1 Latar Belakang
Jika suatu perusahaan terdaftar di pasar modal maka etika lain yang di temukan adalah
keadilan terhadap pemegang saham minoritas di bursa. Sebagai contoh kasus akuisisi Internal
Perusahaan Salim Group yaitu akuisisi Indocement terhadap Bogasari yang di tenggarai terjadi karena
adanya niat-niat yang menyimpang Emiten. Dalam kasus ini tentu
yang di rugikan adalah pemelik saham minoritas karena adanya pengurangan deviden karena
peningkatan aktiva dan peningkatan penyusutan, selain itu dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) pemilik saham minoritas tidak punya hak untuk menolak akuisis ini. Pemerintah pun tak
luput dirugikan dalam hal ini dalam hal sektor penerimaan pajak akibat peningkatan penyusustan dan
pelarian dana keluar negerei (Dana hasil akuisisi di investasikan ke china). Wujud dari masalah etika
bisnis dapat dicirikan oleh adanya faktor-faktor: (1)berkaitan dengan hati nurani, standar moral, atau
nilai terdalam dari manusia, (2) karena masalahnya rumit, maka cenderung akan timbul perbedaan
persepsi tentang sesuatu yang buruk atau tidak buruk; membahagiakan atau menjengkelkan, (3)
menghadapi pilihan yang serba salah, contoh Akuisisi internal Indocement terhadap Bogasari ;
pilihannya kalau mau dapat untung maka tetap saja menjalankan akuisisi internal tersebut namun
tetap dibayangin masalah etika yaitu merugikan pemegang saham minoritas dan merusak nama Bursa
karena ketidaktransparansian. (4) kemajemukan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan.
2.1 Analisis
a. Is It Legal?
Pertanyaan pertama mensyaratkan bahwa semua variabel yang dipakai dalam suatu
pengambilan keputusan harus legal, tidak ada satu pun yang melanggar hukum dan hasil
keputusannya pun tidak boleh melanggar peraturan perundangan-undangan yang ada. Namun,
legalitas keputusan diperikasa bukan berdasarkan perspektif hokum perdata saja namun juga harus
berdasarkan kebijakan perusahaan, standard umum, dan etika berbisnis.
Dalam kasus indocement jika ditinjau dari segi hukum hak ini adalah legal sebab pada
dasarnya, hal-hal mengenai akuisisi sudah diatur dalam UU Pajak Penghasilan (PPh) tahun 1984 serta
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 42 tahun 1985. Dalam UU PPh tersebut, ada tiga pasal yang
mengatur soal akuisisi yaitu Pasal 4, 10, dan 11. Sedangkan dalam PP 42, akuisisi diatur dalam Pasal
3. Dalam Pasal 4 UU PPh 1984, dengan jelas disebutkan bahwa keuntungan yang timbul akibat
pengalihan harta terkena pemotongan pajak.
Namun jika ditinjau secara etika bisnis , akuisisi internal PT Indocement terhadap PT Bogasari
adalah tidak legal karena dengan adanya akuisisi antara dua perusahaan ini dapat terlihat bahwa beban
yang ditanggung akan terlihat semakin besar, karena adanya pembengkakan aktiva yang akan
mengakibatkan penyusutan besar yang dapat mengakibatkan laba terlihat lebih rendah dari yang
dihasilkan sehingga dengan demikian perusahaan akan membayar pajaknya lebih rendah dari
seharusnya. Dengan demikian akusisi ini menjadi tidak legal karena dapat mengurangi pendapatan
Negara yang berupa pajak penghasilan yang salah satunya diakibatkan dari akuisisi perusahaan
tersebut.
Setali tiga uang pemilik saham minoritas juga akan di rugikan dalam kasus ini. Kelompok
minoritas yang dimaksudnya adalah mereka yang telah membeli saham di bursa dan tidak terlibat
dalam manajemen. Hal ini mengingat ini di bursa banyak saham perusahaan yang masih didominasi
keluarga. Selain itu Karena beban penyusutan yang lebih besar akan mengurangi jumlah dividen yang
bakal diterima mereka.
Pihak lain yang dirugikan atas legalitas ini adalah perusahaan publik (Bursa) karena tidak
adanya transparansian akbat hal ini citra pasar modal Indonesia yang bisa dibilang belum seperti
perusahaan publik lainnya.
Dalam kasus ini juga perlu dipertanyakan apakah penilaian terhadap perusahaan Bogasari
yang hendak diakuisisi benar-benar dilakukan oleh akuntan yang netral. Lalu apakah kepentingan
para pemegang saham minoritas akan didengarkan dalam RUPS nanti karena RUPS bersifat
dekoratif.
b. Is It Balanced?
Pertanyaan kedua mengingatkan kita apakah keputusan yang diambil akan sangat
menguntungkan salah satu pihak dengan mengorbankan pihak lainnya, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang? Artinya keputusan yang diambil bukanlah keputusan yang sifatnya win-lose
karena kondisi ini biasanya akan berujung pada kondisi lose-lose bagi para pihak (pembalasan dari
pihak yang dirugikan). Memeang tidak mungkin membuat keputusan yang adil bagi semua orang,
namun seorang pemimpin harus berusaha untuk menghindari ketidak seimbangan.
Dalam kasus akuisis ini, terjadi ketidak seimbangan pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh pihak manajemen Salim Group karena berdasarkan beberapa analis mengatakan akuisis ini akan
lebih menguntungkan Indocement dengan adanya akuisis ini akan ada dana menganggur sebesar
Rp1,71 Triliun yang dapat dimanfaatkan Indocement untuk investasil lain. Sementara Pemerintah
sebagai pihak yang menguasai 25,93% saham Indocement harus menanggung rugi akibat pajak yang
semakin kecil, karena laba perusahaan paska akuisis akan seolah-olah kecil. Memang pada dasarnya
seperti yang dijelaskan diatas tidak ada pihak yang akan benar benar sama-sama diuntungkan, namun
setidaknya keputusan ini tidak terlalu berdampak buruk kepada Stakeholder misalnya pemegang
saham minoritas.
Kesimpulan
Saran