Anda di halaman 1dari 25

A.

PENDAHULUAN

Perdarahan subaraknoid adalah salah satu klasifikasi dari stroke


hemoragik. Perdarahan subaraknoid adalah salah satu kedaruratan
neurologis yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang
subaraknoid. Kejadian perdarahan subaraknoid berkisar antara 21.000
hingga 33.000 orang per tahun di Amerika Serikat. Mortalitasnya kurang
lebih 50% pada 30 hari pertama sejak saat serangan, dan pasien yang bisa
bertahan hidup kebanyakan akan menderita defisit neurologis yang bisa
menetap.1
Perdarahan subarachnoid merupakan setengah dari semua
perdarahan intracranial nontraumatik spontan, separuh lainnya dari
perdarahan yang terjadi didalam parenkim otak.2
Penyebab terbanyak PSA nontraumatik adalah pecahnya
aneurisma, selain itu bisa disebabkan pecahnya arteri-venous
malformation (AVM) atau trauma kepala. Tipe aneurisma
yang paling sering menyebabkan PSA adalah aneurisma Berry
(saccular) dengan prevalensi 5-10% dari populasi. Lokasi
aneurisma yang paling sering adalah di percabangan arteri besar
di sirkulus Willisi, pada 85% kasus PSA spontan penyebabnya
adalah aneurisma serebri.3
Riwayat dan pemeriksaan fisik, terutama pemeriksaan neurologis,
merupakan komponen penting dalam diagnosis dan stadium klinis PSA.
Diagnosis dikonfirmasi secara radiologis melalui pemindaian CT scan yang
mendesak tanpa kontras. CT scan nonkontras yang diikuti oleh CT
angiography (CTA) otak dapat menyingkirkan PSA dengan sensitivitas
99%.4

Rekomendasi perawatan saat ini melibatkan manajemen dalam


pengaturan unit perawatan intensif. Tekanan darah dipertahankan dengan
mempertimbangkan status neurologis pasien, dan manajemen medis
tambahan diarahkan untuk pencegahan dan penanganan komplikasi.

1
Perawatan bedah untuk mencegah perdarahan ulang terdiri dari kliping
aneurisma berry pecah.4

Perdarahan subaraknoid adalah salah satu jenis patologi stroke yang


sering dijumpai pada usia dekade kelima atau keenam, dengan puncak
insidens pada usia sekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun untuk
perempuan; lebih sering dijumpai pada perempuan dengan rasio 3:2.1
Faktor risiko yang konsisten untuk PSA adalah
hipertensi, merokok dan peminum berat serta pemakaian obat-obatan
simpatomimetik, misalnya amphetamine, cocaine.3

B. ANATOMI

Gambar 1. Lapisan Menings


Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal dan terletak
didalam ruangan yang tertutup oleh tulang yaitu cranium (tengkorak).
Kranium secara absolut tidak dapat bertambah volumenya terutama pada
orang dewasa. Jaringan otak dilindungi oleh beberapa pelindung yaitu
rambut, kulit kepala, tengkorak, selaput otak (meningens) dan cairan otak
(Liquor cerebro spinalis). Kulit kepala terdiri dari lima lapisan yang disebut
sebagai SCALP yaitu: (1) skin atau kulit, (2) Connective tissue atau jaringan
penyambung, (3) Aponeurosis atau galea aponeurotika, (4) Loose areolar
tissue atau jaringan penunjang longgar, dan (5) Perikranium. Tulang
tengorak terdiri dari tabula eksterna, diploe, dan tabula interna.5 Otak
dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah

2
pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya leptomeninx yang
dibagi menjadi arachnoidea dan piamater.5
1) Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang
kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periosteal).
Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat
dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus
(sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan
di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat diantara bagian-bagian
otak.
Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan
juga membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan
fibrosa ke dalam tulang itu sendiri, lapisan dalam berlanjut menjadi dura
spinalis. Septa kuat yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum
cranii. Di antara kedua hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx
cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke
belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana
duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx
cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga
masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium
cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya
di fossa craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus
os occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di
sebelah oral ia meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat
lewatnya trunkus cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus duramater,
terbenam dalam dua lamina dura.5
2) Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura
dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium
subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor
cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh

