Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KEGAWATDARURATAN SISTEM PENCERNAAN : GERD


(GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE)

KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)
didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung
ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di
esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2010).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan.
Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi
lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks
sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala.
Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila
refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi
lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus
akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus
(Susanto, 2010).

B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi :
1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
3. Ketahanan epitel esofagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam
empedu, HCL.
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
9. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat,
alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal
sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa
antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
10. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2009).

C. TANDA DAN GEJALA


Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala atipikal
(ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :
1. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn adalah
gejala tersering.
2. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring. Kemudian mulut
terasa asam dan pahit.
3. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf, 2009)
Gejala Atipikal :
1. Batuk kronik dan kadang wheezing
2. Suara serak
3. Pneumonia
4. Fibrosis paru
5. Bronkiektasis
6. Nyeri dada nonkardiak (Yusuf, 2009).
Gejala lain :
1. Penurunan berat badan
2. Anemia
3. Hematemesis atau melena
4. Odinofagia (Bestari, 2011).

D. PATOFISIOLOGI
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone)
yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal,
pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi
pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah.
Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak
ada atau sangat rendah (<3 mmHg) (Aru, 2009).
Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan
motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini terdapat otot
pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi
saluran cerna dalam satu arah dari atas ke bawah menuju usus besar. Pada GERD akan
terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga
dapat terjadi arus balik atau refluks cairan atau asam lambung, dari bawah ke atas ataupun
sebaliknya (Hadi, 2012).
Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif
dari esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk faktor defensif
esophagus, adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari lumen esophagus, dan
ketahanan ephitelial esophagus. Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi
gastrik dan daya pilorik.
a. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES
dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan
tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES
yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus
hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal
antikolinergik, beta adrenergik), dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan
kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.
b. Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi,
peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks sebagian besar
bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang
dirangsang oleh proses menelan.
c. Ketahanan epithelial esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mukus
yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan ephitelial esophagus
terdiri dari :
1. Membran sel
2. Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan
esophagus
3. Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta
mengeluarkan ion H+ dan CO2
4. Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ .
Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan
hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus bawah
dalam keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intra abdominal sehingga
terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau terdorong
kuat ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus bagian proksimal dan sfingter
esofagus atas berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap berada di esofagus dan
peristaltik akan mengembalikannya ke dalam lambung. Jika sfingter esofagus atas
relaksasi sebagai respon terhadap distensi esofagus maka isi lambung akan masuk ke
faring, laring, mulut atau nasofaring (Hadi, 2012).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi
pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu disertai
kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan ini
merupakan biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan
berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).
2. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama
pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE
menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada
keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan
lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.
3. Tes Provokatif
a. Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus
terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL 0,1 % yang dialirkan
ke esofagus. Tes Bernstein yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan tidak
bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus. Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri
dada asal esofagus menurut kepustakaan berkisar antara 80-90%.
b. Tes Edrofonium
Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan intravena.
Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk menentukan adanya komponen nyeri
motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus secara
manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus.
4. Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE,
pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara lain
untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat yang
mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan
manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada
yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH
esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold
standar untuk memastikan adanya PRGE.
5. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus dan
sifatnya non invasif.
6. Pemeriksaaan Esofagogram
Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan mukosa
esofagus, erosi, dan striktur.
7. Tes PPI
Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien yang
diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu minggu.
Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.
8. Manometri esofagus
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi pada pasien
NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan peristaltik/motilitas esofagus.
9. Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan. Tetapi bukan
untuk memastikan NERD (Yusuf, 2009).

