Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


TOA (tubo-ovarian abscess) merupakan salah satu komplikasi akut dari PID
(Pelvic inflammatory disease). Abses ini pada umumnya terjadi pada wanita usia
produktif dan biasanya merupakan kelanjutan dari infeksi saluran genital bagian
bawah. TOA berhubungan erat dengan PID (Pelvic inflammatory disease). PID
disebabkan oleh mikroorganisme yang menghuni endoserviks kemudian naik ke
endometrium dan tuba fallopi. TOA merupakan end-stage process dari PID akut
(Tohya et al., 2003). TOA terjadi sekitar 18-34% pada pasien dengan PID (De Witt et
al., 2010) dan 22% dengan salpingitis di Nairobi, Kenya (Cohen, 2003).
Abses ini dapat terjadi pada pasien yang post histerektomi supraservikal. TOA
dapat juga terjadi pada pasien yang sebelumnya mengalami servitis dan parametritis
(Tohya et al., 2003).
TOA umumnya disebabkan oleh mikroorganisme umum yang menjadi
penyebab STD (sexually transmitted diseases), berhubungan seks dengan partner
yang memiliki agen infeksius ini merupakan faktor risiko yang sangat penting dalam
terjadinya TOA. Selain itu, operasi ginekologi, kanker organ genital (genital
malignancy), IVF treatment, dan apendisitis yang mengalami perforasi juga diketahui
menjadi penyebab TOA (Protopapas et al., 2004; Canas et al., 2004; Vyas et al.,
2008).
Diagnosis TOA sering sulit ditegakkan dan sulit dibedakan dengan
peradangan pelvis oleh sebab-sebab yang lain, sehingga dibutuhkan anamnesa,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang tepat untuk dapat menegakkan
diagnosis pasti dan memberikan terapi yang tepat pula. Dan bila tidak ditangani
dengan baik, komplikasinya dapat menyebabkan kematian, kemandulan dan
kehamilan ektopik yang merupakan masalah medik, sosial dan ekonomi.
Dalam laporan ini akan disajikan beberapa aspek penting dari TOA,
diantaranya : definisi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan dan diagnosa, komplikasi,
penatalaksanaan, dan prognosis.

1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui definisi,

etiologi, patofisiologi, dan penatalaksanaan Abses Tuba Ovarium, serta bertujuan

untuk menganalisa kasus dan sesuai dengan tinjauan pustaka.

1.3 RUMUSAN MASALAH

• Apakah diagnosis pasien ini sudah tepat dan bagaimna etiologinya?

• Apakah penatalaksaaan pasien ini sudah tepat.

• Bagaiman prognosis pada pasien ?


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
2.1.1 Tuba, Ovarium, dan abses (abscess)
- Tuba fallopii adalah saluran ovum yang memiliki panjang bervariasi antara 8
hingga 14 cm dan ditutup oleh peritonium serta lumennya dilapisi oleh
membran mukosa. Tuba terbagi menjadi 3 bagian, yakni pars interstitial,
ismus, ampula, dan infundibulum (Cunningham et al., 2006). Tuba berfungsi
untuk menyalurkan ovum dari ovarium menuju uterus.
- Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita bagian dalam.
Ovarium berjumlah dua buah dan terletak di kiri dan kanan. Ovarium ke
arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan
melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium.
- Abses adalah ronga yang terbentuk karena adanya kerusakan
jaringan/bengkak karena proses infeksi.

Gambar 2.1 Organ Reproduksi Internal Wanita


Ket: Tampak tuba fallopi dan ovarium yang normal
2.1.2 TOA (tubo-ovarian abscess)
Tubo-ovarian abscess (TOA) adalah pembengkakan yang terjadi pada tuba-
ovarium yang ditandai dengan radang bernanah, baik di salah satu tuba-ovarium,
maupun keduanya (Granberg, 2009). TOA Merupakan komplikasi termasuk efek
jangka panjang dari salfingitis akut tetapi biasanya akan muncul dengan infeksi
berulang atau kerusakan kronis dari jaringan adnexa. Biasanya dibedakan dengan ada
tidaknya ruptur. Dapat terjadi bilateral walaupun 60% dari kasus abses yang
dilaporkan merupakan kejadian unilateral dengan atau tanpa penggunaan IUD. Abses
biasanya polimikroba.

Gambar 2.2 TOA yang mengalami ruptur di sisi kiri

2.2 Gambaran Klinis serta Tanda dan Gejala


Pada semua kasus TOA, termasuk yang disebabkan oleh Pneumococcus,
menunjukkan gejala-gejala berikut: nyeri (88%), demam (35%), massa adneksa
(35%), diare (24%), mual dan muntah (18%), haid tidak teratur (12%).
Pada pemeriksaan touching : nyeri goyang portio, nyeri kiri dan kanan uterus
atau salah satunya, kadang-kadang terdapat penebalan tuba (tuba yang normal, tidak
teraba), seta nyeri pada ovarium karena meradang.
Gejala dapat sangat bervariasi dari asimptomatis sampai terjadinya akut
abdomen sampai syok septik. Karateristik pasien biasanya yang muda serta paritasnya
rendah dengan riwayat infeksi pelvis. Durasi dari gejala pada wanita biasanya kurang
lebih 1 minggu dan onsetnya biasanya terjadi 2 minggu atau lebih setelah siklus
menstruasi.

