Anda di halaman 1dari 13

INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT HERBAL

A. INTERAKSI OBAT

1. Definisi

Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat berubah karena kehadiran obat

lain, makanan, minuman, atau zat kimia lainnya (Stockley,2005). Interaksi obat

dapat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang

diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan; atau bila dua atau lebih obat

berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas suatu obat atau

lebih berubah (Fradgley, 2003).

Pasien yang rentan terhadap interaksi obat

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerentanan pasien terhadap interaksi

obat diantaranya; lansia, orang yang minum lebih dari 1 obat, yang mempunyai

gangguan fungsi ginjal, penyakit akut, penyakit yang tidak stabil, pasien yang

mempunyai karakteristik penyakit genetik tertentu dan pasien yang dirawat oleh

lebih dari satu dokter. Banyak pasien yang sakit parah memperoleh bermacam-

macam obat dan ini akan sulit membedakan antara toksisitas dan gejala atau

tanda-tanda penyakit yang dideritanya. Bila kondisi pasien berubah, terutama jika

pasien tersebut sakit parah atau pasien tersebut lansia, semua obat dalam terapi

harus ditinjau sebagai penyebab masalah, terutama bila ada lebih dari 1 dokter

yang menangani pengobatan pasien tersebut (Fradgley, 2003).

Interaksi obat yang bermakna klinis

Waktu timbulnya reaksi dapat sangat bervariasi tergantung dosis, rute pemberian,

adanya metabolit aktif dan waktu paruh obat yang bersangkutan. Mekanisme
interaksi juga dapat mempengaruhi waktu mulai munculnya reaksi. Penginduksi

enzim menstimulasi produksi enzim metabolisme yang baru dan ini memerlukan

waktu antara 2-3 minggu sebelum efek interaksinya maksimum. Sebaliknya

penghambatan enzim mempengaruhi metabolisme hepatik dalam 24 jam

(Fradgley, 2003).

Tidak semua interaksi obat bermakna klinis beberapa obat secara teoritik

mungkin terjadi sedangkan interaksi obat yang lain harus dihindari kombinasinya

atau memerlukan pemantauan yang cermat. Banyak interaksi obat kemungkinan

besar berbahaya terjadi hanya pada sejumlah kecil pasien. Seorang farmasis

seharusnya lebih memperhatikan kemungkinan terjadinya interaksi obat bila

pasien tersebut memperoleh obar yang termasuk dalam kelompok ini. Banyak zat

yang berinteraksi tidak dianggap sebagai obat oleh pasien meliputi obat-obat yang

dibeli untuk pengobatan sendiri, obat tradisional atau sediaan homeopati. Semua

memiliki kemungkinan berinteraksi dengan obat obat yang telah diresepkan untuk

pasien tersebut. Beberapa jenis makanan tertentu dapat myebabkan interaksi

(Fradgley, 2003).

Bilamana kombinasi terapi mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan

atau komplikasi terhadap kondisi pasien, maka interaksi tersebut digambarkan

sebagai interaksi yang bermakna klinis. Kejadian interaksi obat yang bermakna

klinis biasanya kecil, namun sejuml;ah pasien mempunyai resiko yang besar

terhadap morbiditas dan mortalitas. Interaksi obat dapat membahayakan baik

dengan meningkatkan toksisitas obat atau dengan mengurangi khasiatnya. Namun


interaksi beberapa obat menguntungkan dengan meningkatkan sinergisitas efek

obat (Fradgley, 2003).

Klasifikasi

Menurut (Fradgley, 2003). Mekanisme interaksi obat dapat terbagi menjadi :

a) Interaksi Farmakokinetik

Interaksi ini dapat terjadi pada beberapa tahap meliputi absorbsi, distribus,

metabolisme, dan ekskresi.

