PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui definisi,
2.1 Definisi
2.1.1 Tuba, Ovarium, dan abses (abscess)
- Tuba fallopii adalah saluran ovum yang memiliki panjang bervariasi antara 8
hingga 14 cm dan ditutup oleh peritonium serta lumennya dilapisi oleh
membran mukosa. Tuba terbagi menjadi 3 bagian, yakni pars interstitial,
ismus, ampula, dan infundibulum (Cunningham et al., 2006). Tuba berfungsi
untuk menyalurkan ovum dari ovarium menuju uterus.
- Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita bagian dalam.
Ovarium berjumlah dua buah dan terletak di kiri dan kanan. Ovarium ke
arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan
melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.
- Abses adalah ronga yang terbentuk karena adanya kerusakan
jaringan/bengkak karena proses infeksi.
2.3 Etiologi
TOA biasanya disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob, seperti Escherichia
coli, Hemolytic streptococci and Gonococci, Bacteroides species dan Peptococcus
(Seshadri et al., 2004). Pada beberapa kasus, Hemophilus influenzae, Salmonella,
actinomyces, dan Staphylococcus aureus juga dilaporkan menjadi penyebab TOA.
Sekitar 92% penyebab TOA adalah Streptococci (Cohen et al., 2003).
Dikatakan bahwa nekrosis tuba fallopi dan kerusakan epitel terjadi
dikarenakan bakteri patogen menciptakan lingkungan yang diperlukan untuk invasi
anaerob dan pertumbuhan. Terdapat salfingitis yang melibatkan ovarium dan ada juga
yang tidak. Proses inflamasi ini dapat terjadi spontan atau merupakan respon dari
terapi. Hasilnya dapat terjadi kelainan anatomis yang disertai denagn perlengketan ke
organ sekitar. Keterlibatan ovarium biasanya terjadi di tempat terjadinya ovulasi yang
sering menjadi tempat masuk infeksi yang luas dan pembentukan abses. Apabila
eksudat purulen itu ditekan maka akan menyebabkan ruptur dari abses yang dapat
disertai oleh peritonitis berat serta tindakan laparotomi. Perlengketan yang lambat
dari abses akan menyebabkan abses cul de sac. Biasanya abses ini muncul ketika
penggunaan IUD, atau munculnya infeksi granulomatous ( TBC, aktinomikosis).
Adapun faktor risiko adalah sebagai berikut ,(Tuncer et al., 2012) :
a. Multiple partner
b. Status ekonomi rendah.
c. Riwayat PID
d. Menggunakan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
e. Adanya riwayat STD
2.4 Patofisiologi
Adanya penyebaran bakteri dari vagina ke uterus lalu ke tuba dan atau
parametrium, terjadilah salpingitis dengan atau tanpa ooforitis. Keadaan ini bisa
terjadi pada pasca abortus, pasca persalinan atau setelah tindakan genekologi
sebelumnya (Mudgil, 2009). Mekanisme pembentukan TOA secara pasti masih sulit
ditentukan, tergantung sampai dimana keterlibatan tuba infeksinya sendiri. Pada
permulaan proses penyakit, lumen tuba masih terbuka mengeluarkan eksudat yang
purulent dari febriae dan menyebabkan peritonitis, ovarium sebagaimana struktur lain
dalam pelvis mengalami inflamasi, tempat ovulasi dapat sebagai tempat masuk
infeksi. Abses masih bisa terbatas mengenai tempat masuk infeksi. Abses masih bisa
terbatas mengenai tuba dan ovarium saja, dapat pula melibatkan struktur pelvis yang
lain seperti usus besar,buli-buli atau adneksa yang lain. Proses peradangan dapat
mereda spontan atau sebagai respon pengobatan, keadaan ini biasanya memberi
perubahan anatomi disertai perlekatan fibrin terhadap organ terdekatnya. Apabila
prosesnya menghebat dapat terjadi pecahnya abses (Mudgil, 2009).
2.6 Komplikasi
a. TOA yang utuh: pecah sampai sepsis reinfeksi di kemudian hari, infertilitas
b. TOA yang pecah: syok sepsis, abses intraabdominal, abses subkronik, abses
paru/otak.
2.7 Penatalaksanaan
a. Curiga TOA utuh tanpa gejala
- Antibotika dengan masih dipertimbangkan pemakaian golongan :
doksiklin 2x / 100 mg / hari selama 1 minggu atau ampisilin 4 x 500
mg / hari, selama 1 minggu.
- Pengawasan lanjut, bila masa tak mengecil dalam 14 hari atau
mungkin membesar adalah indikasi untuk penanganan lebih lanjut
dengan kemungkinan untuk laparatomi
b. TOA utuh dengan gejala
- Masuk rumah sakit, tirah baring posisi “semi fowler”, observasi ketat
tanda vital dan produksi urine, perksa lingkar abdmen, jika perlu
pasang infuse P2 - Antibiotika massif (bila mungkin gol beta lactar)
minimal 48-72 jam Gol ampisilin 4 x 1-2 gram selama / hari, IV 5-7
hari dan gentamisin 5 mg / kg BB / hari, IV/im terbagi dalam 2x1 hari
selama 5-7 hari dan metronida xole 1 gr reksup 2x / hari atau
kloramfinekol 50 mg / kb BB / hari, IV selama 5 hari metronidazol
atau sefaloosporin generasi III 2-3 x /1 gr / sehari dan metronidazol 2
x1 gr selama 5-7 hari
- Pengawasan ketat mengenai keberhasilan terapi
- Jika perlu dilanjutkan laparatomi, SO unilateral, atau pengangkatan
seluruh organ genetalia interna.
c. TOA yang pecah
TOA yang pecah merupakan kasus darurat: dilakukan laparotomi pasang drain
kultur nanah. Setelah dilakukan laparatomi, diberikan sefalosporin generasi III
dan metronidazol 2 x 1 gr selama 7 hari (1 minggu).
2.8 Prognosis
a. TOA yang utuh
Pada umumnya prognosa baik, apabila dengan pengobatan medidinaslis tidak
ada perbaikan keluhan dan gejalanya maupun pengecilan tumornya lebih baik
dikerjakan laparatomi jangan ditunggu abses menjadi pecah yang mungkin
perlu tindakan lebih luas. Kemampuan fertilitas jelas menurun kemungkinan
reinfeksi harus diperhitungan apabila terapi pembedahan tak dikerjakan
b. TOA yang pecah
Kemungkinan septisemia besar oleh karenanya perlu penanganan dini dan
tindakan pembedahan untuk menurunkan angka mortalitasnya.