan, Al-Kibru (sombong) adalah menolak
kebenaran dan meremahkan manusia.” (HR. Muslim).

2.3.3 SERAKAH
Tidak jarang, ketika orang yang sama-sama memiliki ambisi dunia
berkompetisi untuk mendapatkan satu jabatan tertentu atau sama-sama ingin
mendapatkan proyek tertentu, kemudian saling fitnah, saling tuduh, lalu saling
bermusuhan. Jika sifat permusuhan merasuk dalam jiwa kita dan tidak berusaha
kita hilangkan, maka akibatnya juga sangat fatal, yaitu bahwa amal shalehnya
akan ditunda oleh Allah SWT, hingga mereka berbaikan. Dari Abu Hurairah RA
berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Pintu-pintu surga dibuka pada hari
senin dan kamis, maka pada hari itu akan diampuni dosa setiap hamba yang

11
tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seseorang yang
sedang bermusuhan dengan saudaranya sesama muslim, maka dikatakan kepada
para malaikat, “Tangguhkan dua orang ini sampai mereka berbaikan.” (HR.
Muslim).

12
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan bekerja dan
salah satu dari ragam bekerja adalah berbisnis. Islam mewajibkan setiap muslim
untuk bekerja mencari rezeki. Disamping anjuan untuk mencari rezeki, islam
sangat menekankan (mewajibkan) aspek kehalalannya, baik dari sisi perolehan
maupun pendayagunaannya (pengelolaan dan pembelanjaan).
Strategi ini dilakukan untuk tujuan memanfaatkan sumber daya keuangan
demi kelancaran bisnis. Strategi ini mencakup penghapusan riba, spekulasi dan
perjudian dalam semua transaksi, peningkatan kekayaan dan pemerataan
distribusi pendapatan serta pencapaian masyarakat yang sejahtera di bawah
perlindungan Allah SWT.
Karena dalam dunia bisnis, umumnya manusia memiliki tujuan utama
hanya untuk mencari materi. Dan tidak jarang untuk mencapai tujuan tersebut,
segala cara digunakan. Oleh karenanya, disamping perlu untuk menghiasi diri
dengan sifat-sifat yang baik dalam bisnis, terdapat beberapa sifat yang harus
dihindari. Karena dampak negatif dari sifat-sifat tersebut sangat besar,
diantaranya dapat memusnahkan seluruh pahala amal shaleh.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ismail Yusanto, Muh. dan Muh. Karebet W. 2002. Menggagas Bisnis Islami.
Jakarta: GIP.
Kusuma, Monte Selvanus Luigi dan Lutfia Uli Na. 2012. Sukses Dunia Akhirat:
Memaknai Pekerjaan sebagai Ladang Ibadah. Bandung: Yrama Widya.
M. Suyanto. 2008. Muhammad Bussines: Strategy & Ethics. Yogyakarta: CV
Andi Offset.
PP Muhammadiyah. 2000. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

14

Anda mungkin juga menyukai