1) Absorbsi Pada obat yang diberikan secara oral, absorbsinya disaluran

pencernaan komleks dan bervariasi sehingga menyebabkan interaksi obat tipe ini

akan sulit diperkirakan. Absorbsi obat tergantung dari formulasi farmasetik, pKa,

dan kelarutan obat dalam lemak, disamping pH, flora bakteri dan aliran darah

dalam organ pencernaan (usus besar, usus halus dan lambung). Jadi kita perlu

membedakan atara interaksi yang berkaitan dengan absorpsi tidak bermakna

secara klinis dan dapat diatur dengan memisahkan waktu pemberian obat,

biasanya dengan selang waktu minimal 2 jam. 2) Ikatan obat protein

Terjadi bila 2 obat berkompetisi pada tempat ikatan denga protein plasma yang

sama dan satu atau lebih obar didesak dari ikatannya dengan protein tersebut. Hal

ini mengakibatkan peningkatan sementara konsentrasi obat bebas (aktif), biasanya

peningkatan ini disertai peningkatan metabolisme dan eksresi. Konsentrasi total

obat turun menyesuaikan dengan peningkatan fraksi obat bebas. Bagaimanapun

efek farmakologi keseluruhan minimal kecuali bila pendesakan tersebut diikuti

dengan inhibisi metabolik.

3) Metabolisme hepatik
Banyak obat dimetabolisme di hati terutama dimetabolisme oleh enzim CYP 450

monooksigenase. Induksi enzim oleh suatu obat dapat meningkatan kecepatan

metabolisme obat lain dan mempengaruhi efek. Induksi enzim melibatkan sintesis

protein, jadi efek maksimum yang dicapai sekitar 2-3 minggu. Sebaliknya inhibisi

enzim dapat mengakibatkan akumulasi dan peningkatan toksisitas obat lain.

Waktu terjadinya reaksi akibat inhibisi enzim merupakan efek langsung biasanya

lebih cepat daripada induksi enzim. Banyak enzim di hepar melibatkan banyak

enzim, enzim utama adalah CYP 450. 4) Klirens ginjal

Obat dieliminasi melalui ginjal dengan filtrasi glumerolus dan sekresi tubular

aktif. Jadi, obat yang mempengaruhi ekskresi obat melalui ginjal dapat

mempengaruhi konsentrasi obat lain dalam plasma. Hanya sejumlah kecil obat

yang cukup larut air yang mendasarkan ekskresinya melalui ginjal sebagai

eliminasi utamanya yaitu obat yang tanpa lebih dahulu dimetabolisme di hati.

Yang perlu diperhatikan tentang interaksi tipe ini adalah tergantung pada jumlah

obat dan atau metabolitnya yang diekskresikan lewat ginjal.

b) Interaksi farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu efek obat diubah

oleh obat lain pada tempat aksi. Hal ini dapat terjadi kompetisi pada reseptor yang

sama atau interaksi obat pada sistem fisiologi yang sama. Interaksi jenis ini tidak

mudah dikelompokan seperti interaksi-interaksi yang mempengaruhi konsentarsi

obat dalam tubuh tetapi terjadinya interaksi tersebut lebih mudah diperkirakan

dari efek farmakologi obat yang dipengaruhi. Beberapa mekanisme serupa

mungkin dapat terjadi secara bersama-sama. Berikut ini macam-macam interaksi


farmakodinamik; 1. Sinergisme

Yang paling umum terjadi adalah sinergisme antara dua obat yang bekerja pada

sistem, organ, sel, atau enzim yang sama dengan efek farmakologi yang sama.

2. Antagonisme

Terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi yang berlawanan.

Hal ininmengakibatkan pengurangan hasil yang diinginkan dari satu atau lebih

obat.

3. Efek reseptor tidak langsung

Kombinasi obat dapat bekerja melalui mekanisme saling mempengaruhi efek

reseptor yang meliputi sirkulasi kendali fisiologi atau biokimia.

4. Gangguan cairan dan elektronik

Interaksi obat dapat mengakibatkan gangguna keseimbangan cairan dan elektrolit.

Interaksi obat dapat dibedakan menjadi :

1. Berdasarkan level kejadiannya, interaksi obat terdiri dari established (sangat

mantap terjadi), probable (interaksi obat dapat terjadi), probable (interaksi obat

dapat terjadi), suspected (interaksi obat diduga terjadi), possible (interaksi obat

mungkin terjadi/belum pasti terjadi), serta unlikely (interaksi obat tidak terjadi). 2.

Berdasarkan onsetnya, interaksi obat dapat dibedakan menjadi dua yaitu

interaksinobatbdengan onset cepat (efek terlihatbdalam 24 jam), dan interaksi obat

dengan onset lambat (efek terlihat setelah beberapa hari bahkan beberapa

minggu).

