Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

PATOGENESIS TINEA KAPITIS

Oleh:

I Putu Adi Palguna S.Ked / 16710112


I Made Mega Kencana P. S.Ked / 16710034

Dokter Pembimbing:

dr. Sylvia Marfianti Sp.KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD dr. MOH. SALEH KOTA PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
JUDUL
Patogenesis Tinea Kapitis

Telah disetujukan dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Mengetahui

Dokter Pembimbing

Dr. Sylvia Marfianti Sp.KK

ii
KATA PENGATAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berbagai kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan untuk menyelesaikan
referat dengan judul “Patogenesis Tinea Kapitis” Referat ini penulis susun
sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo.
Dalam menyelesaikan referat ini, tentu tak lepas dari bantuan berbagai

pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Sylvia

Marfianti Sp.KK selaku pembimbing SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo.

Penulis sadar bahwa “tak ada gading yang tak retak’, begitupun dengan
refrat ini, masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini sehingga masih
jauh dari kata sempurna, walaupun demikian penulis berharap referat ini
bermanfaat bagi para pembacanya khususnya rekan rekan sejawat dokter muda
yang sedang menjalani stase di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD dr.
Moh. Saleh Probolinggo. Oleh sebab itu kritik dan saran sangat penulis harapkan
agar kedepannya referat ini bisa lebih sempurna.
Penulis memohon maaf sebesar-besarnya bila terdapat beberapa kesalahan
dalam referat ini. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terimakasih. Semoga
referat ini bermanfaat bagi kita semua.

Probolinggo, 26 Oktober 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i


Lembar Pengesahan ........................................................................................ ii
Kata Pengantar ................................................................................................ iii
Daftar Isi .......................................................................................................... iv
Bab I Pendahuluan ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................. 3
2.1 Definisi Tinea Kapitis ....................................................................... 3
2.2 Epidiomologi Tinea Kapitis .............................................................. 3
2.3 Etiologi Tinea Kapitis ....................................................................... 4
2.4 Patogenesis Tinea Kapitis ................................................................. 5
2.5 Manifestasi Klinik ............................................................................. 7
2.6 Diagnosis ........................................................................................... 10
2.7 Diagnosis Banding ............................................................................ 13
2.8 Penatalaksanaan ................................................................................ 17
2.9 Komplikasi ........................................................................................ 20
2.10 Prognosis ........................................................................................... 20
Bab III Ringkasan ......................................................................................... 21
Daftar Pustaka ................................................................................................ 24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah salah satu kelompok dermatomikosis superfisialis

yang disebabkan oleh jamur dermatofit, terjadi sebagai reaksi pejamu terhadap

produk metabolit jamur dan akibat invasi oleh suatu organisme pada jaringan

hidup. Dermatofitosis dapat menyerang berbagai tempat seperti di dagu, jenggot,

daerah genitokrural, kaki dan tangan, kuku, serta kulit dan rambut kepala. Yang

menyerang kulit dan rambut kepala disebut tinea kapitis.1

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang

disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi

bersisik, kemerahan, alopesia, grey patch ringworm, black dot ringworm, dan

kerion.2

Tinea kapitis bentuk non inflamasi (tipe gray patch) umumnya disebabkan

karena jamur ektotriks antropofilik, seperti M. audouinii di Amerika dan Eropa,

sedangkan di Asia disebabkan M. ferrugineum. Tinea kapitis bentuk inflamasi

(tipe kerion) biasanya disebabkan jamur ektotrik zoofilik (M. canis) atau geofilik

(M.gypseum). Sedangkan tinea kapitis tipe black dot disebabkan karena jamur

endotrik antropofilik, yaitu T. tonsurans atau T. violaceum.3

Insidens tinea kapitis di Medan pada tahun 1996-1998 yaitu 0,4%, RSCM

Jakarta tahun 1989-1992 yaitu sebanyak 0,61 - 0,87%, di Manado pada tahun

1990-1991 yaitu 2,2-6% sedangkan di Surabaya kasus baru tinea kapitis antara

1
tahun 2001 - 2006 insidennya di Poli Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo antara