3
trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang
menjadi sistem rongga-rongga yang saling berhubungan. Lapisan arachnoid
tidak memiliki pembuluh darah, tetapi pada rongga subarachnoid terdapat
pembuluh darah.
Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke
dalam sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni
(granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat
disekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa
liquor cerebrospinalis memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang
lanjut usia villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares)
dan berinvaginasi ke dalam vena diploe.
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan
piamater yang secara relative sempit dan terletak di atas permukaan
hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di
daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna
arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan.
Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan
dengan rongga subarachnoid umum.
Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas
subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum;
cistena ini bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna
pontin yang terletak pada aspek ventral dari pons mengandung arteri
basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar
di antara ke dua lobus temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna
chiasmaticus di atas chiasma opticum, cisterna supraselaris di atas
diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara peduncle
cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis
dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii). 5

4
3) Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan
sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke
dalam fissure transversalis di bawah corpus callosum. Di tempat ini pia
membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung
dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk
membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan
ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela
choroidea di tempat itu.
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang
yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah.
Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi
koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak
membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam
darah arterial. Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit,
yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat
agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama
adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri),
yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi
arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok
darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum
posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan
sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi.
Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik,
sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik,
sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area
visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta
batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target

5
organ Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan
kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena
adanya serangan stroke.5

C. DEFINISI
Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah
pada rongga subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis.
Perdarahan subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke
rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan
lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang
membungkus otak (meninges).4
D. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan Subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh kasus
GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak). Prevalensi kejadiannya sekitar
62% timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun. Dan jika penyebabnya
adalah MAV (malformasi arteriovenosa) maka insidensnya lebih sering
pada laki-laki daripada wanita.1
E. ETIOLOGI
Etiologi yang paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid
adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya
malformasi arteriovenosa (MAV). Terdapat beberapa jenis aneurisma yang
dapat terbentuk di arteri otak seperti :

1) Aneurisma sakuler (berry)

Gambar 2. Aneurisma sakular (berry)

6
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi
tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%),
bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri
karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri
komunikans posterior 30%), dan basilar tip (10%). Aneurisma dapat
menimbulkan deficit neurologis dengan menekan struktur disekitarnya
bahkan sebelum rupture. Misalnya, aneurisma pada arteri komunikans
posterior dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan paresis saraf
kranial ketiga (pasien mengalami dipopia).6
2) Aneurisma fusiformis
Gambar 3. Aneurisma fusiformis
Pembesaran pada pembuluh
darah yang berbentuk memanjang
disebut aneurisma fusiformis.
Aneurisma tersebut umumnya
terjadi pada segmen intracranial
arteri karotis interna, trunkus
utama arteri serebri media, dan
arteri basilaris. Aneurisma
fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi.
Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang
otak. Aliran yang lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat
pembentukan bekuan intra-aneurismal terutama pada sisi-sisinya.
Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pebedahan saraf,
karena merupakan pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang,
dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma sakular) yang tidak
memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.6
3) Aneurisma mikotik
Aneurisma mikotik umumnya ditemukan pada arteri kecil di otak.
Terapinya terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya dikarenakan hal ini
biasa disebabkan oleh infeksi. Aneurisma mikotik kadang-kadang

7
mengalami regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan perdarahan
subarachnoid.6
Malformasi arterivenosa (MAV) adalah anomaly vasuler yang
terdiri dari jaringan pleksiform abnormal tempat arteri dan vena
terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Pada MAV arteri berhubungan
langsung dengan vena tanpa melalui kapiler yang menjadi perantaranya.
Pada kejadian ini vena tidak dapat menampung tekanan darah yang datang
langsung dari arteri, akibatnya vena akan merenggang dan melebar karena
langsung menerima aliran darah tambahan yang berasal dari arteri.
Pembuluh darah yang lemah nantinya akan mengalami ruptur dan berdarah
sama halnya seperti yang terjadi paada aneurisma. MAV dikelompokkan
menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV yang didapat terjadi akibat
thrombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.6 Penyebab lain yang
menyebabkan perdarahan subarakhnoid yaitu trauma, vaskulitis, tumor,
diseksi arteri serebral, pecahnya arteri superfisial, gangguan pembekuan
darah, thrombosis dural sinus.1
F. PATOGENESIS
Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding
pembuluh darah menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat
melalui aliran cairan otak ke dalam ruangan di sekitar otak. Perdarahan
sering kali berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak atau pada sirkulasi
willisii. Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada umumnya dan sekitar
10 % disebabkan karena tekanan darah yang naik dan terjadi saat aktivitas.4
Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan
hemodinamik pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Aneurisme
Saccular atau berry dispesifikasikan untuk arteri intrakranial karena
dindingnya tidak memiliki lamina elastis eksternal dan mengandung faktor
lapisan adventisia yang sangat tipis yang membantu pembentukan
aneurisma. Suatu bagian tambahan yang tidak didukung dalam ruang
subarachnoid. Aneurisma biasanya terjadi dibagian terminal arteri karotis
interna dan tempat percabangan pada arteri serebral besar dibagian anterior