3. Berdasarkan keparahannya, interaksi obat dapat diklasifikasikan menjadi tiga

yaitu : mayor (dapat menyebabkan kematian), moderat (efek sedang), dan minor
(tidak begitu bermasalah dan dapat diatasi dengan baik).

4. Berdasarkan signifikansinya, interaksi obat dapat dibagi menjadi lima, yaitu: a.

Signifikansi tingkat 1

Interaksi dengan signifikansi ini memilikinkeparahan mayor dan terdokumentasi

suspected, probable, established,

b. Signifikansi Tingkat 2

Interaksi dengan signifikansi kedua ini memiliki tingkat keparahan moderat dan

terdokumentasi suspected, probable, established.

c. Signifikansi Tingkat 3

Interaksi ini memiliki keparahan minor dan terdokumentasi suspeceted.

d. Signifikansi Tingkat 4

Interaksi ini memiliki keparahan mayor/moderat dan terdokumentasi possible.

e. Signifikansi Tingkat 5

Interaksi dalam signifikansi ini dapat dibedakan menjadi dua tingkat yaitu tingkat

Beberapa obat herbal dapat mengakibatkan kegawatan akibat interaksi kimiawi

yang terjadi, sehingga dibutuhkan lebih banyak penelitian laboratorium untuk

menilai manfaat, efektivitas, dosis yang tepat, dan keparahan minor yang

terdokumentasi possible dan yang terdokumentasi unlikely. Obat herbal atau

tumbuhan obat adalah obat-obatan yang digunakan berasal dari tumbuhan dan

belum mengalami proses kimia dilaboratorium.

Pengertian obat tradisional berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan Nomor

246/Menkes/Per/V/1990 Pasal 1 menyebutkan bahwa : Obat tradisional adalah

bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan galenik atau campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara

traditional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Banyak orang mengira bahwa obat herbal sangat aman karena semua bahannya

yang berasal dari alam. Namun, menilai hal tersebut menjadi sulit karena obat

herbal tidak memiliki standar kualitas dan pengaturan yang resmi dari pemerintah.

reaksi kimia yang terjadi didalam tubuh. Karena apabila sesuatu yang asing masuk

kedalam tubuh, dapat menimbulkan reaksi yang tidak terduga. Obat tradisional

(herbal) telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia. Menurut

World Health Organization (WHO), negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika

Latin menggunakan obat tradisional (herbal) sebagai pelengkap pengobatan

primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi

menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer (WHO, 2003). Faktor

pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat tradisional di negara maju

adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit

kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit

tertentu diantaranya kanker, serta semakin luas akses informasi mengenai obat

tradisional di seluruh dunia. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional

termasuk obat herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan

pengobatan penyakit, terutama untuk kronis, penyakit degeneratif dan kanker. Hal

ini menunjukan dukungan WHO untuk back to nature yang dalam hal yang lebih

menguntungkan. Untuk meningkatkan keselektifan pengobatan dan mengurangi

pengaruh musim dan tempat asal tanaman terhadap efek, serta lebih dalam

memudahkan standarisasi bahan obat maka zat aktif diekstraksi lalu dimurnikan
sampai diperoleh zat murni. Di Indonesia dari tahun ke tahun terjadi peningkatan

produksi obat tradisional. Menurut data Badan Pengawasan Obat dan Makanan

(POM), sampai tahun 2007 terdapat 1.012 industri obat tradisional yang memiliki

izin usaha industri yang terdiri dari 105 industri berskala besar dan 907 industri

berskala kecil. Karena banyaknya variasi sediaan bahan alam, maka untuk

memudahkan pengawasan dan perizinan, maka badan POM mengelompokan

dalam sediaan jamu, sediaan herbal terstandar dan sediaan fitofarmaka.

