Laporan Proteinku
Laporan Proteinku
R C COOH
NH2
1. Struktur polimer
Struktur primer protein merupakan struktur sederhana dengan urutan
rantai asam amino linear yang tidak membentuk percabangan rantai.
Struktur primer dibentuk oleh ikatan peptida antar asam amino yang
berbeda satu dengan lainnya.
2. Protein struktur sekunder
Struktur sekunder protein merupakan struktur susunan struktur primer
yang linear yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Akibat kekuatan tarik-
menarik antar asam amino dalam rangkaian komponen tersebut, maka
akan terbentuk struktur utama yang membelit, melingkar, dan melipat.
Pada struktur ini protein berbentuk spiral (berpilin) hal ini terjadi karena
adanya ikatan lain (asam amino dengan asam amino lain ) selain peptida.
3. Protein struktur tersier
Struktur tersier merupakan rangkaian molekuler yang menggambarkan
bentuk keseluruhan dari protein. Penggabungan antar struktur sekunder ini
dapat dilakukan dengan ikatan hidrogen, Ikatan ion, ikatan kovalen, dan
ikatan hidrofobik.
4. Protein struktur kuartener
Struktur Kuarterner Protein merupakan struktur tiga dimensi yang
dibentuk oleh beberapa polipeptida yang berikatan satu sama lain tidak
secara kovalen.
1. Metode Kualitatif
a. Reaksi Xantoprotein
Reaksi warna Xantoprotein dapat terjadi karena reaksi nitrasi
pada cincin benzena dari asam amino penyusun protein. Tes dikatakan
positif ditunjukkan dengan warna kuning yang disebabkan
terbentuknya suatu senyawa polinotrobenzena dari asam amino
protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung asam
amino dengan inti benzena, seperti tirosin, fenil alanin, triptofan.
b. Reaksi Hopkin-Cole
Reaksi warna protein ini menunjukkan positif apabila ditandai
dengan terbentuknya cincin ungu pada bidang batas antara larutan
protein dengan pereaki. Pebentukan cincin ini dikarenakan
terbentuknya kondensasi 2 inti indol dari triptofan dengan aldehid.
c. Reaksi Ninhidrin
Reaksi warna protein ninhidrin menunjukkan positif bila
memberikan warna biru atau ungu. Reaksi ini terjadi pada gugus
amino bebas dari asam amino ninhidrin. Warna biru-ungu dapat
dipakai untuk menentukan asam amino secara kuantitatif dengan
mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 570 nm.
d. Reaksi Millon
Pereaksi Millon melibatkan penambahan senyawa Hg ke dalam
protein sehingga pada penambahan logam ini akan menghasilkan
endapan putih dari senyawa merkuri. Untuk protein yang mengandung
tirosin atau triptofan penambahan pereaksi Millon menghasilkan
warna merah. Namun pereaksi ini tidak spesifik karena juga
memberikan tes positif warna merah dengan adanya senyawa fenol.
Digunakan untuk menguji adanya gugus fenol pada protein misalnya
tirosin.
2. Metode Kuantitatif
a. Metode Biuret
Metode biuret merupakan salah satu cara yang terbaik untuk
menentukan kadar protein dalam suatu larutan. Dalam larutan basa,
Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu protein
sehingga menghasilkan warna ungu dengan absorbansi maksimal
540nm. Absorbansi ini berbanding lurus dengan konsentrasi protein dan
tidak tergantung jenis protein karena seluruh protein pada dasarnya
mempunyai jumlah ikatan peptide yang sama per satuan berat. Hal-hal
yang dapat mengganggu reaksi ini adalah adanya urea (mengandung
gugus -CO,-NH-) dan gula pereduksi yang bereaksi dengan Cu2+ (Tim,
2017)
Cu2+
H
C NH C C NH CH
O R O R
Gambar Struktur Kompleks Cu2+ Senyawa Peptida
(Hidajati & dkk, 2017)
b. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl ini merupakan metode sederhana untuk
penetapan nitrogen total pada protein dan senyawa yang mengandung
nitrogen. Metode ini cocok digunakan secara semi mikro, sebab hanya
membutuhkan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit serta waktu analisa
yang pendek. Metode kjeldahl ini ccok untuk menetapkan kadar protein
yang tidak larut atau protein yang sudah mengalami koagulasi akibat
proses pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa dilakukan
pada makanan (Rohman & Sumantri, 2007).