8
lingkaran willisi. Ketika aneurisma pecah, darah menyebar, dibawah
tekanan arteri keruang subarachnoid dan dengan cepat menyebar melalui
cairan serebrospinal disekitar otak dan sumsum tulang belakang. Darah
yang dilepaskan dibawah tekanan tinggi secara langsung dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan local. Ekstravassasi darah
menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (ICP),
vasospasme, dan iritasi meningen. Iritasi menings terjadi. Selama 25 tahun
John Hopkins mempelajari otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah atau
tidaknya aneurisma dihubungkan dengan hipertensi, cerebral atheroclerosis,
bentuk saluran pada lingkaran wilis, sakit kepala, hipertensi pada
kehamilan, kebiasaan menggunakan obat pereda nyeri, dan riwayat stroke
dalam keluarga yang semua memiliki hubungan dengan bentuk aneurisma
sakular.4
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri
serebral utama. Hampir 85% dari aneurisma ditemukan dalam sirkulasi
anterior dan 15% dalam sirkulasi posterior. Secara keseluruhan, tempat
yang paling umum adalah arteri communicans anterior diikuti oleh arteri
communicans posterior dan arteri bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi
posterior, situs yang paling lebih besar adalah di bagian atas bifurkasi arteri
basilar ke arteri otak posterior.7

Gambar 4. Lokasi aneurisma

9
Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi
orang dewasa, terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma
intrakranial dan ruptur tidak dipahami. Namun, diperkirakan bahwa
aneurisma intrakranial terbentuk selama waktu yang relatif singkat dan baik
pecah atau mengalami perubahan sehingga aneurisma yang utuh tetap stabil.
Pemeriksaan patologis dari aneurisma ruptur diperoleh pada otopsi
menunjukkan disorganisasi bentuk vaskular normal dengan hilangnya
lamina elastis internal dan kandungan kolagen berkurang. Sebaliknya,
aneurisma yang utuh memiliki hampir dua kali kandungan kolagen dari
dinding arteri normal, sehingga peningkatan ketebalan aneurisma
bertanggung jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk resiko
rupture menjadi rendah.7
G. GEJALA KLINIS
Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar,
meliputi :
1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak,
2. Hilangnya kesadaran,
3. Fotofobia,
4. Meningismus,
5. Mual dan muntah.8
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan
mendadak tadi, sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya
tidak memperoleh perhatian sepenuhnya oleh penderita maupun dokter
yang merawatnya. Tanda-tanda peringatan tadi dapat muncul beberapa jam,
hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya perdarahan yang
hebat.8
Tanda-tanda peringatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak
dan kemudian hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai
mual, nyeri tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita
mengalami serangan seperti “disambar petir”. Sementara itu, aneurisma
yang membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan tanda dan gejala

10
sebagai berikut: defek medan penglihatan, gangguan gerak bola mata, nyeri
wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang terlokalisasi.8
Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat
menimbulkan defek medan penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri
kepala di daerah frontal. Aneurisma pada arteri karotis internus dapat
menimbulkan paresis okulomotorius, defek medan penglihatan, penurunan
visus, dan nyeri wajah disuatu tempat. Aneurisma pada arteri karotis
internus didalam sinus kavernosus, bila tidak menimbulkan fistula karotiko-
kavernosus, dapat menimbbulkan sindrom sinus kavernosus.8
Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia,
kelemahan lengan fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio basiaris
dapat menimbulkan paresis okulomotorius.8
Hasil pemeriksaan fisik penderita PSA bergantung pada bagian dan
lokasi perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan PSA saja atau
kombinasi dengan hematom subdural, intraserebral, atau intraventrikular.
Dengan demikian tanda klinis dapat bervariasi mulai dari meningismus
ringan, nyeri kepala, sampai defiist neurologis berat dan koma. Sementara
itu, reflek Babinski positif bilateral.8
Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi dari letargi sampai koma,
biasa terjadi pada PSA. Gangguan memori biasanya terjadi pada beberapa
hari kemudian. Disfasia tidak muncul pada PSA tanpa komplikasi, bila ada
disfasia maka perlu dicurigai adanya hematom intraserebral. Yang cukup
terkenal adalah munculnya demensia dan labilitas emosional, khususnya
bila lobus frontalis bilateral terkena sebagai akibat dari pecahnya aneurisma
pada arteri komunikans anterior.8
Disfungsi nervi kranialis dapat terjadi sebagai akibat dari a)
kompresi langsung oleh aneurisma; b) kompresi langsung oleh darah yang
keluar dari pembuluh darah, atau c) meningkatnya TIK. Nervus optikus
seringkali terkena akibat PSA. Pada penderita dengan nyeri kepala
mendadak dan terlihat adanya perdarahan subarachnoid maka hal itu
bersifat patognomik untuk PSA.8