F. TERAPI
Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala pasien,
mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal, mempercepat
penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah berkembangnya komplikasi. Terapi
diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan atau
mengurangi faktor-faktor yang memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan mukosa.
1. Modifikasi Gaya Hidup
a. Tidak merokok
b. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan
c. Tidak minum alkohol
d. Diet rendah lemak
e. Hindari mengangkat barang berat
f. Penurunan berat badan pada pasien gemuk
g. Jangan makan terlalu kenyang
h. Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang
2. Terapi Endoskopik
Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah radiofrekuensi, endoscopic
suturing, dan endoscopic emplatation. Radiofrekuensi adalah dengan memanaskan
gastroesophageal junction. Tujuan dari jenis terapi ini adalah untuk mengurangi
penggunaan obat, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi reflux.
3. Terapi medika mentosa. Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk terapi ini
adalah supresi pengeluaran asam lambung. Ada dua pendekatan yang biasa dilakukan
pada terapi medika mentosa :
a. Step up
Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat menekan sekresi
asam seperti antacid, antagonis reseptor H2 ( simetidin, ranitidine, famotidin,
nizatidin) atau golongan prokinetik (metoklorpamid,domperidon,cisaprid) bila
gagal berikan obat-obat supresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih
lama (PPI).
b. Step down
Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI dan setelah berhasil lanjutkan
dengan supresi asam yang lebih lemah untuk pemeliharaan.
4. Terapi terhadap Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila terjadi rangsangan
asam lambung yang kronik dapat terjadi perubahan mukosa esophagus dari squamous
menjadi kolumnar yang metaplastik sebagai esophagus barret’s (premaligna) dan
dapat menjadi karsinoma barret’s esophagus
a. Striktur esophagus
Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13 mm maka
dapat dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga lakukanlah operasi.
b. Barret’s esophagus
Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah terapi
bedah (fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga dilakukan terapi endoskopi
(baik menggunakan energy radiofrekuensi, plikasi gastric luminal atau dengan
implantasi endoskopi) walapun cara ini masih dalam penelitian. (Djajapranata,
2009).

G. KOMPLIKASI
Komplikasi GERD antara lain :
1. Esofagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.
2. Esofagitis ulseratif
3. Perdarahan
4. Striktur esofagus
5. Aspirasi (Asroel, 2013).

KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Biasanya pada GERD airway bebas, jika adanya sumbatan/obstruksi jalan napas
oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi
maka lakukan :
1) Chin lift / jaw trust
2) Suction / hisap
3) Guedel airway
4) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
b. Breathing
Biasanya pada GERD breathing tidak terganggu, jika ada sesak beri oksigen dan
jika ada kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi,
whezing, sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.

c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, sianosis pada tahap lanjut.
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau
atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.
e. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan
2. Pengkajian Sekunder
a. Keadaan umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda vital
Meliputi pemeriksaan :Tekanan darah (sebaiknya diperiksa dalam posisi yang
berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis), Pulse rate, Respiratory rate,
Suhu.
c. Keluhan utama
Dikaji Awitan, durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat keperahan. Lokasi,
faktor pencetus, manifestasi yang berhubungan :
1) Keluhan tipikal (esofagus) : heartburn, regurgitasi, dan disfagia.
2) Keluhan atipikal (eskstraesofagus) : batuk kronik, suara serak, pneumonia,
fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak.
3) Keluhan lain : penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena,
odinofagia.
d. Riwayat kesehatan dahulu
1) Penyakit gastrointestinal lain
2) Obat-obatan yang mempengaruhi asam lambung
3) Alergi/reaksi respon imun
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga mempunyai penyakit GERD

f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit
termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi
penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor,
koma dan delirium.
2) Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan
darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu
tubuh.
3) Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit : Warna (meliputi
pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain), turgor,
kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema. Rambut : Dapat dinilai dari
warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik lain. Kelenjar getah bening :
Dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di
daerah servikal anterior, inguinal, oksipital dan retroaurikuler.
4) Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran
kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris
atau ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu
mata, konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga dapat dinilai pada
daun telinga, liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman
pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka
mulut), bibir, gusi, ada tidaknya tanda radang, lidah, salivasi. Leher : Kaku
kuduk, ada tidaknya massa di leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk,
posisi, konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan
5) Pemeriksaan dada : Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah organ paru
dan jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang
meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus
suara, krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan bunyi
perkusinya, bagaimana(hipersonor atau timpani), apabila udara di paru atau
pleura bertambah, redup atau pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru,
dan lain-lain serta pada saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas
normal atau tambahan seperti ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi
gesekan dan lain-lai pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri bawah,
kemudian pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut
apeks/iktus kordis dan aktivitas ventrikel, getaran bising (thriil), bunyi
jantung, atau bising jantung dan lain-lain
6) Pemeriksaan abdomen : data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan
tentang ukuran atau bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya
ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi
pada organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing yang ditentukan ada tidaknya
dan pembesaran pada organ tersebut, kemudian pemeriksaan pada daerah
anus, rektum serta genetalianya.
7) Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis : diperiksa adanya rentang gerak,
keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain.