Metode kjeldahl digunakan untuk menganalisa kadar protein
kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisa
adalaah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisa dengan angka
konversi 6,25 (setara dengan 0,16 gram nitrogren per gram protein) maka
diperoleh kadar protein dalam bahan makanan tersebut (Winarno, 997).
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap
titrasi (Maligan, 2004):
1. Proses destruksi
Tujuan dari proses destruksi ini adalah untuk melepaskan
nitogen dari protein. Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam
sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Unsur C
dan H teroksidasi menjadi H2O, CO2 , CO sedangkan unsur N berubah
menjadi amonium sulfat. Dalam tahap ini diperlukan katalisator untuk
mempercepat proses destruksi. Tujuannya adalah mempertinggi titik
didih asam sulfat sehingga suhu destruksi lebih tinggi (370-410 C)
2. Proses destilasi
Pada tahap ini dilakukan dengan menambahkan NaOH sehingga
ammonium sulfat terpecah menjadi amonia. Amonia yang dibebaskan
ditampung dalam larutan asam standar biasanya HCl atau asam borat
4% yang jumlahnya berlebih.
3. Proses titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa
asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH
standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna
larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila
menggunakan indikator PP. Atau apabila menggunakan indikator MR
larutan berubah menjadi kuning.
Akan tetapi metode kjeldahl ini memiliki kekurangan antara lain
(Maligan, 2004):
1. Senyawa lain selain protein yang mengandung N akan ikut terukur
sebagai protein
2. purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan
kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein.
c. Metode Lawry
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret.
Metode ini dikembangkan pada tahun 1951 dengan menggunakan reagen
pendeteksi Folin-Ciocalteu. Reagen ini biasa digunakan untuk mendeteksi
gugus-gugus fenolik. Dalam keadaan basa, ion tembaga divlen (Cu2+)
dengan ikatan peptida yang mereduksi Cu2+ menjadi tembaga monovalen
(Cu+) (Bintang, 2010). Dalam analisa protein, reagen Folin-Ciocalteu
dapat mendeteksi residu oksidasi dimana gugus fenolik tirosin akan
mereduksi fosfotungstat dan fosfomolibdat yang terdapat pada reagen
tersebut menjadi tungsten dan molibden yang berwarna biru. Hasil reduksi
ini dapat dianalisa lebih lanjut dengan melihat puncak absorbsi yang lebar
pada daerah panjang gelombang sinar tampak (600 – 800 nm) (Sudarmadji
& dkk, 1981).
d. Metode Barfoed
Metode Barford adalah salah satu metode dalam penentuan
kadar protein suatu bahan. Prinsip kerja dari metode Barford didasarkan
pada pengikatan secara langsung zat warna Coomassie Brilliant Blue G250
(CBBG) oleh protein yang mengandung residu asam amino dengan rantai
samping aromatik (Tyrosine, tryptophan, dan phenylalanine) atau bersifat
basa (Arginine, Histidine, dan Leucin). Reagen CBBG bebas berwarna
merah-kecoklatan (lmaks 465 nm), sedangkan dalam suasana asam reagen
CBBG akan berada dalam bentuk anion yang akan mengikat protein
membentuk warna biru (lmaks 595 nm). Jumlah CCBG yang terikat pada
protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan pada protein
(Diah,2010.http://diaht09.student.ipb.ac.id/2010/06/19/penentuan-protein-
dengan-metode-bradford/ diakses pada tanggal 21 September 2017).