Persyaratan ketiga sediaan berbeda yaitu untuk jamu pemakaiannya secara

empirik berdasarkan pengalaman, sediaan herbal terstandar bahan bakunya harus

distandarisasi dan sudah diuji farmakologi secara eksperimental, sedangkan

sediaan fitofarmaka sama dengan obat modern bahan bakunya harus distandarisasi

dan harus melalui uji klinik. Menurut penelitian masa kini, meskipun obat-obatan

tradisional yang pengolahannya masih sederhana (tradisional) dan digunakan

secara turun-temurun berdasarkan resep nenek moyang adat-istiadat, kepercayaan,

atau kebiasaan setempat, memang bermanfaat bagi kesehatan dan kini

digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik

harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan

karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping,

karena masih bisa dicerna oleh tubuh. Beberapa perusahaan mengolah obat-obatan

tradisional yang dimodifikasi lebih lanjut. Bagian dari Obat tradisional yang bisa

dimanfaatkan adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Bentuk obat

tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul, serbuk, cair, simplisia

dan tablet.
Khasiat alamiah dan kemurnian obat-obatan tradisional seringkali “dinodai” oleh

pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab terutama produsen obat tradisional

yang hanya mencari keuntungan finansial saja tanpa memperhatikan kemurnian

dan resiko dari kandungan obat tradisional. Banyak dari para produsen dengan

sengaja mencampur kandungan herbal dari obat tradisional dengan obat modern

yang secara kimiawi jika dosisnya tidak tepat akan berbahaya. Bukan yang

pertama kali Badan Pangan Obat dan Makanan (BPOM) menarik obat tradisional

dari peredaran. Seperti halnya yang baru-baru ini terjadi, sebanyak 22 macam obat

tradisional dan suplemen berkhasiat menambah stamina pria ditarik dari

peredaran. Obat-obat itu mengandung bahan kimia obat Sildenafil sitrat dan

Tadalafil sitrat. Bahan kimia obat keras itu dapat membahayakan kesehatan

bahkan dapat mematikan jika digunakan tanpa resep dokter. Efek Sildenafil yang

bisa terjadi yaitu sakit kepala, dispepsia, mual, nyeri perut, gangguan penglihatan,

radang hidung, nyeri dada hingga kematian. Sedangkan pada Tadalafil dapat

menyebabkan nyeri otot, nyeri punggung, kehilangan potensi seks permanen,

menurunkan tekanan darah, hingga stroke. Daftar obat-obatan yang ditarik dari

peredaran tersebut antara lain: Blue Moon, Caligula kapsul, Cobra X kapsul,

Hwang-Ni-Shen-Dan, kuat tahan lama serbuk, Lak-Gao-69, Alvaret, Macagold,

Manovel, Okura, Otot Madu, Ramstamin, Sanomale, Sari Madu kapsul, Samson,

Sunny-Sang-Rang-Wang-Ing-Ying-Din, dan pil Sunny kapsul, Teraza, Top One

kapsul, Tripoten, Urat Perkasa kapsul dan Dumex. Saat ini BPOM telah

mengumpulkan 157.749 kotak obat tradisional dan suplemen makanan. Secara

nasional jmlahnya telah mencapai 208.091 kotal atau 1.095 bungkus. Upaya
menempatkan obat herbal sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan formal

harus disertai peningkatan mutu, standarisasi, dan pelaksanaan uji farmakologi

agar terbukti khasiat dan keamanannya. Tujuannya untuk menghindari

kemungkinan adanya efek samping obat herbal dan memenuhi sebagian

kebutuhan obat nasional. Selama ini upaya beralih ke obat herbal masih sulit

dilakukan karena khasiat dan keamanannya belum terjamin, kandungan senyawa

aktifnya belum terstandar, sehingga sulit menentukan dosis pemakaian. Saat ini

11.000 spesies tanaman dimanfaatkan untuk obat, 500 spesies di antaranya sering

digunakan. Tanaman herbal mengandung zat kimia, antara lain, golongan

alkaloid, flavonoid, minyak esensial, dan glikosida. Jumlah dan jenis kandungan

kimia pada bagian tanaman, seperti akar, daun, dan umbi dapat berbeda, jumlah

kandungan kimia ditentukan banyak faktor, misalnya jenis tanah, iklim,

pengolahan pasca panen. Bentuk sediaan obat memengaruhi zat kimia yang

terkandung. Obat herbal di Indonesia berbentuk jamu, ekstrak terstandar, dan

fitofarmaka (uji klinik). Kandungan zat kimia pada obat herbal bisa menimbulkan

efek samping dan toksik. Efek samping itu bisa disebabkan obat itu sendiri

maupun oleh kontaminan atau zat sintesis yang ditambahkan. Kemungkinan efek

samping makin besar jika memakai banyak obat, pasien berusia lanjut, atau

menderita penyakit terutama ginjal dan hati. Interaksi obat herbal dengan obat

modern ini penting untuk obat dengan batas keamanan sempit atau indeks terapi

rendah, sehingga dapat meningkatkan toksisitas atau efek samping dan dapat

mengurangi efektivitas kerja obat. Interaksi obat herbal dengan obat modern bisa

membahayakan, seperti perdarahan, gangguan jantung, atau kerja obat jadi tidak
efektif. Tetapi kandungan pada obat herbal bahan alam umumnya bersifat