0,31% - 1,55%.8

Tinea kapitis umumnya lebih banyak menyerang anak anak dari pada

orang dewasa, dimana kurang dari 3 % dewasa yang terjangkit. Penderita dapat

terinfeksi dari kontak dengan penderita lain dan hewan. Secara klinis, tinea kapitis

ditandai oleh terdapatnya satu atau lebih alopesia dengan bentuk yang tidak

teratur, dikarenakan rusaknya pada tingkat yang bervariasi dari folikel rambut.4

Menurut penelitian dari Ornella et al (2013), dikatakan tinea kapitis

umumnya terjadi pada anak saat masa pre-pubertas dan sangat jarang pada dewasa

dengan frekuensi 2,6%. Hal tersebut dikatakan rambut pada orang dewasa relatif

resisten terhadap kolonisasi dermatophyta, mungkin karena sifat fungistatik rantai

panjang asam lemak dari sebum yang dihasilkan setelah pubertas dan faktor

imunologi yang tidak diketahui, dapat menjelaskan sedikitnya angka kejadian

pada orang dewasa.4

Patogenesis terjadinya tinea kapitis dapat melalui infeksi ektotrik dan

endotrik. Infeksi ektotrik dimana infeksinya khas di stratum korneum

perifolikulitis yang menyebar disekitar batang rambut dan tidak pernah memasuki

daerah berinti, sedangkan infeksi endotrik tidak akan mengenai daerah kutikula

dan artrokonidia hanya tinggal dalam batang rambut menggantikan keratin

intrapilari dan meninggalkan kortek yang intak.7

Berdasarkan latar belakang diatas maka kami tertarik untuk membuat

referat yang membahas Patogenesis Tinea Kapitis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tinea Kapitis

Tinea kapitis adalah infeksi jamur superficial yang menyerang kulit

kepala dan rambut yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Umumnya

kelainan klinis tinea kapitis dapat dibagi menjadi 3 yaitu grey patch,black

dot,dan kerion.8Hal tersebut dapat ditandai dengan adanya lesi bersisik,

kemerahan, rambut mudah rontok dan alopesia.2

2.2 Epidemiologi Tinea Kapitis

Insidens tinea kapitis masih belum diketahui pasti, tersering dijumpai

pada anak-anak 3-14 tahun, jarang pada dewasa. Kasus pada dewasa karena

infeksi T. Tonsurans dapat dijumpai misalkan pada pasien AIDS. Transmisi

meningkat dengan berkurangnya higiene sanitasi individu, padatnya

penduduk, dan status ekonomi rendah.3

Insidens tinea kapitis di Medan pada tahun 1996-1998 yaitu 0,4%,

RSCM Jakarta tahun 1989-1992 yaitu sebanyak 0,61 - 0,87%, di Manado pada

tahun 1990-1991 yaitu 2,2-6% sedangkan di Surabaya kasus baru tinea kapitis

antara tahun 2001 - 2006 insidennya di Poli Kulit dan Kelamin RSU Dr.

Soetomo antara 0,31% - 1,55%.8

Pasien tinea kapitis terbanyak pada masa anak-anak < 14 tahun 93,33%.

Anak laki-laki lebih banyak (54,5%) dibanding anak perempuan (45,5%). Di

Surabaya tersering tipe kerion (62,5%) daripada tipe Gray Patch (37,5%), tipe

Black dot tidak diketemukan. Spesies penyebab Microsporum gypseum

3
(geofilik), Microsporum ferrugineum (antropofilik) dan Trichophyton

mentagrophytes.3

2.3 Etiologi Tinea Kapitis

Terdapat tiga genus penyebab dermatofitosis, yaitu Trichophyton,

Microsporum, dan Epidermophyton, yang dikelompokkan dalam kelas

Deuteromycetes. Dari ketiga genus tersebut telah ditemukan 41 spesies, terdiri

dari 17 spesies Microsporum, 22 spesies Trichophyton, 2 spesies

Epidermophyton.1Untuk tinea kapitis disebabkan oleh berbagai spesies dari

genus Trichophyton dan Microsporum kecuali T. Concentricum.1

Tinea kapitis bentuk non inflamasi (tipe gray patch) umumnya

disebabkan karena jamur ektotriks antropofilik, seperti M. audouinii di

Amerika dan Eropa, sedangkan di Asia disebabkan M. ferrugineum. Tinea

kapitis bentuk inflamasi (tipe kerion) biasanya disebabkan jamur ektotrik

zoofilik (M. canis) atau geofilik (M.gypseum). Sedangkan tinea kapitistipe

black dot disebabkan karena jamur endotrik antropofilik, yaitu T. tonsurans

atau T. violaceum.3

Tabel 2.1 Organisme penyebab Tinea kapitis5

4
2.4 Patogenesis Tinea Kapitis

Terjadinya penularan dermatofitosis adalahmelalui 3 cara yaitu:1

1. Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia.Ditularkan baik secara

langsung maupun tidaklangsung melalui lantai kolam renang dan

udarasekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpareaksi keradangan

(silent “carrier”).

2. Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia.Ditularkan melalui kontak

langsung maupun tidaklangsung melalui bulu binatang yang terinfeksidan

melekat di pakaian, atau sebagai kontaminanpada rumah / tempat tidur

hewan, tempat makanandan minuman hewan. Sumber penularan

utamaadalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit.

3. Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia. Secarasporadis menginfeksi

manusia dan menimbulkanreaksi radang.

Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi

pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai

kemampuan melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan untuk

menembus jaringan pejamu, dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu,

menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapat

berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau radang.1

Pada umumnya patofisiologi tinea kapitis dibagi menjadi 2 yaitu sebagai

berikut:

5
1. Infeksi Ektotrik

Infeksinya khas di stratum korneum perifolikulitis, menyebar sekitar

batang rambut dan dibatang rambut bawah kutikula dari pertengahan sampai

akhir anagen saja sebelum turun ke folikel rambut untuk menembus kortek

rambut. Hifa-hifa intrapilari kemudian turun ke batas daerah keratin, dimana

rambut tumbuh dalam keseimbangan dengan proses keratinisasi, tidak pernah

memasuki daerah berinti. Ujung-ujung hifa-hifa pada daerah batas ini disebut

Adamson’s fringe, dan dari sini hifa-hifa berpolifrasi dan membagi menjadi

artrokonidia yang mencapai kortek rambut dan dibawa keatas pada permukaan

rambut. Rambut-rambut akan patah tepat diatas fringe tersebut, dimana

rambutnya sekarang menjadi sangat rapuh sekali.Secara mikroskop hanya

artrokonidia ektotrik yang tampak pada rambut yang patah,walaupun hifa

intrapilari ada juga.7

2. Infeksi Endotrik

Kurang lebih sama dengan dengan ektotrik kecuali kutikula tidak terkena

dan artrokonidia hanya tinggal dalam batang rambut menggantikan keratin

intrapilari dan meninggalkan kortek yang intak. Akibatnya rambutnya sangat

rapuh dan patah pada permukaan kepala dimana penyanggah dan dinding

folikuler hilang meninggalkan titik hitam kecil (black dot). Infeksi endotrik

juga lebih kronis karena kemampuannya tetap berlangsung di fase anagen ke

fase telogen.7

6
Gambar 2.1 Ectothrix type: mycelia dan arthroconidia terhihat pada
permukaan dari folikel rambut. Endothrix type: hyphae dan arthroconidia
terdapat di dalam batang rambut.5

2.5 Manifestasi Klinik

Berdasarkan klinisnya tinea kapitis dibagi menjadi 3 bentuk yaitu sebagai

berikut :5

1. Grey Patch Ringworm

Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan

oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak – anak. Penyakit

mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan

membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah

rasa gatal. Warna rambut menjadi abu – abu dan tidak berkilat lagi. Rambut

mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset

tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur,

sehingga dapat terbentuk alopesia setempat.5

7
Tempat – tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang di lihat

dalam klinik tidak menunjukkan batas – batas daerah sakit dengan pasti. Pada

pemeriksaan dengan lampu wood dapat di lihat flouresensi hijau kekuningan

pada rambut yang sakit melampaui batas – batas grey tersebut. Pada kasus –

kasus tanpa keluahan pemeriksaan dengan lampu wood ini banyak membantu

diagnosis. Tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouinii

biasanya disertai tanda peradangan ringan, hanya sekali – sekali dapat

terbentuk kerion.5

Gambar 2.2 Gray Patch Ringworm5

2. Kerion

Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa

pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang

yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum caniis dan

Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak

kurang bila penyebabnya adalah Trichophyto violaceum. Kelainan ini dapat

menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap, parut yang

menonjol kadang – kadang dapat terbentuk.5

8
Gambar 2.3 Kerion5

3. Black Dot Ringworm

Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans

dan Trichophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya

menyerupai kelainan yang di sebabkan oleh genus Microsporum. Rambut

yang terkena infeksi patah, tepat pada rambut yang penuh spora. Ujung

rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu

black dot, Ujung rambut yang patah kalau tumbuh kadang – kadang masuk ke

bawah permukaan kulit.5

9
Gambar 2.4 Black dot ringworm3

2.6 Diagnosis

1. Gelaja Klinis

Dipertimbangkan diagnosis tinea kapitis bila pada anak-anak dengan

kepala berskuama, alopesia, limfadenopati servikal posterior atau

limfadenopati aurikuler posterior atau kerion. Juga termasuk pustul atau abses,

dissecting cellulitis atau black dot.3

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Lampu Wood

Rambut yang tampak dengan jamur M. canis, M. audouinii dan M.