Ikan Lele
Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas
perikanan yang cukup populer di masyarakat. Ikan ini berasal dari benua
Afrika dan pertama kali didatangkan ke Indonesia pada tahun 1984. Lele
dumbo termasuk ikan yang paling mudah diterima masyarakat karena
berbagai kelebihannya. Kelebihan tersebut diantaranya adalah
pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan beradaptasi terhadap
lingkungan yang tinggi, rasanya enak dan kandungan gizinya cukup tinggi
serta harganya murah. Komposisi gizi ikan lele meliputi kandungan protein
(17,7 %), lemak (4,8 %), mineral (1,2 %), dan air (76 %) (Ubaidillah &
Hersoe Listyorini, 2010).
Keunggulan ikan lele dibandingkan dengan produk hewani lainnya
adalah kaya akan leusin dan lisin. Leusin (C6H13NO2) merupakan asam amino
esensial yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan anak-anak dan menjaga
keseimbangan nitrogen. Leusin juga berguna untuk perombakan dan
pembentukan protein otot. Sedangkan lisin merupakan salah satu dari 9 asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan.
Lisin termasuk asam amino yang sangat penting dan dibutuhkan sekali dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak (Ubaidillah & Hersoe Listyorini,
2010).
1 gram
sampel
- dihancurkan dengan mortar
alu
- ditambah air 10 mL
filtrat residu
sampel
2. Pembuatan Kurva Standar
Larutan induk protein 10 mg/mL
Absorbansi
Absorbansi
4. Penetapan Absorbansi Larutan Sampel
1 mL sampel
Absorbansi
VIII. Analisis dan Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar protein pada ikan
lele dengan metode biuret. Metode biuret merupakan salah satu cara yang
terbaik untuk menentukan kadar protein dalam suatu larutan. Kelebihan
yang bisa diperoleh dengan menggunakan metode Biuret ini adalah reagen
yang digunakan hanya satu macam dan mudah didapatkan yaitu reagen
biuret, uji biuret mudah dilakukan, dan tidak membutuhkan waktu lama .
Dalam suasana basa, Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan
peptida suatu protein sehingga menghasilkan warna ungu dengan
absorbansi maksimal 540 nm. Prinsipnya adalah pengukuran serapan
cahaya oleh ikatan kompleks berwarna ungu yang terjadi bila protein
bereaksi dengan ion Cu2+ dalam suasana basa. Terjadinya warna ungu
terbentuk dari ikatan antara Cu dan N, unsur N terdapat pada peptida
membentuk kompleks yang terjadi dalam suasana basa. Jika dibuat grafik
nilai kadar dan nilai absorbansi berbanding lurus sehingga persaman kurva
linearnya harus memiliki nilai R (regresi) ± 1. Jadi, apabila kadarnya
meningkat maka absorbansi juga meningkat, karena R merupakan
koefisien relasi yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi/kadar
dengan serapan/absorbansi.
Dalam percobaan ini dilakukan beberapa tahap yaitu persiapan
sampel, penentuan standar, penetapan absorbansi larutan blanko dan
penetapan absorbansi sampel.
1. Persiapan Sampel
Percobaan pertama, bertujuan untuk menghasilkan filtrat sampel
ikan lele (kuning kecoklatan) yang akan diuji kadar proteinnya. Langkah
pertama yaitu, sampel ikan lele ditimbang terlebih dahulu sebanyak 1 gram
dengan menggunakan neraca analitik agar massa yang diukur lebih akurat.
Setelah ditimbang, sampel ikan lele dihancurkan sampai halus dengan
mortal dan alu sehingga memudahkan pada proses pemisahan antara residu
dengan filtrat. Kemudian, sampel ikan lele dimasukkan ke dalam tabung
sentrifuge dan kemudian ditambahkan 10 mL aquades (tidak berwarna)
yang bertujuan untuk melarutkan sampel sehingga menjadi larutan putih
keruh. Setelah itu disentrifuge pada 3500 rpm selama 10 menit untuk
pemisahan secara sempurna antara residu dengan filtrat. Lalu diambil
filtratnya dengan cara didekantasi agar tidak tercampur dengan residu yang
dihasilkan.