B. DIAGNOSA
1. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks laring dan
glotis terhadap cairan refluks.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan muntah
/ pengeluaran yang berlebihan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring dan
tenggorokan.
6. Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur pada esophagus akibat
gastroesofageal reflux disease.
7. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
C. INTERVENSI
PERENCANAAN
NO. DIAGNOSA RASIONAL
KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. Risiko aspirasi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tingkat kesadaran, 1. Meningkatkan ekspansi
berhubungan dengan keperawatan selama ...x 24 reflek batuk dan kemampuan paru maksimal dan alat
hambatan menelan, jam masalah aspirasi pada menelan. pembersihan jalan napas.
penurunan refleks laring klien dapat diatasi dengan 2. Naikkan kepala 30-45 derajat 2. Meningkatkan pengisian
dan glotis terhadap cairan
kriteria hasil : setelah makan. udara seluruh segmen
refluks.
 Klien dapat bernafas 3. Potong makanan kecil kecil paru, memobilisasi dan
dengan mudah, tidak 4. Hindari makan kalau residu mengeluarkan sekret.
irama, frekuensi masih banyak. 3. Menghindari terjadinya
pernafasan normal. risiko aspirasi yang
 Pasien mampu menelan, terlalu tinggi.
mengunyah tanpa terjadi 4. Dapat membatasi
aspirasi, dan mampu ekspansi gastroesofagus.
melakukan oral hygiene.
 Jalan nafas paten, mudah
bernafas, tidak merasa
tercekik dan tidak ada
suara nafas abnormal.

2. Defisit volume cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status hidrasi 1. Perubahan pada
berhubungan dengan keperawatan selama .....x 24 2. Kaji tanda vital, catat kapasitas gaster dan
pemasukan yang kurang, jam, defisit volume cairan perubahan TD, takikardi, mual sangat
mual dan muntah / pada klien dapat turgor kulit dan kelembaban mempengaruhi masukan
pengeluaran yang diatasi dengan kriteria hasil : membran mukosa. dan kebutuahan cairan,
berlebihan.
 Mempertahankan urine 3. Berikan cairan tambahan IV peningkatan risiko
output sesuai dengan usia sesuai indikasi. dehidrasi.
BB, BJ urine normal. 4. Dorong masukan oral bila 2. Indikator
 Tidak ada tanda-tanda mampu dehidrasi/hipovolemia,
dehidrasi, elastisitas turgor keadekuatan
kulit baik dan tidak ada penggantian cairan.
rasa haus yang berlebihan. 3. Menggantikan
 Berat badan stabil kehilangan cairan dan
 Hematokrit menurun memperbaiki
 Tidak ada ascites keseimbangan cairan
dalam fase segera dan
pasien mampu
memenuhi cairan per
oral.
4. Memungkinkan
penghentian tindakan
dukungan cairan infasif
dan kembali ke normal.

3. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Diskusikan pada pasien 1. Dengan memilih
kurang dari kebutuhan keperawatan selama .....x 24 makanan yang disukainya makanan yang disukai
tubuh berhubungan jam, nutrisi pada klien dapat dan makanan yang tidak pasien maka selera
dengan intake kurang diatasi dengan kriteria hasil : disukainya. makan si pasien akan
akibat mual dan muntah.  Peningkatan berat badan 2. Buat jadwal masukan tiap bertambah dan dapat
sesuai dengan tujuan jam. Anjurkan mengukur mengurangi rasa mual
 Tidak ada tanda-tanda cairan/makanan dan minum dan muntah.
malnutrisi sedikit demi sedikit atau 2. Setelah tindakan
makan secara perlahan. pembagian, kapasitas
 Tidak ada penurunan berat 3. Beritahu pasien untuk gaster menurun kurang
badan yang berarti duduk saat makan/minum. dari 50 ml, sehingga
4. Tekankan pentingnya perlu makan
 Mengidentifikasi skala menyadari kenyang dan sedikit/sering.
nutrisi menghentikan masukan. 3. Menurunkan
 Stamina dan energi ada 5. Timbang berat badan tiap kemungkinan aspirasi.
hari. Buat jadwal teratur 4. Makan berlebihan dapat
setelah pulang. mengakibatkan mual
6. Kolaborasi dengan ahli gizi dan muntah
5. Pengawasan
kehilangan dan alat
pengkajian kebutuhan
nutrisi
6. Perlu bantuan dalam
perencanaan diet yang
memenuhi kebutuhan
nutrisi