ferrugineum memberikan fluoresen warna hijau terang oleh karena adanya

bahan pteridin. Jamur lain penyebab tinea kapitis pada manusia

memberikan fluoresen negatif artinya warna tetap ungu1 yaitu M. gypsium

dan spesies Trichophyton (kecuali T. schoenleinii penyebab tinea favosa

10
memberi fluoresen hijau gelap). Bahan fluoresen diproduksi oleh jamur

yang tumbuh aktif di rambut yang terinfeksi.3

Gambar 2.5 Lampu Wood pada Tinea Kapitis3

b. KOH

Kepala dikerok dengan objek glas, atau skalpel no.15. Juga kasa basah

digunakan untuk mengusap kepala, akan ada potongan pendek patahan

rambut atau pangkal rambut dicabut yang ditaruh di objek glas selain

skuama, KOH 20% ditambahkan dan ditutup kaca penutup. Hanya

potongan rambut pada kepala6 harus termasuk akar rambut, folikel rambut

dan skuama kulit. Skuama kulit akan terisi hifa dan artrokonidia. Yang

menunjukkan elemen jamur adalah artrokonidia oleh karena rambut-

rambut yang lebih panjang mungkin tidak terinfeksi jamur. Pada

pemeriksaaan mikroskop akan tampak infeksi rambut ektotrik yaitu

pecahan miselium menjadi konidia sekitar batang rambut atau tepat

dibawah kutikula rambut dengan kerusakan kutikula. Pada infeksi

11
endotrik, bentukan artrokonidia yang terbentuk karena pecahan miselium

didalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula rambut.3

c. Kultur

Memakai swab kapas steril yang dibasahi akua steril dan digosokkan

diatas kepala yang berskuama atau dengan sikat gigi steril dipakai untuk

menggosok rambut-rambut dan skuama dari daerah luar di kepala, atau

pangkal rambut yang dicabut langsung ke media kultur. Spesimen yang

didapat dioleskan di media Mycosel atau Mycobiotic (Sabourraud dextrose

agar + khloramfenikol + sikloheksimid) atau Dermatophyte test medium

(DTM). Perlu 7 - 10 hari untuk mulai tumbuh jamurnya. Dengan DTM ada

perubahan warna merah pada hari 2-3 oleh karena ada bahan fenol di

medianya, walau belum tumbuh jamurnya berarti jamur dematofit positif.3

Gambar 2.7 (A) perkembangan T. mentagrophytes pada Agar Sabouroud’s


Dextrose. (B) Tampilan mikroskopik dari kultur jamur dengan kapas
lactophenol biru, dan dengan pembesaran 400x, tampak mikrokonidia bulat
dan makrokonidia berbentuk cerutu, hifa spiral.

12
2.7 Diagnosis Banding

1. Diagnosis banding tinea kapitis berskuama dan keradangan minimal

a. Dermatitis seborhoik

Keradangan yang biasanya terjadi pada sebelum usia 1 tahun atau

sesudah pubertas yang berhubungan dengan rangsangan kelenjar sebasia6.

