Anda di halaman 1dari 9

MODUL SEJARAH INDONESIA

KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA


X MIPA

SMA NEGERI 1 BOJA


TAHUN AJARAN 2017/2018
KERAJAAN-KERAJAAN YANG ADA DI INDONESIA

1.Kerajaan Demak
Kerajaan Demak didirikan pada abad XVI oleh Raden
Patah. Raden Patah merupakan putra Raja Majapahit,
Brawijaya V dengan Putri Campa. Saat menjadi Raja
Demak, Raden Patah bergelar Sultan Alam Akbar al-
Fatah. Ia memerintah Kerajaan Demak pada tahun
1500-1518. Sepeninggalan Raden Patah, Demak
dipimpin oleh Pati Unus. Pati Unus sangat terinspirasi
oleh Gajah Mada untuk menjadikan Demak sebagai
kerajaan maritim terbesar di Indonesia seperti
Majapahit. Oleh karena itu, Pati Unus berusaha
membangun Angkatan Laut yang kuat. Selain
membangun Angkatan Laut, Pati Unus menyerang
Malaka yang dikuasai oleh Portugis. Penyerangan itu
dilakukan karena keberadaan Portugis di Malaka telah
merugikan perdagangan Demak secara umum.
Penyerangan itu juga dilakukan untuk menunjukkan
hegemoni Demak. Namun, dalam penyerangan tersebut
Demak mengalami kekalahan dikarenakan kalah dalam
senjata.
Pengganti Pati Unus adalah Sultan
Trenggono(1521-1546). Di bawah pimpinan Sultan
Trenggono Demak berhasil mencapai puncak kejayaan.
Pada saat itu wilayah Kerajaan Demak meliputi sebagian
besar wilayah pesisir utara Pulau Jawa. Bahkan,
kekuasaan Demak meluas ke Sukadana (Kalimantan
Barat), Palembang, Jambi, dan Banjar (Kalimantan
Selatan). Sultan Trenggono juga melalukan ekspedi ke
Portugis, namun dalam perjalanan kapal yang dinaiki
Sultan Trenggono ditembak meriam dan akhirnya Sultan
Trenggono meninggal.
Setelah Sultan Trenggono wafat pada tahun 1546,
Kerajaan Demak mulai mengalami kemunduran.
Kerajaan Demak dilanda perang saudara anatar
Pangeran Prawoto (putra Sultan Trenggono) dan Arya
Penangsang (keturunan Pangeran Sekar Sedo Lepen,
adik Sultan Trenggono). Dalam perselisihan itu Arya
Penangsang berhasil membunuh Pangeran Prawoto.
Akan tetapi, Arya Penangsang kemudian berhasil
dibunuh oleh Hadiwijaya (Joko Tingkir) dari Pajang.
Hadiwijaya merupakan menantu Sultan Trenggono. Ia
kemudian berhasil merebut takhta Demak dari Arya
Penangsang dan memindahkan ibu kota Kerajaan
Demak ke Pajang.
2.Kerajaan Pajang
1.Kisah Joko Tingkir
Joko Tingkir adalah menantu dari Sultan
Trenggana. Pada masa kepemimpinan Sultan
Trenggono, Joko Tingkir sudah menjadi bupati di Pajang.
Sultan Trenggono mempunyai beberapa anak. Anak
pertama bernama Pangeran Mukmin, yang kemudian
berganti nama menjadi Sunan Prawoto pada saat
menjadi murid Sunan Giri. Anak kedua adalah seorang
putri.ia bersuamikan Pangeran Langgar,putra Kiai Gede
Sampang di Madura. Anak ketiga,keempat,dan kelima
juga putri. Anak ketiga bersuamikan Pangeran Hadiri,
Bupati Kalinyamat. Anak keempat di nikahi dengan Joko
Tingkir.