2.3 Etiologi
TOA biasanya disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob, seperti Escherichia
coli, Hemolytic streptococci and Gonococci, Bacteroides species dan Peptococcus
(Seshadri et al., 2004). Pada beberapa kasus, Hemophilus influenzae, Salmonella,
actinomyces, dan Staphylococcus aureus juga dilaporkan menjadi penyebab TOA.
Sekitar 92% penyebab TOA adalah Streptococci (Cohen et al., 2003).
Dikatakan bahwa nekrosis tuba fallopi dan kerusakan epitel terjadi
dikarenakan bakteri patogen menciptakan lingkungan yang diperlukan untuk invasi
anaerob dan pertumbuhan. Terdapat salfingitis yang melibatkan ovarium dan ada juga
yang tidak. Proses inflamasi ini dapat terjadi spontan atau merupakan respon dari
terapi. Hasilnya dapat terjadi kelainan anatomis yang disertai denagn perlengketan ke
organ sekitar. Keterlibatan ovarium biasanya terjadi di tempat terjadinya ovulasi yang
sering menjadi tempat masuk infeksi yang luas dan pembentukan abses. Apabila
eksudat purulen itu ditekan maka akan menyebabkan ruptur dari abses yang dapat
disertai oleh peritonitis berat serta tindakan laparotomi. Perlengketan yang lambat
dari abses akan menyebabkan abses cul de sac. Biasanya abses ini muncul ketika
penggunaan IUD, atau munculnya infeksi granulomatous ( TBC, aktinomikosis).
Adapun faktor risiko adalah sebagai berikut ,(Tuncer et al., 2012) :
a. Multiple partner
b. Status ekonomi rendah.
c. Riwayat PID
d. Menggunakan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
e. Adanya riwayat STD

2.4 Patofisiologi
Adanya penyebaran bakteri dari vagina ke uterus lalu ke tuba dan atau
parametrium, terjadilah salpingitis dengan atau tanpa ooforitis. Keadaan ini bisa
terjadi pada pasca abortus, pasca persalinan atau setelah tindakan genekologi
sebelumnya (Mudgil, 2009). Mekanisme pembentukan TOA secara pasti masih sulit
ditentukan, tergantung sampai dimana keterlibatan tuba infeksinya sendiri. Pada
permulaan proses penyakit, lumen tuba masih terbuka mengeluarkan eksudat yang
purulent dari febriae dan menyebabkan peritonitis, ovarium sebagaimana struktur lain
dalam pelvis mengalami inflamasi, tempat ovulasi dapat sebagai tempat masuk
infeksi. Abses masih bisa terbatas mengenai tempat masuk infeksi. Abses masih bisa
terbatas mengenai tuba dan ovarium saja, dapat pula melibatkan struktur pelvis yang
lain seperti usus besar,buli-buli atau adneksa yang lain. Proses peradangan dapat
mereda spontan atau sebagai respon pengobatan, keadaan ini biasanya memberi
perubahan anatomi disertai perlekatan fibrin terhadap organ terdekatnya. Apabila
prosesnya menghebat dapat terjadi pecahnya abses (Mudgil, 2009).

2.5 Pemeriksaan dan Diagnosa


a. Pemeriksaan laboratorium: Hasil pemeriksaan yang didapatkan dari
laboratorium kurang bermakna. Hitung jenis sel darah putih bervariasi dari
leukopeni sampai leukositosis. Hasil urinalisis memperlihatkan adanya pyuria
tanpa bakteriuria. Nilai laju endap darah minimal 64 mm/h serta nilai akut C-
reaktif protein minimal 20 mg/L dapat difikirkan ke arah diagnosa TOA.
b. USG
Dapat membantu untuk mendeteksi perubahan seperti terjadinya progressi.
regresi, ruptur atau pembentukan pus. Ultrasound adalah modalitas pencitraan
pilihan pertama untuk diagnosis dan evaluasi TOA. USG menawarkan
akurasi, siap ketersediaan, biaya rendah dan kurangnya radiasi pengion.
Namun, tetap memerlukan keahlian teknis untuk mencapai potensi diagnostik
yang akurat. Ini dapat dilakukan baik transvaginal atau transabdominal:
pencitraan yang transvaginal memberikan gambaran lebih detail, dimana
transduser berada di dalam dekat dengan daerah pemeriksaan, sedangkan
pencitraan pelvis yang transabdominal menawarkan keuntungan imaging
dalam satu tampilan organ besar seperti rahim. Habitus tubuh besar dan
adanya loop dari usus di pelvis dapat menimbulkan kesulitan dalam
pencitraan dengan US transabdominal.
c. CT (computed tomography)
Computed tomography telah digunakan, sejak perkembagan dari US dan
MRI, peran terbatas dalam evaluasi radiologi dari PID. Penggunaan radiasi
pengion yang membatasi faktor lainnya, karena mayoritas pasien tersebut
dalam usia reproduksi (Tukeva et al., 1999). Kinerja CT dengan penggunaan
media kontras oral dan intravena meningkatkan metode dari akurasi
diagnostik karena karakterisasi jaringan yang lebih baik. Sejumlah kecil
cairan dalam cul de sac bisa dideteksi oleh CT. Suatu abses Tubo-ovarium
mungkin tergambar sebagai massa peradangan dengan komponen padat dan
kistik, dengan peningkatan semua atau bagian dari komponen padat. Tampilan
paling sering dari Tubo-ovarium abcess adalah adanya cairan yang
mengandung massa dengan dinding tebal. Septations mungkin juga ada. Salah
satu tanda yang lebih spesifik dari abses Tubo-ovarium, yang tidak umum
pada PID, adalah munculnya gelembung gas pada massa. Limfadenopati
biasanya ada di daerah paraaortic pada tingkatan dari hila ginjal (limfatik
ovarium dan limfatik salpingial sejajar dengan vena gonad) (Hricak et al.,
2000). Kadang-kadang ovarium dapat dideteksi dalam massa. Dalam kasus
seperti diagnosis abses Tubo-ovarium tidak sulit, jika tidak, massa yang
mengalami inflamasi bisa dibedakan dari proses peradangan yang timbul dari
appendiks (abses appendiceal) atau divertikula (Abses divertikular) atau
bahkan keganasan kandung kemih.
d. Kuldosentesis
Cairan kuldosentesis pada wanita denagn TOA yang tidak ruptur
memperlihatkan gambaran reaction fluid yang sama seperti di salpingitis akut.
Apabila terjadi ruptur TOA maka akan ditemukan cairan yang purulen.