seimbang dan saling menetralkan, sehingga efek samping obat herbal jauh lebih

kecil dibandingkan dengan obat sintesa. PERBEDAAN OBAT KIMIAWI DAN

OBAT HERBAL

Obat Kimiawi :

1. Lebih diarahkan untuk menghilangkan gejala-gejalanya saja.

2. Bersifat sympthomatis yang hanya untuk mengurangi penderitaannya saja.

3. Bersifat paliatif artinya penyembuhan yang bersifat spekulatif, bila tepat

penyakit akan sembuh, bila tidak endapan obat akan menjadi racun yang

berbahaya.

4. Lebih diutamakan untuk penyakit-penyakit yang sifatnya akut (butuh

pertolongan segera) seperti asma akut, diare akut, patah tulang, infeksi akut dan

lain-lain.

5. Reaksi cepat, namun bersifat destruktif artinya melemahkan organ tubuh lain,

terutama jika dipakai terus-menerus dalam jangka waktu lama.

6. Efek samping yang bisa ditimbulkan iritasi lambung dan hati, kerusakan ginjal,

mengakibatkan lemak darah.

7. Reaksi terhadap tubuh cepat.

Obat Herbal : 1. Diarahkan pada sumber penyebab penyakit dan perbaikan fungsi

serta organ-organ yang rusak.

2. Bersifat rekonstruktif atau memperbaiki organ dan membangun kembali organ-

organ, jaringan atau sel-sel yang rusak.

3. Bersifat kuratif artinya benar-benar menyembuhkan karena pengobatannya


pada sumber penyebab penyakit.

4. Lebih diutamakan untuk mencegah penyakit, pemulihan penyakit-penyakit

komplikasi menahun, serta jenis penyakit yang memerluakan pengobatan lama.

5. Reaksi lambat tetepi bersifat konstruktif atau memperbaiki dan membangun

kembali organ-organ yang rusak.

6. Efek samping hampir tidak ada, asalkan diramu oleh herbalis yang ahli dan

berpengalaman. Dari beberapa penelitian menunjukkan, beberapa bahan herbal

memberikan interaksi yang merugikan antara obat tradisional dengan obat kimia.

Berikut ini beberapa contoh bahan herbal yang dapat menimbulkan interaksi jika

dikombinasi dengan obat kimia:

1. Ginkgo biloba

Interaksi antara ginkgo biloba (yang berfungsi untuk menghambat faktor

pengaktifan platelet) dengan obat yang memiliki efek sebagai antikoagulan atau

antiplatelet, seperti aspirin dapat memperhebat terjadinya pendarahan.

2. Echinaceae

Echinacea biasanya diindikasikan untuk meningkatkan imunitas. Penggunaan

echinaceae bersama dengan ketoconazole (anti jamur), isoniazid (untuk mengobati

penyakit TBC) dapat menyebabkan liver toxicity.

3. Caffeine

Penggunaan obat kimia yang mengandung caffeine dengan obat tradisional yang

mengandung ginseng dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, serta

menyebabkan insomnia.

4. Ginseng
Berdasarkan penelitian, penggunaan ginseng bersama Coumadin dapat

menyebabkan pendarahan. Ginseng yang digunakan bersamaan dengan warfarin

dapat menurunkan efek antikoagulan dari warfarin akibatnya proses pendarahan

dapat tetap terjadi.

5. Allium sativum (bawang putih)

Penggunaan Allium sativum bersama dengan warfarin juga dapat menyebakan

proses pendarahan tetap terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Fradgley, S., 2003. Interaksi Obat, dalam Aslam, M., Tan, C.K., Prayitno, A.,

Farmasi Klinis; Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien,

Universitas Surabaya, Elex Media Komputindo, Jakarta, 120-130.

Stockley, H. I., 2005, Drugs Interaction, Blackwell Science Ltd, London.

Anda mungkin juga menyukai