Tampak eritema dengan skuama diatasnya sering berminyak, rambut yang

terkena biasanya difus, tidak setempat. Rambut tidak patah. Distribusi

umumnya di kepala, leher dan daerah-daerah pelipatan. Alopesia

sementara dapat terjadi dengan penipisan rambut daerah kepala, alis mata,

bulu mata atau belakang telinga. Sering tampak pada pasien penyakit

syaraf atau immunodefisiensi.3

Gambar 2.8 Dermatitis Seboroik3

b. Psoriasis

Psoriasis kepala khas seperti lesi psoriasis dikulit, plak eritematos

berbatas jelas dan berskuama lebih jelas dan keperakan diatasnya, dan

rambut-rambut tidak patah. Kepadatan rambut berkurang di plak psoriasis

13
juga meningkatnya menyeluruh dalam kerapuhan rambut dan kecepatan

rontoknya rambut telogen. 10% psoriasis terjadi pada anak kurang 10

tahun dan 50% mengenai kepala, dan sering lesi psoriasis anak terjadi

pada kepala saja, maka kelainan kuku dapat membantu diagnosis

psoriasis.3

Gambar 2.9 Psoriasis3

c. Ptiriasis amiantasea

Adalah tumpukan skuama dalam masa yang kusut. Dermatitis kepala

lokalisata yang non infeksius yang tidak diketahui sebabnya. Skuama yang

putih tebal melekat sering dijumpai mengikat batang rambut proksimal.

Kepala dapat tampak beradang. Rontok rambut sementara dapat terjadi

dengan pelepasan manual skuama yang melekat. Kelainan kulit dilain

tempat yang menyertai biasanya tidak ada, namun dapat mempunyai

penyakit yang menyertai, yaitu Dermatitis atopik atau keradangan kulit

lainnya. Ada yang menganggap sebagai psoriasis dini.3

14
2. Diagnosis banding tinea kapitis yang alopesia jelas

a. Alopesia areata

Alopesia areata mempunyai tepi yang eritematus pada stadium

permulaan, tetapi dapat berubah kembali ke kulit normal1,6. Juga jarang

ada skuama dan rambut-rambut pada tepinya tidak patah tetapi mudah

dicabut.3

Gambar 2.10 Alopesia Areta3

b. Trikotilomania

Khas adanya alopesia yang tidak sikatrik berbatas tidak jelas karena

pencabutan rambut oleh pasien sendiri. Umumnya panjang rambut

berukuran macam-macam pada daerah yang terkena. Tersering di kepala

atas, daerah oksipital dan parietal yang kontra lateral dengan tangan

dominannya. Kadang-kadang ada gambaran lain dari kelainan

obsesifkompulsif misalnya menggigit-gigit kuku, menghisap ibu jari atau

ada depresi atau kecemasan. Dapat disertai efek efluvium telogen yaitu

berupa tumbuhnya kembali rambut yang terlambat atau rontoknya rambut

meningkat sebelum tumbuh kembali.3

15
Gambar 2.11 Trikotilomania3

c. Pseudopelade

Dari kata Pelade yang artinya alopesia areata. Pseudopelade adalah

alopesia sikatrik progresif yang pelan-pelan, umumnya sebagai sindroma

klinis sebagai hasil akhir dari satu dari banyak proses patologis yang

berbeda (yang diketahui maupun yang tidak diketahui), walaupun klinis

spesifik jenis tidak beradang selalu dijumpai misalkan karena likhen

planus, lupus eritematus stadium lanjut.3

3. Diagnosis banding tinea kapitis yang inflamasi

a. Pioderma bakteri

Infeksi kulit karena bakteri Staphylococcus aerius atau Streptococcus

pyogenes, misalkan folikulitis, furunkel atau karbunkel.3

b. Follikulitis decalcans

Adalah sindroma yang klinis berupa folikulitis kronis sampai sikatrik

progresif. Folikulitis atrofik pada dermatitis seboroik.3

16
2.8 Penatalaksanaan

1. Pencegahan

Penting untuk memeriksa adanya kontak di rumah ataupun di sekolah

pada anak-anak yang menularkan dengan gejala asimtomatik maupun kasus

tinea kapitis yang ringan. Ketokonazol atau selenium sulfide shampoo dapat

membantu dalam memberantas penularan yang asimtomatik.5

Penggunaan shampo obat berguna untuk mempercepat penyembuhan,

mencegah kekambuhan dan mencegah penularan, serta membuang skuama

dan membasmi spora viabel, diberikan sampai sembuh klinis dan mikologis:

 Shampoo selenium zulfit 1%-1,8%

Dipakai 2-3 kali/minggu didiamkan selama 5 menit baru dicuci.

 Shampo Ketokonazole 1%-2%

Dipakai 2-3 kali/minggu didiamkan selama 5 menit baru dicuci

 Shampo povidine iodine

Dipakai 2 kali/minggu selama 15 menit

Setelah menggunakan shampo diatas maka dianjurkan memakai Hair

Conditioner dioleskan dirambutnya dan didiamkan satu menit barudicuci air.