Penegakan diagnosis berdasarkan gejala-gejala yang telah didapatkan dan


dapat disertai adanya :
- Riwayat infeksi pelvis
- Adanya massa adnexa, biasanya lunak
- Produksi pus dari kuldesintesis pada ruptur
Diagnosa banding :
a. TOA utuh dan belum memberikan keluhan
- Kistoma ovari, tumor ovari
- KET
- Abses peri, apendikuler
- Mioma uteri
- Hidrosalping
b. TOA utuh dengan keluhan
- Perforasi apendik
- Perforasi divertikel/abses divertikel
- Perforasi ulkus peptikum
- Kelainan sistematis yang memberi distres akut abdominal
- Kista ovari terinfeksi atau terpuntir

2.6 Komplikasi
a. TOA yang utuh: pecah sampai sepsis reinfeksi di kemudian hari, infertilitas
b. TOA yang pecah: syok sepsis, abses intraabdominal, abses subkronik, abses
paru/otak.

2.7 Penatalaksanaan
a. Curiga TOA utuh tanpa gejala
- Antibotika dengan masih dipertimbangkan pemakaian golongan :
doksiklin 2x / 100 mg / hari selama 1 minggu atau ampisilin 4 x 500
mg / hari, selama 1 minggu.
- Pengawasan lanjut, bila masa tak mengecil dalam 14 hari atau
mungkin membesar adalah indikasi untuk penanganan lebih lanjut
dengan kemungkinan untuk laparatomi
b. TOA utuh dengan gejala
- Masuk rumah sakit, tirah baring posisi “semi fowler”, observasi ketat
tanda vital dan produksi urine, perksa lingkar abdmen, jika perlu
pasang infuse P2 - Antibiotika massif (bila mungkin gol beta lactar)
minimal 48-72 jam Gol ampisilin 4 x 1-2 gram selama / hari, IV 5-7
hari dan gentamisin 5 mg / kg BB / hari, IV/im terbagi dalam 2x1 hari
selama 5-7 hari dan metronida xole 1 gr reksup 2x / hari atau
kloramfinekol 50 mg / kb BB / hari, IV selama 5 hari metronidazol
atau sefaloosporin generasi III 2-3 x /1 gr / sehari dan metronidazol 2
x1 gr selama 5-7 hari
- Pengawasan ketat mengenai keberhasilan terapi
- Jika perlu dilanjutkan laparatomi, SO unilateral, atau pengangkatan
seluruh organ genetalia interna.
c. TOA yang pecah
TOA yang pecah merupakan kasus darurat: dilakukan laparotomi pasang drain
kultur nanah. Setelah dilakukan laparatomi, diberikan sefalosporin generasi III
dan metronidazol 2 x 1 gr selama 7 hari (1 minggu).

2.8 Prognosis
a. TOA yang utuh
Pada umumnya prognosa baik, apabila dengan pengobatan medidinaslis tidak
ada perbaikan keluhan dan gejalanya maupun pengecilan tumornya lebih baik
dikerjakan laparatomi jangan ditunggu abses menjadi pecah yang mungkin
perlu tindakan lebih luas. Kemampuan fertilitas jelas menurun kemungkinan
reinfeksi harus diperhitungan apabila terapi pembedahan tak dikerjakan
b. TOA yang pecah
Kemungkinan septisemia besar oleh karenanya perlu penanganan dini dan
tindakan pembedahan untuk menurunkan angka mortalitasnya.

Anda mungkin juga menyukai