4 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Kurangi faktor presipitasi 1. Dengan berkurangnya
dengan inflamasi lapisan keperawatan selama ......x 24 nyeri faktor pencetus nyeri
esofagus jam, pasien tidak mengalami 2. Tingkatkan istirahat maka pasien tidak
nyeri, dengan kriteria hasil : 3. Berikan informasi tentang terlalu merasakan
 Mampu mengontrol nyeri nyeri seperti penyebab intensitas nyeri.
(tahu penyebab nyeri, nyeri, berapa lama nyeri 2. Menurunkan tegangan
mampu menggunakan akan berkurang, dan abdomen dan
tehnik nonfarmakologi antisipasi ketidaknyamanan meningkatkan rasa
untuk mengurangi nyeri, prosedur. kontrol.
mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri 4. Ajarkan tentang teknik 3. Pemberian informasi
berkurang dengan nonfarmakologi seperti yang berulang dapat
menggunakan manajemen teknik relaksasi nafas mengurangi rasa
nyeri dalam, distraksi dan kecemasan pasien
 Mampu mengenali nyeri kompres hangat/dingin. terhadap rasa nyerinya.
(skala, intensitas, 5. Berikan analgesik untuk 4. Meningkatkan
frekuensi dan tanda mengurangi nyeri relaksasi, memfokuskan
 Tanda vital dalam rentang kembali perhatian dan
normal meningkatkan
kemampuan koping.
5. Perlu penanganan obat
untuk memudahkan
istirahat adekuat dan
penyembuhan

5 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien untuk 1. Peninggian kepala
tidak keperawatan selama ......x 24 memaksimalkan ventilasi tempat tidur
efektif berhubungan jam klien dapat menunjukkan 2. Lakukan fisioterapi dada mempermudah fungsi
dengan refluks cairan ke kriteria hasil : jika perlu pernapasan dengan
laring dan tenggorokan  Jalan nafas yang paten 3. Atur intake untuk cairan menggunakan gravitasi.
(tidak tercekik, irama mengoptimalkan 2. Fisioterapi dada dapat
nafas dan pola nafas keseimbangan. mengeluarkan sisa
dalam rentang normal) sekret yang masih
tertinggal.
3. Keseimbangan akan
stabil apabila antara
pemasukan dan
pengeluaran diatur
6. Gangguan Menelan Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu pasien dengan 1. Menetralkan
berhubungan dengan keperawatan selama .....x 24 mengontrol kepala hiperekstensi ,
penyempitan/strikture jam maka gangguan menelan membantu mencegah
pada esophagus akibat pada klien dapat diatasi 2. Letakkan pasien pada posisi aspirasi dan
gastroesophegal reflux dengan kriteria hasil : duduk/tegak selama dan meningkatkan
disease  Klien dapat menelan setelah makan. kemampuan untuk
makanan dengan 3. Berikan makan perlahan menelan.
sempurna pada lingkungan yang tenang 2. Menggunakan gravitasi
untuk memudahkan
proses menelan.
3. Pasien dapat
berkonsentrasi pada
mekanisme makan tanpa
adnya gangguan
distraksi dari luar

7. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Dorong pasien untuk 1. Memberikan kesempatan
dengan proses penyakit keperawatan selama .....x 24 mengungkapkan pikiran untuk memeriksa rasa
jam, ansietas pada klien dapat dan perasaan. takut realistis serta
diatasi dengan kriteria hasil: 2. Berikan informasi yang kesalahan konsep
 Menyingkirkan tanda dapat dipercaya dan tentang diagnosis.
kecemasan konsisten dan dukungan 2. Memungkinkan untuk
 Merencanakan strategi untuk orang terdekat. interaksi interpersonal
koping 3. Tingkatkan rasa tenang dan lebih baik dan
 Intensitas kecemasan lingkungan tenang. menurunkan rasa
 Mencari informasi untuk 4. Pertahankan kontak sering ansietas dan rasa takut.
menurunkan cemas dengan pasien, bicara 3. Memudahkan istirahat,
menghemat energi dan
dengan menyentuh bila meningkatkan
tepat. kemampuan koping.
4. Memberikan keyakinan
bahwa pasien tidak
sendiri atau ditolak,
mengembangkan
kepercayaan.
DAFTAR PUSTAKA

Aru, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Universitas Indonesia.

Asroel, Harry. 2013. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Universitas Sumatera Utara : Fakultas Kedoketeran Bagian Tenggorokan

Hidung dan Telinga.

Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux Disease (GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi,

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol. 38 no.

7 / November 2011.

Djajapranata, Indrawan. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.

Sujono, Hadi. 2012. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.

Susanto, Agus dkk. 2010. Gambaran Klinis dan Endoskopi Penyakit Refluks Gastroesofagus. Jakarta : FKUI.

Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara Klinis. PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3,

Edition September - November 2009.

Anda mungkin juga menyukai