11
H. DIAGNOSIS

a) Anamnesis
Tanda, gejala, dan faktor risiko
Gambaran klasik adalah keluhan tiba-tiba nyeri kepala berat, sering
digambarkan oleh pasien sebagai ”nyeri kepala yang paling berat dalam
kehidupannya”. Sering disertai mual, muntah, fotofobia, dan gejala
neurologis akut fokal maupun global, misalnya timbulnya bangkitan,
perubahan memori atau perubahan kemampuan konsentrasi, dan juga
meningismus. Pasien mungkin akan mengalami penurunan kesadaran
setelah kejadian, baik sesaat karena adanya peningkatan tekanan
intrakranial atau ireversibel pada kasus-kasus parah. Memperlihatkan
beberapa tanda dan gejala klinis yang sering dijumpai pada pasien
perdarahan subaraknoid.1
Terjadinya misdiagnosis sering berhubungan dengan status mental
pasien yang masih normal, volume perdarahan subaraknoid kecil, dan
terjadinya aneurisma masih dini. Kejadian misdiagnosis pada
perdarahan subaraknoid berkisar antara 23% hingga 53%. Karena itu,
setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu dievaluasi lebih cermat.
Anamnesis yang cermat mengarahkan untuk mendiagnosis PSA. Maka
dari itu faktor resiko terjadinya PSA perlu diperhatikan seperti pada
tabel berikut:1

Bisa dimodifikasi Tidak bisa dimodifikasi


- Hipertensi - Riwayat pernah menderita PSA
- Perokok (masih atau riwayat) - Riwayat keluarga dengan PSA
- Konsumsi alkohol - Penderita atau riwayat keluarga
- Tingkat pendidikan rendah menderita polikistik renal atau
- Body mass index rendah penyakit jaringan ikat (sindrom
- Konsumsi kokain dan narkoba Ehlers- Danlos, sindrom Marfan
jenis lainnya dan pseudoxanthoma elasticum).
- Bekerja keras terlalu ekstrim
pada 2 jam sebelum onset

12
b) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik cermat pada kasus kasus nyeri kepala sangat


penting untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri kepala, termasuk
glaukoma, sinusitis, atau arteritis temporalis. Kaku kuduk dijumpai pada
sekitar 70% kasus. Aneurisma di daerah persimpangan antara arteri
komunikans posterior dan arteri karotis interna dapat menyebabkan
paresis n. III, yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil, dan/atau
deviasi inferolateral. Aneurisma di sinus kavernosus yang luas dapat
menyebabkan paresis n.VI. Pemeriksaan funduskopi dapat
memperlihatkan adanya perdarahan retina atau edema papil karena
peningkatan tekanan intrakranial. Adanya fenomena embolik distal
harus dicurigai mengarah ke unruptured intracranial giant aneurysm.1
c) Penunjang

 Computed tomography (CT)

Pemeriksaan computed tomography (CT) non kontras adalah


pilihan utama karena sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan
lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya mendekati 100% jika
dilakukan dalam 12 jam pertama setelah serangan, tetapi akan turun
50% pada 1 minggu setelah serangan. Dengan demikian,
pemeriksaan CT scan harus dilakukan sesegera mungkin.
Dibandingkan dengan magnetic resonance imaging (MRI), CT scan
unggul karena biayanya lebih murah, aksesnya lebih mudah, dan
interpretasinya lebih mudah.1
Lokasi darah di ruang subarachoid berhubungan langsung
dengan lokasi aneurisme pada 70% kasus. Secara umum, darah
dilokalisasi fissure sylvii atau fissura intrahemisfer yang
mengindikasikan pecahnya aneurisma saccular. Darah yang berada
dikonveksitas atau didalam parenkim otak superfisial sering
merupakan indikasi malvormasi arteriovenosa (AVM) atau ruptur
aneurisma mycotic.4