Hal ini untuk membuat rambut tidak kering.3

2. Medikamentosa

Pengobatan untuk tinea kapitis tidak dianjurkan menggunakan topikal

karena tidak efektif, untuk itu infeksi yang mengenai daerah berambut

memerlukan pengobatan oral. Di Amerika Serikat pengobatan standar untuk

tinea kapitis adalah menggunakan Griseofulvin, sedangkan golongan Triazol

17
dan Alilamin menunjukkan keamanan, efikasi, dan manfaat lebih karena

penggunaannya yang memerlukan waktu singkat, selain itu sejak tahun 2007

Terbinafin juga direkomendasikan untuk pengobatan tinea kapitis pada anak

berusia diatas 4 tahun, khususnya yang disebabkan oleh T. tonsurans.2

a. Griseofulvin

Dosis Anak

 Micronized: 15 mg/kgBB/hari, maksimal 500 mg/hari.

 Ultramicronized: 10 mg/kg/hari

Lama pengobatan : Setidaknya 6 minggu sampai beberapa bulan,

penyerapan lebih baik dengan makanan berlemak.

Dosis Dewasa

 “Gray patch” tinea kapitis: 250 mg selama 1 atau 2 bulan.

 “Black dot” tinea kapitis: pengobatannya lebih lama dan dosis yang

digunakan lebih tinggi berlanjut sampai KOH dan kultur negarif.

Untuk kerion: 250 mg selama 4-8 minggu, kompres hangat, dan antibiotik

diberikan jika infeksi disebabkan oleh Staphylokokus.5

Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, dimana gejalanya biasanya

sefalgia, dizziness, insomnia, gangguan traktus digestivus berupa nausea,

vomiting dan diare, selain itu griseofulvin juga bersifat fotosensitif dan

dapat mengganggu hepar.2

b. Ketokonazol

Ketokonazol juga efektif untuk dermatofitosis karena bersifat fungistatik.

Pada kasus tinea kapitis dapat diberikan ketokonazol sebanyak 200

18
mg/hari selama 4-6 minggu, untuk anak dosisnya 5 mg/kgBB/hari, dan

untuk dewasa dapat diberikan 200-400 mg/hari. Ketokonazol merupakan

kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.5

c. Itrakonazol

Pemberian itrakonazol kapsul dengan 100 mg atau oral solution (10

mg/mL), lamanya pengobatan 4-8 minggu. Dosis pada anak 5

mg/kgBB/hari, dan dosis untuk dewasa 200 mg/hari.Tidak boleh diminum

bersama antasida atau H2 blocker oleh karena absorbsinya perlu suasana

asam. Bila diberikan bersama phenytoin dan H2 antagonis akan

meningkatkan kadar kedua obat tersebut. Sedang kadar Itrakonazol akan

lebih rendah bila diberikan bersamaan rifampisin, isoniasid, phenytoin dan

karbamazepin. Monitor laboratorium fungsi hepar dan darah lengkap bila

pemakaian lebih 4 minggu.3

d. Terbinafin

Terbinafin bersifat fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti

griseofulvin, sediaannya berupa tablet dengan dosis 250 mg. pengobatan

dengan terbinafin selama 2-3 minggu dengan dosis 62,5-250 mg sehari

bergantung berat badan.2

Bila disebabkan oleh M. canis perlu pengobatan selama 6-8 minggu

dimana lebih sukar untuk dibasmi daripada disebabkan oleh Trichophyton

oleh karena virulensinya atau karena infeksi ektotriknya masih belum

diketahui. Diberikan untuk anak umur > 2 tahun. Monitor laboratorium

fungsi liver dan darah lengkap diperiksa bila pemakaian lebih 6 minggu.3

19
2.9 Komplikasi

Dalam beberapa kasus, tinea kapitis dapat menyebabkan kerion

peradangan dan rasa sakit yang parah pada kulit kepala. Kerion muncul akibat

pengelupasan pembengkakan sehingga nanah menjadi kering dan menjadi

tebal, akibat pengerasan kulit kepala menjadi kuning. Rambut dapat menjadi

rontok atau dapat dengan mudah patah. Kerion dapat disebabkan oleh reaksi

yang kuat dari jamur dan dapat menyebabkan luka permanen serta rambut

rontok.6

2.10 Prognosis

Tinea kapitis tipe Gray patch sembuh sendirinya dengan waktu, biasanya

permulaan dewasa. Semakin meradang reaksinya, semakin dini selesainya

penyakit, yaitu yang zoofilik (M. canis, T. mentagrophytes dan T.