3.Kerajaan Mataram
Sepeninggalan Sultan Trenggono, Kerajaan Demak
mengalami kemunduran. Selanjutnya, Hadiwijaya (Joko
Tingkir) dengan bantuan Ki Ageng Pemanahan berhasil
merebut takhta Demak dan mendirikan Kerajaan
Pajang. Hadiwijaya kemudian menghadiahkan daerah
Mataram kepada Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng
Pemanahan kemudian mendirikan kerajaan di wilayah
tersebut. Kerajaan ini dikenal dengan Kerajaan
Mataram. Dalam perkembangannya Mataram menjadi
kerajaan besar yang menaklukkan banyak kerajaan di
Jawa.
Kerajaan Mataram didirikan oleh Ki Ageng
Pemanahan pada abad XVI. Untuk memperkuat
pengaruhnya, pada masa pemerintahan Panembahan
Senopati (1584-1601) Kerajaan Mataram mulai
mengembangakanpolitik ekspansi Kerajaan Mataram
anatara lain Demak, Madiun, Kediri, Ponorogo, Tuban,
dan Pasuruan. Satu-satunya daerah strategis yang gagal
ditaklukkan Kerajaan Mataram adalah Surabaya.
Sepeninggal Panembahan Senopati, Kerajaan Mataram
diperintah oleh Mas Jolang. Mas Jolang berkuasa sejak
tahun 1601 dan pada tahun 1613 kedudukannya
digantikan oleh putranya yang bernama Mas Rangsang
dengan gelar Sultan Agung.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung Mataram
mencapai puncak kejayaan. Sultan Agung bercita-cita
menyatukan seluruh Pulau Jawa di bawah kekuasaan
Mataram. Usaha ini membuahkan hasil saat seluruh
wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk Madura
mengakui kedaulatan Mataram. Surabaya pun berhasil
ditlaklukkan pada tahun 1625. Sementara itu, di Jawa
Barat kekuasaan Mataram tertanam di wilayah Cirebon,
Sumedang, an Ukur. Meskipun demikian, ambisi Sultan
Agung mempersatukan seluruh Pulau Jawa di bawah
kekuasaan Mataram tidak berhasil. Sultan Agung tidak
dapay menaklukkan Banten yang menjadi saingannya di
Pulau Jawa bagian barat. Selain itu, Sultan Agung gagal
mengusir VOC dari Pulau Jawa.
Sultan Agung berusaha menyerang kedudukan VOC
di Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Akan tetapi,
kedua serangan tersebut mengalami kegagaln karena
VOC menggunakan taktik yang lebih baik. VOC berhasil
menghancurkan gudang-gudang beras milik pasukan
Mataram di Tegal dan Cirebon. VOC juga
menghancurkan kapal-kapal yang akan digunakan untuk
mangangkut pasukan Mataram ke Batavia. Oleh karena
itu, pasukan Mataram terpaksa menempuh perjalan
darat menuju Batavia. Pasukan Mataram mengalami
kekelahan dan kelaparan sehingga dapat dikalahkan
oleh VOC dengan mudah.
kekuasaan Mataram dibagi menjadi empat bagian,
yaitu kutanegara, negara agung, mancanegara, dan
pesisiran. Kutanegara merupakan ibu kota kerajaan
yang terdapat kompleks keraton (pusat pemerintahan
dan kediaman raja), pasar (pusat perdagangan), dan
masjid agung (pusat agama). Sementara itu , negara
agung merupakan wilayah yang mengelilingi
kutanegara. Wilayah negara agung terdiri atas Bumi
Gede (Kota Gede), Bagelan (Purworejo), dan Pajang.
Wilayah ini biasanya dipimpin oleh bangsawan
keturunan raja. Mancanegara merupakan wilayah yang
ada di luar negara agung, tetapi tidak termasuk wilayah
pantai. Wilayah mancanegara terdiri atas mancanegara
kilen (Jawa Tengah) dan mancanegara wetan (Jawa
Timur). Pasisiran merupakan wilayah di sepanjang
pantai utara Jawa. Wilayah pasisiran juga dibagi menjadi
dua, yaitu pasisiran kilen dan pasisiran wetan.
Pada tahun 1645 Sultan Agung wafat sehingga
menyebabkan Kerajaan Mataram mengalami
kemunduran. Sejak saat itu Mataram tidak memiliki
pemimpin hebat yang mampu mengendalikan
kekuasaan secara baik. Akibatnya, pada tahun 1755
melalui Perjanjian Giyanti Kerajaan Mataram terpecah
menjadi dua wilayah, yaitu Yogyakarta dan Surakarta.

4.Kerajaan Banten
Banten merupakan pelabuhan penting yang terletak di
bagian barat Pulau Jawa. Oleh karena letaknya yang
strategis, Banten sering diperebutkan oleh pihak-pihak
yang memiliki kepentingan ekonomi. Munculnya
kekuasaan Islam di Banten terjadi saat Ftahillah
mengangkat Portugis dalam pertempuran di Sunda
Kelapa. Sejak saat itu, wilayah Banten menjadi wilayah
kekuasaan Demak. Selanjutnya, untuk menjalankan
roda pemerintahan di Banten, Fatahillah mengangkat
putranya yang bernama Maulana Hasanuddin sebagai
penguasa Banten. Dalam perkembangannya Banten
menjadi pusat perdagangan dan penyabaran Islam di
ujung barat Pulau Jawa.
Raja pertama Banten adalah Maulana Hasanuddin yang
berkuasa pada tahun 1522-1570. Pada masa
pemerintahannya, Kerajaan Banten berkembang
menjadi pusat perdagangan penting di Selat Sunda.
Untuk memperkuat kedudukan Kerajaan Banten,
Maulana Hasanuddin memperluas kekuasaan Kerajaan
Banten ke daerah penghasilan lada di Lampung. Dengan
keberhasilan tersebut, Maulana Hasanuddin telah
menciptakan dasar-dasar kemakmuran Kerajaan Banten
sebagai pelabuhan lada.
Setelah Hasanuddin wafat pada tahun 1570, ia
digantikan oleh putranya yang bernama Maulana Yusuf
(1570-1580). Dibawah kepemimpinan Maulana Yusuf,
Kerajaan Banten berhasil menaklukkan Kerajaan
Pajajaran, pamor Kerajaan Banten semakin
meningkatkan dan wilayah kekuasaannya pun
bertambah luas. Sejak saat itu, Kerajaan Banten
menguasai sebagian besar wilayah di Jawa Barat.
Kejayaan Kerajaan Banten terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682).
Sultan Ageng Tirtayasa berusaha memajukan
perdagangan Kerajaan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa
kemidian membangun armada laut yang kuat untuk
menjaga keamanan di Selat Sunda. Kapal-kapal dagang
Banten aktif melakukan kegiatan perdagangan di
Indonesia. Sultan Ageng Tirtayasa juga menjalin
hubungan diplomatik dengan negara-negara asing
seperti Inggris, Prancis, Cina, Persia, dan Arab. Sultan
Ageng Tirtayasa juga menjalin hubungan diplomatik
dengan sejumlah kerajaan Islam di Indonesia, seperti
Kerajaan Aceh Darussalam, Makasar, Cirebon, dan
Ternate. Hubungan diplomatik tersebut dilakukan untuk
meningkatkan perdagangan dan mencari dukungan
dalam melawan VOC yang berkuasa di Batavia.

Anda mungkin juga menyukai