13
Gambar 5. CT scan normal dan CT scan dengan perdarahan subarachnoid

Gambar 6. CT scan kepala di mana terdapat gambaran hiperdens dalam


fissura Sylvian (anak panah) yang menunjukkan perdarahan Subarachnoid

 Pungsi Lumbal
Langkah diagnostik selanjutnya adalah pungsi lumbal.
Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk menyingkirkan
diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung
diagnosis perdarahan subaraknoid adalah adanya eritrosit,
peningkatan tekanan saat pembukaan, dan/ atau xantokromia. Jumlah
eritrosit meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan
menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/ mL. Xantokromia adalah
warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk

14
eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan
serebrospinal.1
 Angiography

Digital-subtraction cerebral angiography merupakan baku


emas untuk deteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih
sering digunakan karena non-invasif serta sensitivitas dan spesifi
sitasnya lebih tinggi. Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh
darah harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki
aneurisma multipel. Foto radiologik yang negatif harus diulang 7-14
hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak
memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk melihat
kemungkinan adanya malformasi vaskular di otak maupun batang
otak.1
Adapun parameter klinis yang dapat dijadikan acuan untuk intervensi dan
prognosis pada PSA seperti skala Hunt dan Hess yang bisa digunakan.
Tabel Skala Hunt dan Hess1

Grade Gambaran Klinis


I Asimtomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningeal
II Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terhebat seumur
hidupnya), meningismus, deficit saraf kranial (paresis nervus
abdusen sering ditemukan)
III Mengantuk, konfusi, tanda neurologis fokal ringan
IV Stupor, deficit neurologis berat (misalnya, hemiparesis),
manifestasi otonom
V Koma, desebrasi

15
Selain skala Hunt dan Hess, skor Fisher juga bisa digunakan untuk
mengklasifikasikan perdarahan subaraknoid berdasarkan munculnya darah
di kepala pada pemeriksaan CT scan.
Tabel Skor Fisher1

Skor Diskripsi adanya darah berdasarkan CT scan kepala


1 Tidak terdeteksi adanya darah
2 Deposit darah difus atau lapisan vertical terdapat darah ukuran <1
mm, tidak ada jendalan
3 Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertical terdapat darah tebal
dengan ukuran >1 mm
4 Terdapat jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler secara
difus atau tidak ada darah

I. DIAGNOSIS BANDING

 Stroke Non Hemoragik


Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, gejala-
gejala tersebut diantaranya adalah:
 Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.

16
 Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral)
 Bisa terjadi kejang-kejang.
Yang membedakan dengan PSA adalah tidak didapatkannya gejala
peningkatan intrakranial seperti mual dan muntah. Tidak didapatkan adanya
tanda rangsang meningeal dan onset kejadian yang mendadak tetapi tidak
saat berakrtivitas. Gejala klinis pada stroke non hemoragik kebanyakn lebih
ringan daripada stroke hemoragik seperti PSA.7
Penyingkiran diagnosis dapat dilihat dari hasil CT-Scan kepala,
dimana pada stroke non hemoragik akan didapatkan daerah infark dengan
gambaran hipodens, sedangkan pada PSA didapatkan perdarahan dengan
gambaran hiperdens pada ruang subarachnoid.7
 Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer
berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan
oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu
faktor penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah,
penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian
antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat,
amiloidosis serebrovaskular. Pada perdarahan intraserebral, perdarahan
terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Gejala yang membedakan adalah
pada perdarahan intraserebral (PIS) tidak terdapat kaku kuduk, nyeri
kepalanya tidak lebih berat daripada PSA, pada lumbal pungsi tidak
didapatkan darah, kecuali apabila PIS meluas ke ruang subaraknoid.7
 Meningitis
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang
mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri
atau organ-organ jamur. Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala
seperti panas mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi
lumbal.7