verrucosum). Infeksi ektotrik sembuh selama perjalanan normal penyakit

tanpa pengobatan. Namun pasien menyebarkan jamur penyebab kelain anak

selama waktu infeksi. Sebaliknya infeksi endotrik menjadi kronis dan

berlangsung sampai dewasa. T. violacaum, T. tonsurans menyebabkan infeksi

tetap, pasien menjadi vektor untuk menyebarkan penyakit dalam keluarga dan

masyarakat1, pasien seharusnya cepat diobati secara aktif untuk mengakhiri

infeksinya dan mencegah penularannya.3

20
BAB III

RINGKASAN

Tinea kapitis adalah infeksi jamur superficial yang menyerang kulit kepala

dan rambut yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Umumnya kelainan klinis

tinea kapitis dapat dibagi menjadi 3 yaitu grey patch, black dot dan kerion.8

Gejala klinis tergantung dari tipe tinea kapitis nya. Penyakit mulai dengan

papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk

bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Umumnya keluhan penderita adalah rasa

gatal. Untuk tipe grey patch, warna rambut menjadi abu – abu dan tidak berkilat

lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut

dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh

jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Pada tipe black dot. Rambut

yang terkena infeksi akan patah tepat pada rambut yang penuh spora. Ujung

rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu

black dot. Sedangkan pada tipe kerion didapatkan pembengkakan yang

menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya.

Tinea kapitis disebabkan oleh berbagai spesies dermatofit, khususnya dari

genus Trichophyton dan Microsporum kecuali T. Concentricum. Tiap negara dan

daerah berbeda beda untuk spesies penyebab tinea kapitis, selain itu perubahan

waktu juga dapat menyebabkan adanya spesies baru sebagai penyebab di daerah

tersebut karena migrasi penduduk. Spesies antrofilik merupakan penyebab yang

predominan.

21
Patogenesis terjadinya tinea kapitis dapat melalui infeksi ektotrik dimana

infeksinya khas di stratum korneum perifolikulitis yang menyebar disekitar batang

rambut dan tidak pernah memasuki daerah berinti.Selain itu tinea kapitis juga

dapat melalui infeksi endotrik, dimana infeksi ini tidak akan mengenai daerah

kutikula. Atrokinidia hanya tinggal dalam batang rambut menggantikan intrapilari

dan meninggalkan kortek yang intak.

Terapi griseofulvin adalah pengobatan yang efektif dan aman, sebagai obat

lini pertama (gold standard). Obat lini kedua yaitu Itrakonazol, terbinafin atau

kalau terpaksa dengan flukonazol diberikan untuk pasien yang tidak sembuh

dengan griseofuvin, atau dapat sebagai obat jamur lini pertama. Terapi ajuvan

dengan shampo anti jamur untuk membasmi serpihan (fomites) yang terinfeksi,

mengevaluasi serta penanganan kontak yang dekat dengan pasien.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniati, Citran Rosita SP. 2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Vol. 20


No. 3 Desember. Dept./SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. FK
UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya.
2. Sandra W dan Unandar B. (2016). Dermatofitosis. Ilmu penyakit kulit
kelamin edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hal. 109-116
3. Sunarso Suyono. 2008. Tinea Kapitis Pada Bayi dan Anak. Departemen /
SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin FK. Unair / RSU Dr. Soetomo Surabaya.
4. Ornella Cervetti et al. 2013. Tinea Capitis In Adults.Clinica Dermatologica
Torino. Italy. page 1-3
5. Verma,S., Heffernan, M.P., 2008. Superfisial Fungal Infection:
Dermatophytosis, Onychomycosis, TineaNigra, Piedra. Dalam : Wolff, K.
(eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.Vol.II. Ed.7. United
States: Mcgraw-Hill, 1807-1821
6. Shaheen Reddy. 2015. Karakteristik Tinea Kapitis pada Anak di RSUP H.
Adam Malik Medan pada Tahun 2009-2014. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
7. Nelson MM; Martin AG, Heffernan MP. Superficial Fungal
infection:Dermatophytosis, Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam :
Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 6th ed. New York Mc
Graw Hill, 2003 : p 1989-2005.
8. Dyah Ratri dan Trisniartami. 2014. Tinea Capitis Kerion Type: A Case
Report. Departement of Dermato and Venereology Faculty of Medicine
Airlangga Surabaya.

23

Anda mungkin juga menyukai