Larutan sampel yang siap uji berupa filtrat dari ikan lele (larutan
keruh tak berwarna). Sedangkan residu yang dihasilkan berupa endapan
putih.
O R O R OH-
2 H H
C N C C N C
+ Cu2+
Cu2+
H H
H
C NH C C NH CH
O R O R
Konsentrasi Absorbansi
Larutan
Standar 1 1 0.052
Standar 2 2 0.079
Standar 3 3 0.108
Standar 4 4 0.158
Standar 5 5 0.192
Absorbansi
0.15
0.1
0.05
0
1 2 3 4 5
konsentrasi
Nilai ini sudah baik karena nilai R2 yang baik adalah nilai yang
mendekati angka 1. Hasil sampel dalam percobaan kami juga
menunjukkan nilai yang signifikan. Pada grafik menunjukkan bahwa
absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi larutan standarprotein.
Semakin tinggi konsentrasi larutan standar protein maka semakin tinggi
pula nilai abosorbansinya.
O R O R OH-
2 H H
C N C C N C
+ Cu2+
Cu2+
H H
H
C NH C C NH CH
O R O R
Reagen biuret berwarna biru muda, ketika diuji pada larutan blanko
menghasilkan larutan berwarna biru muda yang membuktikan bahwa
larutan blanko tidak mengandung protein sehingga ion Cu2+ pada
reagenbiuret tidak bisa membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu
protein yang menghasilkan warna ungu.
Kemudian, diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit didalam
waterbath. Setelah diinkubasi selama 10 menit diangkat dan didiamkan 10
menit pada suhu kamar. Hasil setelah proses inkubasi tetap sama seperti
penambahan reagen biuret yaitu berwarna biru muda sehingga
menandakan bahwa larutan blanko tidak mengandung protein. Waktu
inkubasi ini merupakan operating time yaitu waktu yang dibutuhkan agar
seluruh protein berekasi seluruhnya dengan reagen biuret. Dan juga untuk
mempertajam warna dari hasil reaksi protein dengan reagen biuret dan
fungsi yang lebih utama ialah untuk memaksimalkan reaksi antara ion
Cu2+ dengan ikatan peptida dalam protein sehingga senyawa kompleks
berwarna ungu yang terbentuk menjadi stabil.
Selanjutnya, larutan blanko dilakukan pengukuran absorbansi
melalui uji spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm.
Karena warna yang dihasilkan adalah warna biru muda, maka nilai
absorbansi yang dihasilkan dari pengujian spektrofotometri UV-Vis
sebesar 0 yang menandakan bahwa larutan blanko tidak mengandung
protein.
O R O R
H H
C N C C N C
H H
O R O R OH-
2 H H
C N C C N C
+ Cu2+
Cu2+
H H
H
C NH C C NH CH
O R O R
𝑚𝑔
3,3429 ⁄𝑚𝐿
= 𝑚𝑔 × 100%
1000 ⁄10 𝑚𝐿
= 3,3429 %
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh kadar protein
ikan lele sebesar 3,349 % per 1 gram. Ubadillah & Hersoe Listyorini,
menyatakan bahwa kandungan protein dalam ikan lele sebesar 15,74 g/100
gram atau 15,74 % dalam 100 gram . jika kadar secara teori diubah dalam
satuan per 1 gram menjadi 0,1574 gram. Sedangkan menurut hasil
percobaan, didapatkan kadar protein sebesar 0,03349 g/1 g. Jika
dibandingkan kadar secara teori dengan hasil percobaan terdapat
perbedaan. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh persiapan sampel
yang seharusnya ditumbuk sampai halus tetapi masih ada yang belum
halus, sehingga pada saat dilarutkan dalam air ada beberapa daging ikan
lele yang belum tercampur rata yang menyebabkan protein yang larut
dalam air sedikit melihat sampel yang dihasilkan berwarna keruh tak
berwarna.