17
J. PENATALAKSANAAN
 Manajemen umum
Tujuan manajemen umum yang pertama adalah identifikasi sumber
pendarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan
atau tindakan intravaskuler lain. Kedua adalah manajemen komplikasi.1
Langkah pertama, konsultasi dengan dokter spesialis bedah saraf
merupakan hal yang sangat penting untuk tindakan lebih lanjut pada
aneurisma intrakranial. Pasien perdarahan subaraknoid harus dirawat di
Intensive Care Unit (ICU) untuk pemantauan kondisi hemodinamiknya.
Idealnya, pasien tersebut dikelola di Neurology Critical Care Unit yang
secara signifikan akan memperbaiki luaran klinis.Jalan napas harus dijamin
aman dan pemantauan invasif terhadap central venous pressure dan/atau
pulmonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus
terus dilakukan. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial,
manipulasi pasien harus dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan; dapat
diberikan analgesik dan pasien harus istirahat total.1
PSA yang disertai dengan peningkatan tekanan intracranial harus
diintubasi dan hiperventilasi. Pemberian ventilasi harus diatur untuk
mencapai PCO2 sekitar 30-35 mmHg. Beberapa obat yang dapat diberikan
untuk menurunkan tekanan intracranial seperti : 4

- Osmotic agents (mannitol) dapat menurunkan tekanan intracranial


secara signifikan (50% dalam 30 menit pemberian).
- Loop diuretics (furosemide) dapat juga menurnukan tekanan
intracranial
- Intravenous steroid (dexamethasone) untuk menurunkan tekanan
intracranial masih kontroversial tapi direkomendasikan oleh beberapa
penulis lain.
Setelah itu, tujuan utama manajemen adalah pencegahan perdarahan
ulang, pencegahan dan pengendalian vasospasme, serta manajemen
komplikasi medis dan neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga

18
dalam batas normal dan, jika perlu, diberi obat-obat antihipertensi intravena,
seperti labetalol dan nikardipin. Setelah aneurisma dapat diamankan,
sebetulnya hipertensi tidak masalah lagi, tetapi sampai saat ini belum ada
kesepakatan berapa nilai amannya. Analgesik sering kali diperlukan; obat-
obat narkotika dapat diberikan berdasarkan indikasi. Dua faktor penting
yang dihubungkan dengan luaran buruk adalah hiperglikemia dan
hipertermia; karena itu, keduanya harus segera dikoreksi. Profilaksis
terhadap trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) harus dilakukan
segera dengan peralatan kompresif sekuensial; heparin subkutan dapat
diberikan setelah dilakukan penatalaksanaan terhadap aneurisma. Calcium
channel blocker dapat mengurangi risiko komplikasi iskemik,
direkomendasikan nimodipin oral.1
 Manajemen khusus aneurisma
Terdapat dua pilihan terapi utama untuk mengamankan aneurisma
yang ruptur, yaitu microsurgical clipping dan endovascular coiling;
microsurgical clipping lebih disukai. Bukti klinis mendukung bahwa pada
pasien yang menjalani pembedahan segera, risiko kembalinya perdarahan
lebih rendah, dan cenderung jauh lebih baik daripada pasien yang dioperasi
lebih lambat. Pengamanan aneurisma yang ruptur juga akan memfasilitasi
manajemen komplikasi selama vasospasme serebral. Meskipun banyak ahli
bedah neurovaskular menggunakan hipotermia ringan selama microsurgical
clipping terhadap aneurisma, cara tersebut belum terbukti bermanfaat pada
pasien perdarahan subaraknoid derajat rendah.1
International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) secara prospektif
mengevaluasi beberapa pasien aneurisma yang dianggap cocok untuk
menjalani endovascular coiling atau microsurgical clipping. Untuk
beberapa kelompok pasien tertentu, hasil baik (bebas cacat selama 1 tahun)
secara signifikan lebih sering pada kelompok endovascular coiling daripada
surgical placement of clips. Risiko terjadinya epilepsi lebih rendah pada
pasien yang menjalani endovascular coiling, akan tetapi risiko kembalinya
perdarahan lebih tinggi. Selanjutnya pada pasien yang di-follow-up dengan

19
pemeriksaan angiografi serebral, tingkat terjadinya oklusi komplit
aneurisma lebih tinggi daripada surgical clipping.1

K. KOMPLIKASI
a) Vasospasme
Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi paling sering
pada perdarahan subaraknoid. Tanda dan gejala vasospasme dapat
berupa perubahan status mental, defisit neorologis fokal; jarang terjadi
sebelum hari 3, puncaknya pada hari ke 6-8, dan jarang setelah hari ke-
17. Vasospasme akan menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan
dua pola utama, yaitu infark kortikal tunggal, biasanya terletak di dekat
aneurisma yang pecah, dan lesi multipel luas yang sering tidak
berhubungan dengan tempat aneurisma yang pecah.1
Mekanisme vasospasme pada perdarahan subaraknoid belum
diketahui pasti; diduga oksihemoglobin memberikan kontribusi terhadap
terjadinya vasospasme yang dapat memperlambat perbaikan defisit
neurologis. Oksihemoglobin terbentuk akibat proses lisis bekuan darah
yang terbentuk di ruang subaraknoid. Mekanisme efek vasospasmenya
belum diketahui pasti, diduga melalui kemampuannya untuk menekan
aktivitas saluran kalium, meningkatkan masuknya kalsium,
meningkatkan aktivitas protein kinase C, dan juga Rho kinase. 1
Sebelum terjadi vasospasme, pasien dapat diberi profilaksis
nimodipin dalam 12 jam setelah diagnosis ditegakkan, dengan dosis 60
mg setiap 4 jam per oral atau melalui tabung nasogastrik selama 21 hari.
Metaanalisis menunjukkan penurunan signifikan kejadian vasospasme
yang berhubungan dengan kematian pada pemberian nimodipin
profilaksis. Nimodipin adalah suatu calcium channel blocker yang harus
diberikan secepatnya dalam waktu 4 hari setelah diagnosis ditegakkan.
Pemberian secara intravena dengan dosis awal 5 mL/jam (ekuivalen
dengan 1 mg mimodipin/jam) selama 2 jam pertama atau kira-kira 15
mg/kg BB/jam. Bila tekanan darah tidak turun dosis dapat dinaikkan

20
menjadi 10 mL/ jam intravena, diteruskan hingga 7-10 hari. Dianjurkan
menggunakan syringe pump agar dosis lebih akurat dan sebaiknya
dibarengi dengan pemberian cairan penyerta secara three way stopcock
dengan perbandingan volume 1: 4 untuk mencegah pengkristalan.
Karena nimodipin merupakan produk yang sensitif terhadap cahaya,
selang infus harus diganti setiap 24 jam. Pemberian secara infus dapat
dilanjutkan dengan pemberian nimodipin tablet per oral.1
Penambahan simvastatin sebelum atau setelah perdarahan
subaraknoid juga terbukti potensial mengurangi vasospasme serebral.
Terapi antiplatelet dapat berperan mengurangi iskemia serebral tertunda,
meskipun perlu penelitian prospektif lebih lanjut untuk menlai
keselamatan dan efek samping.1
b) Perdarahan ulang
Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%; 4% dalam 24 jam
pertama, selanjutnya 1% hingga 2% per hari dalam kurun waktu 4
minggu. Adanya perbaikan aneurisma dan pemberian terapi primer
secara signifi kan mengurangi risiko perdarahan ulang. Untuk
mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan
aneurisma, tekanan darah harus dikelola hati-hati. Obat-obat yang
digunakan dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel Obat-obat yang digunakan untuk mempertahankan tekanan darah
pada pasien perdarahan subaraknoid.
Hipotensi Hipertensi

- Fenilefrin - Labetalol
- Norepinefrin - Esmolol
- Dopamin - Nikardipin

Tekanan darah sistolik harus dipertahankan di atas 100 mmHg untuk


semua pasien selama kurang lebih 21 hari. Sebelum ada perbaikan,
tekanan darah sistolik harus dipertahankan di bawah 160 mmHg, dan

21
selama ada gejala vasospasme, tekanan darah sistolik akan meningkat
sampai 200 hingga 220 mmHg.
c) Hidrosefalus
Jika pasien perdarahan subaraknoid menderita deteriorasi mental
akut, harus dilakukan pemeriksaan ulang CT scan kepala untuk mencari
penyebabnya, dan penyebab yang paling sering adalah hidrosefalus.
Volume darah pada pemeriksaan CT scan dapat sebagai prediktor
terjadinya hidrosefalus. Kurang lebih sepertiga pasien yang didiagnosis
perdarahan subaraknoid karena aneurisma memerlukan drainase
ventrikuler eksternal sementara atau dengan ventricular shunt permanen.
Drainase cairan serebrospinal yang berlebihan dapat meningkatkan risiko
perdarahan ulang dan vasospasme serebral. Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan risiko shunt-dependent hydrocephalus adalah usia lanjut,
perempuan, skor Hunt dan Hess rendah, volume perdarahan subaraknoid
cukup banyak berdasarkan CT scan saat pasien masuk, adanya
perdarahan intraventrikuler, pemeriksaan radiologic mendapatkan
hidrosefalus saat pasien masuk, lokasi pecahnya aneurisma di sirkulasi
posterior distal, vasospasme klinis, dan terapi endovaskuler.1
d) Hiponatremia
Kejadian hiponatremia pada pasien perdarahan subaraknoid berkisar
antara 30% hingga 35%. Hal ini berhubungan dengan terbuangnya garam
di otak dan tindakan pemberian cairan pengganti serta sering didapatkan
pada vasospasme serebral. Suatu penelitian melaporkan bahwa kejadian
hiponatremia terutama disebabkan oleh syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion (SIADH) yang didapatkan pada 69%
kasus atau hiponatremia hipovolemik pada 21% kasus.1
e) Hiperglikemia
Hiperglikemia sering dijumpai pada pasien perdarahan subaraknoid,
boleh jadi berhubungan dengan respons stres. Insulin diberikan untuk
mempertahankan kadar glukosa darah tetap aman dalam kisaran 90-126
mg/dL. Terapi insulin intensif dapat mengurangi morbiditas dan