Selanjutnya, kurang ketelitian dalam mengencerkan dan mereaksikan
sampel dalam pembuatan standar, sehingga menghasilkan larutan yang
terlalu pekat atau sedikit encer yang berpengaruh terhadap persen kadar
sampel. Selain itu metode biuret yang digunakan dalam percobaan juga
memiliki kelemahan dalam penentuan kadar suatu protein. Dalam larutan
basa, Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu protein
sehingga menghasilkan warna ungu dengan absorbansi maksimal 540 nm.
Kelemahan metode pengukuran dengan menggunakan metode Biuret:
1. Memerlukan bahan yang cukup karena sensitivitasnya yang rendah
2. Protein yang terukur pada metode biuret adalah protein yang larut air
(protein terlarut)
3. Kurang sensitif dibandingkan lowry
4. Penyerapan warna dapat dipengaruhi oleh pigmen bila ada
5. Terjadi variasi warna pada jenis protein yang berbeda
Oleh karena itu, kadar protein dalam daging ikan lele dari hasil
percobaan berbeda dengan kadar protein secara teori.
IX. Kesimpulan
X. Daftar Pustaka
Adams, A., & Ray., C. 1988. Catering technology, 1th ed.London:B. T.
Batsford Ltd
Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga
Hidajati, N., & dkk. 2017. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Organik
Surabaya. Surabaya: Jurusan Kimia Unesa.
Sudarmadji, S., & dkk. 1981. Analisan Bahan Makanan dan Pertanian.
Cetakak ke-3 . Yogyakarta: Pusat Antar Universitas, Universitas
Gadja Mada
Ubaidillah & Hersoe Listyorini. 2010. Jurnal Pangan dan Gizi Vol 01 No.
02 Tahun 2010. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang
Konsentrasi Absorbansi
Larutan
Standar 1 1 0.052
Standar 2 2 0.079
Standar 3 3 0.108
Standar 4 4 0.158
Standar 5 5 0.192
Dari hasil data yang diperoleh, akan didapatkan suatu kurva standar
protein sebagai berikut:
0.25
0.15
0.1
0.05
0
1 2 3 4 5
konsentrasi
𝑀1 . 𝑉1 = 𝑀2 . 𝑉2
𝑚𝑔 𝑚𝑔
4 ⁄𝑚𝐿 . 𝑉1 = 3 ⁄𝑚𝐿 . 10 𝑚𝐿
𝑉1 = 7,5 𝑚𝐿
4. Larutan Protein 2 mg/mL dari larutan protrin 10 mg/mL
𝑀1 . 𝑉1 = 𝑀2 . 𝑉2
𝑚𝑔 𝑚𝑔
3 ⁄𝑚𝐿 . 𝑉1 = 2 ⁄𝑚𝐿 . 10 𝑚𝐿
𝑉1 = 6,67 𝑚𝐿
5. Larutan Protein 1 mg/mL dari larutan protrin 10 mg/mL
𝑀1 . 𝑉1 = 𝑀2 . 𝑉2
𝑚𝑔 𝑚𝑔
2 ⁄𝑚𝐿 . 𝑉1 = 1 ⁄𝑚𝐿 . 10 𝑚𝐿
𝑉1 = 5 𝑚𝐿
𝐴 = 0,127
Konsentrasi Absorbansi
1 0.052
2 0.079
3 0.108
4 0.158
5 0.192
0.25
0.15
Absorbansi
0.1
0.05
0
1 2 3 4 5
konsentrasi
No Gambar Keterangan
6.
Disentrifuge untuk mendapatkan
filtratnya.
7. Hasil dari sentrifuge yang akan di
ambil filtratnya untuk di uji.
13.
Setelah ditambahkan reagen biuret
larutan yang awalnya biru, setelah di
kocok menghasilkan warna ungu.
14. Seluruh tabung reaksi (blanko,
sampel, standar) diinkubasi pada
suhu 37˚C.