22
mortalitas. Pemantauan kadar glukosa darah intensif pada pasien dengan
terapi insulin juga harus dilakukan.1
f) Kejang
Kejadian epilepsi ditemukan pada sekitar 7% hingga 35% pasien
perdarahan subaraknoid. Bangkitan pada fase awal perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan perdarahan ulang, walaupun belum
terbukti menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. The American
Heart Association merekomendasikan pemberian rutin profilaksis
bangkitan untuk semua pasien perdarahan subaraknoid. Namun, ada
laporan bahwa fenitoin profi laksis berhubungan dengan perburukan
luaran neurologis dan kognitif. Dengan demikian, pemberian obat
antiepilepsi harus hati-hati dan lebih tepat diberikan pada pasien yang
mendapat serangan di rumah sakit atau pada pasien yang mengalami
serangan onset lambat epilepsi setelah pulang dari rumah sakit.1
g) Komplikasi lain
Komplikasi lain yang sering ditemukan adalah pneumonia, sepsis,
aritmia kardial dan peningkatan kadar enzim-enzim jantung. Kepala
pasien harus dipertahankan pada posisi 300 di tempat tidur, dan segera
diberi terapi antibiotik adekuat jika dijumpai pneumonia bakterial. Profi
laksis dengan kompresi pneumatik harus dilakukan untuk mengurangi
risiko Deep Vein Thrombosis (DVT) dan emboli pulmonum.2
Antikoagulan merupakan kontraindikasi pada fase akut pendarahan.1

L. KESIMPULAN
Perdarahan subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah
ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan
lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang
membungkus otak (meninges Perdarahan subaraknoid adalah kejadian akut
yang mempunyai potensi signifikan menyebabkan tingginya tingkat
morbiditas dan mortalitas.

23
Karena intervensi dini dapat memberikan hasil lebih baik, pasien
dengan keluhan nyeri kepala berat dengan onset baru disertai penurunan
kesadaran harus diduga mengalami perdarahan subaraknoid. Setelah
diagnosis ditegakkan, pasien harus dirawat di ICU karena memerlukan
pemantauan hemodinamik dan evaluasi status neurologis terus-menerus.
Selanjutnya, harus dikonsultasikan ke dokter spesialis bedah saraf untuk
penanganan lebih lanjut jika perlu.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Setyopranoto, ismail. 2012. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid.


Yogyakarta: Neurologi Fakultas Kedokteran UGM. CDK-199/ V0l.39,
No.11: 807-811
2. Rowland, Lewis, ed. 2010. Merriti’s Neurology. Twelfth Edition.
Philadelphia, USA. Hal 308
3. Purwata, Thomas Eko.2014. Nyeri Kepala pada Perdarahan Subarachnoid.
Bali: Jurnal Ilmiah Kedokteran Neurologi Universitas Udayana. Vol.45,
No.3: 165-169
4. Tibor Becske et al.2017. Subarachnoid Hemorrhage. Medscape reference.
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1164341-
overview [accessed 24 januari 2018]
5. Sitorus, Sari Mega. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Bagian
Anatomi, Fakultas Kedokteran, 2005 Universitas Sumatera Utara. Medan.
6. Baehr M, Frotcsher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi,
Fisiologi, Tanda, Gejala. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2012.
7. Jones R, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Subarachnoid Hemorrhage.
Netter's Neurology2014. p. 526-37.
8. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada
University Pres; 2011.

25

Anda mungkin juga menyukai